Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 121 - 140 dari 385 ayat untuk taat (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.29) (Bil 31:1) (sh: Memimpin Perang Kudus (Minggu, 21 November 1999))
Memimpin Perang Kudus

Allah memberitahukan kepada Musa bahwa sebelum masa hidupnya berakhir dan dikumpulkan bersama para leluhurnya, ia harus memimpin bangsa Israel melawan orang Midian. Dalam usia yang renta, tentunya sulit bagi Musa melaksanakan tugas itu. Tetapi Musa tetap menunjukkan sikap seorang pemimpin yang taat dan bergantung penuh kepada Allah.

Menjaga kekudusan. Pembalasan Allah kepada bangsa Midian didasarkan atas dua hal, pertama, Midian yang menjalankan rencana jahat Bileam untuk menggoda Israel dengan perempuan dan menyeret Israel ke dalam dosa penyembahan berhala. Akibatnya, Israel terjebak melakukan perzinahan jasmani dan rohani. Kedua, Midian sendiri juga bangsa kafir, yang berzinah secara rohani. Pembalasan Allah ini lebih menunjukkan pada kekudusan Allah di tengah-tengah Israel dan bangsa lain. Perikop ini menekankan bahwa Allah ingin menyatakan kekudusan-Nya di tengah-tengah Israel.

Kekudusan-Nya tidak pernah berubah dan harus dijaga. Demikianlah sifat Allah. Kekudusan Allah itu nyata dalam firman-Nya. Musa dan imam Eleazar bersukacita karena kemenangan dari Allah yang seperti itu. Tetapi mengenai barang jarahan, Musa tetap berpegang teguh pada firman Allah bahwa semua barang jarahan tetap harus dikuduskan; perempuan yang berdosa harus dibinasakan, bahkan para prajurit Israel yang telah membunuh dalam peperangan tersebut harus menyucikan diri supaya menjadi tahir. Keteguhan hati Musa ini mengekspresikan diri yang sungguh-sungguh taat pada firman Allah. Musa mengenal bahwa Allah kudus sepanjang masa. Allah yang berfirman kepadanya adalah Allah yang menuntut Israel untuk menaati firman-Nya. Allah yang kudus tetap menuntut Kristen juga kudus. Standar Allah tidak pernah berubah, tetapi manusia yang seringkali menurunkan standar. Penghayatan akan kekudusan Allah menolong dan menjaga kita untuk hidup kudus sesuai standar Allah.

Renungkan: Kesungguhan menaati firman dan pengalaman-pengalaman hidup bersama Allah akan menambahkan pemahaman dan pengenalan kita tentang sifat-sifat Allah.

(0.29) (Ul 2:24) (sh: Menjadi ditakuti (Jumat, 25 April 2003))
Menjadi ditakuti

Dalam sebuah masyarakat, kita bisa menjadi sangat bingung karena pemerintahan ternyata kadang-kadang identik dengan terorisme. Pemerintah bisa saja menjadi teroris bagi masyarakatnya agar para pejabat bisa terus duduk di sana. Ini adalah sebuah horokrasi, sebuah pemerintahan horor.

Bangsa Israel telah melewati tiga bangsa pertama untuk menuju ke sebelah timur Sungai Yordan. Mereka kini akan melewati Sihon, melewati Wadi Arnon. Allah menyatakan agar mereka bangkit karena Ia menyerahkan bangsa itu kepada mereka. Orang-orang Amori dari kerajaan Sihon bukanlah saudara bangsa Israel dan mereka tidak dijanjikan tanah oleh Allah. Penyerangan oleh bangsa Israel terjadi karena mereka juga menolak memberikan jalan lewat. Dengan demikian, berhaklah bangsa Israel menyerang balik dan merebut tanah mereka.

Yang perlu kita catat di sini adalah kenyataan bahwa Tuhanlah yang mengeraskan hati Raja Sihon sehingga dengan bebal ia menolak untuk memberikan jalan kepada orang Israel. Melalui cara itu, Allah memberikan izin kepada bangsa Israel untuk menghancurkan bangsa tersebut. Hal ini juga terjadi dengan kasus Firaun ketika ia dikeraskan hatinya oleh Allah saat bangsa Israel akan keluar dari Tanah Mesir.

Kemenangan pun diberikan Tuhan (ayat 33). Di sini dimensi teologis dan duniawi beririsan, dimensi yang tidak kelihatan dan dimensi yang kelihatan. Allahlah yang berada di balik segala sesuatunya. Israel pun masih taat kepada Tuhan untuk tidak melanggar hak-hak orang Amon. Maka, bangsa-bangsa akan takut kepada bangsa Israel. Bukan karena mereka teroris, tetapi karena mereka taat kepada Allah yang mahakasih.

Renungkan: Kekuasaan yang didasarkan pada terorisme dilandaskan di atas pasir yang lembek. Hanya kekuasaan yang dari Tuhan didirikan di atas batu karang yang kokoh.

(0.29) (Ul 3:1) (sh: Perspektif baru (Sabtu, 26 April 2003))
Perspektif baru

Setelah Sihon dikalahkan, kini giliran Og. Kita bisa melihat taktik perang yang sangat hebat di sini. Bangsa Israel mengalahkan dulu dua kerajaan besar ini agar orang-orang Amori yang ada di dua kerajaan itu tidak akan menjadi penghambat ketika nanti bangsa Israel akan menghabisi saudara-saudara dan kenalan-kenalan mereka di daerah-daerah tepi barat Sungai Yordan.

Tuhan kembali memerintahkan agar bangsa Israel jangan takut. Janji Tuhan untuk melindungi ini harus dipegang. Meskipun sederhana, perintah ini sering dilupakan orang. Kini Tuhan sekali lagi mengatakan kepada bangsa Israel -- dan mereka taat kepada Tuhan. Mereka berhasil menaklukkan ketakutan dan taat kepada Allah. Bukankah musuh terbesar yang harus ditaklukkan pertama-tama adalah diri sendiri?

Allah menolong bangsa Israel menaklukkan semua kota Og, enam puluh jumlahnya, sebuah jumlah yang fantastis! Ada satu catatan yang perlu kita perhatikan di sana, bahwa semua kota itu diperkuat dengan dinding-dinding yang tinggi mencapai ke langit (ayat 5). Hal ini menjadi salah satu alasan dari generasi sebelumnya untuk tidak berani maju berperang. Tetapi, kini dengan situasi yang sama, bahkan lebih mengerikan, bangsa Israel maju berperang dan menang. Ayat 8-11 memberikan ringkasan tentang seluruh wilayah yang ditaklukkan dari Sihon ke Og. Dimulai dari batas-batas selatan dan utara dari wilayah (ayat 8) dan kemudian daerah- daerah yang tercakup di dalamnya (ayat 10).

