Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 121 - 140 dari 169 ayat untuk mengatur (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.22) (2Taw 20:1) (sh: Sikap orang saleh menghadapi ancaman (Minggu, 23 Juni 2002))
Sikap orang saleh menghadapi ancaman

Kesalehan berperanan besar dalam ketepatan bersikap dan bertindak mengatasi ancaman. Mendengar tentang komplotan yang akan menyerang Yehuda, Yosafat tidak panik meskipun takut (ayat 3). Ia tidak mulai dengan langkah-langkah taktis militer. Langkah pertamanya adalah keyakinan -- bukan tindakan -- keyakinan dasar penting tentang realitas, bahwa segala sesuatu ada dalam kendali tangan Allah. Dari keyakinan itu lahirlah langkah-langkah Yosafat mencari pimpinan Tuhan, mengerahkan rakyat berpuasa dan ia sendiri memimpin doa massal (ayat 4, 5).

Doanya dimulai dengan mengakui fakta yang sering orang lupakan, yaitu bahwa kendatipun tidak terlihat, Allah aktif mengatur seisi realitas dari surga sampai ke bumi. Allah berkuasa penuh dan semua kuasa di bumi ini takluk dan tunduk pada kehendak Tuhan (ayat 6). Ia juga mengingat ulang bahwa sesuai perjanjian-Nya, Allah sendiri telah menetapkan keumatan mereka (ayat 7-8), dan atas dasar hubungan perjanjian itulah perlindungan Allah atas umat terjadi (ayat 9). Doa adalah kesempatan untuk mengakui realitas sebagaimana adanya; bahwa ancaman itu sedemikian serius (ayat 10-11) dan bahwa umat Tuhan itu sendiri sangat lemah (ayat 12). Allah mendengar dan berespons terhadap doa. Yahaziel, yang artinya adalah visi dari Allah, bernubuat membentangkan visi prinsipiil bahwa perang itu adalah perang Allah. Karena itu, kemenangan sudah terlihat meski saat itu bahaya masih ganas mengancam (ayat 13-17).

Renungkan: Puasa dan doa bukan sekadar cara. Keduanya Yosafat lakukan dengan memperhatikan kebenaran teologis yang dikenalnya dalam firman Allah. Tanpa pemahaman kebenaran dan hubungan yang nyata dengan Tuhan, keduanya sia-sia.

(0.22) (2Taw 29:20) (sh: Pendamaian bagi Yehuda (Kamis, 4 Juli 2002))
Pendamaian bagi Yehuda

Sekali lagi terlihat betapa pentingnya pertobatan Yehuda di mata raja Hizkia. Raja tidak menunda-nunda; pagi-pagi keesokan harinya ia mengumpulkan para pemimpin kota bersama dengan para jemaat (ayat 20). Tujuan mereka adalah untuk mempersembahkan kurban bakaran dan kurban penghapus dosa untuk keluarga raja, untuk tempat kudus, dan untuk Yehuda (ayat 21), bahkan bagi seluruh Israel (ayat 24). Sekali lagi terlihat betapa Hizkia berusaha mengikuti ketetapan firman Allah. Seperti dalam Imamat 16, percikan darah menandai penahiran dan pengudusan mezbah bagi pendamaian, sementara penumpangan tangan pada kambing-kambing jantan merupakan simbol dalam konsep keselamatan dalam PL (sebelum inkarnasi Yesus Kristus) yang menyatakan bahwa hewan-hewan itu mati karena dosa pembawa kurban sebagai ganti diri pembawa kurban itu sendiri.

Selanjutnya Hizkia juga mengatur para pemusik dan penyanyi yang mengiringi ibadah di bait Allah, mulai dari alat musik yang dipakai (ayat 25-26) sampai lagu puji-pujian yang dinyanyikan (ayat 30). Dalam hal ini pun Hizkia melakukannya tidak berdasarkan selera pribadinya, tetapi sesuai dengan perintah Tuhan melalui perantaraan Daud, Gad dan para nabi-Nya (ayat 25). Pengaturan ibadah yang seperti ini membuat para jemaat menyanyikan puji-pujian dengan sukaria (ayat 30).

Kemudian Hizkia menyatakan bahwa Israel telah menahbiskan diri mereka untuk Allah (ayat 31). Sebagaimana para imam dan orang Lewi telah menguduskan diri agar kembali dapat melayani Allah di bait-Nya, demikian juga Israel kini telah menahbiskan diri agar kembali berada dalam perjanjian dengan Allah. Sebagai ungkapan sukacita atas apa yang telah dikerjakan Allah, umat dengan rela hati membawa kurban syukur kepada Allah (ayat 31b-36).

Renungkan: Di hadapan Allah, Kristen tidak hanya bertanggung jawab untuk menjaga kekudusan pribadi, tetapi juga kekudusan dari komunitas iman di mana ia hidup dan bertumbuh. Karena itu, seorang Kristen harus memberi perhatian dan terus menggumuli bagaimana komunitas di mana ia menjadi bagian dapat hidup dalam kekudusan di hadapan Allah.

(0.22) (Ayb 9:1) (sh: Allah bebas bertindak, tetapi tidak pernah salah bertindak (Selasa, 23 Juli 2002))
Allah bebas bertindak, tetapi tidak pernah salah bertindak

Di dalam bukunya, The Lion, the Witch, and the Wardrobe, C. S. Lewis menggunakan figur singa sebagai perlambangan Tuhan. Lewis menggambarkan kemahakuasaan Tuhan sebagai sesuatu yang mendebarkan, namun meneduhkan. Mendebarkan karena kita tidak dapat mengatur Tuhan; meneduhkan sebab Ia baik.

Sebenarnya Ayub sudah memiliki pemahaman yang benar tentang Tuhan. Ia sadar bahwa Tuhan bebas berkehendak dan tidak ada seorang pun yang dapat atau berhak menggugat keputusan-Nya. Bahkan Ayub tidak membantah pernyataan bahwa Allah itu adil dan berkuasa. Namun, di dalam kesengsaraannya, Ayub menggugat dan mempertanyakan ketetapan-Nya. Ia merasa tidak selayaknya menderita seperti ini. Bagi Ayub, Tuhan telah bertindak tidak adil. Ada kalanya kita pun menggugat Tuhan bahwa Ia tidak adil. Kita marah karena yang kita dapatkan tidak seperti yang kita harapkan, sebab bukankah kita telah hidup dengan benar di hadapan Tuhan?

Bila kita perhatikan, jawaban-jawaban yang diungkapkan Ayub selain menyatakan betapa berdaulatnya Allah, juga mengungkapkan betapa lemahnya manusia. Betapa berkuasanya Pencipta atas ciptaan-Nya. Ayub sungguh menyadari siapa dia yang sesungguhnya di hadapan Allah. Ia tidak mampu melawan kehendak-Nya meski dengan kekuatan penuh. Kesadaran Ayub ini membuatnya mampu menghadapi dan mengatasi penderitaan yang dialaminya.

Kadang mengikut Tuhan membuat kita berdebar penuh keragu-raguan karena kita tidak tahu apa yang akan Ia perbuat kemudian. Keragu-raguan ini yang kerap menimbulkan kesulitan dalam diri kita untuk menyadari bahwa kuasa Allah hadir dalam penderitaan tiap-tiap orang. Seandainya tiap-tiap orang memiliki kesadaran bahwa Dialah Tuhan, Dialah yang menetapkan segalanya, maka penderitaan yang berat sekalipun akan mampu dihadapi.

Renungkan: Jika Tuhan mengizinkan kita mengalami penderitaan, yakinlah bahwa Dia pasti akan memberikan pertolongan-Nya kepada kita untuk kita menemukan kekuatan-Nya.

(0.22) (Mzm 93:1) (sh: Tuhan, penguasa alam semesta (Jumat, 7 Oktober 2005))
Tuhan, penguasa alam semesta

Setiap manusia menyadari bahwa di luar dirinya ada oknum lain yang lebih berkuasa dibandingkan dirinya. Sayang, banyak manusia menyimpulkan bahwa bumi, laut, gunung, lembah, jurang, memiliki penguasa masing-masing. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran Alkitab.

Nas ini memaparkan kemuliaan Kerajaan Allah. Mazmur ini juga berbicara tentang kerajaan-Nya di dunia ini dan kekekalan kerajaan-Nya. Ay.1-2 menyatakan bahwa Tuhan adalah Raja. Dia adalah penguasa sejak dahulu, sebelum zaman purbakala, bahkan sebelum alam semesta ini diciptakan. Dengan demikian, Tuhan jugalah yang berdaulat mengatur alam semesta serta kehidupan semua mahkluk di bumi.

Sebagai Raja, kuasa Tuhan melebihi kekuatan lautan yang bergelora dan melampaui kecepatan suara yang dahsyat dan menggelegar. Orang-orang Kanaan yang percaya dan menyembah Baal sebagai penguasa lautan, yang mereka panggil dengan sebutan Ratu Yamm, akan menjadi saksi kedahsyatan kuasa Tuhan itu. Inilah yang pemazmur gambarkan tentang Tuhan yang jauh lebih berkuasa dibandingkan kekuatan lautan (ayat 3-4). Pemazmur yang memahami polemik ini, menyerukan kekuasaan Tuhan melawan pengikut Baal. Ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang diyakini oleh manusia sebagai kekuatan alam semesta yang tidak dapat dikendalikan manusia, ternyata ada dalam genggaman tangan Tuhan. Pemazmur juga menuliskan sifat kekudusan Tuhan (ayat 5). Hal ini sangat berlawanan dengan sifat Baal, yang moralnya sangat bobrok.

Mazmur ini mengajarkan kepada kita bahwa kuasa Allah atas alam semesta telah dinyatakan. Dia adalah satu-satunya Allah yang hidup. Oleh karena itu, kita tidak perlu mencari sesembahan lain di luar diri-Nya. Kita harus tunduk kepada-Nya dan taat pada perintah-Nya saja!

Renungkanlah: Tinggalkan keraguan Anda, percayai Dia, Tuhan penguasa seluruh alam semesta dan kehidupan.

(0.22) (Mzm 104:19) (sh: Tuhan pemberi hidup (Rabu, 19 Oktober 2005))
Tuhan pemberi hidup

Tidak satu pun benda ciptaan Tuhan yang tidak memiliki fungsi. Baik benda mati maupun makhluk hidup masing-masing ada gunanya. Hal ini menunjukkan kebijaksanaan Tuhan Sang Pencipta (ayat 24). Seharusnya semua ini membuat manusia ciptaan Allah dengan sukacita penuh, memuji dan memuliakan Allah pemberi hidup itu.

Tuhan berdaulat atas segala makhluk ciptaan-Nya. Dia menciptakan benda-benda penentu waktu (ayat 19) untuk mengatur siklus alami yang membuat berbagai makhluk, termasuk manusia memiliki gilirannya masing-masing untuk mencari makanan pada siang atau malam hari karena kegelapan pun berada dalam kuasa Sang Pencipta (ayat 20-23). Betapa mengagumkan karya ciptaan tangan-Nya, termasuk luasnya lautan dengan segala makhluk yang diam di dalamnya. Lautan yang dalam kepercayaan kuno kafir adalah kuasa pengacau (dengan lewiatan sebagai monster lautnya) ternyata tunduk di bawah kedaulatan-Nya. Tidak ada aspek kehidupan di luar kendali Tuhan (ayat 27-30). Baik kebutuhan hidup hari lepas hari, maupun kehidupan itu sendiri sangat bergantung penuh kepada anugerah-Nya. Tuhan berdaulat atas hidup dan mati semua ciptaan-Nya. Dia bahkan terus berkarya dalam menciptakan dan membarui ciptaan-Nya seturut hikmat-Nya. Tidak ada yang patut mendapat hormat dan kemuliaan selain Dia, Sang Pencipta dan Pemilik segala sesuatu. Sungguh fatal-lah nasib semua orang yang menolak Dia (ayat 35).

Mazmur ini mengajak kita merespons kedaulatan Tuhan dengan dua hal. Pertama, terus-menerus memuji, memuliakan Tuhan dalam hidup ini. Wujudkanlah hal itu dengan hidup kudus dan mulia. Kedua, karena Tuhan begitu dahsyat dan berkuasa atas semua yang ada di bawah kolong langit ini, apalagi yang harus dicemaskan anak-anak-Nya? Tidak ada satu hal pun dapat mengganggu apalagi menghancurkan hidup orang Kristen dan gereja.

Responsku: ---------------------------------------------------------------- ----------------------------------------------------------------

(0.22) (Pkh 3:1) (sh: Segala sesuatu ada masanya (Jumat, 1 Oktober 2004))
Segala sesuatu ada masanya

Pernahkah Anda berangan-angan sekiranya bisa ingin "memutar sang waktu" kembali untuk mengulang beberapa peristiwa menyedihkan atau menyenangkan di masa lampau dalam kehidupan ini agar Anda mampu memperbaiki ataupun mengalaminya sekali lagi?

Firman Tuhan dalam nas ini mengingatkan kita bahwa untuk segala sesuatu ada masanya. Masa adalah suatu kurun waktu tertentu yang ada awalnya dan ada akhirnya. Yang dimaksud "segala sesuatu" dalam nas ini meliputi tiga hal (ayat 1-8) yaitu: 1). Kegiatan sehari-hari seperti menanam-mencabut; merombak-membangun; merobek-menjahit; mencari untung-merugi. 2). Kejadian yang melibatkan perasaan seperti menangis-memeluk; tertawa-meratap; mengasihi-membenci; berbicara-berdiam diri. 3). Peristiwa kehidupan seperti lahir-meninggal; perang-damai. Hal yang sama juga kami alami yakni pada waktu anak-anak kami masih kecil, kami sering bersepeda dengan mereka. Namun, masa itu tidak selalu ada; sekarang mereka sudah besar dan tidak lagi bersepeda bersama kami. Oleh karena itu, menurut Raja Salomo tindakan yang terbaik menyikapi masa hidup ini ialah dengan berlaku bijak.

Orang bijak menurut nas ini adalah orang yang memercayai bahwa rancangan Tuhan adalah kehendak-Nya yang terbaik meski terkadang "sakit" ia rasakan (ayat 11); orang yang dapat mensyukuri masa hidup yang Tuhan sediakan baginya (ayat 13); ia juga tidak mudah mengeluh karena ia tahu bahwa Tuhanlah yang merencanakan masa hidupnya yaitu hidup untuk kemuliaan-Nya (ayat 14). Yang penting untuk diingat adalah Tuhan meminta kita untuk dapat menggunakan masa hidup ini dengan sebaik-baiknya karena sekali masa hidup kita itu lewat maka "ia tidak akan kembali" lagi (ayat 22).

Masa hidup kita ini ada dalam perhitungan-Nya karena Dialah Tuhan yang mengatur "segala sesuatu" tersebut menjadi indah bagi kita.

Renungkan: Masa hidup kita masing-masing berisikan kehendak dan pemeliharaan Tuhan oleh karena itu, percayakan kepada-Nya.

(0.22) (Yes 59:1) (sh: Dosa penghambat keselamatan (Sabtu, 27 Agustus 2005))
Dosa penghambat keselamatan

Umat Israel yang berada di pembuangan mengeluh karena Allah tidak kunjung menyelamatkan mereka. Apakah Allah tidak sanggup menolong mereka? Jawaban Allah jelas. Allah bertindak pada waktu-Nya, yaitu saat Israel berbalik kepada Allah.

Berbagai perbuatan dosa Israel digambarkan secara terperinci. Mereka memandang rendah hak orang lain, meremehkan hukum, mudah mengucapkan janji palsu, menganggap murah nyawa sesamanya, dan mengatur strategi jahat untuk kepentingan sendiri (ayat 3-8). Pernyataan Allah yang menganggap mereka sebagai umat kesayangan-Nya telah mereka hancurkan dengan bersikap seperti bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan. Keberadaan mereka di tanah pembuangan tidak membuat mereka bertobat.

Perlahan dan pasti kehancuran Israel sedang terjadi. Tidak ada keadilan dan kebenaran pada mereka. Kehidupan rohani mereka telah dibutakan oleh pelanggaran yang mereka lakukan sendiri (ayat 10-11, 14). Apa penyebab kehancuran moral yang dahsyat ini? Pemberontakan umat Allah terhadap semua hukum Allah. Umat Allah ingin berjalan sendiri tanpa bimbingan-Nya (ayat 12-13). Mereka tidak menyadari bahwa penolakan terhadap Allah mendatangkan kebinasaan (ayat 1-2). Namun demikian, Allah berkenan mencurahkan belas kasih-Nya. Allah bangkit menyelamatkan umat-Nya demi nama-Nya sendiri (ayat 16-17). Bahkan Dia akan membalas perbuatan para musuh setimpal dengan perilaku mereka (ayat 18) sehingga orang-orang yang menaruh harapan kepada-Nya akan merasakan keselamatan (ayat 19-21).

Pada hakikatnya dosa adalah pemberontakan kepada Allah. Apabila tidak cepat bertobat akan melahirkan dosa-dosa yang semakin merusak dan akhirnya menuai kebinasaan. Oleh sebab itu, jangan tunda pertobatan. Jangan sampai borok dosa menggerogoti keseluruhan hidupmu.

Camkan: Tanpa kesadaran tentang betapa seriusnya akibat dosa, tidak mungkin terjadi pertobatan sejati.

(0.22) (Hos 4:1) (sh: Ibarat pasir hanyut dalam arus air (Sabtu, 6 November 2004))
Ibarat pasir hanyut dalam arus air

Dosa yang tidak dibereskan akan menenggelamkan kita. Setiap orang yang berdosa harus mempertanggungjawabkan perbuatan dosanya di hadapan Allah.

Israel adalah umat yang dikasihi Allah. Bangsa yang memiliki ikatan perjanjian dengan-Nya. Namun, Israel berlaku seolah-olah tidak mengenal hukum Allah dan tidak memiliki ikatan perjanjian apa pun dengan diri-Nya (ayat 1). Itu sebabnya, Allah menggugat (Ibr.: rib) Israel. Akibat dari tidak mau menjalankan ketetapan Allah Israel jatuh ke dalam dosa amoral (ayat 2). Hukum Taurat bagi Israel tidak ada artinya dan tidak berfungsi sama sekali untuk mengatur hidup mereka. Para pemimpin agama, yang seharusnya menjadi panutan moral justru adalah pelaku-pelaku kejahatan yang melanggar norma kebenaran. Mereka menggunakan nama dan kepentingan agama sebagai kedok untuk menipu dan memeras rakyat dengan tujuan memperkaya diri (ayat 4, 7-8). Selain dosa pelanggaran moral, Israel juga berdosa menyembah ilah-ilah (ayat 12-13). Seakan belum cukup, dalam menjalankan praktek penyembahan berhala itu, Israel juga menajiskan diri dengan melakukan pelacuran bakti (ayat 13-14). Semua perbuatan dosa Israel ini ialah perzinaan rohani. Penyangkalan terhadap Allah selalu bergandengan dengan pelanggaran terhadap norma sosial dan susila.

Apa yang terjadi pada bangsa Israel waktu itu, kini sedang menimpa masyarakat Indonesia. Perbuatan amoral yang menjurus pada perilaku seksual yang salah, percintaan sesama jenis kelamin, percabulan terhadap anak-anak, dan perselingkuhan banyak terjadi. Meremehkan hukum Allah, selalu berjalan seiring dengan kegiatan agamawi yang dilakukan secara lahiriahnya saja. Akibatnya, kekerasan dan kemunafikan tetap merajalela. Pada akhirnya, keadaan inilah yang justru menghancurkan bangsa kita. Ikatkan diri Anda kepada Tuhan. Jangan menjadi sama dengan dunia ini. Jangan menjadi pasir yang hanyut.

Tugas kita: Mari, ingatkan anak Tuhan di sekitar kita untuk tidak ikut arus dosa pelanggaran moral. Jauhi sikap munafik. Nyatakan identitas kekristenan kita melalui perbuatan bukan dalam bentuk simbolis keagamaan saja.

(0.22) (Mat 2:13) (sh: Rintangan tak memenghalangi rencana Allah bagi manusia (Senin, 27 Desember 2004))
Rintangan tak memenghalangi rencana Allah bagi manusia

Tuhan dapat menggunakan berbagai cara untuk menggenapkan rencana-Nya bagi umat-Nya meskipun ada penghambat yang menghalangi.

Orang Majus dan Yusuf adalah bagian dari rencana Tuhan menyambut kelahiran Yesus. Oleh karena itu, Tuhan melindungi mereka sedemikian rupa sehingga mereka terhindar dari pembunuhan. Pertama, orang Majus mengalami pertolongan Tuhan karena mereka memercayai peringatan Tuhan agar pulang tidak melewati Yerusalem (Lih. ay. 12). Sebelumnya Herodes telah meminta agar orang Majus kembali ke Yerusalem untuk memberitahu lokasi Yesus dilahirkan supaya ia juga menyembah Yesus (ayat 8). Namun, tujuan sebenarnya ialah Herodes ingin membunuh Yesus. Niat Herodes membunuh Yesus tak tersampaikan sehingga ia mengambil sikap "pukul rata" yakni membunuh semua anak-anak berusia dua tahun ke bawah di Betlehem (ayat 16). Pembunuhan itu dilakukan Herodes tanpa peri kemanusiaan sebagai upaya melenyapkan saingannya (ayat 17-18). Kedua, keluarga Yusuf terhindar dari pembunuhan Herodes karena mereka telah pindah ke Mesir sebelum pembunuhan di Betlehem itu terjadi (ayat 13-14). Mesir dipilih sebagai tempat tujuan karena kekuasaan Herodes tidak berpengaruh di sana (ayat 15). Kabar kematian Herodes membangkitkan keberanian Yusuf untuk kembali ke Yudea, dan menetap di Nazaret, bukan Betlehem karena penguasa Yudea masih dipegang oleh keturunan Herodes (ayat 22). Selanjutnya, mereka tidak berpindah ke tempat lain sebab Alkitab menyebutkan Yesus sebagai orang Nazaret (ayat 23).

Rintangan hidup dalam berbagai wujud dapat menggoncangkan iman percaya kepada Tuhan sampai kita meragukan penggenapan rencana Tuhan bagi pribadi, umat Tuhan, dan gereja-Nya. Firman Tuhan ini mengingatkan kita bahwa Tuhan tak pernah gagal dalam mewujudkan rencana-Nya bagi kehidupan umat-Nya. Ia adalah Tuhan yang berdaulat dan mengatur sejarah hidup semua manusia bagi penggenapan firman-Nya.

Yang kulakukan: Aku akan tetap ingat bahwa memercayai rencana Tuhan adalah yang terbaik untuk hidupku.

(0.22) (Mat 4:1) (sh: Siapa takut? (Sabtu, 30 Desember 2000))
Siapa takut?

Pernyataan awal perikop ini (1) menekankan pentingnya percobaan bagi persiapan Yesus menjalankan misi-Nya. Mengapa? Karena Ia segera memulai khotbah-Nya, mewartakan Kerajaan Allah sekaligus Dia sebagai Raja. Sebagai Raja, Yesus haruslah seorang pemenang atas kekuatan setan dan sifat kemanusiaan-Nya. Yesus telah menang atas percobaan. Mengapa kemenangan-Nya atas pencobaan penting? Kita akan melihat inti dari tiap-tiap pencobaan.

Pencobaan pertama ditujukan kepada sifat fisik Yesus sebagai manusia. Ia lapar dan membutuhkan makanan. Mengapa tidak membuat roti saja? Kristus menjawab dengan mengutip Ul. 8:3. Inti dari respons Yesus adalah Ia mengakui bahwa manusia adalah mahluk hidup yang berjasmani. Namun manusia melebihi binatang sebab ia mempunyai sifat rohani yang dapat mengontrol sifat jasmaninya. Kehendak Allahlah yang harus mengatur pilihan manusia, bukan kebutuhan atau pun keinginan fisik. Pencobaan kedua ini sangat pelik. Setelah puasa 40 hari, Yesus lapar dan sangat lemah secara fisik. Dalam kondisi yang demikian Iblis muncul untuk mencobai-Nya. Sangat wajar jika Yesus karena menuruti kondisi fisiknya meragukan kasih Allah. Iblis mencoba menggunakan keraguan yang mungkin menyerang Yesus dengan pertanyaan yang menjebak (6). Respons Yesus yang mengutip Ul. 6:6 menyatakan dengan tegas bahwa manusia tidak boleh mencobai Allah melainkan harus mempercayai- Nya. Pencobaan ketiga juga sangat pelik. Iblis menawarkan kekuasaan atas seluruh kerajaan dunia dengan cara mudah, untuk mencobai belas kasihan Yesus atas manusia. Dunia yang penuh dengan ketidakadilan dan tragedi akan menjadi lebih baik jika Yesus menjadi raja. Yesus menolak Iblis sebab hanya Allah yang patut disembah. Kehendak Allah yang harus menjadi otoritas mutlak dalam kehidupan manusia. Sesuatu yang nampaknya baik tidak dapat menggoyahkan ketaatan-Nya kepada Allah.

Renungkan: Kemenangan Yesus mengukuhkan Dia sebagai Raja sekaligus memberi jaminan kemenangan atas pencobaan bagi mereka yang tinggal di dalam-Nya. Ia memberikan penghiburan dan pengharapan bahwa Ia mengetahui setiap pergumulan kita melawan dosa, sebab Ia pernah mengalami dan Ia akan memberikan pertolongan. Karena itu siapa takut?

(0.22) (Mat 7:7) (sh: Minta, cari, ketok! (Jumat, 14 Januari 2005))
Minta, cari, ketok!

Apakah yang membuat permohonan doa kita dijawab? Kesungguhan kita berdoakah, atau kebaikan Allah yang ingin memberikan yang terbaik untuk kita? Tuhan Yesus mengajar kita bahwa keduanya tidak bertentangan tetapi saling menunjang. Kita berdoa dengan penuh kesungguhan bukan karena Allah perlu "dipaksa" oleh klaim-klaim kita, tetapi karena kita percaya Allah baik adanya.

Tuhan Yesus menegaskan kesungguhan dan ketekunan berjalan seiring dengan keyakinan bahwa doa kita disambut oleh Bapa Surgawi yang baik. Ia melukiskan hal berdoa itu dengan tiga kata kerja: minta, cari, ketok (ayat 7). Melalui ketiga kata kerja itu Ia menegaskan dua hal penting tentang doa. Pertama, posisi pendoa ada dalam posisi orang yang berkebutuhan sedangkan Tuhan dalam posisi penjawab dan pemenuh kebutuhan. Dalam posisi demikian, yang menentukan bukan pendoa tetapi sang Penjawab doa.

Kedua, ketiga kata kerja itu menekankan keserasian antara kegiatan berdoa dan sikap bersungguh serta bertekun dalam doa. Kesungguhan dan ketekunan berdoa itu lahir dari keyakinan bahwa Allah baik adanya dan pasti akan menjawab doa-doa kita sesuai dengan sifat baik sempurna-Nya sebagai Bapa Surgawi. Yesus mempertentangkan Bapa Surgawi dengan bapak duniawi. Bila bapak duniawi yang jahat saja tahu memberi yang baik kepada anak-anaknya, alangkah lebih baik lagi sikap dan tindakan Bapa Surgawi kita (ayat 11). Keyakinan akan kebaikan Allah bukan saja berdampak pada kehidupan doa kita, tetapi juga berdampak pada sikap sosial kita (ayat 12). Seperti Bapa Surgawi memberikan yang terbaik untuk kita, kita juga mau memberikan yang terbaik untuk sesama kita.

Ingat: Berdoa berarti menundukkan diri kepada kehendak Allah. Jangan menjadikan doa alat untuk mengatur atau memaksa Tuhan. Yakinlah bahwa Allah baik dan akan memberi yang terbaik bagi kita. Jangan berdoa asal-asalan sebab itu berarti menyepelekan kebaikan Tuhan.

(0.22) (Mat 12:1) (sh: Bukan aturan tetapi hati (Jumat, 28 Januari 2005))
Bukan aturan tetapi hati

Dua peristiwa ini menunjuk kepada satu pesan penting tentang inti aturan-aturan agama. Murid-murid Yesus, karena lapar memetik bulir gandum (ayat 1). Perbuatan demikian tidak salah (Ul. 23:25). Yang membuat orang Farisi berang bukan tindakan tersebut melainkan waktu tindakan itu dilakukan. Murid Yesus memetik bulir gandum pada hari Sabat. Murid Yesus tidak melanggar hukum Allah, hanya melanggar hukum agama yang dibentuk orang Farisi. Respons Yesus menunjuk kepada dua peristiwa dalam PL.

Pertama, tindakan Daud (ayat 3-4). Ketika lapar, Daud dan rombongannya mengambil roti sajian Bait Allah. 12 roti sajian itu diletakkan di atas meja di dalam tempat kudus, hanya boleh dimakan oleh imam di tempat kudus karena roti itu kudus. Roti sajian itu diminta Daud dari imam Ahimelekh (ayat 1Sam. 21:1-6). Itu sebenarnya tidak boleh namun kebutuhan manusia lebih penting dari ritual agama (ayat 7, Hos. 6:6). Kedua, tindakan imam-imam (ayat 5). Aturan dalam Bilangan 28:9, mengatur pekerjaan yang harus para imam lakukan pada hari Sabat. Namun, mereka tidak dianggap bersalah walau melanggar Sabat. Dari kedua peristiwa ini Yesus menegaskan bahwa inti dari peraturan adalah mengutamakan hidup.

Selanjutnya (ayat 9-15a) Yesus menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya pada hari Sabat. Perbuatan itu tidak melanggar hukum Allah, tetapi melanggar aturan orang Farisi. Orang Farisi membenarkan orang menolong domba yang jatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tetapi tidak memperbolehkan menolong manusia. Bagi Farisi domba lebih penting ketimbang manusia, ritual lebih utama dari belas kasihan. Sebaliknya, bagi Yesus manusia lebih utama dari domba dan ritual agama. Sikap Yesus ini memperlihatkan bahwa Allah menghendaki belas kasihan ketimbang ritual agama.

Renungkan: Apakah kita beragama sebatas ritual? Apakah kasih kita kepada Tuhan dan sesama terhambat atau justru bertumbuh melaluinya?

(0.22) (Luk 2:1) (sh: Rencana Allah dan rencana Iblis. (Jumat, 14 April 2000))
Rencana Allah dan rencana Iblis.

Menjelang perayaan hari raya keagamaan besar seperti Paskah, Yerusalem dipenuhi dengan    para peziarah yang datang dari berbagai daerah. Oleh sebab itu    pemerintah Romawi dan pemimpin orang Yahudi berjaga-jaga dengan    ketat untuk mencegah timbulnya keributan.

Di tengah suasana demikian, ada persekongkolan yang dilakukan    oleh para imam kepala dan ahli Taurat untuk membunuh Yesus    secara diam-diam, karena takut terhadap orang banyak. Pada saat    mereka sedang bingung memikirkan cara yang terbaik untuk    melenyapkan Yesus, Yudas datang menawarkan bantuan dan    kesempatan yang mereka cari. Akhirnya mereka pun bersekutu    membunuh Yesus. Secara penampakan luar, persekongkolan mereka    tampaknya merupakan bukti kemenangan mereka. Namun bila kita    melihat yang sebenarnya terjadi, karya Allah sungguh luar biasa.    Allah sebetulnya sedang mempertontonkan secara spektakuler    kepada umat-Nya, mengenai cara Dia memerintah dan mengatur dunia    yang memberontak. Kalau pemberontakan manusia pertama disebabkan    bujukan si Setan di Taman Eden. Dalam tahap berikutnya,    pemberontakan manusia yang terus berlanjut dalam sejarah    karena bujukan Iblis (ayat 3)  memutuskan bahwa Yesus harus mati.    Yesus sendiri di dalam karya-Nya untuk menghadapi pemberontakan    manusia dan mendirikan Kerajaan-Nya di bumi juga ditentukan    untuk mati.

Dalam peristiwa itulah terjadi pertemuan dua rencana besar yang    masing-masing mempunyai dampak yang begitu besar bagi kehidupan    umat manusia, khususnya kekekalan. Kedua rencana ini sebetulnya    mempunyai tujuan jangka pendek yang sama yaitu Kristus harus    mati. Namun di balik tujuan itu terdapat tujuan yang lebih besar    yang masing-masing berbeda. Bagi Iblis kematian Kristus    tampaknya adalah akhir dari segalanya. Bagi Allah kematian Yesus    adalah awal dari segalanya yang baik bagi umat manusia. Melalui    kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus mengalahkan Iblis untuk    selama-lamanya. Seluruh umat manusia menerima keselamatan dan    terlepas dari cengkeraman Iblis.

Renungkan: Iblis bersama-sama kaki tangannya mereka-reka    malapetaka bagi Yesus dan seluruh umat manusia melalui kematian    Yesus. Namun Allah mampu membalikkannya hingga menjadi berkat    bagi seluruh umat manusia.

(0.22) (Luk 6:1) (sh: Sabat untuk manusia (Kamis, 15 Januari 2004))
Sabat untuk manusia

Banyak orang yang sangat terikat kepada tahayul. Salah satunya mengenai hari. Misal, pada hari tertentu, seseorang tidak boleh mengenakan pakaian warna tertentu, berbahaya. Kalau dilanggar bisa terkena bencana.

Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat juga terikat kepada aturan Sabat. Mereka percaya bahwa aturan Sabat adalah segala-galanya. Keyakinan ini didasarkan pada peraturan Taurat di Perjanjian Lama yang mengatur kehidupan umat Israel dimana Sabat dijadikan hari peristirahatan dan hari ibadah mereka kepada Allah. Namun dalam perkembangan selanjutnya, pemimpin-pemimpin agama Yahudi ini menjadikan hari Sabat sekadar peraturan yang harus ditaati tanpa tujuan dan makna yang jelas.

Yesus tidak menentang peraturan hari Sabat. Namun, Yesus menegaskan bahwa hari Sabat itu diberikan Allah kepada manusia untuk kebutuhan manusia yaitu kebutuhan untuk beristirahat, untuk beribadah, dan untuk bersekutu dengan Allah. Itulah inti hari Sabat. Itu sebabnya, ketika para murid lapar pada hari Sabat, mereka menggisar gandum supaya bisa memakan bulir-bulirnya (ayat 1). Mereka tidak melanggar hari Sabat karena yang mereka lakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka saat itu. Contoh masa lampaunya adalah Daud dan pengikutnya yang makan dari roti sajian. Itu juga sebabnya mengapa Yesus menyembuhkan orang yang mati tangan kanannya pada hari Sabat, karena Sabat untuk manusia, dan di situ ada manusia yang memerlukan pertolongan (ayat 9-10).

Dasar lain adalah ‘Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat’ (ayat 5). Jadi, bukan peraturan itu sendiri yang mengikat mati, tetapi Tuhan yang menciptakan Sabatlah yang menjadi patokannya. Oleh sebab Tuhan sang empunya Sabat berbuat baik pada hari Sabat, maka ‘karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat’ (Mat. 12:12b).

Renungkan: Semua hari Tuhan ciptakan untuk kebaikan kita. Hari Minggu Tuhan ciptakan agar kita memuliakan dan menikmati Dia!

(0.22) (Luk 20:1) (sh: Awas! Konflik kuasa dalam gereja (Senin, 22 Maret 2004))
Awas! Konflik kuasa dalam gereja

Para imam, ahli Taurat dan tua-tua Yahudi, penasaran mengenai kuasa Yesus dalam mengusir para pedagang dari Bait Allah. Sebab menurut pendapat mereka, merekalah yang memiliki hak dan kuasa mengelola Bait Allah. Karena itu mereka berusaha untuk menjebak dan menjerat Yesus dengan pertanyaan: "dengan kuasa manakah dan siapa yang memberi kuasa itu untuk melakukan tindakan seperti itu?" (ayat 2). Dengan tindakan menyucikan Bait Allah itu, Yesus ingin mengembalikan fungsi utama dari Bait Allah sebagai rumah doa bagi setiap orang Yahudi. Sesuai doa raja Salomo setelah selesai membangun Bait Allah (ayat 1Raj. 8:27-53).

Kini tampillah Yesus dengan otoritas Keallahan-Nya bertindak mengembalikan fungsi utama Bait Allah. Lukas mencatat bahwa Yesus sedang memberitakan Injil di Bait Allah ketika didatangi oleh para pemimpin Yahudi itu (ayat 1). Berarti dengan cara itu Yesus mau meyakinkan para pengikut-Nya akan kebenaran tindakan-Nya itu. Tetapi dalam pertanyaan mereka, para imam, ahli Taurat dan tua-tua Yahudi, seolah-olah mau berkata: "Siapakah yang lebih berhak dan berkuasa mengatur dan mengelola Bait Allah, kami atau Engkau Yesus?" Yesus mengetahui maksud mereka hendak menjebak dia (ayat 2-3).

Lalu Yesus menggiring para pemimpin Agama Yahudi itu untuk mendalami makna tindakan Yesus itu, dengan sebuah pertanyaan:"Dengan kuasa siapakah Yohanes (=Pembaptis), membaptiskan orang di sungai Yordan?" (ayat 4). Dengan pertanyaan itu mereka terpojok lalu berkata: "Kami tidak tahu" (ayat 5-7). Dengan itu terbukalah kedok mereka. Maka Yesus pun tidak mengumbar kuasa-Nya dengan menjawab pertanyaan mereka. Dengan bijaksana Yesus mengingatkan kita akan bahayanya jika terjadi konflik kuasa dalam Gereja masa kini.

Renungkan: Setiap Kristen perlu mawas diri agar jangan terjebak dalam debat siapakah yang berhak dan berkuasa mengelola kehidupan bergereja masa kini.

(0.22) (Luk 23:50) (sh: Yesus benar-benar mati (Sabtu, 10 April 2004))
Yesus benar-benar mati

Narasi berikut secara jelas melukiskan dan menginformasikan kepada kita bahwa Yesus tidak pingsan atau mati suri tetapi benar-benar mati. Yesus benar-benar mati sehingga perlu dikuburkan. Di mana? Apakah dikubur bersama penjahat-penjahat? Di mana murid? Bukankah mereka seharusnya bertanggungjawab untuk menguburkan Yesus?

Di tengah situasi demikian muncul seorang anggota Sanhedrin bernama Yusuf, yang berasal dari Arimatea (ayat 50,51). Lukas melukiskan sosok dan karakter Yusuf sebagai orang baik, hidup benar dan seorang yang menanti-nantikan Kerajaan Allah. Yusuf termasuk anggota yang tidak setuju terhadap keputusan lembaga Sanhedrin terhadap Yesus. Ia menyetujui keputusan Pilatus yang menegaskan hingga tiga kali tentang ketidakbersalahan Yesus. Adalah suatu kesalahan besar menyalibkan orang yang tidak bersalah. Menyadari kesalahannya Yusuf ingin menebusnya. Yusuf menjumpai Pilatus dan meminta mayat Yesus untuk dikuburkan (ayat 52).

Mengapa Yusuf melakukannya? Sebagai pemimpin agama Yahudi Yusuf tahu persis hukum yang mengatur orang yang disalibkan dalam Ulangan 21:22-23. Agar tidak melanggar hukum itu Yesus harus dikuburkan. Di mana? Yesus dikuburkan tidak bersama penjahat-penjahat. Yesus dikuburkan di suatu kuburan yang belum pernah dipergunakan sebelumnya (ayat 53). Hal ini menafikan pandangan bahwa yang bangkit bukan Yesus. Di dalam kuburan itu hanya ada mayat Yesus, tidak ada mayat lain. Jika kuburan didapati kosong itu karena Yesus sudah bangkit. Adakah kemungkinan tertukar kuburan? Tidak mungkin. Karena perempuan-perempuan yang melihat Yesus disalibkan dengan jelas tahu di mana Yesus dikuburkan (ayat 55). Jadi Yesus benar-benar mati dan benar-benar dikuburkan.

Renungkan: Kematian Yesus adalah fakta yang tidak dapat disangkal. Karena itu hal sedemikian membuktikan bahwa Kemanusiaan-Nya tidak semu.

(0.22) (Kis 20:13) (sh: Cuti hamba Tuhan (Senin, 26 Juni 2000))
Cuti hamba Tuhan

Susahnya menjadi seorang pendeta adalah majikannya terlalu banyak karena seluruh jemaat merasa mempunyai hak untuk meminta waktu dan pelayanannya. Fakta ini menyebabkan jam kerja seorang pendeta menjadi 36 jam/hari. Bahkan waktu liburnya pun yang biasanya jatuh pada hari Senin seringkali harus dikorbankan, karena ada jemaat yang membutuhkan pelayanannya. Mengapa seorang pendeta begitu sibuk? Apakah beban pekerjaannya terlalu banyak? Ataukah ada semacam konsep yang diyakini oleh jemaat bahwa seorang pendeta harus selalu melayani, selalu siap berkorban, dan tidak boleh mempunyai waktu untuk kepentingan pribadi?

Perjalanan Paulus dari Troas ke Miletus menggambarkan bahwa menikmati kesendirian dan kebersamaan dengan teman-teman sepelayanan di dalam sebuah perjalanan; dan merindukan untuk merayakan sebuah hari raya Kristen bersama sesama rasul jauh dari tugas dan kewajiban pelayanan untuk satu waktu tertentu; adalah hak seorang hamba Tuhan yang mempunyai hidup pribadi dan membutuhkan waktu istirahat. Dalam perjalanan dari Troas ke Miletus, tidak satu pun pelayanan yang dilakukan oleh Paulus dan timnya kecuali pertemuan dengan tua-tua Efesus. Paulus menempuh perjalanan dari Troas ke Asos (30 km) dengan berjalan kaki, sehingga Paulus mempunyai waktu untuk menikmati kesendiriannya, dimana ia mempunyai kesempatan untuk melakukan refleksi dan kontemplasi atas hidupnya. Dua kegiatan ini penting agar ia selalu memfokuskan kehidupannya kepada panggilan-Nya.

Selain kesendirian, Paulus juga menikmati kebersamaan secara informal dengan anggota tim pelayanannya selama beberapa hari dalam perjalanan laut dari Asos menuju ke Miletus. Maka terciptalah kesatuan dan kesehatian yang semakin kokoh di dalam tim pelayanan mereka. Yang terakhir, Paulus pun perlu mengikuti dan menikmati ibadah pada hari raya Pentakosta. Kalau pun dipaparkan bahwa Paulus mengatur pertemuan dengan tua-tua Efesus, semata-mata timbul karena kasih dan perhatian seorang gembala kepada jemaatnya yang begitu meluap. Paulus menyadari itu sehingga ia pun tidak mau singgah di Efesus.

Renungkan: Perhatikan kehidupan pribadi pendeta atau gembala sidang di gereja Anda. Apa yang dapat Anda lakukan agar pendeta Anda dapat menikmati apa yang dinikmati oleh Paulus?

(0.22) (Gal 5:19) (sh: Kemerdekaan dalam pimpinan Roh (Jumat, 17 Juni 2005))
Kemerdekaan dalam pimpinan Roh


Ada paradoks besar dalam kehidupan Kristen. Kemerdekaan sejati hanya bisa dialami oleh orang yang sepenuhnya menyerahkan diri dipimpin oleh Roh Kudus. Orang yang merasa diri bebas melakukan apa saja, termasuk berbuat dosa, sebenarnya masih diperbudak dosa!

Di nas ini, Paulus mengontraskan hidup yang dikendalikan daging dan hidup yang dipimpin oleh Roh. Orang yang dikendalikan daging adalah orang yang mengikuti hasrat dan hawa nafsu dosa serta keinginan-keinginan duniawi yang bersifat merusak, seperti yang didaftarkan Paulus pada ayat 19-21. Orang-orang yang melakukannya pasti bukan anggota kerajaan Allah (ayat 21b). Sebaliknya orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh akan membuahkan sifat-sifat ilahi seperti yang dicantumkan Paulus pada ayat 22-23. Bagaimana kita dapat memiliki kehidupan yang dipimpin oleh Roh? Yaitu, dengan menyerahkan diri menjadi milik Kristus. Menjadi milik Kristus berarti menyerahkan kendali diri pada pimpinan Roh. Hal itu berarti juga menyangkal diri, hawa nafsu kedagingan, dan hal-hal duniawi (ayat 24). Orang Kristen harus secara aktif dan terus menerus menyangkal diri, supaya Roh Kudus senantiasa aktif dan tak henti-henti memimpin hidup orang percaya (ayat 25).

Latihlah diri Anda untuk menyangkal diri setiap hari atas setiap sifat kedagingan yang masih mengganggu kekudusan hidup Anda. Caranya adalah dengan menerapkan dan mengembangkan sifat-sifat ilahi yang sudah dikaruniakan Roh Kudus kepada Anda. Usaha Anda hanya akan berhasil bila Anda memelihara hubungan pribadi yang dekat dan intens dengan Tuhan melalui saat teduh. Jadikan gereja sebagai sarana untuk bertumbuh dalam kekudusan dengan mempraktikkan saling menolong dan saling meneguhkan antarsaudara seiman.

Camkan: Tak seorang pun, termasuk Anda sendiri, yang berhak mengatur hidup Anda, kecuali Dia yang adalah pemilik dan penebus hidup Anda.



TIP #07: Klik ikon untuk mendengarkan pasal yang sedang Anda tampilkan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA