Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 15441 - 15460 dari 15598 ayat untuk orang yang mati terbunuh (0.012 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 763 764 765 766 767 768 769 770 771 772 773 774 775 776 777 778 779 780 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.00) (Kej 46:8) (ende)

Silsilah jang berikut ini berasal dari tradisi P, dan menjebutkan keturunan-keturunan kedua-belas para Bapa bangsa menurut tradisi jang baru kemudian terudjudkan (perhatikan persamaan dengan Bil 26:5) dsl. Bilangan "tudjuhpuluh" adalah bilangan konvensionil, suatu istilah jang berarti: djumlah jang agak besar; seperti misalnja sekarang orang menggunakan istilah "ratusan" (Lihat Kel 1:5) dan Ula 10:22). Untuk mentjapai djumlah "tudjuhpuluh" ini, djuga Jusuf dan putera-puteranja ikut terhitung, meskipun mereka ini tidak termasuk golongan jang berpindah ketanah Mesir. Djuga terhitungnja kesepuluh putera Benjamim (ajat orang+yang+mati+terbunuh&tab=notes" ver="ende">21) (Kej 46:21) sebetulnja tidak sesuai dengan situasi ini; disini pengarang menggunakan daftar silsilah jang baru tersusun kemudian.

(0.00) (Kel 2:1) (ende)

Di sini mulailah kerja Tuhan, jang sebetulnja merupakan landjutan dari karja-KeselamatanNja dahulu. Tuhan mentjiptakan umatNja dari ketiadaan, artinja: dari keturunan para Bapa-Bapa jang telah begitu merosot.

Masa kanak-kanak Musa ditjeritakan dengan gaja jang serba hidup bertjorak romantis, djustru untuk mengutarakan kedudukannja jang istimewa dan peranannja dikemudian hari.

Suku Levi kelak akan tersutjikan setjara istimewa kepada Tuhan (lihat misalnja: Kel 32:25-29). Menurut Kel 6:20 nama orang tua Musa ialah: Amram dan Jokebed.

(0.00) (Kel 13:1) (ende)

Ajat-ajat ini mempersiapkan ajat. orang+yang+mati+terbunuh&tab=notes" ver="ende">11-16 (Kel 13:11-16). Wadjib mengorbankan anak sulung tidak dari semula berhubungan dengan pesta Paskah. Maksudnja: mengakui Allah sebagai Tuhan segala sesuatu jang hidup, dan memohon berkatNja atas hidup didunia ini, pun pula meminta kesuburan. Dalam hal ini ada persamaannja dengan pesta-pesta roti-roti tidak beragi. Bahwa sementara itu orang teringat akan anak-anak sulung Mesir jang binasa, sedangkan anak-anak sulung Israel diselamatkan, tidak sukar difahami. (Lihat Kel 11:5 tjatatan; dan Bil 3:13; 8:17). Demikianlah peraturan ini dimasukkan dalam rangka perajaan Paskah.

(0.00) (Im 17:1) (ende)

Bagian ini lazimnja disebut "Taurat Kesutjian" dan merupakan sekumpulan undang dan hukum jang bermaksud melindungi kesutjian Umat Jahwe jang kudus, dari pelbagai segi. Bagian ini djauh lebih mendalam adjarannja daripada pasal orang+yang+mati+terbunuh&tab=notes" ver="ende">1-16 jang lebih memperhatikan segi lahiriah dan rituil sadja. Kekudusan Tuhan Israil menuntut dari umatNja kesutjian jang tidak terdiri atas ketahiran lahiriah dan rituil semata-mata, tetapi djuga dan terutama atas kesutjian moril dan batiniah. Pasal #TB Ima 1-16 memperbintjangkan segala sesuatu jang menghalang umat berhadapan Allah dalam ibadah; pasal #TB Ima 17-26 mengutarakan apa jang dituntut dari orang jang hendak menghubungi Jahwe.

(0.00) (Ul 20:10) (ende)

Peraturan-peraturan ini lebih bersesuian dengan peperangan-peperangan pada djaman para radja dikelak kemudian hari. Pada waktu itu karena pertimbangan-pertimbangan politik kadang-kadang orang terpaksa mempermaklumkan perang melawan bangsa-bangsa djauh diluar Palestina (aj:15)(Ula 20:15). Mula-mula diusahakan adanja persetudjuan perdamaan. Sikap terhadap bangsa di Palestina ditentukan oleh bahaja penularan agama. Perbedaan dalam menghadapi bangsa-bangsa jang dekat dan jang djauh itu barangkali lebih merupakan suatu hal jang disusun setjara teoretis sesudah terdjadi: daripada berakar pada prinsip-prinsip jang ditentukan sebelumnja.

Peringatan terhadap vandalisme (ajat orang+yang+mati+terbunuh&tab=notes" ver="ende">19(Ula 20:19) sld) barangkali djuga baru merupakan gagasan dari djaman Deuteronomium.

(0.00) (Yos 1:1) (ende)

JOSJUA

TJATATAN TENTANG SENI PENULIS SEDJARAH DALAM PERDJANDJIAN LAMA

Permulaan seri kitab2 Perdjandian Lama, jang umumnja disebut kitab2 “sedjarah” ini, kiranja sangat pada tempatnjalah didahului dengan uraian singkat tentang dalih, jang dikenakan para pengarang, ketika mereka mnjusun kitab2 mereka. Dengan mengingat asas2 jang sama pula hendaklah karja mereka dibatja, untuk dapat dipahami dan tidak disalah-tafsikan. Dalih2 mereka berlainan dengan asas2 penulis sedjarah moderen; dan apabila orang membatja kitab2 mereka dengan berlandasan dalih moderen, tidak boleh tidak orang akan sesat djalan. Peringatan ini perlu bagi si pembatja moderen, karena manusia moderen itu “history-minded” menurut asas2 moderen, dan oleh karenanja se-akan2 setjara spontan membatja Kitab Sutji dalam tjahaja asas2 tersebut.

Adapun asas pertama ialah, bahwasanja para pengarang Perdjandjian Lama itu adalah pengarang Sedjarah keigamaan, bukannja ahli ilmu sedjarah. Mereka mengutarakan kedjadian2 jang lampau demi untuk nilai dan arti keigamaannja, djuga bagi angkatan2 jang akan datang. Menurut pendapat mereka, dibelakang seluruh kedjadian itu berdirilah Allah Israil sebagai pelaku, jang memaklumkan diriNja dalam sedjarah dan memimpinnja akan keselamatan umatNja jang terpilih. Inilah jang hendak diperlihatkan dan diberitahukan para pengarang kepada pembatja2 mereka. Untuk itupun mereka diilhami Roh Kudus.

Dari asas pertama itu berikutlah asas kedua: Para pengarang, djadi djuga Roh Kudus, hendak menjadjikan sedjarah jang sungguh2, jakni tjampur tangan riil oleh Allah dalam kedjadian, jang tersembunji dalam dan dibelakang banjak faktor insani. Inilah sebabnja maka Allah seringkali tampil setjara langsung dalam Kitab Sutji, dalam penampakan2, mukdjizat2 dan sabda2 jang diutjapkanNja. Tjorak agama Jahudi *dan Kristen) mengharuskan, bahwa agama itu berdasarkan kedjadian2 jang sesungguhnja, bukannja pada chajalan. Para pengarang, jang kepadanja, sunguh2 hendak mengatakan dan membenarkan sesuatu tentang kedjadian lampau jang njata. Dan siapa jang pertjaja akan Kitab Sutji dan inspirasi haruslah menerima pembenaran ini didjamin oleh Allah sendiri.

Akan tetapi – dan ini merupakan asas ketiga – pembenaran jang terdjamin itu pada dirinja tidak berlaku lebih djauh daripada historisita asasi pemberitaan itu; dan dengan mutlaknja hanja mengenai garis besar historis keseluruhannja sadja. Dari segi keigamaan – inipun pendirian para pengarang sendiri – tidak diminta lebih banjak djuga. Hanja pembenaran fundamentil besar Kitab Sutji berkenaan dengan sedjarah sadjalah, jang harus diterima persesuaiannja dengan kedjadian jang objektif.

Demi untuk pembenaran fundamentil itulah para pengarang mengumpulkan berita2 dan bahan2 mereka dan menjusun karja mereka. Dalam usaha itu bagi mereka tidak tersedialah alat2 ilmiah ilmu sedjarah moderen, hal mana djuga sama sekali tidak perlu untuk maksud mereka. Bahannja diambil para pengarang dari sumber2 jang sangat berlainan tjoraknja, mulai dari hikajat2 rakjat samai ke arsip2 negara. Dengan itu mereka menjusun kisah mereka tanpa banjak pernjelidikan, menurut rantjangan dan maksud mereka. Hasilnja ialah gambaran murni mengenai masa lampau dalam garis2 besarnja.

Mengingat tjara kerdja ini, para pengarang dan Roh Kudus, tidak bermaksud membenarkan begitu sadja segala hal sampai perintjian2nja. Ini hanja dilakukan apabila dan sedjauh hal, itu perlu bagi pembenaran fundamentil. Pembenaran sampai perkara jang ketjil2 itu oleh karenanja djuga memungkinkan perbedaan, tingatan2 dan tjorak2. Seringkali djuga tidak mungkin lagi, untuk menentukan tingaktan pembenaran sedemikian itu sampai perkara jang ketjil2. Namun demikian, orang tidak boleh mengatakan begitu sadja, bahwa mereka tidak lain dan tidak bukan mau membenarkan garis besarnja dan bahwa perkara jang ketjil2 itu tidak pernaj mendjai bahan pembenaran. Ini sama tidak tepatnja dengan menjatakan, bahwa mereka selalu membenarkan segala berita mereka.

Dari asas tersebut diatas dapatlah ditarik keismpulan, bahwa para ahli mendapat kebebasan penjelidikan jang amat besar berkenaan dengan bagian2 ketjil dan hal2 chusus dari sedjarah perdjandjian lama itu. Historisitanja jang terperintji dapat dan harus ditentukan dnenga penggunaan asas2 jang diambil dari ilmu pengetahuan moderen. Untuk sebagian besar bergantunglah semuanja itu dair sumber2 jang digunakan Kitab Sutji, sekadar tjoraknja masing2 dan nilah sedjarahnja. Untuk tiap hal tersendiri haruslah itu diselidiki dan ditentukan lebih landjut.

Bagi si pembatja bukan ahli, jang membuka Kitab Sutji, satu2nja pendirian jang boleh dipertanggungdjawabkan ialah, bahwa ia membatja Kitab Sutji dengan djiwa mana kitab2 itu telah ditulis. Djadi terangnja sadja, dengan pendirian keigamaan. Ia harus memperhatikan garis2 besar dan pembenaran fundamentil, sedang mengenai bagian2 jang ketjil hendaklah sikapnja sangat terbuka. Tidaklah banjak gunanja, tiap2 kali bertanja lagi: adakah ini atau itu sungguh terdjadi, adakah ini atau itu sungguh terdjadi seperti jang dikisahkan. Kalau begitu, orang membatja Kitab Sutji sebagai buku sedjarah dan bukannja sebagai pewahjuan Allah didalam sedjarah. Itu bukanlah pendirian para pengarang, jang tidak mau menandaskan sedjarah. Itu bukanlah pendirian para pengarang, jang tidak mau menandaskan sedjarah, melainkan Allah sedjarah. Itupun jang diinginkan dan diandaikan mereka pada para pembatja.

JOSJUA

PENDAHULUAN

Seri Kitab2 Perdjandjian Lama, jang merupakan kepustakaan sedjarah umat Allah dalam fasenja jang pertama, dimulai dengan kisah tentang pendudukan tanah, jang telah didjandjikan dibawah sumpah oleh Jahwe kepada para nenek-mojang. Itu adalah langkah kedua dalam pemenuhan sabda Jahwe dan landjutan sedjarah, jang tertjantum dalam kitab2 Musa. Tokoh utama kisah tersebut. Mempunjai nama jang sangan kena, jakni Josjua’ (atau Johosjua’): “Jahwe adalah pertolongan” atau “Jahwe adalah keselamatan”. Itu adalah nama simbolis bagi tokoh jang amat riil, jang merupakan perorangan serta perwudjudan dari pertolongan dan keselamatan dimasa jang amat genting dalam sedjarah Israil. Joshua’ adalah pemimpin kedua umat Allah dan pengganti dari pendiri, jang diutus Allah, jakni Musa, untuk menjelesaikan lebih landjut pekerdjaan jang sudah dimulai.

Dibatja sekali sadja, kitab itu memberikan kesan suatu kesatuan jang sangat kompak dalam pelbagai segi. Kisahnja hanja mengenai suatu masa jang pendek, hanja setengah umur manusia. Josjua’ sudah landjut umurnja, ketika ia mulai memegang pimpinan (4, 23; 14, 12). Dan ketika ia pulang kepangkuan nenek- mojangnja dalam usia seratus sepuluh tahun, jang amat tua dan terberkati itu (24, 29), tanah itu sudah direbut dan di-bagi2. Ia mendjadi pembesar bangsa Israil, jang sungguhpun terdiri atas tigabelas suku, namun berdiri dibelakang pemimpinnja sebagai masa jang kompak dan rukun dan jang dengan sukahati mendjalankan perintah2nja serta pemerintahannja.

Karja Josjua’ berlangsung dalam tiga fase jang djelas dapat dibedakan, tapi erat gandingannja dan merupakan kelandjutan satu sama lain. Demikianlah rangka kitab itu. Sesudah pengantar pendek, jang memperkenalkan Josjua’ (1, 1-9), bagian pertama (1, 10-12, 24) lalu memebrikan ichtisar pendudukan tanah itu. Setelah penjeberangan sungai Jarden setjara adjaib-itu batas alamiah Kena’an (1, 10-4, 24), rakjat disunat dan perajaan Paska dilangsungkan (5, 1-12). Lalu dikisahkan setjara agak pandjang-lebar dua gerakan tjepat untuk merebut Jeriho (5, 13-7, 24 dan ‘Ai’ (8, 1-29). Permulaan jang berhasil baik itu dikuntji dengan upatjara keigamaan jang meriah (8, 30-35). Israil bertapak kukuh ditanah perdjandjian dan mendapat landasan kuat untuk gerakan2 selandjutnja. Daerah sekitar Gibe’on, hampir dipusat tanah itu, ditaklukkan tanpa pertempuran (9, 1-27). Kemudian suatu koalisi lima radja dari selatan tanah itu ditumpas (10, 1-27) dan seluruh daerah selatan djatuh kedalam tangan Israil (10, 28-38). Suatu koalisi pelbagai radja diutara dialahkan djuga (11, 1-23), dan bagian tanah itupun mendjadi milik umat Jahwe jang terpilih. Dalam bagian kedua (13, 1-21, 45) daerah, jang direbut ber-sama2, di-bagi2 antara suku2, sehingga masing2 mendapat bagiannja. Djuga kepada kaum Levita, meskipun tidak memperoleh daerah tersendiri, atas perintah Jahwe, ditundjuk kota2 seperlunja dengan djadjahan sekitarnja sebagai tempat tinggal di-tengah2 susku2 lainnja (20, 1-21, 45). Baigan terachir (22, 1-24, 31) mengisahkan achir djalan hidup Josjua’. Suku2 seberang Jarden pulang kedaerahnja masing2, setelah tugas mereka selesai, untuk berbakti kepada Allah nenek-mojang mereka disana dan untuk mendiami daerah mereka dengan aman-tenteram (22, 1-89). Perpetjahan jang mengantjam suku2 dapat ditjegah (22, 9-34). Josjua’ lalu membuat surat wasiat rohaninja, dalam mana kesetiaan kepada Jahwe ditandaskan lagi (23, 1-16) dan dibaharui pula perdjandjian jang diadalkan dengan Jahwe di Sikem (24, 1-28); lalu suku2 bertolak kedaerah jang ditunjdjuk bagi mereka (24, 28). Penuh dengan berkah dan kemsjhuran dapatlah pahlawan besar Israil itu beristirahat dalam ketenteraman, (25, 29-31. Seluruhnja ditutup dengan beberapa tjatjatan singkat tentang makam Jusuf dan imam Ele’azar (24, 32-33).

Didalam reng2an jang terang benderang dan dengan komposisi sastera jang bermutu itu kitab Josjua’ menjadjikan dengan sama therdiknja djaman sedjarah Israil dalam penggambaran jang sangat muluk kepada para pembatja. Memang soalnja bukan mengenai pemberitaan peristiwa2 belaka, melainkan komposisi jang muluk. Kenjataannja djauh lebih ruwet daripada jang digambarkan dalam kitab tersebut, kendati dapat diketemukan djuga tanda2nja. Semuanja dirantjangkan dan disusun kearah tudjuan tertentu, jang tidak memerlukan laporan jang terperintji dan teliti. Boleh djadi si penjusun kitab tidak mampu djuga menjusun laporan sematjam itu, karena kurangnja keterangan2. dengan apa jang tersedia baginja, ia toh mau menjadjikan, mungkin lebih tepat mau menjusun, suatu ichitsar umum tentang perebutan negeri itu.

Menggambarkan kembali kedjadian sedjarah setjara teliti dan sesuai dengan kenjataan, adalah dan tetaplah sukar dan sangat hipotetis. Bahkan tidak mungkinlah menentukan dengan kepastian jang mutlak, dimasa mana tepatnja Israil masuk Kena’an. Hal ini berganding erat dengan soal tanggal keluarnja Israil dari Mesir, jang djuga tidak pasti. Orang dapat memilih tanggal masuk antara waktu sekitar tahun 1350 dan sekitar tahun 1250. Dalam hal jang pertama orang dapat menggunakan surat2 tell-Amarna untuk menentukan lebih landjut keadaan2 di Kena’an. Surat2 tersebut adalah surat-menjurat politik para Fare’o Mesir djaman itu dengan pembesar2 diluaran serta takluk22nja. Termasuk dalam golongan inipun radja2 dan walinegeri2 Mesir dari Kena’an. Namun para ahli lebih tjenderung untuk menanggalkan masuknja Israil itu sekitar 1250; dan dalam hal ini surat- menjurat tadi tidak memberikan keterangan langsung tentang suasana tanah jang dimasuki Israil itu. Tetapi pendapat ini lebih sesuai dnegna apa jang diandaikan kitab Josjua’. Sebab didalamnja sama sekali tidak di-sebut2kan Mesir sebagai kekuasaan jang dapat memperlihatkan kekuatannja; dan bahwasanja Israil, jang baru keluar dari Mesir, hendak menetap didaerah jang takluk kepada Mesir, kiranja sangat tidak mungkin. Kendati demikian, keadaan2 di Kena’an sekitar tahun 1250 rupa2nja ada banjak persesuaiannja dengan keadaan, jang disebutkan dalam surat2 tell-Amarna. Kekatjauan dan kerusuhan, jang nampak dimana2 di Kena’an, malahan bertambah, bukannja berkurang. Mesir tidak lagi mendjalankan kekuasaannja disana dan kedaulatannja hanja suatu chajalan juridis belaka. Mesir diantjam di-perbatasan2 utara oleh serangan bangsa2 jang berasal dari Asia. Hanja diketahui, bahwa Fare’o Merneptah dalam tahun 1223 mengadakan perlawatan di Palestina lawan bangsa2 Asia dibawah pimpinan orang2 Het. Dalam naskah kemenangan disebutkan pula Israil. Oleh karenanja anehlah, bahwa dalam kitab Josjua’ Mesir tidak memainkan peranan. Kemudian dalam dokumen2 disebutkan “bangsa2 lautan”. Salah satu dari antaranja ialah orang2 Felesjet, jang achirnja berhasil mendjedjakkan kakinja di-pantai2 Kena’an dan dalam Kitab Sutji memainkan peranan jang besar tapi buruk. Didalam kitab Josjua’ itu sendiri betul orang2 Felesjet disebutkan, tapi tidak memainkan peranan jang aktif sebagai musuh dan lawan terhadap Israil jang merembes, sehingga kelihatannja didjaman itu mereka belum menetap di Kena’an dalam bentuk organisasi jang kuat. Ajat 13, 2, jang menjebutkan dengan djelas orang2 Felesjet, kiranja termasuk tambahan redaksionil. Sedangkan kelemahan Mesir mengakibatkan adanja kekusutan lengkap di Kena’an tanpa kesatuan kedalam. Tanah itu didiami oleh sedjumlah bangsa dari pelbagai asal, jang dalam peredaran djaman telah menetap disana disamping penduduk aseli, orang2 Kena’an, dan jang mendesak mereka itu ke-daerah2 tertentu. Kitab Sutji dan djuga kitab Josjua’ biasanja menjebutkan keenam bangsa ini: orang2 Het, Amor, Hiw, Kena’an, Periz dan Jebus (12, 8; 3,10). Bangsa2 itu diorganisir dalam sedjumlah besar keradjaan kerdil, jang terdiri atas kota ketjil jang berbenteng dengan daerah djadjahannja. Kitab Josjua’ menjadjikan daftar tigapuluh radja jang ditaklukkan disebelah barat sungai Jarden (12, 9- 20), djadi suatu djumlah beasr keradjaan bagi tanah jang tak seberapa luasnja. Keradjaan2 dan kota2 itu tidak merupakan pula sematjam persatuan federal atau malahan persatuan jang tidak begitu mengikat, tetapi sebaliknja sering bermusuhan. Betul ada kalanja mereka bergabung lawan musuh bersama, seperti lawan Israil jang masuk (9, orang+yang+mati+terbunuh&tab=notes" ver="ende">1:10, 1-5; 11, 1-4), tetapi tida pernah sedemikian rupa, hingga mereka merupakan kekuasaan jang besar. Radja2 setempat itu tidak mentjari kekuatan mereka dalam persekutuan politik, melainkan dalam pengukuhan jang hebat kota2 mereka. Kebudajaan penduduk Kena’an sudah mentjapai taraf jang agak tinggi; bagaimana djua mereka lebih madju dari suku2 primitif Israil. Kebudajaan tinggi ini antara lain ternjata dari pemakaian besi, beih2 dalam persendjataan ,dan dalam pemaiakan kuda didalam peperangan (11, 1-9; 17, 14-18). Lagi pula penduduk Kena’an mengadakan hubungan dagang dengan luar negeri (7, 21). Kekusutan politik ditanah itu sebagai akibat kelemahan Mesir Mentjiptakan sjarat jang perlu bagi masuknja Israil. Bangsa Israil tidak pernah bertapak kukuh ditanah itu, sekiranja Mesir dapat mendjalankan kekuasaannja atau sekiranja penduduk Kena’an bergabung mendjadi satu.

Masuknja Israil itu rupa2nja tidak berdjalan dalam masa jang kompak dan dioraganisir, seperti jang dandaikan kitab Josjua’. Tapi tepatnja suatu proses, jang berlangsung dalam pelbagai fase. Mula2 suku2 tersendiri, jang setjara damai menetap didaerah jang sedikit penguninja, terutama dipegunungan. Malahan tidak mustahillah, beberapa suku tidak pernah diam di Mesir, tetapi selalu tinggal di Kena’an dan mengulurkan tangan kepada saudara2 mereka, jang dari gurun mentjari tanah penggembalaan bagi ternaknja. Orang2 pengembara itu sama sekali tidak mahir dalam peperangan dan dalam siasat pengepungan, sehingga kota2 itu, sekiranja mereka mau, toh tidak dapat dimasuki mereka. Mereka harus mentjari tanah itu dimana tiada kota dan penduduk, jakni di pengunungan2. dari sana mereka agaknja djuga mengadakan hubungan setjara damai dnegan penduduk negeri, jang dipusatkan di-kota2. baru kemudianlah suku2 Israil mulai mengadakan gerakan perebutan dnenga kekerasan sendjata, dalam hal mana Israil berhasil menduduki beberapa kota. Tetapi lamalah keadaannja toh begitu rupa, hingga penduduk aseli tetap menguasai kota2 dan lembah2, sedangkan Israil berkediaman dipegunungan. Persendjataan Kena’an jang lebih unggul tidak memberikan kemungkinan kepada mereka untuk menghadapi pertempuran dipadang terbuka. Perebutan2 jan ditjapai adalah lebih ahsil tipu-muslihat daripada pertempuran. Israil harus berdjuang lama, sebelum ia sngguh2 dapat disebut pemilik tanah jang didjandjikan. Peperangan itu berlangsung selama djaman para hakim sampai Swqud, dan dalam pada itu Israil sering mengalam keadaan jang sangat gawat. Kitab para Hakim menjadjikan gambaran sedjarah jang lebih murni tentang perbutan tanah itu daripada gambaran selajang pandang jang diidealisir dalam kitab Josjua’.

Adapun kitab ini meng-hubung2kan seluruh proses jang ruwet dari perembesan setjara damai dan perebutan dengan kekerasan itu dengan tjara jang dirangkakan serta diidealisir disekitar tokoh Josjua’. Beberapa petilan dan selingan dikisahkan dnengan pandjang-lebar, sedangkan lain2nja hanja ichtisarnja sadja dan kebanjakan dilewatkan atau disana-sini meninggalkan bekas jang njaris dapat diketahui. Dalam penjusunan kitab tersebut chronologi tidak banjak diindahkan, dan kedjadian2 jang berdjauhan di-hubung2kan satu sama lain atau dengan Josjua’, tanpa ada hubungan sematjam itu menurut kenjataannja. Bahkan situasi2 djauh kemudian diprojektir kemuka, sebaimana lebih2 halnja dengan bagian tentang pembagian jang diidealisir mengenai tanah itu oleh Josjua’, hal mana lebih didasarkan atas situasi semasa daripada atas dasar sedjarah.

Mengidealisir dan merangkakan kedjadian2 itu belumlah berarti begitu sadja memalsukannja. Djelaslah kitab Josjua’ itu bukan laporan historis, sebagaimana djuga tidak demikian pula dengan kitab manapun djua dari Prdjandjian Lama atau Baru. Ahli sedjarah moderen tentunja akan berlainan sekali tjara kerdjanja daripada pengarang kiab tersebut. Tetapi tuduhan “pemalsuan sedjarab” terhadap pengaragnja, sama sekali tidak pada tempatnja. Menamakan kibtab tersebut sebuah kumpulan “hikajat dan dongeng”, karena tidak sesuai dengan pendapat2 moderen, melampaui batas2 kritik jang lajak. Memang sungguh benar, bahwa banjak kisah di- hubung2kan dnegna nama tempat2 tertentu atau dengan sisa2 tertentu dari djaman lampau (4, 9; 5,9; 7,16; 8,29; 9,27; 10,27; 14,14) dan harus memeberikan keterangan atasnja. Tidak perlu diterima pula, bahwa kedjadian itu sungguh merupakan keterangan gedjala tertentu. Didalam tradisi atau oleh si penjusun dapatlah di-hubung2kan kedjadian2 tertentu denagannja sebagai keterangan, walaupun itu sesungguhnja tiada sangkut-pautnja dengannja dan oleh karenanja djuga tidak dapat merupkan keterangan historis. Tetapi ini tidak berarti, abhwa lalu kedjadian2 itu sendiri adalah chajalan sebagai keterangan tentang gedjala dari djaman kuno. Sama mungkinnja, bahwa peristiwa itu sendiri adalah sangat riil, meskipun hubungannja dengan tempat atau monumen tertentu lebih bertjorak idiil. Djuga kenjataan, jang mesti diterima, bahwasanja dengan tokoh Josjua’ di- hubung2kan peristiwa2, jang tidak termasuk dalam riwajat hidupnja, belumlah memberikan memberikan hak, untuk lalu membuat Josjua’ mendjadi tokoh dongeng dan menerangkan peristiwa2 itu sebagai hasi chajalan. Haruslah betul2 dibedakan antara peristiwa2 itu sendiri dengan susunan dan bentuk sastera peristiwa2 itu dalam kitab Josjua’. Kebalikannja adalah lebih benar: djustru karena Josjua’ adalah tokoh jang sangat riil dari djaman jang lampau dan telah memainkan peranan jang penting sekali dalam merebut tanah itu, maka dengannja di- hubung2kanlah lainnja semua. Inipun dajaupaja untuk menandaskan pentingnja tokoh tersebut, malahan dajaupaja jang lebih efektif daripada pemikiran2 jang pandjang-lebar. Tetapi bahwasanja tokoh jang tak riil atau jang tak penting menarik kesemuanja kepada dirinja, sama sekali tidak dapat diterima.

Makanja ada alasan tjukup, untuk mengukuhi tjorak historis kitab Josjua’, sebagaimana dilakukan banjak ahli. Dari kitab ini dapat ditimba keterangan2 jang sangat berharga untuk menggambarkan kembali masa lampau, meskipun diperlukan penelaahan terntentu untuk menemukan kembali kedjadian2 itu dalam keranga historisnja. Bagaima djua, tanpa kritik jang terperintjipun kitab Josjua’ menjadjikan kepada pembatjanja gambaran jang sangat riil dari kedjadian historis perebutan Palestina oleh Israil, dalam mana pribadi Josjua’ telah memainkan peranan jang penting sekali. Penemuan2 archeologi belakangan ini dapat membenarkan hal itu, walaupun harus diakui, bahwa penemuan2 itupun tidak mengurangkan kesulitan2, malahan menambahnja. Tetapi adalah tugas ilmu- pengetahuan, untuk mentjari keterangan2 lebih landjut, dan dalam pada itu tidak menempuh djalan jang termudah, dnegna memungkiri nilah sedjarah kitab Josjua’.

Untuk mengemukakan pandangan historisnja atas pendudukan tanah jang didjandjikan itu, si pengarang atau para penjusun kitab Josjua’ menggunakan tradisi2 jang djauh lebih kuno, jang boleh djadi sudah ada dalam bentuk tulisan. Orang malahan dapat dnegan kemungkinan jang besar menundjukkan dari mana tradisi2 itu berasal dan mula2 dipelihara. Sebab orang menkonstatir kenjataan, bahwa kisah2 itu disangkut-pautkan dnegna tempat2 sutji tertentu di Israil; untuk itu kedjadian2 jang dikisahkan itu sungguh penting adanja. Pendudukan Jeriho dan ‘Ai ada sangkut-pautnja dnegan tempat sutji Gilgal (4, 19-20; 5, 9; 4, 8); pendudukan daerah Gibe’on pada pokoknja adalah penting bagi tempat sutji tersebut (9, 27). Pembagian tanah oleh Josjua’ di-hubung2kan dengan rumah sutji Gilgal ( 14, 6) dan Sjilo (18,1), marga Kaleb ada sangkut-pautnja dengan Hebron (15, 13; 14, 15) dan achir hidup Josjua’ serta karjanja dialihkan ke Sikem (24, 1) dan Sjilo (22, 12). Tidaklah bertentangan dengan akal, mengandaikan bahwa kisah2 tersebut dipelihara dan terdjadi di-tempat2 itu. Sumber2, jang digunakan, kadang2 diambil l.k. menurut huruf, kadang2 sangat disadur dan disesuaikan dengan pendapat2 serta situasi si pengarang. Tambahan pula dimasukkan dalam suatu keseluruhan dan oleh karenanja di-hubung2kan si pengarang sendiri dan lagi dibubuhi dengan pengantar2 serta renungan2 pribadi. Tidak selalu sama mudahlah membedakan dimana suatu naskah atau tradisi kuno berbitjara, dimana ada pembersutan dan dimana si penjusun memebrikan tambahannja sendiri. Dari sebab itulah ada perbedaan pendapat dikalangan para ahli, bila mengenai penentuan teliti djumlah dan pembatasan sumber2 itu. Tidak banjak gunanja menjebutkan semua hipotese itu salah satu, jang se-tidak2nja mungkin, setjara agak terperintji.

Kisah tentang pengintaian dan perebutan Jeriho (2, 1-6, 25) jang sumbernja teranglah sudah amat kuno (4, 9). Beberapa ahli berpendapat, bahwa dalam kisah tersebut terdjalinlah dua sumber atau tradisi tersendiri.

Kisah tentang pendudukan ‘Ai (7, 1-8, 29), berkenaan dnegna penaklukan Gibe’on , pertempuran lawan kelima radja diselatan dan lawan sedjumlah penguasa diutara (9, 1-10, 27; 11, 1-9).

Dua petilan puisi jang dinukilkan (6, 26; 10, 12-13).

Kisah jang dirangkakan tentang pendudukan kota2 diselatan Kena’an, jang enam djumlahnja (10, 28-39; 11, 10-15).

Pelukisan daerah suku masing2 (13-22), dokumen mana terdiri pula atas sebuah sumber jang disadur dan ditambah oleh seorang redaktor. Oleh si penjusun kitab Josjua’ sendiri ditambahkan dari sumber2 lain: daftar kota2 Juda, jang mungkin bertanggal dari djaman Dawud (15, 21-26), dan daftar serupa itu untuk Binjamin dari djaman radja Sjaul (18, 21-28). Dapat kita tambahkan pula, bahwa riwajat Kaleb (14, 6-15; 15, 13-19) djuga diselipkan oleh redaktor terachir kitab Josjua’ dari sumber lain tersendiri. Hal inipun kiranja boleh kita katakan pula tentan gtjerita perihal suku Jusuf, seperti jang terdapat dalam 17, 14-18. Kedjadian jang ditjeritakan dalam pasal ke-22 berasal djuga dari sumber tersendiri, jang datang dari djaman para Hakim.

Walaupun sangat disadur oleh penjusun kitab Josjua’, namun kisah tentang diikatnja perdjandjian di Sikem (pasal orang+yang+mati+terbunuh&tab=notes" ver="ende">24) adalah dari masa jang lebih kuno. Orang dapat bertanja, apa 8, 30-35, lepas dari saduran jang kuat, tida berasal dari sumber jang sama djua, dan oleh si penjusun kitab Josjua’ dilepaskan dari hubungan aselinja, untuk ditempatkannja disitu, lebih sesuai dengan pendapat teologisnja.

Lepas dari sedjumlah besar tjatatan dan tambahan ketjil2, bolehlah dikatakan dengan kepastian jang agak besar, bahwa oleh si penjusun kitab sendiri setjara langsung ditambahkan: amanat kepada Josjua’ pada permulaan kitab (1, 1-11) dan jang sedjadjar dengan itu, jakni 13, 1-7; persetudjuan dnegna suku2 diseberang Jarden (1, 12-18); pemberitaan tentang sunat dan tentang perajaan Paska jang pertama di Kena’an (5, 2-12), walaupun ini boleh djadi berdasarkan berita jang lebih kuno; ichtisar pendudukan Kena’an selatan (10, 40-43); ichtisar sematjam itu bagi Kena’an utara (22, 16-25); ichtisar tentang pendudukan daerah seberang Jarden (11, 1-6) dan pengantar berikutnja atas daftar radja2 jang ditaklukkan (12, 7-8); dan djuga ichtisar tentang daerah suku2 Ruben dan Gad (13, 8-12). Pidato beasr Josjua’ dalam pasal orang+yang+mati+terbunuh&tab=notes" ver="ende">23 seluruhnja dikarang oleh si pengarang kitab Josjua’ sedjadjar dengan pasal orang+yang+mati+terbunuh&tab=notes" ver="ende">24.

Melihat keterang2 Kitab Josjua’ tu sendiri orang mungkin akan menarik kesimpulan, bahwa kitab itu mendapat bentunja jang definitif pada permulaan pemerintahan Dawud, sekitar th. 1000. sebab dalam kitab itu disebutkan, bahwa Gezer didiami orang2 Kena’an (16, 10), tetapi didjaman Sulaiman kota tersebut mendjadi milik Israil dengan penduduk Jahudi (I Rdj 9, 16). Jerusjalem masih mendjadi milik orang Jebus (15, 63), jang kemudian ditaklukan oleh Dawud (II Sjem 5, 6-9). Hasor didjaman si pengarang masih berupa reruntuhan (11, 13), kota mana dibangun kembali oleh Sulaiman (I Radj 9, 15). Tempat sutji Gibe’on mendjadi pusat rakjat didjaman redaksi kitab itu (9, 2-27), dan kitab itu agaknja tidak tahu sedikitpun tentang Jerusjalem, jang oleh Dawud didjadikan tempat sutji nasional (II Sjem 6). Sebeliknja ada sebangsa perpisahan antara Juda dan Israil (11, 23), hal mana sesuai dengan situasi pada permulaan pemerintahan Dawud, ketika Isjbosjed memerintah Israil (II Sjem 2). Tetapi Kitab Josjua’ sendiri dalam banjak petilan si (para) penjusun sangat mengingatkan kepada kitab Ulangtutur atau Deuteronomium. Tjukuplah kiranja petundjuk2 jang ditempatkan pada pinggir halaman terdjemahan ini. Dengan itu lalu penanggalan kitab Josjua’ digandingkan dengan persoalan rumit tentang waktu terdjadinja kitab Ulang tutur. Karena banjak ahli mengira dapat membuktikan, bahwa kitab Ulangtutur telah disusun didjaman radja Josjijahu (640-609), maka kitab Josjua’ pun ditanggalkan didjaman itu. Ahli2 lainnja lebih suka menghubungkan dengan kegiatan sastera radja Hizkia, jang katanja djuga memainkan peranan dalam redaksi pertama kitab Ulangtutur, djadi sekitar th. 700. Karena orang berpendapat, bahwa kitab Ulangtutur diterbitkan se-dikit2nja dua kali, maka dikemukakan pula, bahwa kitab Josjua’ pun mengenal dua penerbitan pertama kali didjaman pemerintahan Josjijahu dan kedua kalinja dengan beberapa tambahan, selama atau mungkin malahan sesudah masa pembuangan (sekitar th. 500). Djadi penanggalan kitab Josjua’ bersangkut-paut dengan soal hubungan antara kitab Josjua’ dan kitab Ulangtutur. Puluhan tahun jang lalu. Banjak ahli berpendapat, bahwa kitab ini (bersama dengan kitab para Hakim) bukan hanja dari segi sedjarah sadja, tapi dari segi sasterapun merupakan kelandjutan langsung dari kelima kitab Musa. Dan katanja disusun pula dari naskah (tradisi2) jang sama dan hasil karja orang2 jang sama, jang selama atau sesudah masa pembuangan menjusun karja besar mulai dari Kedjadian sampai dengan kitab Hakim2. Tetapi dewasa ini orang melepaskan kitab Ulangtutur dari kitab2 Musa dan melihatnja sebagai permulaan dan pendahuluan suatu karja besar sedjarah, jang melingkupi kitab2 sedjarah sampai dengan kitab2 Radja2 dan hasil buah astu pena jang sama dalam bentuknja jang definitif. Kitab Josjua’ katanja merupakan bagian dari karja tersebut. Karja beasr tadi katanja djuga menenal dua perbitan, termasuk pula Josjua’, seperti telah disebutkan diatas. Tambahan2 dibubuhkan, terutama dalam kitab Radja2 jang melandjutkan sedjarah mulai dari Josjua’ sampai kemasa pembuangan. Hipotese ini – tidak kurang dan tidak lebih dari itu – boleh diterima, tetapi soal lain ialah apa perlukan itu. Bagaimanapun djua hubungannja antara kitab Sjemuel dan Radja2 dengan Ulangtutur dalam bentuknja jang definitif, namun kitab Josjua’ dapatlah dilepaskan daripadanja. Bahwasanja ada banjak titik pertemuan antara kitab Josjua’ dan Ulangtutur tidaklah dapat dipungkiri; tetapi tidak djelas begitu sadja, bahw kitab Josjua’ oleh, karenanja bergantung setjara langsung dari kitab itu sendiri. Gagasan2 keigamaan jang dirumuskan dalam kitab Ulangtutur, tidak ditjiptakan oleh kitab tersebut. Tetapi lebih merupakan titik achir perkembangan jang lama serta tradisi dan rumus penutup suatu sistim keigamaan jang untuh. Kalupun kitab itu (dalam redaksi pertama) disusun didjaman Josjijahu, maka gagasan2 jang sama itu toh sudah ditjantumkan dalam naskah2 lain, sebagaimana djuga halnja dengan kitab Josjua’. Kitab Josjua’ dapatlah, dalam hal terdjadinja serta penanggalannja, berdiri lepas dari kitab Ulangtutur dan ddipandang sebagai suatu kesatuan jang berdiri sendiri. Inipun kiranja dapat dikatakan pula tentang kitab2 Sjemuel dan Radja2. meskipun dalam kitab2 tersebut ditemukan kembali gagasan2 Ulangtutur, namur tidak berarti, bahwa kitab2 tersebut bersama dengan Ulangtutur hanja merupakan satu karja sastera sadja. Bahwasanja kitab2 Sjemuel dan Radja2 ditulis sesudah Ulangtutur dapatlah kita terima, tetapi kami tidak dapat menerima suatu penanggalan kitab Josjua’, jang bergantung daripada penanggalan kitab Ulangtutur. Atas alasan2 itu lebih baiklah orang mengukuhi sadja penanggalan jang didasarkan keterangan2 kitab itu sendiri, hang menjundjuk akan waktu permulaan pemerintahan Dawud, djadi sekitar th. 1000 sebelum Masehi.

Apa kita mesti memikirkan adanja satu redaktor sadja dari kitab itu atau beberapa penjususn, jang bekerdjasama, terserahlah. Menjebutkan sautu nama jang konkritpun tiada gunanja, sebab hal itu adalah tetap perkiraan se-mata2. Tetapi, mengingat adjaran jang diutarakan dalam kitab itu, mestilah kitab itu terdjadi dikalangan Levita, jang djuga mendjadi asal kitab Ulangtutur. Karena perhatian chuus ditaruh kepada suku2, seberang Jarden dan daerahnja (13, 15-22; 1, 12-18; 22, 1-34), maka pernah dikemukakan dugaan, bahwa si pengarang berasal dari daerah itu. Apa kesimpulan itu tepat, agaknja dapat disangsikan.

Dari lingkungan asalnja sangat dapat dimengerti, sebagaimana ternjata djuga dari kitab itu sendiri, bahwa karja tersebut menaruh perhatian keigamaan jang kuat dan tidak tegas berhaluan historis. Sedjarah terutama dilukiskan demi untuk makna dan nilah keigamaan jang praktis. Itu adalah permakluman allah, jang membimbing itu seluruhnja kearah maksud22Nja. Perhatian teristimewa tertudju kepada tanah Kena’an, jang dahulu didjandjikan Jahwe kepada nenek-mojang (1, 6; 5, 6; 9, 24) dan djuga benar2 diberikan (23, 1, 3-4; 24, 11-13). Sebab Jahwe adalah setia kepada djandjiNja, jang pernah diberikan, dan tidak lupa akan perdjandjian dengan nenek-mojang dan umat (1, 21, 43-45; 23, 14). Pendudukan tanah itu bukanlah terutama usaha Josjua’ tetapi pekerdjaan Allah Israil (23, 4; 3, 10; 10, 15; 23, 10). Bahwasanja Jahwe berdiri dibelakang seluruh kedjadian itu, tidak hanja ternjata dari tugas tegas dan djandji pertolongan, jang diberikan kepada Josjua’ (1, 3; 1, 5, 9; 10, 8; 11, 6), tapi djuga dari tjampurtangan adjaibNja didalam djalan kedjadian2 (3, 15; 6, 20; 18, 11). Seluruhnja hanjalah pelaksanaan perintahNja jang dahulu telah diberikanNja (10, 40; 13, 7; 14, 2). Bahwasanja umat tidak menajai Jahwe segala usahanja, hanja dapat ditjela sadja (9, 14). Josjua’ sungguh tokoh jang penting dalam kitab itu, tetapi melulu melajani maksud dan pimpinan Allah (1, 1; 3, 7). Ia adalah pemimpin jang diangkat dari umat Allah, jang sekalipun terdiri atas duabelas suku, namun satu djua dalam Allahnja, dalam ibadah dan djandji Allah (8, 33; 22, 27; 24, 14, 17). Tetapi kesetiaan Allah itu bukan tak bersjarat. Ia adalah Allah jang kuasa (3, 13; 2, 11), Allah jang mahatahu (3, 7; 6, 2, 5; 8, 18; 10, 8; 11, 6; 7, 10-11) dan lebih2 Allah jang kudus (24, 19), jang menuntut umat jang sutji. Kesutjian ini per-tama2 berwudjud kesetiaan kepada perdjandjian, kepada hukum22nja dan kepada sabda mulutNja, kestiaan dari pihak rakjat serta pemimpin2nja (8, 27; 11, 9; 15, 13; 17, 1-6; 10, 40; 11, 12, 15; 22, 6, 23). Kesetiaan ini meliputi pula tjinta jang tak terbagi (23,11) dan dalam situasi jang njata itu penghormatan se-mata2 kepada namaNja (23, 8-16). Karena itupun Israil tidak boleh bertjampur-baur dengan bangsa2 kafir Kena’an (23, 7, 12), tetapi sebaliknja harus menumpas mereka (10, 14; 11, 15). Apabila rakjat mejalahi kestiaan ini, maka Jahwe bukan hanja tidak akan menolong mereka lebih landjut, dan tidak akan mengusir bangsa2 dari depan mereka (23, 13), tetapi malahan djuga akan membatalkanpekerdjaanNja (23, 15; 24, 20). Rakjat harus mengangkat sumpah kesetiaan itu djuga untuk masa jang akan datang, sehingga keturunan mereka mengukuhi djuga perdjandjian itu (24, 22, 27).

Tuntutan2 itu hendak diperkeras kitab Josjua’ dengan kedjadian2 jang dikisahkannja, jang dengan djelasnja menundjukkan bahwa kesetiaan digandjar dengan kesetiaan dan murtad dihukum dengna pnumpasan. Itulah jang harus dimaklumi orang2 semasanja; tetapi hal itupun tetap berlaku bagi angatan2 jang akan datang. Walaupun Allah akan memaklumkan diriNja sebagai Bapa jang penuh belaskasih dan baik, namum Ia tetap djuga Allah jang adil, jang tetapi mengemukakan tuntutanNja atas kesetiaan. Allah perdjandjian sendirilah, jang mendjamin keselamatan; dan Allah itulah, jang dengan perantaraan utusanNja Jesus – orang jang senama dnegan Perdjandjian Lama bukan tanpa alasan dipandang sebagai perlambangNja – mewujudkan itu, bukan umatNja. Tetapi keselamtan itu masih musjkil dan menaruh kewadjiban2 besar atas pundak umat Allah. Umat sebagai keseluruhan tidak dapat lagi tak-setia samasekali atau membatalkan djandji Allah, tetapi anggota masing2 dari umat itu datlah dengan ketidaksetiaannja membuat dirinja tak-patut untuk mengambil bagian dalam keselamatan, jang didjandjikan dan sudah terwudjudkan itu, dan untuk menikmati tanah, jang telah didjandjikan Allah kepada nenek-mojang.

(0.00) (1Sam 8:1) (ende)

Tjeritera jang ditjeriterakan dalam fasal2 jang berikut ini adalah mahapenting untuk sedjarah bangsa Israil. Sampai kini Israil merupakan sekelompok suku sadja jang kadang2 dan terpaksa sadja untuk sementara waktu bersatu lawan musuh jang umum, dan tetap bersatu dalam agamanja. Tetapi suku2 ini djauh dari sebuah "negara" atau "bangsa".

Tetapi keradjaan mentjiptakan kesatuan jang perlu, meskipun djuga sekarang kesatuan jang utuh berlaku untuk sementara waktu sadja (Dawud, Sulaiman). Perubahan ini tidak disukai semua orang, lebih2 jang paling beragama. Sebab dalam pandangannja Jahwe sadja adalah radja Israil. Tokoh Sjemuel digambarkan sebagai wakil aliran ini.

(0.00) (2Sam 5:6) (ende)

Perebutan Jerusjalem adalah peristiwa jang mahapenting serta menjatakan ketangkasan kenegaraan Dawud. Ia membuatnja mendjadi ibu-kota keradjaannja, sebuah kota jang tidak termasuk suku2 Israil maupun suku Juda, sehingga persaingan antara suku ditjegah dan persatuan lebih mudah dapat dipertahankan. Dawudpun sudah berusaha membuat Jerusalem mendjadi pusat agama Jahwe, usaha mana lama-kelamaan diselesaikan.

(0.00) (1Raj 3:2) (ende)

Menurut suatu hukum, jang baru dikemudian hari muntjul, orang boleh mempersembahkan kurban hanja dalam Bait Allah di Jerusalem. Pengarang kitab radja tahu akan hukum itu dan karenanja menolak kurban2 ditempat sutji (bukit2 angkar) lain, sebagaimana ada adat djuga waktu itu masih diperbolehkan. Ia menegur semua radja jang tidak menghantjurkan tempat2 sutji tadi. Tetapi ia mengira, bahwa Sulaiman dapat dimaafi, oleh sebab Bait Allah belum didirikan. Ajat ini dan jang berikut mau menerangkan peristiwa jang berikut, bahwa Sulaiman sendiri mempersembahkan kurban atas suatu bukit angkar dan malah menerima penglihatan Allah sendiri.

(0.00) (Est 1:1) (ende)

KITAB -KITAB TOBIT JUDIT ESTER

PENDAHULUAN

Didalam Kitab Sutji Junani dan Latin terdapatlah sesudah kitab2 Tawarich, djadi kitab2 sedjarah, ketiga kitab ketjil: Tobit, Judit, Ester, menurut urut2an terdjemahan Latin Vulgata, atau Ester, Judit dan Tobit, menurut susunan Septuaginta. Namun dalam beberapa naskah terdjemahan Junani tertera ditempat ain sekali, sedangkan didalam Kitab Sutji Hibrani itu Ester termasuk dalam "Ketubim" dan merupakan bagian dari apa jang disebut"Kelima Megillot", jaitu salah satu dari kelima kitab ketjilm jang dibatjakan didalam synagoga pada pesta2 tertentu. Kedalam "Megillot" itu termasuk pula Pengchotbah, Lagu Ratap, Rut dan Madah Agung. Karena kaum Protestan mengenai Perdjandjian Lama mengambil-alih daftar kitab2 sutji jang diakui orang2 Jahudi di Palestina, maka merekapun hanja menerima Ester sadjalah jang termasuk Kitab Sutji, sedangkan Tobit dan Judit disebut mereka "apokrip". Dengan mengikuti terdjemahan2 Junani dan Latin dalam urutan2 biasa Vulgata, maka dalam terdjemahan inipun kami masukkan Tobit, Judit, dan Ester dalam satu kelompok. Itupun bukan hanja karena pendek isinja, tetapi djuga karena ketiga kitab itu mempunjai beberapa tjorak jang sama.

Kesamaan pertama jang lahiriah belaka sebetulnja bersandarkan tjorak kesusasteraan jang sama terletak dalam sangat populernja kisah2 itu dikalangan umat Kristen, dahulu dan sekarang. Setiap orang mengenal kisah2 itu dan senipun tidak sedikit mengambil bahannja daripada Tobit, Judit dan Ester. Kisah2 itu seringlah lebih terkenal daripada bagian2 lain Perdjandjian Lama, jang dari segi keigamaan dan sedjarah keselamatan djauh lebih penting adanja. Kepopuleran kitab2 ketjilini lebih2 diakibatkan oleh kenjataan, bahwa didalamnja seni tjerita Hibrani mentjapai pentjak jang djrang ada tara-bandingnja. Pada umumnja kisah2, jang dipusatkan kepada satu tokoh itu, dipaparkan sebagai suatu keseluruhan utuh jang besar dan harmonos, dan segala dajdupaja digunakan dengan sangat mahirnja untuk tetap menarik perhatian dan memelihara ketegangan samapi achir. Unsur dramatik digunakan habis2an dan fantasipun mendapatkan umpan jang ber-limpah2 dalam kisah2 tersebut.

Tetapi kesamaannja lebih mendalam, karena latarbelakan tema dari kisah2 itu dalam banjak hal sama djua adanja. Tiap2 kali mengenai manusia-seluruh rakjat- jang berada didalam darurat besar, kepapaan dan penindasan. Tetapi demi kesalehan besar serta kebaktian dalam dari tokoh2 tertentu, maka Penjelenggaraan ilahi bertjampurtangan setjara sedikit banjak adjaib akan penjelamatan dan penebusan. Perhatian dipusatkan pada tokoh2 itu, sehingga rakjat sebagai keseluruhan agak dan sedikit banjak tinggal dilatarbelakang. Namun demikian, dalam ketiga kitab itu rakjat Jahudi muntjul dalam keadaan2 jang kira2 sama. Mereka ditindas dan malahan diantjam akan dibinasakan oleh penguasa2 kafir, jang maunja menghantjurkan bangsa maupun agama. Bangsa Jahudi adalah bangsa asing, jang terpentjil dari bangsa2 lain dari lingkungan kafir. Mereka dibentji dan dinistakann, dan sering membangkitkan kembali taufan antisemitisme. Dalam kitab2 Judit dan Ester itu amat djelasnja, tetapi ada pula didalam kitab Tobit, meskipun tidak begitu tadjam gambarannja. Didalamnjapun bangsa Jahudi itu adalah masa kompak jang mengembara di-tengah2 lingkungan kafir, dibentji, dinistakan dan di-buru2.

Ketiga kitab ketjil itu mempunjai kesamaan ini djuga, bahwa kitab2 tersebut baru agak belakangan dan bukan tanpa kesulitan diakui sebagai Kitab Sutji. Kitab Ester oleh orang2 Jahudi baru dimasukkan dalam daftar kitab2 sutji. Kitab Ester oleh orang2 Jahudi baru dimasukkan dalam daftar kitab2 sutji sesudah abad pertama Masehi, dan itupun hanja naskah jang singkat bentuknja. Itu antara lain diakibatkan oleh tjoraknja jang agak profan, bila dipandang sepintas lalu. Tetapi Judit, meskipun orang2 Jahudi mengenal dan menggunakannja djua, ditolak mereka setjara definitif sebagai Kitab Sutji. Nasib jang sama dialami Tobit pula, kitab mana dikenal dan digunakan se-tidak2nja oleh beberapa golongan Jahudi. Mengenai djaman Kristen: ketiga kitab ketjil itu digunakan dan pada umumnja diakui sebagai Kitab Sutji oleh para bapak Geredja, tetapi tjorak inspirasinja disana sini toh disangsikan djuga, lebih2 setelah daftar Jahudi kitab2 sutji itu dikenal dan terutama di-daerah2, tempat kontak dengan orang2 Jahudi agak rapat. Namun achirnja kitab2 itu diakui umum dan diterima oleh Geredja2 Kristen di timur dan barat serta dimasukkan dalam daftar2 resmi Kitab Sutji. Baru oleh reformasilah pendirian ini ditinggalkan oleh beberapa golongan. Terhadapnjalah Konsili Trente menetapkan tjorak inspirasinja setjara definitif.

Selandjutnja teks Tobit, Judit dan Ester sampai kepada kita dalam wudjud jang berlainan. Akan Ester, Kitab SutjiHibrani mempunjai teks jang djauh lebih singkat daripada terdjemahan Junani serta terdjemahan2 kuno lainnja. Tetapi djuga dimana teks Junani sedjadjar djalannja dengan teks Hibrani, perbedaan2 itu toh amat besarnja. Dalam naskah2 Junani itu sendiripun masih ada perbedaan2 djuga. Naskah jang terpenting dan paling termasjhur (BAS) menjadjikan teks jang amat sama bunjinja. Tetapi disamping itu ada naskah2 lainnja, jang agak besar perbedaan2nja dan jang sukar dikembalikan kepada satu jang aseli. Terdjemahan Latin kuno dibuat menurut teks Junani. Hieroenimus telah membuat terdjemahan baru menurut teks Junani, tetapi menurut keterangannja sendiri ditemukan didalam terdjemahan Junani tapi tidak terdapat dalam naskah Hibrani, oleh Hieronimus ditempatkan pada achir terdjemahannja. Terdjemahan kami mengikuti urut2an Junani, tetapi menterdjemahkan teks Hibrani, bila itu ada. Dalam lampiran diberikan urut2an teks Vulgata. Imbuhan2 tekas Junani itu ialah: sebuah impian Mordekai (1,a-r) sebuah doa Mordekai dan Ester (3,17,a-z), teks jang lebih pandjang dari 5,1-2 dikrit radja Parsi, jang memberikan hak bela diri kepada orang2 Jahudi (8,12a-v), keterangan tentang mimpi Mordekai serta tjatatan mengenai terdjemahan Junani (10,3a-1). Bagaimana selandjutnja hubungannja antara teks Hibrani dengan teks Junani Ester itu, adalah djauh dari djelas. Dapat dipikirkan, bahwa teks Hibrani itu jang aseli, jang kemudian diperpandjangkan dalam teks Hibrani, jang lalu mendjadi dasar terdjemahan Junani. Atau mungkin djuga perpanjdjangan itu hanja ada dalam teks Junani sadja dan dikerdjakan oleh penjadur Junani. Hal sematjam itu terdjadi djuga, menurut pendapat umum, dengan Indjil Mateus. Achirnja dapat dikemukakan pula penggunaan liturgis. Teks jang aseli jang lama kirannja terpelihara dalam terdjemahan Junani, sedang teks singkatnja terpelihara dalam bahasa Hibrani. Semua hipotese ini ada pro dan kontranja, dan rupa2nja agak mustahillah untuk mengetahui denan pasti duduk perkaranja. Teks aseli Hibrani atau Aram kitab Judit tiada naskah atau sisanja lagi. Teks Hibrani jang sekarang ada, adalah terdjemahan dari bahasa Latin. Jang ada hanja terdjemahan2 kuno. Jang penting ialah terdjemahan Junani dan terdjemahan Latin Vulgata. Terdjemahan Junani sampai kepada kita dalam tiga wudjud jang berlainan. Teks jang lawim dipakai terdapat dalam naskah2 besar (BAS). Kami taruh teks ts. sebagai dasar terdjemahan kami. Terdjemahan Latin Vulgata dikerdjakan Hieronimus menurut teks Aram, dengan kebebasan dan ketjepatan jang besar. Tetapi teks tersebut agak besar perbedaannja dengan terdjemahan Junani, sehingga teks Aram aseli jang dipakai Hieronimus itu adalah sematjam parafrase. Tambahan lagi Hieronimus menggunakan dengan leluasa terdjemahan Latin kuno. Jang paling rumit ialah teks kitab Tobit. Aselinja betul Hibrani atau Aram, dan belum lama ini diketemukan kembali beberapa fragmen dalam bahasa Hibrani dan Aram. Tetapi selebihnja sudah hilanglah aselinja. Terdjemahan Junani mengenal tiga bentuk jang sangat berlainan satu sama lain. Teks jang lazim dipakai, didalam naskah A dan B, adalah jang tersingkat. Disamping itu naskah S menjadjikan teks jang lebih pandjang. Teks jang lebih pandjang itulah jang umumnja kami ikuti. Hanja beberapa bagian dan perbaikan diambil dari A dan B, dan, sebagaimana biasa, dinjatakan dengan tjetakan chusus. Bentuk ketiga teks Junani tidaklah begitu penting. Terdjemahan Latin kuno dibuat menurut teks Junani A dan B, tetapi teks Vulgata resmi, jang dikerdjakan oleh Hieronimus dengan banjak kebebasan, kembali pada jang aseli Aram. Tetapi teks tersebut, meskipun mengenai isinja sama garis besarnjam berbeda sungguh djauh dari terdjemahan2 Junani jang dikenal. Akan imbuhan dan lagi karna teks Latin itu dipakai dalam liturgi Katolik, maka kami muat terdjemahan teks Vulgata itu sebagai lampiran dibelakan, dimanapun teks Vulgata itu agak djauh menjimpang dari teks Junani, jang kami ikuti dalam terdjemahan kami.

Kesamaan terachir antara kitab2 Tobit, Judit, Ester jang sungguh amat penting bagi tafsiran jang tepat, ialah gaja sasteranja. Tidak dapat diungkirilah, kisah2 tersebut memberikan kesan, bahwa hendak memberitahukan peristiwa2 tertentu, Tetapi setelah dipeladjari lebih dalam dan lebih2 dibandingkan dengan apa jang dapat diketahui dengan tjukup pasti dari sumber2 lain, kesan pertama itu sangat diperlemah. Pada tempatnja akan kami tundjukkan beberapa kesuliran, jang dihadapkan kitab2 itu kepada orang ahli sedjarah kuno, kesulitan2 mana seringlah tak teratasi. Teranglah, bahwa keterangan2 sedjarah dan ilmu bumi dipergunakan dengan kebebasan jang mentjengangkan, se-akan2 kesemuanja itu sama sekali tidak menarik perhatian si pengarang. Sering tidak bersesuaian satu sama lain maupun dengan keterangan2 sumber lainnja. Daripadanja mesti ditarik kesimpulan bahwa si pengarang sendiri kisahjang semu sedjarah itu njatanja tidak begitu dimaksudkan sebagai sedjarah dalam arti sebenarnja. Kita berhadapan dengan matjam gaja, jang tidak dapat dimasukkan lagi dalam djenis sedjarah, bahkan bukan pula dalam artinja jang lluas. Namun demikian, tidak dapat dikemukakan begitu sadja, bahwa sama sekali tiada peristiwa jang mendjadi dasar kisah itu, sehingga kita berpapasan dengan chajalan belaka atau mungkin dengan mytos se-mata2. Bagi tiap2 kitab tersendiri dapatlah orang lalu menetapkan lebih landjut peristiwa demikian, tetapi kesemuanja mempunjai kesamaan dan menghiasi setjara puitis peristiwa2 itu dengan kebebasan se-besar2nja. Dan itupun begitu rupa, sehingga inti sedjarahnja tidak lagi dapat dikenali menurut kenjataannja sendiri. Kisah itu njatanja tidak bermaksud untuk melapor peristiwa2 untuk mengadjarkan sesuatu dengannja, tetapi kisah itu per-tama2 lebih suka mengadjarkan sesuatu, dan dalam pada itu, djika perlu, dengan kebebasan fantasi menggunakan peristiwa2 jang sedikit banjak dikenal dari masa lampau jang sudah djauh atau masih dekat. Dengan kisah2 tersebut kita lebih berdekatan dengan sastera kebidjaksanaan daripada dengan kitab2 jang bertjorak sedjarah. Baik kenjataan, bahwa Ester dalam Kitab Sudji Hibrani termasuk dalam golongan "hagiografa", maupun kebebasan besar jang pada hemat para penterdjemah kuno dapat digunakan mereka dalam hal kisah2 tersebut, kiranja memberikan petundjuk sedikit tentang pendapat kuno mengenai tjorak chas kitab2 Tobit, Judit dan Ester. Dalam hal kitab2 sematjam itu baiknja djangan menerima kisah2 itu sebagaimana adanja, menanjakan apa jang hendak diadjarkan para pengisah. Gaja sastera itu se-kali tidak bertentangan dengan tjorak inspirasi Kitab Sutji, karena inspirasi dapat menggunakan setiap djenis sastera manusia, jang pada dirinja tidak djahat adanja. Roman, novel dan parabel, pun kalau itu diberi berpakaian historis dapat diterima sepenuhnja. Soalnja hanjalah, bahwasanja si pembatja memperhatikan gaja sastera jang disadjikan. Nah, kitab2 Tobit, Judit dan Ester, bila ditindjau lebih landjut, memberi dasar jang tjukup untuk mengenali tjoraknja. Ke-tiga2nja tidak hendak mentjeritakan peristiwa jang dibeberkan sertjara teliti, tetapi per-tama2 maunja membina, meskipun mungkin berpangkal dari suatu peristiwa.

KITAB TOBIT menjadjikan kisah suatu keluarga, jang berlangsung dikalangan orang Jahudi buangan di Asyria. Tobit adalah seorang Jahudi jang landjut umurnja dan sangat mursjid, jang memperoleh kekajaan besar dan djabatan jang tinggi dalam pemerintahan. Tetapi ia kena murka radja, karena ia menjokong kaum sebangsanja jang di-buru2 dan menguburkan orang jang dibunuh. Ia dirampasi segala harta- bendanja dan dibuang. Kemudian ia dapat kembali lagi, tetetapi bangsa ditimpa malapetaka baru, tengah ia memberikan bantuan kepada kaum sebangsa dengan amat murah dan berani. Didalam kemalangannja ia malahan di-olok2 oleh isterinja sendiri karena ketabahannja dalam kemursjidan. Kendati kesusahan dan kepapaannja jang besar itu, ia tetap pertjaja pada tuhan dan mentjurahkan isi hatinja didalam doa jang pandjang. Pada waktu jang bersamaan kemanakannja di Media, jang bernama Sara, mendjadi kkorban malapetaka dan setan. Iapun mengeluhkan deritanja jang tak tertanggung itu didalam doa jang hangat kepada Tuhan. Tuhan datang membantu dengan mengutus malaekat Rafael, untuk menjembuhkan Tobit maupun Sara. Tobit menjuruh anaknja, jang mursid djuga, ke Media untuk menagih hutang disana, Rafael mengantar Tobia kesana. Ditengah djalan dimaklumkan kepada Tobia chasiat djantung serta empedu ikan, jang hendak mentjaplok Tobia, jakni kekuatan untuk membuang setan dan menjembuhkan penjakit mata. Di Media Rafael bertindak sebagai perantara dalam perkawinan bahagia antara Tobia dan kerabatnja Sara. Chasiat djantung ikan jang dibakar disertai kemursjidan Tobia dan Sara berhasil membuang setan, sehingga Tobia tidak dibunuh oleh setan itu. Mereka kembali dengan bahagia kepada Tobit, jang disembuhkan dari kebutaannja dengan empedu ikan itu. Tobit masih hidup lama dan berbahagia, dan sebelum adjalnja memberikan banjak nasehat baik kepada Tobia dan meramalkan kehantjuran Asyria dan Ninive.

Adapun maksud umum kisah itu tjukup djelas dan dismaping itu djuga merumuskan sedjumlah gagasan keigamaan dan kesusilaan jang luhur. Penjelenggaraan Allah jang ajaib, jang datang membantu orang2 mursjidNja, selalu ditandaskan dengan amat kentara. Dalam Penjelenggaraan itu deritapun memainkan peranannja jang positif. Derita bukanlah selalu hukuman bagi dosa, tetapi mungkin djuga suatu udjian kebadjikan demi keselamatan manusia. Dengan djalan itu kitab tersebut menentang pendapat lama jang lebih laku, tetntang sensara dan dengan problematikanja mendekatai kitab Ijob. Kitab itu me-njadung2 seluruh kitab itu. Dalam hal ini kitab Tobit sampai ketingkat adjaran Kristus tentang nilai pekerdjaan2 belas-kasihan badani. Dirumuskannja pula pendapat tentang perkawinan, jang boleh dikatakan pendapat Kristen sebelum djaman kekristenan. Kesemuanja ini adalah tema2 kitab2 kebidjaksanaan dan kitab Tobit menundjukkan kemiripan dengannja dalam lebih dari satu segi sadja. Achirnja kitab Tobit berarti madju selangkah lagi mengenai adjaran tentang roh2 djahat dan baik. Penutup kitab itu melahirkan suatu pengharapan jang hangat akan masa Al-Masih, tanpa mengkonkretisirnja dalam oknum tertentu. Isinja lebih mengenai pemulihan jang megah-mulia dari umat Allah pada achir djaman dan pembalasan hukuman atas lawan2 umatNja. Dan dalam hal ini kitab itu mirip sastera apokalyptik.

Kesulitan2 sedjarah jang amat menjolok, jang dapat ditimbulkan kitab2 itu, andaikata itu hendak merupakan sedjarah jang sungguh2, adalah hal2 jang berikut ini: Tobit mendjadi saksi mata perpisahan di Israil dimasa Jerobe'am (th.931) (Tb 1,4), ia dibuang dua abad kemudian (th.734) bersama dengan suku Naftali (Tb 1,5.10) dan anaknja Tobia menjaksikan kehantjuran Ninive (Tb 14,15) dalam tahun 642 sebelum Masehi. Djadi, Tobit mentjapai umur jang legendaris, pada hal ia hanja sampai umur 112 tahun sadja (Tb 14,12). Dalam ajat orang+yang+mati+terbunuh&tab=notes" ver="ende">1,15 Sanherib dikemukakan sebagai pengganti Sjalmaneser, pada hal ia sesungguhnja pengganti Sargon. Perdjalanan dari Ragai ke Ekbatana dalam kitab itu hanja makan tempo dua hari sadja (5,6), hal mana sangat pendek bagi djarak 300 km. itu. Dalam kitab itu (1,22;2,10;11,18;14,10) seseorang jang bernama Ahikar memainkan peranan pula. Nah, tokoh jang istimewa itu menundjukkan kesamaan dengan Ahikar, jang tampil dalam dongengan jang terkenal didjaman dulu dan jang teranglah lebih tua daripada kitab Tobit. Tjara Tobit disembuhkan dengan empedu ikan dari kebutaannja (6,9;11,8-12) tidak dikenal para tabib (2,10). Rafael memaklumkan obat itu kepada Tobia. Tetapi pastilah dimasa kitab tersebut berlangsung, para tabib sudah menggunakan obat itu pada penjakit mata, sehingga pemakluman tadi tidak banjak artinja lagi. Adakalanja djuga ditundjuk pula kesamaan antara adjaran perihal malaekat kitab ini dan pendapat2 Parsi tertentu dalam hal itu. Dapat diterima, bahwa orang2 Jahudi agak dipengaruhi karenanja, tetapi tidak dapat dibuktikan-dan djuga tidak perlulah-bahwasanja Tobit setjara langsung tergantung dari pendapat2 Parsi.

Kesulitan2 tadi dapat dipetjahkan dengan amat mudahnja dengan memandang kitab Tobit bukannja sebagai sedjarah jang sungguh2, melainkan lebih dalam artinja seperti jang diuraikan diatas. Mungkin ada sesuatu peristiwa jang mendjadi dasarnja, tetapi tidak mungkinlah merekonstruir peristiwa tersebut.

Walaupun teks Junani menaruh bagian pertama kitab itu dimulut Tobit sendiri, namun ia bukanlah pengarang kisah itu. Kita bersua disini dengan suatu pseudepigrafi, seperti sering terdapat dalam Kitab Sutji. Pengarang Jahudi kitab itu sama sekali tidak dikenal. Betul, ia telah menjusun kisahnja dengan bersandarkan tradisi lisan atau mungkin malahan tertulis, tetapi apa bagian peribadinja dan apa jang sudah tersedia baginja tidak dapat ditentukan lagi. Karena soalnja sungguh mengenai suatau komposisi dan si pengarang sendiri njatanja tidak tahu lagi hubungan2 sedjarah jang tepat, dan lagi karena gagasan2 keigamaan kitab itu menjaksikan pula tentang masa belakangan didalam sedjarah bangsa Jahudi, maka dapatlah dikirakan, bahwa kitab itu ditulis antara th.300 dan 200 seb.Mas. Karena mengenai orang2 Jahudi didiaspora se-mata2, maka si pengarang kiranja berasal pula dari lingkungan mereka. Tetapi apa ia hidup di Mesir atau dinegeri lain, tidak lagi dapat disimpulkan dari kitab itu dan keterangan2 lainpun tidak tersedia.

KITAB JUDIT mengisahkan kemenangan bangsa Jahudi atas bala2 radja Nebukadnezar jang djauh lebih kuat dibawah pimpinan Holofernes, berkat tjampurtangan djanda mursjid jang bernama Judit. Holofernes jang mendapat tugas jang pongah dan keberani2an dari radjanja untuk menaklukkan seluruh bumi kepada Nebukadnezar dan untuk memaksakannja memudja sebagai dewa, dengan djajanja melintasi Asia depan, Mesopotamia dan Arabia. Bangsa2 lainnja takluk djuga penuh kedahsjatan. Tetapi di Palestina terbenturlah Holofernes pada kota Betulua, jang enggan takluk kepadanja dan oleh karenanja harus dikepung. Darurat memuntjak dikota itu dan orang sudah bermaksud utnuk menjerah, malahan imam-agung sudah kehilangan akal. Tetapi Judit tahu mempertetapkan hati mereka dan membengkitkan kepertjajaan pada Tuhan tanpa sjarat didalam hati mereka. Setelah persiapan dengan doa dan puasa Judit lalu pergi keperkemahan Holofernes. Ia berhasil memperdajakan sang panglima dan membudjuknja dengan ketjantikannja. Ia tidak sampai mengadakan hubungan badaniah dengannja, tetapi tiga hari kemudian menurut rentjananja jang tjerdik itu ia berhasil memenggal kepala panglima jang tengah mabuk. Kepala itu dibawa pulang ke Betulua. Bala Holofernes lari tunggang-langgang. Judit dipudji sebagai pahlawan nasional dan sebagai suri teladan kepertjajaan jang tak terhingga pada Tuhan. Ia sendiri melambungkan madah pudji serta sjukur jang hangat kepada Penjelamat jang sesungguhnja, jakni Allah Israil.

Tjara kisah Judit mempermainkan ilmu bumi dan sedjarah, menundjukkan kebebasan mutlak si pengarang terhadap keterangan2 tersebut. Perlawatan Holofernes, seperti jang dilukiskan dalam pasal2 permulaan, mempermudahkan segala geografi. Djuga perlawatannja terhadap Betulua itu sendiri sukarlah disesuaikan dengan keterangan2 tertentu dari topologi. Kota Betulua sendiripun adalah suatu teka- teki dan sama sekali tidak dapat ditjotjokkan dengan tempat manapun djua. Nebukadnezar tidak pernah mendjadi radja Asyria dan tidak pernah berkedudukan di Ninive (1,1), karena kota tersebut dihantjurkan dalam th 612, djadi sebelum djaman Nebukadnezar. Arfaksad, radja Media (1,5) tidak terdapat dalam sedjarah. Disebutkan (4,3), bahwa orang2 Jahudi baru sadja kembali dari pembuangan dan bahwa baitullah sudah dibangun kembali, hal mana aneh bunjinja didjaman Nebukadnezar, jang mengangkut Juda kepembuangan. Boleh sadja mentjoba tjari dibawah nama Nebukadnezar itu seorang radja lain didalam sedjarah, tetapi segala usaha pada gilirannja terbentur pula pada kesulitan2 jang tak terpetjahkan. Semua alasan itu membenarkan pendapat, bahwa seluruh kitab itu hendaknja dipandang sebagai suatu komposisi jang puitis-didaktak bukan hanjalah nama2 symbolik sadja. Dari satu sudut lawan2 Israillah jang diperorangkan, dan dari lain sudut umat Allah jang diperorangkan, dan dari lain sudut umat Allah jang diperorangkan dalam diri Judit. Mereka berperang mati2an, tetapi berkat penjelenggaraan Allah jang melindungi, maka umat Allah dibebaskan dari musuhnja.

Perang dan kemenangan luar-sedjarah itu merupakan tema pokok kitab tersebut. Soalnja bukalah mengenai kedjadian tertentu, melainkan mengenai sesuatu jang senantiasa berlangsung terus. Dalam kitab ini diperbintjangkan dalam bentuk kisah historis tema sama, jang kemudian setjara fantastis dan dengan djalan symbolik jang gandjil diperluas oleh sastera apokalyptik, mulai kitab Daniel sampai dengan kitab Wahyu Johanes dalam Perdjandjian Baru. Dan seperti kitab2 wahyu itu menurut tjoraknja tersendiri adalah komposisi bebas pula dalam bentuk kisah historis. Mungkinlah si pengarang berpangkal pada suatu kejadian, jang kini tidak diketahui lagi, tetapi itupun tak lain dan tak bukan hanjalah titik pangkalnja sadja.

Kitab Judit sangat berhaluan keigamaan sebagaimana sudah njata dari tema pokok tersebut diatas. Allah dari kitab Judit adalah Allah dari Perdjandjian Lama, Allah perdjandjian, jang membimbing sedjarah akan keselamatan bangsa pilihanNja. Ia menuntut kesetiaan umatNja kepada hukumNja dan terangnja hukum rituil jang dalam kitab Judit mendapat tempat jang penting. Allah jang kudus itu membentji dosa, lebih2 kesombongan, jang diperorangkan dalam diri Nebukadnezar dan Holofernes. Apabila umatNja bebas dari dosa dan pelanggaran rituil, maka terdjaminlah keselamatan dan kedjajaannja, sebagaimana dirumuskan Ahior (5,17- 25). Gagasan2 keigamaan kitab itu agak kuat tjorak rituilnja, dengan mana kitab Judit mendekati faraseisme dari masa kemudian, dengan pandangan2nja jang amat nasionalistis dan eksklusivistis. Namun kita lihat djuga, bahwa seorang kafir seperti Ahior, malahan seorang 'Amon, diperbolehkan masuk kedalam umat Jahwe, sehingga rigorisme sangat diperlunak karenanja. Maka itu kitab tersebut tidak dapat kita pandang begitu sadja sebagai pelopor faraseisme.

Melihat tema pokok maupun gagasan2 keigamaan lainnja, mestilah Judit itu dari masa agak belakangan. Walaupun dikatakan, bahwa orang2 Jahudi baru kembali dari pembuangan, namun kitab itu sendiri adalah dari masa jang djauh lebih belakangan. Dengan kepastian agak besar dapatlah dikatakan, bahwa kitab itu ditulis didalam djaman Junani, kira2 th.150 seb.Mas. Sebab ada hal jang meng- ilat2kan adat-istiadat, jang baru terdapat dimasa Junani (3,8;15,12-13). Soal lainlah, apa perlu mundur kewaktu lebih belakangan lagi. Beberapa ahli mau menanggalkan kitab itu dalam abad pertama seb.Mas. Sebab, demikian kata mereka, gagasan2 farisi kitab itu adalah dari abad tersebut. Didalam seluruh kitab tidaklah pernah tampil pembesar sipil satupun dan Israil rupanja diperintah imam-agung. Pada hemat mereka hal itu adalah bukti, bahwa faraseisme berbentrok dengan keturunan para Makabe. Nah, perpetjahan itu terdjadi dimasa Johanes Janeos (th 103-76 seb.Mas), sehingga kitab itu mestilah bertanggalkan masa itu. Akan tetapi faraseisme dari kitab itu djanganlah di-lebih2kan dan lukiskan Israil lebih bertjorak idiil daripada historis. Adapun si pengarang adalah anonim sama sekali dan tidak dapat diadakan terkaan2 mengenai identitasnja.

Adakalanja dikemukakan keberatan2 kesusilaan terhadap kitab Judit. Kelakuan Judit terhadap Holofernes, tipudaja serta budjukannja memang dipudji. Namun kelakuan itu tidak dapat dibenarkan. Dari segi Kristen memang benarlah itu. Tetapi djangan dilupakan, bahwa Judit dipudji sebagai pahlawan nasional dan pembebas bangsanja. Dan lagi sebagian besar toh mengenai suatu chajalan dan bukan kedjadian njata, jang lalu dibenarkan. Achirnja tidak seadilnjalah mengenakan pada masa 2 dahulu jang bukan Kristen itu ukuran2 kesusilaan, jang baru diadakan oleh Kristus. Djuga dalam bidang kesusilaanpun wahju mengenal perkembangan pula.

Kisah KITAB ESTER menundjukkan banjak kesamaan dengan kitab Judit. Bangsa Jahudi terantjam dengan kebinasaan oleh kekuatan raksasa kafir, tetapi diselamatkan oleh seorang wanita Jahudi jang mursid. Kesamaannja dengan kitab Tobit terletak dalam hal ini, bahwasanja kisah itu tidak terdjadi ditanahair orang2 Jahudi, seperti kisah Judit, melainkan dalam pembuangan. Tetapi bukan dianrara orang2 buangan keradjaan utara, melainkan diantara kaum buangan Juda. Kisah itu terdjadi dikeradjaan Parsi, dalam keradjaan mana Babel telah tergabung. Makar terhadap bangsa Jahudi direntjanakan oleh perdana menteri jang amat kuasa dari radja Xerxes, Aman, jang didorong oleh antisemistisme jang tak se-mena2 Ratu Ester, asal Jahudi, jang menggantikan Vasti jang ditjeraikan, dan jang dididik dan masih dibimbing oleh Mordekai, orang Jahudi jang mursjid, berhasil dengan mempertaruhkan njawanja sendiri, mendesak radja untuk memberi orang2 Jahudi hak untuk mempertahankan diri. Aman dan keluarganja dihukum mati dan orang2 Jahudi mengadakan pembantaian besar2an dikalangan musuh2nja, pada hari mereka sendiri tadinja hendak dimusnahkan. Kedjadian tersebut mendjadi pangkal-mula bagi perajaan tahunan pesta Purim. bagian terachir kitab itu (9,20.32) muat sedjumlah dokumen, jang mewadjibkan perajaan pesta, jang diadakan Ester dan Mordekai.

Kitab Ester nampak lebih bertjorak historis daripada kitab2 Tobit dan Judit. Adat-istiadat diistana Parsi dikenal baik2 oleh si pengarang. Watak Xerxes dilukiskan dengan tjermatnja, dan si pengarang tahu sungguh tentang tata-negara keradjaan Parsi dan susunan ibukota Susa. Selandjutnja dari sumber lain diketahui negeri jang tinggi2. Unsur historis dalam kitab Ester tidak dapat diungkiri dan kiranja berguna bagi ahli sedjarah. Maka itu orang mungkin tjondong untuk menerima begitu sadja kedjadian jang dikisahkan. Tetapi djustru dalam hal inilah timbul kesulitan2. Teranglah, bahwa didjaman Xerxes tidak pernah ada ratu jang bernama Vasti dan dimasa jang dilukiskan kitab Ester itu jang mendjadi ratu ialah Amerstris. Seorang wanita Jahudi sebagai ratu pertama tidak mungkin pula. Sebab ratu haruslah Parsi aseli. Dari sedjarah keradjaan Parsi se-kali2 tidak dikenallah sebuah dikrit pemusnahan orang2 Jahudi, hal mana tidak begitu sesuai pula dengan sikap toleran radja2 Parsi terhadap bangsa2 taklukan serta agama mereka. Tidak begitu mungkin djuga, bahwa radja Parsi mengidjinkan minorita2 ketjil untuk mengadakan penggorokan besar2an di-tengah2 rakjatnja. Atas dasar2 tersebut tjorak historis dalam arti jang se-benar2nja dari kitab itu sangat sukar dipertahankan. Sebaliknja terlalu djauh pula untuk mentjap kitab itu suatu chajalan belaka, atau saduran Jahudi dari suatu mytos dewa2 Babel (Ester=Isjtar; Mordekai=Marduk), untuk mendapat dasar bagi pesta Purim. Lebih baik dikatakan, bahwa itu pengolahan bebas dari seni dari peristiwa sedjarah tertentu. Pesta Purim, jang dibenarkan kitab tersebut, adalah sungguh perajaan, jang memperingati kedjadian tertentu. Soalnja hanjalah: kedjadian jang manakah. Adapun pesta Purim jang bertjorak profan itu, sangat boleh djadi Parsi aseli, jang diambil-alih orang2 Jahudi didalam pembuangan. Pangkal-mula pesta Parsi adalah suatu kedjadian, jang dalam tema pokoknja tjotjok dengan kisah Ester, meskipun bukan orang2 Jahudi, jang memainkan peranan didalam kisah Parsi itu. Seperti kisah tersebut maka kitab Ester mempunjai titik pangkal historis pula.

Tetapi djelas pulalah, bahwa kedjadian itu bukanlah jang terpenting dari kitab Ester, melainkan gagasan2 keigamaan, jang tertjantum didalamnja. Tetapi betullah, bahwa teks Hibrani, bila dipandang sepintas lalu, sangat sedikit tjorak keigamaannja. Nama Allah sama sekali tidak terdapat tidak terdapat didalamnja dan njatanja dihindari setjara sistematis. Boleh djadi itu diakibatkan oleh tjorak profan belaka dari pesta Purim. Namun kekurangan akan tjorak keigamaan itu hanjalah kelihatannja daripada kenjataannja. Tanpa perumusan2 jang tegas kitab itu sungguh didukung oleh gagasan keigamaan. Allah dan pekerdjaanNja di-man2 terbajang dibelakang. Dialah, jang membimbing kedjadian2 dan menjelamatkan umatNja. Makanja teks Junani, jang lebih kentara tjorak keigamaannja dan djauh lebih tegas dalam bidang tersebut, tidak menjalahi maksud dan tudjuan kitab itu. Maunja merupakan paparan jang tjemerlang dari tema kebidjaksanaan: Kedjahatan djatuh kembali kepada jang merentjanakan dan melakukannja. Dalam kitab Ester dalil itu dikenakan pada Aman serta rentjana2nja, pada orang2 kafir dan permusuhannja kepada umat Allah. Dengan djalan itu kitab Ester mentjapai pula tema apokalyptik kitab Judit: orang2 kafir akan dibinasakan oleh pembalasan Allah karena permusuhannja terhadap Jang Kuasa serta umatNja. Dalam rangka teks tersebut haus akan darah dan kekedjaman dalam kitab itu tidak begitu mentjengangkan lagi. Inipun termasuk djenis sastera pula. Tambahan pula kitab itu tidak mengemukakannja sebagai sesuatu jang diperbuat orang2 Jahudi setjara spontan, melainkan karena terpaksa dan untuk membela diri. Si pengarang tidak begitu bergembira atas penumpahan darah jang dilukiskannja, melainkan lebih atas keadilan Allah dan PenjelenggaraanNja jang adjaib, jang dinjatakan setjara demikian.

Karena seluruh pesta Purim itu dari masa agak belakangan dan kitab itu disusun untuk keperluan itu, maka mesti djuga ditanggalkan agak belakangan pula. Terdjemahan atau saduran Junani bertanggal kira2 114 seb. Mas (30,31), meskipun teksnja sendiri tidak memberikan pegangan jang mutlak. Teks Hibrani haruslah lebih tua. Dalam th. 160 seb. Mas. pesta Purim, mungkin dengan nama lain, dirajakan di Palestina (II Mak. 15,36), dan kisah Ester dan mungkin djuga kitab Ester sudah dikenal. Karena kisah itu berlangsung di Parsi dan temanja: "kedjahatan menghukum dirinja sendiri", termasuk dalam sastera kebidjaksanaan belakangan, jang kitab itu pada umumnja ada kemiripannja, maka kitab dari pengarang Jahudi jang tidak ketahuan namanja itu dapat diberi bertanggal kira2 th. 200 seb-Mas. Tema peperangan antara kekafiran dan agama Jahudi sungguh tjotjok dengan suasana djaman Makabe, waktu peperangan itu meledak dan berachir dengan kemenangan agama Jahudi.

(0.00) (Mzm 15:1) (ende)

Mazmur ini adalah suatu ictisar kewadjiban2 orang2 bertakwa. Pertanjaan (Maz 15:1) menerima djawabnja (Maz 15:2-5) dan lalu djandji diberikan (Maz 15:5c).

Barangkali lagu ini dinjanjikan waktu kaum berdjiarah menghadap Bait-Allah. Imam bertanja (Maz 15:1) lalu satu atau dua kelompok penjanji mendjawab (lihat Maz 24). Apa jang menarik perhatian lagi ialah, bahwa kewadjiban jang dibilang itu ada sepuluh djumlahnja seperti kesepuluh hukum Allah!

(0.00) (Mzm 51:1) (ende)

Doa tobat ini adalah jang terindah dalam Perdjandjian Lama, hingga sudah mendekati Perdjandjian Baru. Dosa disini nampak se-mata2 sebagai penghinaan Allah. Dengan terus terang pengarang mengakui kedjahatannja (Maz 51:5-8), minta pengampunan dan pembaharuan batinnja (Maz 51:3-4,9-14). Lalu ia berdjandji ia akan mengadjar kepada orang2 lain jang menjesal dan, dengan memakai kurban2, akan memuliakan dan memudji Tuhan dengan hati murni dan bersih (Maz 51:15-19). Ajat2 20-21(Maz 51:18-19) boleh dianggap sebagai tambahan untuk keperluan ibadat.

(0.00) (Mzm 93:1) (ende)

Madah jang pendek ini meluhurkan Jahwe sebagai radja (Maz 93:1a, Maz 93:5). Ialah radja sebelum bumi ditjiptakan (Maz 93:2) dan Ia menjatakan kebesaranNja dalam alam (Maz 93:1c), chususnja dalam laut (Maz 93:3-4), jang dianggap orang2 Jahudi sebagai machluk jang lebih berkuasa dan dahsjat. Maka dari itu sabda Allah (hukum2 dan adjaranNja) benar serta tetap djuga dan harus diindahkan oleh manusia, supaja manusiapun "sutji", hingga boleh menghadap Allah jang Mahakudus didalam BaitNja (Maz 93:5).

(0.00) (Mzm 120:1) (ende)

Lagu ratap ini diutjapkan oleh seorang jang dianiaja dengan fitnah dsb. oleh orang2 sebangsanja (Maz 120:2-4), jang dibandingkan dengan suku2 bangsa kafir jang ganas (Maz 120:5-6). Pengarang sendiri suka berdamai, tetapi tidak diterima (Maz 120:7). Dahulu ia telah ditolong Jahwe (Maz 120:1) dan sekarang pula terdjadi hendaknja (Maz 120:2).

(0.00) (Mzm 136:1) (ende)

Lagu pudjian ini (Maz 136:1-3,24) berbentuk "litani" dan menjerupai Maz 135 dan Sir 51:12 (Naskah Hibrani). Dengan singkat diingatkan keadjaiban2 Allah, jakni: pentjiptaan (Maz 136:4-9), pengungsian Israil dari Mesir serta perdjalanannja dipadang (Maz 136:10-15), perebutan negeri Kena'an (Maz 136:16-22) dan perlindunganNja selandjutnja (23-24) dan achirnja penjelenggaraan Allah jang umum (Maz 136:25). Disebut oleh orang2 Jahudi: "Hallel Besar".

(0.00) (Mzm 147:1) (ende)

Beberapa terdjemahan kuno, seperti terdjemahan Latin, membagikan mazmur ini atas dua, walaupun satu sadja.

Tiga kali ber-turut2 Allah dipudji dan diluhurkan: Sebagai Pentjipta jang memulangkan kaum buangan dan mendirikan Jerusjalem pula (Maz 147:1-6), sekali lagi sebagai Tuhan alam, jang menjajangi orang2 jang takut kepadaNja (kaum buangan?) (Maz 147:7-11), dan untuk ketiga kalinja sebagai Pengurus alam jang memulihkan nasib Jerusjalem dan memberi TauratNja kepada bangsa terpilih (Maz 147:12-20).

(0.00) (Ams 30:15) (ende)

Pepatah2 bilangan. Ialah suatu djelas kesusasteraan jang chusus dan jang lama berlangsung pada bangsa Israil dan pada bangsa2 lain disekitarnja. Dalam ajat pertama suatu angka dikemukakan dan dalam ajat kedua angka jang berikut. Selandjutnja hal2, orang2, keadaan2, jang djumlahnja sesuai dengan angka jang terachir, dibitjarakan. Maksud keseluruhannja ialah menarik perhatian pada semua hal itu. Biasanja berdasarkan pengalaman sadja dan pepatah2 ini tak berisi adjaran kesusilaan. Pepatah2 bilangan terdapat: Sir 23:16; 25:7; 26:5; 26:28; 50:25; Ams 6:16-17; Ayu 5:19; 40:5; Pengk orang+yang+mati+terbunuh&tab=notes" ver="ende">11:2.

(0.00) (Kid 8:8) (ende)

Jerusjalem (adik kami) tiada kuat dan berbenteng (buah dada).Bila musuh2 menjerang (melamar), maka orang2 Jahudi (saudara2), pengikut seorang radja jang terlalu berpolitik, mau menguatkannja dengan benteng (katelum, papan kaju Aras)(Kid 8:8-9). Tetapi Israil sedjati tidak membutuhkannja, karena pertjaja pada Jahwe sadja (aku dewala, susuku menara), jang sudah berdamai dengannja (Kid 8:10). Dahulu radja Sulaiman memiliki Palestina, kebun anggur Tuhan, jang diurus oleh pegawai (pendjaga). Tetapi sekarang Israil mau memiliki negerinja sendiri dan tidak mau menjerahkannja kepada siapapun djua, chususnja tidak kepada seorang radja jang tidak setia kepada Tuhan (Sulaiman=radja lain dari Sulaiman tadi itu).

(0.00) (Yes 1:5) (ende)

Juda dibandingkan dengan orang jang luka dan sakit. Artinja: negeri itu sudah dihukum, mungkin penjerbuan dari pihak Israil dan Aram ditahun 735 (lih. Yes 6:11-12; 8:1-3). Penafsir2 lain lebih suka menghubungkan nubuat ini dengan penjerbuan Sanherib, radja Asjur, dalam th. 701 (bdk.pas. 36-37)(Yes 36:1-37:38) dengan berdasarkan aj. orang+yang+mati+terbunuh&tab=notes" ver="ende">8 (Yes 1:8).

Kendati keadaan buruk Jahwe tidak menolong, oleh karena Juda tetap keras kepala dan tidak mau bertobat.

(0.00) (Yes 18:1) (ende: Kusj)

Sesungguhnja Kusj adalah Etiopia (Abessinia), tapi nama itu sering dipakai sebagai sebutan Mesir. Mesir jang dahulu pernah merebut Etiopia, kemudian beberapa lamanja, didjaman Jesaja, dikuasai oleh wangsa keradjaan dari Etiopia.



TIP #13: Klik ikon untuk membuka halaman teks alkitab dalam format PDF. [SEMUA]
dibuat dalam 0.10 detik
dipersembahkan oleh YLSA