Catatan tentang Og (ayat 11) menunjukkan pula apa yang generasi sebelumnya takuti: raksasa-raksasa. Kini mereka melihat realitas dengan wawasan yang baru.

Renungkan: Anda bisa memilih untuk melihat dunia ini dengan kacamata Allah yang mahakuasa, dan tidak terjebak oleh perasaan-perasaan Anda.

(0.29) (Ul 28:1) (sh: Hubungan berkat dan taat (Sabtu, 10 Juli 2004))
Hubungan berkat dan taat

Ketaatan kepada Allah mendatangkan berkat yaitu hidup yang berkenan kepada-Nya, hidup yang sesuai dengan kodrat kemanusiaan (=sifat yang asli). Artinya, segala sesuatu akan berjalan sebagaimana hidup itu seharusnya. Ini bukan akibat otomatis sebab dosa sudah merusak dan mengotori keindahan kodrat ilahi atas manusia dan ciptaan lain. Berkat adalah anugerah Allah yang dinyatakan dengan melimpah.

Dari segi jumlah tampak ketidakseimbangan antara berkat dan kutuk (Ulangan 27:11-26) yang diberikan (satu berbanding empat). Ketidakseimbangan ini diberikan karena umat Tuhan cenderung berdosa, sehingga kutuk pun dominan. Bagian berkat ini terdiri dari bagian ringkas yang memaklumatkan berkat yang diterima Israel (ayat 1-6) disusul dengan sedikit penjabaran yang berbentuk pembalikan susunan bagian kalimat; berkat berupa perlindungan dan kemenangan Israel atas musuhnya (ayat 7,13a); berkat berupa kesejahteraan dan kelimpahan hidup di tanah perjanjian (ayat 8,11-12); berkat berupa relasi Israel dengan Allah yang menjadi dasar semua berkat lainnya (ayat 9-10). Keseluruhan berkat ini diapit oleh pesan dan syarat yang sama, yaitu kesetiaan, ketelitian dan kesungguhan melakukan apa yang dituntut Tuhan dalam perjanjian Sinai (ayat 1-2,13b-14).

Berkat bagi Israel ini berhubungan dengan keberadaan mereka sebagai umat Allah. Namun, perwujudan berkat ini terjadi di dalam relasi intim Israel dengan Allah dan melalui tindakan nyata bangsa Israel yang menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain. Israel diberkati untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain.

Bagi umat Kristen yang setia mengikut Kristus inti berkat yang disediakan Allah adalah kehidupan yang menjadi berkat bagi orang di sekeliling kita. Menjadi berkat dalam materi, kesehatan, persahabatan dengan sesama.

Renungkan: Berkat yang dilimpahkan kepada kita adalah anugerah yang tidak layak kita terima, kalau begitu bukankah seharusnya kita tidak menahan berkat itu bagi orang lain?

(0.29) (1Sam 22:1) (sh: Senasib sepenanggungan (Minggu, 01 Februari 1998))
Senasib sepenanggungan

Salah satu faktor pengikat kuat terjalinnya suatu persekutuan adalah bila masing-masing merasakan penderitaan dan pergumulan yang sama, saling bertukar pikiran, mengeluarkan endapat, dlsb. Perikop ini menggambarkan fakta itu. Begitu banyak orang yang menaruh simpati terhadap Daud. Buktinya sekitar 400 orang yang merasa senasib??-sependeritaan datang kepadanya. Tidak hanya dari kalangan saudara-saudaranya, tetapi juga mereka yang dalam kesukaran, dikejar utang-piutang, sakit hati atas perlakuan dan pemeritahan Saul yang tidak adil. Semua menyatakan sikap dan dukungan kepada Daud. Hal tersebut barang kali di luar perhitungan Saul yang sedang dibutakan oleh dendam dan kecemburuan.

Dendam tanpa batas. Alasan logis dan gamblang yang dikemukakan Imam Ahimelekh justru semakin membakar dendam dan kecemburuan Saul. Apalagi setelah diketahui bahwa kekuatan baru yang digalang oleh Daud semakin kuat. Dalam keadaan telah terlanjur gelap mata, tak perpertimbangan akal sehat dan demi melampiaskan kecemburuannya terhadap Daud, seluruh keluarga Imam Ahimelekh dan setiap orang yang mendukung Daud menjadi korban kekejian Saul. Tragis! Karena dendam, banyak nyawa orang yang tak tersangkut harus berjatuhan.

Komunikasi dengan Allah. Kecemburuan telah mengunci pintu hati Saul. Tak ada lagi tegur sapa kepada Allah; tak ada lagi kesediaan mempersilahkan Allah berkarya. Akibatnya dapat dipastikan: tak ada damai sejahtera, tak mampu menerima kenyataan; harta, tahta dan kuasa telah berhasil mengubah seorang yang taat menjadi seorang yang bringas tak tahu diri; seorang yang taat kepada Allah menjadi penentang, pemberontak. Sumber utama kegagalan itu adalah putus hubungan karena ketidaktaatan.

Renungkan: Hanya satu pilihan. Apakah Allah bertakhta dalam hati dan menyingkirkan segala sifat jahat kita atau sebaliknya sifat jahat yang tidak ditaklukkan kepada Allah akan membuat kita tidak lagi peduli Allah.

Doa: Engkaulah perlindungan umat-Mu.

(0.29) (2Raj 10:18) (sh: Ketaatan total (Kamis, 23 Juni 2005))
Ketaatan total


Tidak mudah membasmi dosa korupsi yang telah membudaya. Sama seperti sulitnya menghancurkan kebiasaan korupsi, dosa penyembahan berhala pun tidak dapat dihapuskan dengan memusnahkan para perintisnya saja. Harus ada tindakan "pembersihan" total, yaitu memusnahkan para pelaku penyembah berhala.

Tinggal satu langkah terakhir yang harus dilakukan Yehu, yakni menghabisi semua orang Israel yang pernah menyembah Baal mulai dari para pelayannya sampai dengan para simpatisannya. Cara Yehu memusnahkan para penyembah Baal itu sungguh taktis. Yehu berpura-pura ingin menyembah Baal yang juga diagungkan Ahab. Akibatnya sungguh dahsyat, tidak seorang pun penyembah Baal yang tidak hadir (ayat 18-22). Setelah mereka datang, Yehu menjebak mereka di rumah Baal saat mereka sedang menyembah Baal, dan memusnahkan mereka semua (ayat 23,25-28).

Tepat sebagaimana nubuat Elisa terhadapnya, demikianlah Yehu melenyapkan semua hal tentang Ahab (ayat 24). Ketaatan Yehu mendatangkan berkat Tuhan baginya dan bagi keturunannya (ayat 30). Sayangnya, hati Yehu tidak sepenuhnya berpaut pada Allah, ia masih melakukan dosa-dosa seperti yang dilakukan Yerobeam bin Nebat (ayat 29,31; Lihat 1Raj. 12:28-30). Oleh karena itu, pemerintahan Yehu akan berakhir pada keturunannya yang keempat. Dan daerah kekuasaannya pun berkurang (ayat 30,32-33).

Allah menghendaki ketaatan total dari umat-Nya ketika kita memutuskan untuk mengikut Dia. Salah satu bentuknya adalah tidak boleh ada hal apa pun yang lebih penting dari pada Tuhan. Sikap Tuhan Yesus yang taat kepada Bapa sampai akhirlah yang menjadi teladan nyata bagi kita. Mari kita memeriksa kehidupan kita, supaya jangan ada berhala-berhala yang menjauhkan kita dari ibadah sejati kepada-Nya dan yang akhirnya membuat kita menuai murka-Nya.

Doaku: Tuhan ajarku setia pada-Mu dan jadikan aku umat-Mu yang taat sepanjang hidupku.

(0.29) (2Taw 25:1) (sh: Taat, namun tidak total (Sabtu, 29 Juni 2002))
Taat, namun tidak total

Seperti halnya orang Yehuda zaman itu, kita merasakan bangkitnya harapan dan kesukaan menyaksikan tindakan Amazia di bagian awal pemerintahannya. Tampak oleh kita keinginannya untuk menaati taurat Tuhan. Misalnya, ketika ia tidak pukul rata membalas dendam dengan menghabisi semua keluarga orang-orang yang membunuh ayahnya karena menaati firman yang mengatakan bahwa tanggung gugat atas dosa tidak diberlakukan kepada pihak-pihak yang masih berhubungan keluarga (ayat 4). Juga ketika ia mendengar nasihat seorang hamba Allah agar tidak membangun kekuatan dengan mengandalkan uang kepada pasukan sewaan dari Israel (ayat 7-8). Nasihat selanjutnya dari hamba Allah itu pun terus didengarkan dan dilaksanakan oleh Amazia (ayat 9-10). Ia bersedia kehilangan uang yang telah dibayarkannya kepada pasukan sewaan itu meski tidak lagi memakai mereka karena keyakinan bahwa Allah sumber kuasa dan harta.

Tetapi, kebijakan-kebijakannya selanjutnya sungguh membuat kita menjadi cemas bahkan kecewa. Kebijaksanaan yang pernah ditunjukkannya tadi tidak berlanjut. Ketaatannya pada firman Allah di bagian awal masa pemerintahannya segera sirna dengan makin jayanya Amazia dalam berbagai medan peperangan. Seusai mengalahkan Edom dengan tindakan bodoh yang tidak masuk akal sehat, Amazia menjadikan dewa-dewa Edom, bangsa yang telah dikalahkannya itu, menjadi objek penyembahannya (ayat 14). Kemerosotan dan kemunduran akibat dosa kini berproses dengan cepatnya. Tindakan Allah menghukum Amazia berlangsung seiring dengan keputusan-keputusan Amazia sendiri yang kini lebih dipengaruhi oleh sifat cepat panas, berpikir pendek, sombong, dan keras kepala (ayat 15-17). Permulaan yang baik terpaksa harus berakhir dengan cara menyedihkan. Amazia akhirnya kalah dan mati di tangan Yoas, raja Israel yang juga merampasi kekayaan Yehuda dan bait Allah (ayat 20-24). Sayang bahwa kebaikan dan kesetiaan Al lah b egitu besar tidak dihayati dengan serius.

Renungkan: Hanya dengan berkesinambungan menaati Allah dan firman-Nya dari momen ke momen, kita dapat luput dari pengaruh dosa yang merusak seluruh aspek kehidupan pribadi dan sosial.

(0.29) (Mzm 20:1) (sh: Pemimpin yang berhasil (Rabu, 28 Mei 2003))
Pemimpin yang berhasil

Mazmur ini kemungkinan besar lahir dalam konteks perang yang harus dilakukan raja Israel (ayat 7-10). Dalam peperangan, perhitungan yang masak, sarana perang yang baik dan strategi adalah hal-hal utama untuk mencapai kemenangan. Namun untuk raja dan pemimpin Israel perlu hal lain lebih penting daripada sekadar unsur strategis tadi.

Pertama, raja perlu dukungan doa rakyat. Uniknya doa rakyat dalam mazmur ini tidak semata ditujukan kepada Allah tetapi ditujukan kepada raja (ayat 2-6). Itu berarti raja diingatkan bahwa bukan saja dukungan rakyat vital bagi keberhasilannya, tetapi jawab Tuhan atas doa tersebut adalah yang terpenting. Itu berarti pula bahwa dukungan dan doa rakyat harus sesuai dengan kehendak Allah. Usaha dan rancangan raja ditempatkan di bawah ketentuan tempat kudus. Doa rakyat saja tidak cukup. Raja perlu dukungan hamba Allah. Suara imam atau nabi (ayat 7-9) mengingatkan raja bahwa keberhasilan itu tidak berasal dari kemampuannya semata tetapi dari tangan kanan Allah yang perkasa (ayat 7b).

Sejarah Israel dan Yehuda memiliki contoh-contoh raja yang agung dan besar. Raja-raja seperti Salomo, Omri, Yerobeam II dan lainnya adalah raja-raja yang sukses dari segi kepemimpinan politis, perluasan wilayah, kemajuan ekonomi dan lainnya. Tetapi mereka gagal karena mereka tidak taat, bermegah dan bersandar pada kekuatan selain Allah. Mereka bahkan murtad. Bukan kepemimpinan demikian yang kini dipaparkan mazmur ini. Kepemimpinan yang kita perlu doakan dan ingatkan kepada para pemimpin agar terdapat dalam mereka adalah kepemimpinan yang mengandalkan Allah dan melaksanakan kehendak-Nya.

Renungkan: Seorang pemimpin yang baik adalah orang yang sadar bahwa ia adalah hamba Allah dan dalam kesadaran itu bertindak taat mengandalkan Allah, membiarkan dirinya dipakai Allah untuk memimpin umat-Nya.

(0.29) (Ams 28:1) (sh: Tidak taat hukum, doanya terhalang? (Sabtu, 4 November 2000))
Tidak taat hukum, doanya terhalang?

Apakah benar bahwa melakukan hukum dan didengarnya doa berkaitan erat? Benar, bila pengertian hukum adalah hukum keadilan yang seiring dengan keadilan Tuhan, bukan hukum buatan manusia yang sewaktu-waktu dapat berubah. Hukum ini berlaku bagi siapa pun, tidak pandang bulu, tidak pandang status sosial, ekonomi, dan pendidikan. Namun tidak berarti sebaliknya bila seorang telah menaati hukum maka doanya pasti dikabulkan. Ini tidak dapat dibenarkan.

Pada umumnya kita mengetahui bagaimana menjadi pelaku hukum, namun ternyata masih banyak ditemui: penguasa yang tidak menegakkan hukum (2), penindasan terhadap orang lemah (3, 15), orang yang mengabaikan hukum (4, 7, 9), orang jahat yang tidak mau mengerti hukum (5), orang yang memperbanyak hartanya dengan makan riba orang lain (8), orang yang menyesatkan orang jujur ke jalan yang jahat (10), dan orang yang menyembunyikan pelanggarannya (13). Apakah hal-hal ini juga ditemui di kalangan Kristen? Tanpa kita sadari, banyak Kristen berdoa bagi sesama namun tidak menaati hukum keadilan. Marilah kita merenungkan beberapa peristiwa yang sering terjadi di sekitar kita. Ketika seorang warga jemaat dalam keadaan kritis, tidak mampu dan membutuhkan bantuan pengobatan, namun ia terpaksa harus menunggu keputusan rapat majelis yang bertele-tele. Koster gereja mengeluh karena perlakuan para aktivis gereja berlawanan dengan slogan kekristenan yakni "kasih". Tetangga sekitar rumah mulai membicarakan Kristen yang pura-pura lupa mengembalikan barang yang dipinjamnya. Rekan satu perusahaan terpaksa mengadukan Kristen yang seringkali merugikan perusahaan karena memanipulasi waktu dan uang demi keperluan pribadi. Rekan satu perguruan tinggi merasa dirugikan karena Kristen telah mencuri topik skripsinya dengan pendekatan `khusus' kepada dosen pembimbingnya. Orang tua yang menyuap kepala sekolah agar anaknya naik kelas. Dan masih banyak lagi lainnya.

Renungkan: Berdoa bukan sekadar rangkaian kata-kata, tetapi ungkapan iman yang terwujud nyata dalam tindakan sehari-hari bagi sesama. Mungkinkah kita tetap berseru bagi terciptanya keadilan dan kebenaran, sementara kita sendiri termasuk pelaku ketidakbenaran dan ketidakadilan?

(0.29) (Yer 32:1) (sh: Ketaatan mendahului pemahaman (Sabtu, 28 April 2001))
Ketaatan mendahului pemahaman

Ketika seorang bocah laki-laki berumur 3 tahun mengambil sebuah obeng dan mencoba mengutak-atik stop kontak yang beraliran listrik, sang ayah segera memerintahkan untuk menghentikan perbuatannya. Dengan kebingungan namun belum menaati perintah ayahnya, sang bocah malah bertanya mengapa harus berhenti bukankah ayah juga pernah melakukan tindakan yang sama? Kisah ini mewakili respons kita ketika Allah memerintahkan kita untuk menaati-Nya, kita malah bertanya mengapa tidak boleh? Mengapa harus begini?

Tindakan Yeremia merupakan teladan yang indah bagi kita untuk tetap taat walaupun kita belum atau tidak memahami perintah Allah. Tentara Babel sedang mengepung Yerusalem dan Yeremia ditahan karena firman Allah yang ia sampaikan kepada raja Zedekia, ketika Allah berfirman kepada Yeremia untuk membeli sebidang tanah di Anatot (1-7). Yeremia menaati firman Allah. Ia membeli tanah itu, menuliskan pembeliannya, memeteraikan, dan memanggil saksi-saksi. Kepada para saksi ia memberitahu bahwa walaupun tanah ini nanti akan diduduki oleh musuh untuk waktu yang lama, namun di masa yang akan datang tanah itu akan kembali menjadi milik Yehuda (8-15). Apakah ketaatan Yeremia didasari atas pemahamannya mengenai kehendak Allah? Tidak! Ia sendiri sebetulnya masih bingung dengan perintah Allah. Mengapa harus membeli tanah yang tidak ada gunanya sebab sebentar lagi akan diduduki oleh musuh-musuh Yehuda (25)?

Yeremia tetap taat walaupun ia bingung. Namun ia juga tidak mau diam dalam kebingungannya karena itu berdoa meminta Allah untuk menjelaskannya (16-25). Doa Yeremia adalah doa yang sangat jujur karena dalam doa itu terungkap kebingungannya atas perintah Allah ketika ia menyatakan bagaimana memahami kesetiaan Allah dalam penghukuman Yehuda bila dihubungkan dengan perintah untuk membeli tanah (25). Inilah ketaatan yang mendahului pemahaman.

Renungkan: Seperti Yeremia, iman kita tidak melihat segala sesuatu berdasarkan fakta yang ada sekarang namun menyerahkan fakta yang ada sekarang ke dalam tangan Allah. Karena itu ketaatan harus kita utamakan walaupun kita mungkin belum memahami mengapa Allah memerintahkan kita untuk melakukan hal-hal tertentu.

(0.29) (Yer 42:1) (sh: Ketidaktaatan yang wajar pun melenyapkan harapan (Minggu, 13 Mei 2001))
Ketidaktaatan yang wajar pun melenyapkan harapan

Setelah berhasil menghentikan sepak terjang Ismael, mereka menghadapi masalah yang lebih besar yaitu ancaman penghukuman dari Babel. Kebrutalan Babel kembali terbayang di pelupuk mata. Karena itu wajar jika mereka memohon kepada Yeremia agar berdoa supaya Allah memberikan petunjuk-Nya. Namun adalah wajar juga jika akhirnya mereka tidak menaati perintah Allah. Mengapa?

Sejak awal mereka memang tidak mau kembali ke Yehuda dan membangun kehidupan di sana. Bukankah itu inisiatif dan bujukan Gedalya (lih. 40:9-10)? Sekarang ketika Gedalya sudah mati, keinginan mereka yang sebenarnya muncul lagi yaitu mereka tidak mau tunduk kepada Babel. Peristiwa ini mereka pandang sebagai momen yang tepat untuk merealisasikan pengharapan mereka di tanah lain yaitu Mesir. Jadi pada dasarnya mereka tidak mau tinggal di Yehuda. Permohonan kepada Yeremia tidak memperlihatkan bahwa mereka masih beriman kepada Allah sebab mereka tidak menyebut Tuhan Allah ‘kita’ tapi Tuhan ‘Allahmu’ (2-3). Fakta ini paling tidak menandakan bahwa mereka sudah mulai menjauhkan diri dari Allah. Permohonan mereka adalah usaha untuk memberdayakan Allah bagi kepentingan pribadi. Karena itu betapa wajarnya jika mereka tidak menaati Allah. Kemanakah ketidaktaatan ini membawa mereka? Kepada kehancuran, bukan pengharapan (22). Tidak ada pengharapan di Mesir kecuali dalam ketaatan kepada Allah.

Ketidaktaatan berdasarkan niat hati untuk tidak taat, memimpin kepada puncak penghukuman. Walau harus diakui taat dengan menjadi orang buangan di Babel memang mengerikan, namun berujung pengharapan.

Renungkan: Ketidaktaatan awalnya memang tidak mengerikan namun berujung maut. Pilihan Anda?

Bacaan untuk Minggu Paskah 5

Kisah Para Rasul 9:26-31

I Yohanes 3:18-24

Yohanes 15:1-8

Mazmur 22:25-31

Lagu: Kidung Jemaat 366

(0.29) (Mat 3:13) (sh: Diteguhkan melalui baptisan (Rabu, 29 Desember 2004))
Diteguhkan melalui baptisan

Apa makna sakramen baptisan dalam tradisi orang Yahudi zaman Yesus? Zaman itu, menerima baptisan adalah tanda orang bersedia meninggalkan dosa-dosanya dan bertobat kepada Tuhan.

Untuk apa Tuhan Yesus dibaptis? Yohanes merasa tidak pantas membaptis Yesus. Yesus tidak berdosa. Ia tidak memerlukan pertobatan. Bahkan, sebelumnya Yohanes sudah memberitakan bahwa baptisan air yang ia lakukan itu menunjuk kepada baptisan Roh Kudus yang akan Yesus berikan kepada orang yang sungguh bertobat (ayat 11).

Mengapa Yesus meminta Yohanes membaptis diri-Nya? Pertama, sebagai tanda pengidentifikasian-Nya dengan orang berdosa. Yesus tidak berdosa tetapi Ia datang untuk menjadi Juruselamat orang berdosa. Untuk itu Ia perlu menempatkan diri-Nya di posisi orang berdosa. Ia dibaptis untuk mewakili orang berdosa (ayat 15). Sebagai bukti bahwa Ia telah menjadi sama dengan manusia lainnya, kita melihat perikop sesudah ini Yesus bisa dicobai (ayat 4:1-11). Kedua, pembaptisan Yesus merupakan peneguhan diri-Nya dari Allah Tritunggal bahwa Dialah Yang Diperkenan Bapa, "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan" (ayat 16b). Dialah Yang Diurapi Roh untuk melaksanakan misi penebusan (ayat 16a). Bagi Tuhan Yesus peneguhan itu penting karena Ia sadar pelayanan-Nya sebagai Juruselamat manusia bukan pelayanan biasa. Pelayanan itu adalah pelayanan yang menuntut pengorbanan hidup-Nya. Ia harus mati agar umat manusia memperoleh hidup. Oleh sebab itu perkenan Allah dan pengurapan Roh menjadi kekuatan bagi Yesus memulai pelayanan-Nya.

Melalui baptisan Tuhan Yesus, kita beroleh jaminan sekaligus teladan. Jaminan bahwa Yesus sungguh datang dari Allah dan telah menyetarakan diri dengan manusia agar dapat menjadi Juruselamat yang sejati. Teladan bahwa kita memiliki Tuhan yang taat kepada Allah dan karena itu kita pun harus taat.

Renungkan: Tuhan tidak membiarkan anak-anak-Nya melayani sendirian. Dia menyertai dan Roh-Nya mengurapi kita supaya kita kuat, setia, dan berhasil.

(0.29) (Mat 7:24) (sh: Siap diterpa badai? (Minggu, 16 Januari 2005))
Siap diterpa badai?

Ucapan Yesus ini mengakhiri khotbah-Nya di bukit yang ditujukan untuk para murid-Nya. Dengan tekanan serius kini Yesus mengingatkan mereka bahwa hidup tiap orang suatu saat kelak akan diterpa badai. Badai itu akan sedemikian dahsyat dan pasti berakibat kekal. Badai itu akan membongkar kenyataan fondasi hidup macam apakah yang telah seseorang pakai untuk membangun kehidupannya.

Hanya ada dua macam fondasi hidup. Fondasi batu karang teguh adalah sikap dan praktik hidup saat demi saat mematutkan hidup sesuai firman (ayat 24). Orang sedemikian disebut Tuhan bijaksana sebab kehidupan taat firman membuatnya tahan terpaan badai. Fondasi pasir adalah sikap dan praktik hidup yang mendengar firman dan ajaran Yesus, tetapi tidak melakukannya (ayat 26). Orang seperti itu bodoh sebab rumah kehidupannya pasti akan tersapu bersih oleh terpaan badai dan banjir dahsyat (ayat 27). Apakah badai dan banjir itu? Mengacu ke konteks sebelum ini, pastilah yang Tuhan maksudkan dengan badai itu adalah hari penghakiman akhir. Dengan ucapan-Nya yang penuh kuasa itu, Yesus mendesak para pendengar-Nya untuk merespons Dia dengan ketaatan dan kesetiaan agar luput dari penghukuman itu.

Dari dulu sampai kini tidak ada penganjur agama mana pun seberani dan seberdaulat Yesus memaparkan soal hidup kekal dan tuntutan untuk percaya dan taat kepada-Nya sebagai syarat masuk hidup kekal. Ketika Yesus mengakhiri pengajaran-Nya, banyak orang mengakui kuasa kata-kata Yesus itu (ayat 28-29). Akan tetapi, yang Tuhan tuntut terus menerus sampai zaman ini juga, bukan saja mengagumi Dia melainkan mengikut dan menaati Dia. Dia tidak hanya menyampaikan klaim kosong sebab kelahiran, kehidupan, kematian, dan kebangkitan-Nya menunjukkan bahwa Ia memang kelak akan menghakimi dan menentukan nasib kekal kita.

Ingat: Hidup yang singkat ini hanya awal dari hidup kelak. Bagaimana keadaan hidup kita kelak dalam kekekalan tergantung pada pilihan kita di hadapan Yesus.

(0.29) (Mrk 1:29) (sh: Pelayanan dan doa (Jumat, 17 Januari 2003))
Pelayanan dan doa

Dalam pelayanan-Nya, Yesus tidak hanya mengajar banyak orang. Yesus juga menyembuhkan banyak orang, termasuk ibu mertua Simon, yang menderita sakit demam (ayat 30). Lazimnya orang yang baru sembuh dari sakit, badan terasa lemah, karena itu diperlukan waktu beberapa lama untuk beristirahat dan mengembalikan kondisi tubuh. Tetapi, tampaknya ini tidak berlaku bagi ibu mertua Simon. Segera setelah disembuhkan ia langsung melayani Yesus (ayat 31). Ini memberi indikasi bahwa penyembuhannya segera dan sempurna. Tidak hanya orang sakit, orang-orang yang kerasukan setan pun dibawa kepada Yesus untuk disembuhkan dan dilepaskan dari cengkeraman setan (ayat 32,34). Menarik untuk dicatat bahwa Yesus tidak memperbolehkan setan-setan untuk berbicara meski mereka mengenal Yesus.

Dalam 1:24, setan bahkan menyapa Yesus sebagai 'Yang Kudus dari Allah'. Tetapi, Yesus membentaknya untuk tidak bicara. Yesus menolak kesaksian setan dan roh-roh jahat, karena kesaksian mereka tidak lahir dari kesadaran dan suka rela. Mereka mengenal siapa Yesus, tetapi mereka tidak mau hidup taat terhadap Yesus. Inilah iman model ala setan (Yak. 2:19): mengenal Yesus bahkan beribadah di rumah ibadat, tetapi tidak mau taat kepada kehendak Yesus; percaya pada Yesus, tetapi hidup menurut kehendak sendiri.

Di tengah kesibukan pelayanan, Yesus berdoa (bdk. 6:46 dan 14:35). Mengapa Yesus harus berdoa? Doa adalah komunikasi dengan Allah. Melalui doa, Yesus menyatakan dua hal. Pertama, relasi-Nya dengan Allah sangat intim. Kedua, Yesus menyatakan ketergantungan-Nya kepada Allah.

Rahasia kesuksesan pelayanan-Nya terletak pada ketergantungan-Nya pada Allah, dan doa merupakan ekspresi ketergantungan pada Allah.

Renungkan: Apakah iman pada Yesus memberi warna terhadap perilaku dan moralitas hidup sehari-hari? Apa hambatannya?

(0.29) (Luk 22:39) (sh: Yesus berdoa (Sabtu, 3 April 2004))
Yesus berdoa

Apa yang akan Anda lakukan ketika muncul masalah pelik dalam hidup Anda? Panik? Susah? Sedih? Reaksi demikian sangat manusiawi. Yesus juga demikian. Namun, Tuhan Yesus menghadapi masalah dan persoalan itu dengan doa (ayat 41). Akan tetapi, ketika Yesus menghadapi kematian, Ia begitu takut sampai-sampai Ia melukiskan peristiwa kematian-Nya sebagai 'cawan' (ayat 42). Apa maksudnya? Di dalam Perjanjian Lama cawan atau piala adalah simbol murka (Mzm. 11:6; 75:9; Yes. 51:17,22; Yer. 25:15-16; 49:12; Yeh. 23:31-34). Jadi, Yesus tidak takut kepada paku dan tombak atau salib. Yang Yesus takutkan adalah kematian-Nya berarti perpisahan dengan Allah.

Meski demikian Yesus lebih mengutamakan kehendak Allah di atas kehendak atau keinginan-Nya (ayat 42). Yesus menaklukkan kehendak-Nya ke bawah kehendak Allah Bapa. Sebab hanya dengan cara ini persekutuan manusia berdosa dan Allah dipulihkan. Tindakan Yesus ini patut diteladani: Yesus taat kepada kehendak Bapa, maka kita pun belajar taat, bahkan untuk mati dan menderita demi Dia.

Ketakutan Yesus yang selalu memikirkan perpisahan dengan Allah, semakin mendorong Dia berdoa dengan lebih keras dan serius. Yesus berdoa hingga cucuran keringat-Nya dilukiskan seolah seperti darah. Ini suatu pergumulan paling berat yang Yesus alami sebelum Ia naik ke kayu salib, dan mati di sana.

Bagaimana dengan murid-murid? Mereka juga berdoa? Tidak. Mereka tidur (ayat 45). Meski sudah sering melihat pentingnya doa dan sudah sering diajar berdoa, dalam situasi yang sangat genting mereka bukan berdoa, malah tidur. Reaksi Yesus? Ia tidak marah kepada mereka. Ia mengingatkan mereka untuk berdoa (ayat 46). Yesus mengingatkan mereka tujuan berdoa. Pengikut Yesus perlu berdoa agar tidak jatuh ke dalam pencobaan.

Renungkan: Jika doa begitu penting bagi Yesus, mengapa kita masih malas berdoa?

(0.29) (Why 10:1) (sh: Tugas kenabian (Senin, 15 Agustus 2005))
Tugas kenabian

Yohanes melihat kemenangan dan kedaulatan Kristus. Banyak persamaan antara malaikat yang Yohanes lihat ini dengan penampakan Kristus di pasal 5 juga pasal 1 dan 2. Semua ciri Kristus ada pada malaikat ini: kuat, berselubungkan awan (bdk. Dan. 7:13), pelangi di atas kepala, wajah seperti matahari, dan kaki bagaikan tiang api. Ia memegang gulungan kitab yang tidak lagi tertutup (Why. 5). Ia berdiri di atas laut dan darat yang melambangkan pemerintahan dan penghakiman Kristus atas seisi ciptaan. Suaranya seperti singa yang mengaum (ayat 5:5; bdk. Am. 1:2). Bedanya gulungan kitab dalam pasal ini kecil ukurannya, mengisyaratkan kitab ini adalah intisari kitab di Wahyu pasal 5.

Tujuh guruh itu masih dalam rangkaian tujuh tulah Allah untuk dunia ini. Tujuh meterai, sangkakala, dan bokor dibukakan, tetapi tujuh guruh itu harus dirahasiakan. Penampakan Allah yang sangat dahsyat terdengar sebagai guruh (Yoh. 12:28-29). Yohanes diminta untuk tidak mencatat suara tujuh guruh itu (Why. 10:7), namun hal itu segera akan terjadi. Maksudnya ialah bagaimana murka Allah itu terjadi tak dapat manusia ketahui sekarang, namun itu pasti terjadi.

Kitab yang dibuka oleh Singa Yehuda itu, kini dibawa malaikat itu turun ke bumi (ayat 1). Kitab yang berisi keselamatan dan hukuman Allah itu kini harus dimakan oleh Yohanes. Nabi sejati harus menerima firman bagi dirinya dulu, baru ia beritakan (Yeh. 2:8-3:3). Dampaknya, sang nabi merasakan manis dan pahitnya firman. Manisnya firman bagi orang yang taat dan manisnya Injil bagi orang yang merespons; juga pahitnya konsekuensi negatif firman dari orang yang menolak taat, harus dirasakan oleh sang nabi. Kita pun harus memiliki visi jelas tentang Kristus dalam segala derita dan kemenangan-Nya, menaati perintah Allah dengan segala konsekuensinya, dan menghayati segenap firman dalam hidup agar kita boleh menjalankan tugas kenabian kini.

Responsku: __________________________________________________________________________________________

(0.25) (1Taw 2:1) (sh: Ketaatan yang istimewa (Rabu, 23 Januari 2002))
Ketaatan yang istimewa

Setelah mengingatkan bangsa Israel tentang asal-usul mereka, penulis Tawarikh menjabarkan suku-suku Israel (ayat 2:1-9:1a) secara panjang-lebar. Ia menempatkan Yehuda di urutan pertama karena Daud berada dalam garis keturunan ini dan karena Ruben telah kehilangan hak sulungnya (ayat 5:1-2). Penulis Tawarikh mengajak para pembacanya untuk menegakkan takhta Daud kembali.

Silsilah Yehuda dimulai dengan anak-anak Yehuda (ayat 2:3-9) yang dikelompokkan menurut ibu-ibu mereka. Er dan Onan mati karena berbuat jahat di hadapan Tuhan (ayat 3, Kej. 38:7-10). Ahar, keturunan Karmi dan Zerah (lih. Yos. 7:1), mati karena tidak setia. Sebaliknya, keturunan Peres beranak-cucu dan diberkati sebagai tanda Allah berkenan pada kesetiaan dan ketaatan mereka. Tidak ada cacat yang dicatat pada garis keturunan ini karena nantinya akan menuju kepada Daud, raja agung Israel.

Keturunan Ram lalu dijabarkan (ayat 10-17). Fokusnya adalah pada silsilah dinasti Daud, bukan pada urutan kelahiran. Isai, ayah Daud, adalah keturunan Ram. Kemudian, keturunan Kaleb dijabarkan (ayat 18-24, dieja Khelubai dalam ayat 9). Kaleb adalah nenek moyang Bezaleel (ayat 20) yang mengawasi pembangunan Kemah Suci (Kel. 31:1-5). Penulis Tawarikh melihat hubungan yang sangat erat antara takhta Daud dengan ibadah Bait Allah.

Kemudian anak-anak Yerahmeel didaftarkan (ayat 25-33 dan 34-41). Elisama menjadi fokus perhatian (ayat 41) karena leluhurnya adalah seorang Mesir (ayat 34). Apakah dia dan keturunannya juga bagian umat Allah? Penulis Tawarikh menunjukkan bahwa ia dan keturunannya sah sebagai bangsa Israel yang bersaudara dekat dengan dinasti Daud. Keturunan Kaleb untuk kedua kalinya dicatat (ayat 42-55). Ada 2 penekanan di sini: [1] Penyebutan Zif, Maresa, dan Hebron, wilayah-wilayah di luar komunitas pascapembuangan, memberikan harapan pemulihan wilayah bangsa Israel, [2] Penyebutan keturunan gundik (ayat 46,48) dan keturunan Keni, orang non-Israel yang masuk ke suku Yehuda, meyakinkan bahwa mereka pun termasuk umat Allah yang dihormati setelah masa pembuangan.

Renungkan: Anda harus taat karena Anda istimewa, bukan hanya istimewa karena taat. Dalam ketaatan, Anda akan diberkati Allah dan menjalani proses penyempurnaan dalam kehendak-Nya.

(0.25) (2Taw 12:1) (sh: Sesat ketika membuang Allah dan firman-Nya (Senin, 20 Mei 2002))
Sesat ketika membuang Allah dan firman-Nya

Perkara-perkara yang terjadi dalam dunia ini tidak saja tergantung pada hal-hal yang terkait dengan aspek kenyataan tersebut, tetapi ditentukan oleh hal-hal yang lebih dalam. Menang atau kalah perang, jaya atau suram suatu masa pemerintahan, keberuntungan atau kemalangan, tidak hanya disebabkan oleh unsur-unsur politis, militer, alam, dlsb. Peristiwa-peristiwa itu tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa Allah mengatur segala sesuatu dan berinteraksi dengan sikap-sikap manusia terhadap-Nya.Dalam peta politik waktu itu, Rehabeam sebenarnya terjepit di antara persaingan sengit kerajaan-kerajaan adidaya zaman itu. Yehuda hanya dijadikan peredam Mesir dari kekuatan yang hendak menyaingi kekuasaan Mesir. Namun, Tawarikh sama sekali tidak melihat aspek politis sebagai hal utama apalagi hakiki. Inti persoalan yang membuat Rehabeam diserbu oleh Sisak, Firaun dinast i keduapuluh dua yang perkasa itu, adalah karena, “Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum Tuhan” (ayat 1). Karena itu, ketika mereka sadar dan menanggapi peringatan Semaya secara positif, Allah meringankan dampak serangan Sisak (ayat 5-8).

Allah tidak statis. Allah yang menyatakan diri dalam Alkitab sebagai kekal dan tidak berubah itu adalah Allah perjanjian. Di dalam sifat diri-Nya yang kekal, Allah teguh setia berpegang pada perjanjian-perjanjian-Nya. Secara sepihak Allah telah berinisiatif menebus umat pilihan-Nya dan mempersekutukan diri dengan umat-Nya itu. Allah kemudian mengundang umat agar taat dan setia kepada-Nya dan firman-Nya. Apabila itu tidak terjadi, maka sesuai perjanjian-Nya Allah akan membuat sisi negatif perjanjian tersebut (kutuk atau hajaran) berlaku atas umat-Nya. Apabila taat dan setia, maka umat Allah akan mengalami sisi positif perjanjian (berkat dan persekutuan). Kebenaran inilah yang kini dialami oleh Rehabeam. Meski ada dalam garis Daud, dan sekalipun rencana Allah tak berubah, namun karena tidak setia, Rehabeam tetap disebut “jahat” (ayat 14).

Renungkan: Semua kenyataan hidup dalam segala seginya tidak dapat dilepaskan dari sikap dan ketaatan kita terhadap Tuhan.

(0.25) (Yes 29:1) (sh: Allah melawan umat-Nya sendiri! (Minggu, 22 November 1998))
Allah melawan umat-Nya sendiri!

Bila Anda seorang guru, apa tindakan Anda bila murid-murid yang diajar ternyata tidak mau diajar, padahal segala daya upaya telah Anda lakukan! Marah, kecewa atau frustrasi? Hal ini tidak berbeda jauh dengan pengalaman Yesaya. Pesan-pesan Tuhan yang dinubuatkannya sama sekali tidak digubris umat. Bahkan mereka bertindak seolah nubuatan itu seperti hembusan angin yang datang dan pergi dalam sekejap. Mereka mendengar namun tidak melakukan apa-apa. Mereka mengetahui kesalahan mereka, tetapi mereka tidak berubah! Yang lebih menyedihkan lagi ialah fakta bahwa ibadah mereka tidak di arahkan kepada Tuhan. Penuh kepura-puraan dan kemunafikan. Lebih mengutamakan penampilan daripada kesungguhan hati.

Tak ada toleransi di pihak Allah. Sudah tidak ada lagi belas kasihan dan toleransi Tuhan melihat seluruh umat-Nya, mulai dari raja, nabi, panglima, hingga rakyat biasa yang telah kedapatan melanggar hukum dan ketetapan-Nya. Hukuman segera ditetapkan dan umat harus menanggung segala konsekuensinya. Ariel (Sion, bdk. ayat 8) akan berubah menjadi kota perapian (ayat 2), penduduk merintih takut dan mengerang kesakitan (ayat 4), seluruh indera tubuh penduduknya Tuhan lumpuhkan (ayat 9-12). Semuanya lumpuh total. Kengerian mewarnai seluruh sendi-sendi kehidupan umat. Allah Pengasih dan Penyayang bagi Israel berubah menjadi Allah Penghukum!

Bertindak benar dalam terang firman. Hidup dalam kepalsuan sama saja dengan membangun karakter iman di atas pasir. Hidup dalam ibadah palsu, berpura-pura taat, sama saja dengan hidup dalam gelap. Semuanya ini bertentangan dengan sifat dan makna firman Tuhan yang memberi terang, memimpin pada jalan kebenaran bukan kesesatan (bdk. Mzm. 105:110). Jika kita ingin luput dari bahaya penghukuman ini, kita harus membawa hati, pikiran, pujian, kehendak, dalam setiap ibadah kita. Dan setiap umat Tuhan yang mengaku telah mendengar firman dituntut untuk hidup benar menurut firman. Siapa yang mempermainkan firman akan menanggung hukuman dari Dia yang berfirman.

Renungkan: "Firman-Nya menyegarkan jiwaku", ungkap pemazmur. Mendengarkan, mengerti firman Tuhan dan menerapkannya dengan kesungguhan, semakin memimpin kita hidup dalam kebenaran.

Doa: Tuhan, tolong ku taat penuh pada Firman-Mu

(0.25) (Yer 6:1) (sh: Gereja dan penyakit sosial masyarakat (Selasa, 5 September 2000))
Gereja dan penyakit sosial masyarakat

Hans Kung - seorang teolog Roma Katolik pernah mengatakan: 'Jika Gereja tidak taat kepada Kepala Gereja dan firman-Nya, Gereja tidak dapat bertumbuh Pertumbuhan sejati di dalam Gereja terjadi ketika Kristus memasuki dunia melalui pelayanan Gereja-Nya di dalam sejarah'. Walaupun kita tidak setuju terhadap keseluruhan teologinya, apa yang Hans Kung katakan tentang pertumbuhan Gereja itu adalah benar.

Bangsa Yehuda mengalami kehancuran bukan semata-mata disebabkan oleh kekuatan, kedahsyatan serangan, dan siasat dari bangsa-bangsa lain (1, 5-6), namun karena ketidaktaatan mereka kepada Allah dan firman-Nya (6, 8, 11-12, 19-21). Mereka tidak memperhatikan, tidak taat, bahkan melecehkan dan menjadikan firman Tuhan sebagai bahan tertawaan (10). Secara sengaja dan sadar mereka menutup telinga, menentang, dan menolak firman yang Allah sampaikan melalui hamba-hamba-Nya (16-17, 19). Padahal ketaatan kepada firman-Nya merupakan bukti mutlak dari ketaatan kepada Allah dan persembahan yang paling harum di mata Tuhan (20). Bangsa Yehuda menderita penyakit dan luka-luka sosial masyarakat yang sudah kronis (7, 14). Sementara itu para pemimpin rohani mereka tidak berusaha mengobati justru membiarkan dan meninabobokan mereka dengan khotbah-khotbah yang enak di telinga dan hati yaitu Damai sejahtera! Damai sejahtera!

Penyakit dan luka sosial masyarakat zaman kini berbeda dengan zaman bangsa Yehuda. Kerusuhan yang berkepanjangan di Ambon, Aceh, dan Poso merupakan bukti bahwa manusia sudah tidak lagi menghargai sesamanya. Demi ideologi, golongan, dan agama, manusia akan memangsa sesamanya. Amukan massa yang membakar hidup-hidup pencuri sepeda motor merupakan bukti jauh di dalam masyarakat tersembunyi gejolak emosi dan amarah yang siap meledak setiap saat untuk menghancurkan dan membinasakan sesama dan segala harta benda. Belum lagi tayangan sinetron lokal maupun barat yang selalu mengagungkan harta dan kemewahannya dalam kehidupan manusia, membuat masyarakat Indonesia berlomba mendapatkan kekayaan secara cepat dan mudah.

Renungkan: Apakah gereja hanya akan mengkhotbahkan: 'Damai sejahtera bagi bumi! Damai sejahtera bagi bangsa Indonesia' sementara penyakit sosial masyarakat tetap menjalar?



TIP #22: Untuk membuka tautan pada Boks Temuan di jendela baru, gunakan klik kanan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA