Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 101 - 120 dari 149 ayat untuk bersyukur (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.22) (Ayb 1:1) (sh: Tuhan memberi, Tuhan mengambil (Rabu, 17 Juli 2002))
Tuhan memberi, Tuhan mengambil

Apa yang Anda mengerti tentang arti kata "paradoks"? Banyak yang memahaminya sebagai "pertentangan". Dalam arti yang sebenarnya, "paradoks" bukanlah dua sifat yang berlawanan, melainkan dua sifat yang tampaknya berlawanan, namun sesungguhnya tidak. Semua karakter Tuhan terpadu dan saling mendukung, walaupun ada kalanya tampak berlawanan. Dengan kata lain, Tuhan tidak terbagi-bagi ke dalam beberapa sifat yang saling bertentangan. Dalam perikop awal kitab Ayub ini, ada suatu paradoks yang harus kita temukan jawabannya, yaitu mengapa Tuhan bekerja sama dengan Iblis!

Pertama, Iblis mencobai manusia untuk menjatuhkannya; sebaliknya, Tuhan tidak mencobai manusia, Ia menguji manusia untuk memurnikannya (Yak. 1: 3,13). Yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan Ayub ialah, pada saat Iblis mencobai Ayub, Tuhan menguji Ayub - (ayat 12), dua niat yang berbeda, namun bergabung dalam satu peristiwa. Dengan kata lain, Tuhan tidak bekerja sama dengan Iblis. Kedua, Iblis meminta izin kepada Tuhan bukan untuk menunjukkan bahwa Iblis bekerja bagi Tuhan. Hal ini justru memperlihatkan bahwa Tuhan berkuasa penuh atas Iblis dan bahwa tidak ada yang terjadi di luar kuasa Tuhan. Iblis takluk kepada Tuhan. Kita aman dan tak perlu takut kepada Iblis sebab Tuhan jauh lebih berkuasa atasnya (bdk. 1Yoh. 4:4).

Ketiga, Iblis berharap pencobaan ini akan menghancurkan iman Ayub, tetapi Tuhan tahu bahwa iman Ayub dapat bertahan dan malah akan bertambah murni. Bahkan dari mulut seorang Ayublah keluar dua seruan agung, "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" Apakah kita hanya mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Ayub menyadari bahwa segala yang pernah dimilikinya adalah pemberian semata. Ia bersyukur bisa menikmatinya walau hanya sejenak, dan ia bersedia melepaskannya. Ayub tidak menggenggam erat-erat harta miliknya sebab ia tahu bahwa memang bukan dialah pemiliknya. Bagaimana dengan kita?

Renungkan: Hal apakah yang terpenting dalam kehidupan Anda selama ini? Berkat Tuhankah atau Tuhan yang memberkati?

(0.22) (Ayb 1:13) (sh: Juru kunci yang baik (Selasa, 19 Agustus 2003))
Juru kunci yang baik

Banyak orang tidak dapat melepas harta kekayaannya karena itulah satu-satunya yang berharga yang dihasilkan dengan susah payah atau warisan peninggalan orang tua. Satu hal penting yang mereka lupakan bahwa semua itu adalah titipan Allah. Tugas mereka untuk kekayaan tersebut adalah mengelola dan bertanggung jawab kepada Allah, Sang Pemilik.

Sesuai dengan kesepakatan atau izin yang Allah berikan kepada Iblis, maka hal pertama yang Iblis jamah adalah harta benda dan anak- anak Ayub hanya dalam waktu satu hari. Bila orang lain atau Anda sendiri yang mengalami hal ini, hal pertama yang mungkin kita lakukan adalah marah, entah kepada orang lain, atau kepada Tuhan. Namun, tidak demikian halnya dengan Ayub. Ayub berbeda dengan kita, karena Ayub -- seperti yang Allah tahu -- memiliki iman yang tangguh, sehingga dia mampu bertahan.

Apa respons Ayub terhadap penderitaannya? "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (ayat 21). Mengapa Ayub bisa bersikap demikian? Pertama, Ayub memiliki persepsi yang berbeda tentang harta. Ia meyakini bahwa apa yang dimilikinya sekarang adalah kepunyaan Allah, datangnya dari Allah. Ayub menyikapi harta miliknya sebagai titipan Allah yang harus dimanfaatkan untuk kebaikan Kedua, persepsinya tentang harta membuat Ayub harus bertanggung jawab terhadap kepunyaan Allah tersebut. Itu sebabnya Ayub tidak merasa terikat dengan hartanya, juga oleh anak- anaknya. Ayub menempatkan anak-anak sebagai titipan Allah yang harus diasuh dan dididik dalam iman. Ketiga, Ayub menyadari bila tiba saatnya Allah akan mengambil kembali milik-Nya.

Renungkan: Jarang ada orang bersungut jika dianugerahi harta milik Allah. Jarang ada orang bersyukur jika kehilangan harta milik Allah. Bagaimana sikap Anda terhadap harta milik Allah?

(0.22) (Ayb 1:13) (sh: Tetap saleh (Kamis, 25 November 2004))
Tetap saleh

Babakan berikut dalam kehidupan Ayub lebih lagi membuat kita tidak percaya bahwa ia bisa demikian. Bukan saja saleh dan takut akan Allah bisa seiring terjadi dengan menjadi kaya dan berhasil; saleh dan tetap memuliakan Allah pun bisa seiring terjadi ketika Ayub tidak lagi punya apa-apa. Padahal bila sedikit saja kesulitan muncul dalam hidup orang lain, entah sudah bagaimana reaksi mereka terhadap Tuhan? Protes, sungutan, ancaman, atau apa lagikah biasanya reaksi Anda terhadap Tuhan ketika susah menyapa Anda?

Satu per satu milik Ayub dirampas Iblis darinya dengan menggunakan alat-alat seperti perampokan (ayat 14-15), kecelakaan (ayat 16), dan bencana alam (ayat 18-19). Menurut sang penutur kisah ini, malapetaka-malapetaka itu dan pelaporannya kepada Ayub tidak terjadi dalam selang waktu yang lama tetapi berturut-turut dalam waktu hampir bersamaan. Jika itu terjadi pada kita, kemungkinan besar kita akan mengalami lumpuh perasaan dan gelap pikiran. Bahkan, jika hanya oleh kesulitan kecil saja kita sudah mencak-mencak di hadapan Allah, kemalangan dahsyat seperti yang Ayub alami ini mungkin sekali akan membuat kita murtad.

Betapa menakjubkan gambaran tentang reaksi Ayub dalam penderitaannya itu. Ayub tidak protes, tidak bersungut, tidak menantang Allah, tetapi mengucapkan suatu pengakuan iman dan pujian yang sangat dalam kebenarannya. "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (ayat 21). Bagaimana mungkin terjadi pengakuan dan pujian demikian dalam kemalangan, seandainya Ayub menganggap harta dan anak-anaknya itu adalah miliknya? Bagaimana ia dapat tetap benar merespons kemalangan andaikata ia selama ini menjalani hidup yang tidak benar? Bagaimana mungkin ia bersyukur dalam kesulitan apabila ia tidak pernah mensyukuri kebaikan Allah sepanjang hidupnya? Bagaimana semua ini mungkin bila ia tidak terus menerus belajar meninggikan Tuhan dan tahu diri di hadapan-Nya?

Renungkan: Jangan kaitkan kerohanian dengan kondisi tertentu. Jadikan Allah pusat hidup entah bagaimana pun kondisi Anda.

(0.22) (Ayb 20:1) (sh: Penghakiman Zofar (Kamis, 1 Agustus 2002))
Penghakiman Zofar

Di akhir pasal 19 Ayub membuat dua pernyataan penting. Pertama pengakuan iman (ayat 19:25-27), kedua peringatan agar para sahabatnya tidak terus menghakimi dirinya (ayat 19:28-29). Namun, pernyataan Ayub tersebut malah ditanggapi Zofar dengan kemarahan (ayat 2). Ia terus mencurahkan kalimat-kalimat penghakiman yang berapi-api, dan bahkan meneruskannya dengan semacam permohonan agar kutukan Allah berlaku (ayat 23).

"Pelajaran" dari Zofar merupakan pertimbangan spiritual atas dasar logika sederhana. Dosa tidak akan menghasilkan keberuntungan apalagi kebahagian abadi. Sebaliknya, kebahagiaan orang berdosa hanya singkat usia (ayat 4-7), ia sendiri akan mati dalam kehancuran (ayat 8), orang-orang dekatnya akan menderita (ayat 9-11). Pendapatnya ini bukan hanya sekali ia ungkapkan, tetapi diulanginya lagi dalam ayat 12-28.

Salahkah atau benarkah Zofar berpendapat demikian? Ada benarnya bahwa Tuhan tidak mendiamkan, tetapi akan membuat dosa orang balik mengejar dan menimbulkan akibat-akibat buruk pada orang yang melakukannya. Karena itu, ucapan Zofar ini memang patut kita simak. Namun, pendapat Zofar ini sempit dan tidak mempertimbangkan beberapa faktor dan kemungkinan lain. Ia tidak mempertimbangkan kemungkinan bahwa penghakiman Allah itu ditunda sementara waktu dan baru berlaku pada penghakiman kekal kelak. Jadi, bisa terjadi bahwa dalam dunia yang sementara ini, orang jahat berbahagia dalam hasil-hasil yang didapatnya dari tindakan berdosa, sementara orang benar justru harus menderita karena tidak ambil bagian dalam dosa. Juga Zofar tidak membuka kemungkinan bagi orang berdosa untuk bertobat, memperbaiki tindakan salah, dan mengubah kelakuannya. Kesalahan Zofar paling serius adalah melihat realitas spiritual semata secara materialistis.

Renungkan: Sikap yang benar ialah kita taat kepada Tuhan dan firman-Nya bukan karena takut hukuman atau karena ingin mendapatkan pahala. Ketaatan dan kesalehan yang benar lahir dari keyakinan bahwa Tuhan benar dan baik adanya, dan karena itu kita bersyukur dan mengasihi-Nya.

(0.22) (Ayb 23:1) (sh: Di manakah Allah pembelaku? (Sabtu, 18 Desember 2004))
Di manakah Allah pembelaku?

Seorang anak diejek teman-temannya sebagai anak haram. Ia pulang ke rumah sambil menangis. Ia bertanya kepada ibunya. Sang ibu menjawab, "Nak, ucapan teman-temanmu tidak benar. Ayahmu memang telah tiada tetapi ibu ada di sisimu."

Pada pasal ini, perasaan Ayub mirip dengan perasaan anak tersebut yaitu membutuhkan kepastian. Ayub sepertinya tidak tahu harus bagaimana lagi menjawab dakwaan Elifas. Ia merasa tidak ada gunanya berbantah-bantah lagi dengan sahabatnya itu, yang tidak lagi mendukungnya. Oleh karena itu, Ayub mengarahkan pengharapannya kepada Allah. Ayub mengharapkan Allah bersedia mendengarkan pembelaan dirinya, bahkan berkenan pula menjawabnya (ayat 3-7). Ayub yakin bahwa ia tidak bersalah. Ayub juga yakin kalau Allah memeriksanya, maka Allah pun akan menemukan demikian (ayat 10-12). Persoalan yang muncul di sini adalah adanya perbedaan kepastian antara Ayub dengan anak tersebut. Kalau anak itu mendapatkan jawaban pasti dan langsung dari kata penghiburan ibunya, maka Ayub meragukan dapatkah ia bertemu dengan Allah (ayat 8-9)? Apakah Allah mau menerima semua pertanyaannya? Kalau Allah memang sudah menetapkan bahwa ia patut menerima dan mengalami penderitaan itu. Apakah mungkin Allah mau berubah pikiran (ayat 13-17)? Mungkinkah Allah menjadi pembelanya? Berbagai pikiran dan harapan itu berkecamuk menyedot Ayub ke dalam pusaran kecemasan.

Bergumul dengan penderitaan baik secara fisik maupun rohani memang tidak mudah. Penderitaan ini bertambah berat kalau orang-orang terdekat tidak bersimpati dengan penderitaan kita, malahan melontarkan berbagai gosip dan fitnah yang salah. Apalagi kalau yang tidak bersimpati itu adalah keluarga sendiri. Saat Anda merasa sendiri di tengah penderitaan, lebih baik Anda mencari Allah sebagai pembela. Meskipun mungkin Anda sempat meragukan kesediaan Allah membela, ingatlah bahwa Allah tidak pernah meninggalkan Anda.

Bersyukur: Syukur kepada Allah, sebagai anak Tuhan kita memiliki Yesus yang akan membela perkara kita di hadapan Allah.

(0.22) (Mzm 7:1) (sh: Kedaulatan Allah, Hakim yang adil. (Sabtu, 18 Maret 2000))
Kedaulatan Allah, Hakim yang adil.

Banyak hal terjadi dalam kehidupan kita yang seringkali membuat kita bertanya: "Mengapa    semuanya ini terjadi dalam hidupku, padahal aku telah    mempertahankan hidup benar di hadapan-Nya?" Daud pun mengalami    pergumulan yang sama. Dalam perjalanan hidup iman dan kesalehan    hidupnya di hadapan Tuhan, ia mempertanyakan berbagai tragedi    yang dialaminya. Daud tahu kepada siapa ia mengadukan semuanya    ini.

Di tengah segala tantangan, ancaman, dan penderitaan yang    disebabkan para lawannya, Daud berseru kepada Tuhan yang setia    mendengarkan doanya. Ia berani mengadu dan menyatakan    ketidakbersalahannya, karena keyakinannya akan hidupnya yang    benar. Melalui pergumulan dan jawaban doa, pengenalannya akan    Tuhan semakin bertumbuh. Ia menyadari adanya kedaulatan Tuhan    yang melampaui tindakan, kebenaran, pengertian, dan standar    manusia. Orang benar diizinkan mengalami berbagai tekanan,    ancaman, tantangan, dan pergumulan agar semakin mengerti arti    hidup benar di hadapan-Nya. Justru melalui pergumulan inilah,    ada sesuatu yang begitu istimewa yang dibukakan oleh Tuhan    tentang misteri pergumulan. Orang benar tidak seharusnya    meragukan kehidupan benarnya atau kesetiaan Tuhan kepadanya,    ketika dalam pergumulan.

Daud kenal Tuhan sebagai Hakim yang adil, yang akan murka    kepada orang fasik dan meneguhkan orang benar. Pada akhirnya    Daud menyaksikan bagaimana Tuhan bertindak menyelamatkannya    dengan cara-Nya sendiri. Tuhan memakai berbagai rencana dan    tindakan kejahatan justru untuk menunjukkan keadilan-Nya dan    menyempurnakan pembentukan anak-anak-Nya. Daud dapat bersyukur    ketika ia mengerti dan mengalami bagaimana keadilan-Nya berlaku    dalam kehidupannya.  Betapa leganya ketika dia menyaksikan    bagaimana orang yang merencanakan segala kejahatan itu ternyata    "kena batunya".

Renungkan: Pengalaman dalam kehidupan silih berganti antara    suka dan duka. Kristen hampir tidak pernah lepas dari pergumulan    karena hidup dalam dunia yang berlawanan arus. Teladanilah sikap    pengaduan Daud dengan motivasi mencari jawab dan kepastian    keadilan Tuhan bagi orang benar seperti dirinya. Dan    bersyukurlah bila kita tetap memiliki pengharapan akan keadilan    Tuhan. Ia pasti menyatakan keadilan-Nya.

(0.22) (Mzm 42:1) (sh: Merindukan Allah (Minggu, 12 Agustus 2001))
Merindukan Allah

Pernahkah Anda merasakan kegalauan rasa rindu yang tak terbendung ketika terpisah dari orang-orang yang Anda cintai? Hasrat seperti inilah yang dirasakan pemazmur.

Pemazmur merindukan Tuhan dengan hasrat yang sedemikian besar, tak tertahankan lagi dan harus segera mendapat pemenuhannya (ayat 1- 3). Ia haus, gundah gulana, tertekan, dan gelisah ketika menyadari keberadaan dirinya yang telah jauh dari Allah (ayat 3, 5, 6, 7, 12). Ia memenuhi hari-harinya dengan air mata karena celaan lawannya yang menikam tulang-tulangnya: "Di manakah Allahmu?" (ayat 4, 11). Ia sedemikian takut terpisah dari Allah sehingga berseru: "Mengapa Engkau melupakan aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh?" (ayat 10). Kerinduannya yang sedemikian dalam ini tidak terobati oleh album kenangan yang dipenuhi dengan memori indah. Ingatannya tentang sorak-sorai, nyanyian syukur, dan perayaan yang pernah dinikmatinya di rumah Allah, maupun kenangan manis yang menjadi sejarah tidaklah memuaskan hasratnya, tetapi sebaliknya justru membawanya semakin tenggelam dalam ketakutan, keputusasaan, dan kegelisahan hati (ayat 5-6, 7-8). Harapan satu-satunya, yang memungkinkannya untuk kembali bersyukur hanyalah ditemukan di dalam Tuhan.

Getaran rasa rindu yang sedemikian besar terhadap Tuhan seringkali tidak kita miliki. Hal ini dapat terjadi karena kita tidak menyadari bahwa kebutuhan kita yang terdalam, tidak lain adalah Allah yang hidup, sumber kehidupan kita (ayat 3, 9). Dialah sumber pertolongan yang melindungi dan memerintahkan kasih setia-Nya (ayat 6, 9, 12).

Renungkan: Apakah kita menyadari bahwa diri kita tidaklah mungkin dapat terpisah dari Allah karena kita tidak dapat hidup tanpa Dia? Dialah kebutuhan kita yang paling mendasar, dan tanpa Dia keberadaan kita tidaklah berarti apa-apa.

Bacaan untuk Minggu ke-10 sesudah Pentakosta

II Raja-raja 4:42-44

Efesus 4:1-6, 11-16

Yohanes 6:1-15

Mazmur 145

Lagu: Kidung Jemaat 402

Pa 6 Mazmur 40

Mazmur ini merupakan cerminan hati Daud tentang hasratnya yang sedemikian kuat kepada Tuhan. Hasrat ini terus bertumbuh seiring dengan pertumbuhan keyakinan dan harapannya yang tidak pudar melintasi berbagai problematika kehidupan. Hasrat ini bukanlah dibangun di atas harapan yang semu ataupun keyakinan yang tidak beralasan, melainkan dibangun di atas dasar kasih setia Tuhan yang dapat dipercaya.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Pada ayat 2-6 Daud memuji Tuhan atas apa yang sudah Tuhan kerjakan baginya. Bagaimanakah Daud menggambarkan pertolongan Tuhan kepadanya (ayat 2b-4a)? Apakah hubungan antara karya Tuhan ini dengan hasratnya kepada Tuhan (ayat 2a)? Dampak apakah yang dihasilkan oleh pertolongan Tuhan tersebut (ayat 4b)? Bagaimanakah hal ini mempengaruhi cara pandang Daud tentang Tuhan dan orang yang berbahagia (ayat 5, 6)?

2. Mengapakah Daud memohon agar Tuhan tidak menahan rakhmat-Nya melainkan segera menolongnya (ayat 12, 14)? Kesadaran tentang faktor-faktor eksternal (ayat 13a) dan internal (ayat 13b) apakah yang mendorongnya berdoa seperti ini? Apakah hasratnya kepada Tuhan menjadi luntur dalam situasi seperti ini (ayat 14b)?

3. Apakah yang menjadi harapan Daud bagi musuh-musuhnya (ayat 15) dan orang-orang yang mencari Tuhan dan mencintai keselamatan daripada-Nya (ayat 17)? Apakah dasar bagi harapan-harapannya?

4. Apakah dampak dari pertolongan Allah yang pernah dialaminya (ayat 2-11) terhadap pergumulan yang sedang dihadapinya (ayat 12- 14)? Bagaimana hal itu juga berpengaruh terhadap harapannya untuk masa yang akan datang (ayat 15-17)?

5. Bagaimana dengan kita? Bagaimanakah kita dapat menemukan keyakinan pada masa kesesakan dan harapan untuk masa yang akan datang? Apakah dasar bagi keyakinan kita akan pertolongan Tuhan?

6. Di tengah-tengah pergumulan kita sehari-hari, apakah kita memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan menunjukkan kasih setia-Nya untuk masa kini dan masa yang akan datang, sama seperti pada masa yang lampau? Hal-hal apakah yang menghambat proses ini?

(0.22) (Mzm 43:1) (sh: Allah tempat pengungsianku, sukacitaku, dan kegembiraanku (Senin, 13 Agustus 2001))
Allah tempat pengungsianku, sukacitaku, dan kegembiraanku

Kegelisahan-kegelisahan akibat berbagai tekanan hidup, perlakuan yang tidak adil, dan kondisi yang tidak aman seringkali menjadi beban yang memperberat langkah hidup kita. Di saat seperti ini kita membutuhkan adanya pembebasan, pembelaan, dan tempat peristirahatan yang dapat memulihkan sukacita kita. Kebutuhan akan hal seperti inilah yang melatarbelakangi lahirnya doa permohonan pemazmur. Namun dimanakah jawaban atas pergumulan ini dapat ditemukan?

Sebagaimana dalam Mazmur 42, demikian juga dalam Mazmur 43 ini, pemazmur diliputi kegelisahan yang sedemikian dalam. Ia diliputi ketidakmengertian, mengapa Allah yang adalah tempat pengungsian yang aman membuang dirinya sehingga ia hidup berkabung di bawah impitan musuh (ayat 2). Kekuatan dan jawaban atas pergumulannya ini terletak di dalam doa yang dipanjatkannya. Ia memohon agar Tuhan memperjuangkan keadilan dan perkaranya serta meluputkannya dari orang-orang curang yang menipunya (ayat 1). Ia berdoa memohon agar Tuhan memerintahkan terang dan kesetiaan-Nya untuk menuntunnya berjumpa Allah yang adalah sukacita dan kegirangannya (ayat 3-4).

Doanya ini mengubah kegelisahannya menjadi pengenalan akan Allah sebagai tempat pengungsian yang membuatnya bersuka dan bergembira. Doa ini telah membawa keletihan jiwanya pada tempat peristirahatan yang nyaman. Doa ini mengubah nada refrein lagunya, semula ia menyanyikan refrein lagunya dengan nada pilu dengan harap-harap cemas (ayat 42:6, 12), tetapi kini dengan nada optimis ia berkata: "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku, dan Allahku!" (ayat 5). Melalui kekuatan yang ditemukan dalam doanya ia menyadari bahwa tidak seharusnya ia merasa tertekan dan gelisah, karena ia memiliki pengharapan di dalam Allah yang menjadi penolongnya.

Renungkan: Apakah kita merasa tertekan, gelisah, terbuang, dan hidup di bawah impitan? Berharap dan berdoalah agar terang serta kesetiaan Tuhan menuntun Anda mendekat kepada Allah, dan nikmatilah persekutuan yang indah dengan-Nya.

(0.22) (Mzm 50:1) (sh: Spiritualitas Kristen (Senin, 20 Agustus 2001))
Spiritualitas Kristen

Ragam spiritualitas yang dikenal oleh masyarakat secara umum pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3. Pembagian berdasarkan pada apa yang ditekankannya. Ragam pertama menekankan pentingnya melakukan ritual keagamaan seperti mengadakan penyembahan dan persembahan sesaji. Ragam kedua lebih menekankan pentingnya perbuatan amal. Ragam ketiga menekankan keduanya. Termasuk yang manakah kekristenan? Bukan ketiganya.

Pemazmur nampaknya mengakhiri puisinya dengan memaparkan ragam spiritualitas yang ketiga yaitu memberikan tempat yang sama baik kepada ritual keagamaan dan moralitas tinggi (ayat 16-22, 23). Namun sebenarnya tidak. Pemazmur menekankan persembahan syukur bukan bakaran. Mengapa? Allah sendiri mengatakan bahwa Ia tidak membutuhkan segala macam korban persembahan sebab Ia adalah pemilik seluruh alam semesta (ayat 7-14). Apa yang akan manusia persembahkan sesungguhnya adalah milik Allah. Karena itu persembahan syukur merupakan bentuk ritual keagamaan yang paling tepat untuk dipersembahkan kepada Allah. Sebab melaluinya pengakuan bahwa apa pun yang dimiliki manusia adalah anugerah Allah sebab Ia pemilik dari semua yang ada (ayat 14-15). Namun bersyukur dengan tulus sebenarnya tidak mudah dilakukan. Penyebabnya adalah tingginya tingkat kemandirian manusia yang disebabkan karena kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk mengurangi tingginya tingkat kemandirian itu dan meninggikan persembahan syukur kepada Allah, manusia harus mempunyai pengenalan yang benar akan Allah yaitu bahwa Allah adalah Penguasa seluruh alam semesta (ayat 1), Ia adalah Allah yang tak terhampiri dalam kemuliaan-Nya (ayat 2) namun juga Allah yang terlibat dalam sejarah manusia (ayat 3), Allah adalah hakim yang adil yang akan mengadili siapa pun termasuk umat-Nya (ayat 4).

Renungkan: Jadi apakah spiritualitas kristen? Spiritualitas kristen adalah spiritualitas yang harus dimulai dengan pengenalan akan Allah yang benar, lalu diikuti dengan kehidupan yang penuh syukur dan bermoralitas tinggi. Sudahkah spiritualitas ini menjadi bagian dari hidup Anda? Manakah yang masih harus ditingkatkan dalam kehidupan spiritualitas Anda: pengenalan akan Allah, kehidupan yang penuh syukur, atau moralitas tinggi? Apa yang akan Anda lakukan?

(0.22) (Mzm 67:1) (sh: Berkat untuk bangsa-bangsa (Senin, 21 Juni 2004))
Berkat untuk bangsa-bangsa

Ingat perumpamaan yang diajar-kan Tuhan Yesus mengenai orang kaya yang bodoh? Orang itu mendirikan lumbung besar untuk menampung kelimpahan panennya, tetapi akhirnya mati tanpa menikmati kekayaan itu. Peribahasa Indonesia mengatakan, ayam mati di lumbung. Itulah jadinya orang-orang yang menumpuk kekayaan bagi dirinya sendiri, atau bagi keturunannya, tetapi tidak peduli orang lain. Kekayaan yang berlimpah seperti itu tidak menjadi berkat baginya.

Apakah berkat itu? Kapankah kekayaan, kekuasaan, kesehatan, dll. (yang menurut kategori manusia adalah berkat) benar-benar suatu berkat? Berkat adalah segala sesuatu yang Allah limpahkan kepada kita yang dapat kita nikmati dengan sepenuh-penuhnya. Kapankah kita bisa benar-benar menikmati berkat? Pada waktu kita berbagi dengan sesama kita tanpa pamrih dan tanpa pilih kasih. Jadi, kekayaan, kekuasaan, kesehatan, dll. adalah berkat tatkala bukan hanya kita, dan keluarga kita dan kroni kita yang menikmatinya, tetapi juga orang lain, sekeliling kita, sesama kita ikut berbagian. Berkat benar-benar menjadi berkat dan dinikmati waktu berkat itu menjadi berkat buat orang lain.

Mazmur 67 adalah mazmur berkat. Permohonan pemazmur agar Allah memberkati umat-Nya (ayat 2) adalah bermotivasikan agar semua bangsa mengenal Allah, menikmati berkat keselamatan-Nya, dan merasakan pemerintahan Allah yang adil (ayat 3,5). Pada akhirnya, pemazmur berharap semua bangsa bisa "memberkati Allah" yaitu bersyukur dan bersukacita karena Allah (ayat 4-6). Akhirnya juga, umat Israel benar-benar diberkati Allah.

Bagaimanakah caranya supaya bangsa-bangsa lain menerima berkat Allah? Yaitu dengan umat Israel membagi berkat-berkat yang mereka terima kepada bangsa-bangsa lain. Demikian juga sesama kita dapat menerima berkat dari Tuhan Yesus, kalau kita membagikannya dengan mereka.

Tekadku: Aku mau menjadi saluran berkat Allah kepada sesamaku.

(0.22) (Mzm 75:1) (sh: Keadilan Allah sumber harapan kita (Jumat, 22 April 2005))
Keadilan Allah sumber harapan kita


Mengeluh, mencurahkan gejolak hati saat mengalami kesulitan hidup (pasal 74), adalah wajar. Memuji Tuhan, bersaksi tentang kebesaran-Nya dalam situasi hidup sulit yang sama, wajarkah? Bila Anda menjawab tidak, bersiaplah untuk berubah sesudah merenungkan Mazmur ini!

Situasi dan kondisi boleh sama sukar dan muskil, namun orang beriman bisa maju lebih daripada sekadar bersikap jujur mencurahkan isi hati di hadapan Tuhan. Doa adalah perjumpaan riil dengan Allah. Selain mengakui keberadaan diri secara jujur, doa juga menjumpai dan mengakui keberadaan Allah secara jujur. Bila itu terjadi, firman yang Allah ucapkan akan terdengar ulang secara baru (ayat 3). Prinsip kebenaran dan penghakiman Allah atas orang berdosa dan kenyataan bahwa Allah tak akan membiarkan dunia yang dikasihi-Nya diluluhlantakkan oleh para pelaku kejahatan, bukan lagi teori. Dalam perjumpaan nyata dengan Allah, kebenaran itu akan menjadi kenyataan seturut waktu Allah (ayat 3a). Dari perjumpaan itu, mengalirlah syukur dan kesaksian akan kedahsyatan Allah dan keajaiban karya-karya-Nya (ayat 2).

Sumber harapan kita bukan beberapa aspek diri dan sifat Allah, tetapi keseluruhan-Nya. Kita cenderung hanya menekankan sifat pemurah dan kasih Allah. Padahal Allah menyatakan banyak lagi sifat diri-Nya yang harus kita kenali dan imani penuh. Apabila kita hanya mengimani kebaikan-Nya dan tidak percaya pada keadilan dan penghakiman-Nya, bagaimana kita beroleh penghiburan dan pengharapan menghadapi berbagai kejahatan dalam hidup ini? PeMazmur mampu bersyukur dan bersaksi kendati kesulitan masih menekannya, sebab ia menatap kepada kedaulatan dan keadilan Allah. Kekuatan sejahat sedahsyat apa pun, tunduk ke bawah perintah Allah (ayat 7-8). Kejahatan merajalela segila apa pun, pasti harus menenggak cawan murka Allah (ayat 9).

Renungkan: Perhitungkan Allah sepenuh yang Ia nyatakan dalam firman-Nya, baru Anda dapat memperlakukan kondisi hidup macam apa pun sebagai seorang pemenang.

(0.22) (Mzm 81:1) (sh: Musik sebagai sarana ekpresi iman (Jumat, 29 April 2005))
Musik sebagai sarana ekpresi iman


Mazmur pujian ini mengajak umat Tuhan untuk terlibat dalam satu ensambel kolosal. Musik dan nada meneruskan kata-kata untuk mengekspresikan sukacita dan syukur kepada Tuhan. Ada bahayanya perayaan kolosal seperti ini. Seperti Natal sering dirayakan keluar dari inti berita Natal karena nilai-nilai asing yang menyelinap di dalamnya (misalnya, Sinterklas), demikian juga perayaan pujian Israel di sini bisa kehilangan makna atau disusupi makna lain. Itu sebabnya dasar dan alasan memuji Tuhan tidak boleh dilupakan. Ia diatur dalam hukum Allah (ayat 5).

Pesan Mazmur ini jelas, pesan pembebasan. Israel pernah dilepaskan dari perbudakan Mesir oleh Tuhan (ayat 6-8). Oleh sebab itu Tuhan menuntut mereka untuk hanya menyembah Dia (ayat 9-11). Kenyataan bahwa Israel lebih memilih untuk hidup bagi diri sendiri (ayat 12), menunjukkan mereka gagal menghayati pesan ini. Akibatnya, mereka tidak bisa menikmati pembebasan mereka sepenuhnya. Ada belenggu hati yang belum dibebaskan (ayat 13). Hanya pertobatan yang sungguh akan membawa kembali mereka dalam tangan kasih setia Tuhan. Bila Israel taat dan setia, mereka akan menikmati Tuhan dan mengalami lagi pembebasan (ayat 14-17).

Tuhan terlalu besar dan terlalu agung sehingga berbagai sarana dipergunakan umat-Nya untuk membahasakan kebesaran dan keagungan Tuhan itu. Semua upaya manusia hanya bisa mengangkat ke atas permukaan sebagian kecil kebesaran dan keagungan Tuhan. Kidung pujian dan musik adalah salah satu sarana. Nyanyian yang diangkat ke atas ke arah Allah harus dibarengi dengan hati dan kehidupan yang tengadah ke atas agar pujian terharmoni, sepadan, dan senada dengan kehidupan. Apabila kehidupan tidak sesuai dengan jalan dan kehendak Tuhan, maka nada dan musik tidak lebih dari sebuah sarana yang sumbang dan lumpuh.

Renungkan: Pujian yang berarti dan dinikmati Tuhan bukan musik atau melodi yang indah, melainkan hati yang bersyukur dan sikap hidup yang memuliakan Dia.

(0.22) (Mzm 91:1) (sh: Menjadi seorang pangeran (Jumat, 21 Desember 2001))
Menjadi seorang pangeran

John Bunyan pernah menulis sebuah buku cerita yang indah sekali. Ketika Ia sedang dipenjarikan karena kesaksiannya tentang Injil. Buku itu berjudul Perjalanan Seorang Musafir. Dalam buku itu, ia menggambarkan bagaimana liku-liku kehidupan orang percaya bak sebuah perjalanan panjang menuju negeri kekal.

Mazmur hari ini pun berbicara mengenai kehidupan sebagai suatu perjalanan. Bagaimanakah kita sebagai orang-orang percaya harus menjalani hidup ini? Pemazmur berbicara mengenai percaya kepada Allah, tempat perlindungan yang sejati (ayat 1-2). Perjalanan hidup ternyata bukan sesuatu yang mulus tanpa rintangan (ayat 3-8). Melihat kenyataan ini, pemazmur mengulangi lagi keyakinannya bahwa Allah adalah benteng keselamatan (ayat 9). Orang yang percaya pada-Nya tak perlu gentar karena secara kongkret Allah melindungi orang-orang yang mengasihi Dia.

Di sini kita melihat gambaran yang amat indah. Allah begitu mengasihi kita, sehingga di dalam perjalanan hidup kita selalu ada bodyguard-bodyguard, yaitu para malaikat, yang diutus untuk menjaga kita. Kita adalah pangeran-pangeran kesayangan Allah (ayat 9-13). Meskipun kehadiran malaikat- malaikat di sekitar kita sering tidak kita sadari, namun mereka benar-benar nyata hadir dalam hidup kita.

Setelah pemazmur menyatakan imannya pada Allah karena Dia adalah tempat yang aman dan karena Dia memberikan perjalanan yang aman, kita sampai pada bagian yang mengejutkan. Ayat 14-16 merupakan respons Allah langsung sebagai jaminan keamanan karena kepercayaan yang ditunjukkan dalam ayat-ayat sebelumnya, karena hati yang sepenuhnya mencintai Allah begitu erat (ayat 14). Allah memberikan kasih setia-Nya kepada mereka yang berseru pada-Nya. Munculnya tujuh kali frasa "Aku akan . . . " menunjukkan suatu kepastian yang amat teguh, bahwa Allah pasti menjawab doa.

Renungkan: Sadarkah bahwa diri Anda adalah seorang pangeran kesayangan Allah? Maukah Anda bersyukur atas hal itu? Mari kita belajar mempercayakan keselamatan hidup kita pada-Nya. Wujud-kanlah konsep kebenaran ini dalam realitas hidup Anda tiap-tiap hari.

(0.22) (Mzm 92:1) (sh: Bagaimana pertumbuhan rohani Anda? (Kamis, 6 Oktober 2005))
Bagaimana pertumbuhan rohani Anda?

Posisi Allah dari seharusnya tertinggi dan tersentral dalam hidup anak-anak Tuhan bisa dengan mudah tersingkir oleh berbagai alasan. Berbagai masalah kehidupan maupun bermacam-macam kesibukan dan tanggung jawab sering kali membuat orang Kristen secara tidak sadar menggeser Allah dari pusat kehidupannya.

Mazmur ini mengingatkan orang-orang beriman tentang pentingnya secara sadar memposisikan Allah sentral dan utama dalam hidup mereka (ayat 9). Sebagai suatu nyanyian untuk hari Sabat (ayat 1), mazmur ini mengajarkan umat Tuhan untuk merespons baik berkat-berkat-Nya dalam ciptaan maupun tantangan-tantangan hidup yang mereka hadapi dengan sikap yang benar.

Yang membedakan orang beriman dari orang fasik adalah di mana mereka masing-masing memposisikan Tuhan. Sikap meninggikan Tuhan pada orang beriman terungkap jelas dalam kebiasaan mereka bersyukur kepada-Nya (ayat 2) dan hasrat mereka memberitakan kasih setia Tuhan sepanjang waktu (ayat 3). Orang fasik justru sebaliknya! Mereka tidak mengakui kebesaran Allah serta keagungan karya-karya-Nya karena mereka tidak menyadari bahwa semua realitas ini berasal dari Allah (ayat 7).

Prinsip Sabat adalah prinsip memposisikan Tuhan Allah di tempat tertinggi yang sesungguhnya sehingga semua yang lain akan berada pada posisi yang seharusnya. Bukan saja dalam situasi baik, dalam situasi tidak baik sekalipun sikap ini memberi pembebasan. Orang beriman tidak perlu dibelenggu oleh berbagai kekuatiran tentang kebutuhan hidup atau oleh ancaman-ancaman yang datang dari orang-orang fasik. Jika Tuhan yang bertakhta di surga bertakhta di hati, kita akan bertumbuh terus ke arah Dia (ayat 13-16). Sebaliknya, orang yang menggeser Tuhan ke luar hidupnya akan mengalami kekeringan rohani dan akhirnya binasa (ayat 8).

Renungkan: Apakah hidup Anda sedang bertumbuh ke arah Allah?

(0.22) (Mzm 97:1) (sh: Arti kehadiran-Mu (Selasa, 11 Oktober 2005))
Arti kehadiran-Mu

Ada satu persamaan ketika kita membaca kisah pertobatan para hamba Tuhan, yaitu kehadiran Tuhan yang mengubah kehidupan mereka. Namun, kehadiran Tuhan dapat membawa dampak berbeda bagi orang-orang yang menolak-Nya.

Sudah tiba waktunya Tuhan hadir di atas bumi. Sudah tiba saatnya, Ia memberitahukan diri-Nya di hadapan bumi dan semua isinya. Saat Ia hadir, keadilan dan hukum Tuhan diwartakan (ayat 2,6). Saat Ia datang, tidak ada satu pun ciptaan-Nya yang tahan menghadapi-Nya. Semua benda-benda alam bukanlah tandingan-Nya apalagi para musuh Allah (ayat 3-5). Mereka akan hangus dalam murka-Nya. Murka itu ditujukan-Nya kepada orang-orang yang terus-menerus menolak melakukan hukum-hukum-Nya (ayat 7), yang lebih menyukai sesembahan palsu. Orang-orang seperti itu akan melihat siapakah Allah yang sejati. Penyataan kemuliaan Allah yang sejati itu akan membuat mereka malu.

Dampak kehadiran Tuhan juga dirasakan oleh umat-Nya. Kehadiran Tuhan justru membuat mereka bersorak-sorai. Ketaatan umat Tuhan melakukan perintah Tuhan dalam suasana penyembahan palsu kini diganjar-Nya dengan kehormatan. Kesusahan yang dipikul umat-Nya digantikan-Nya dengan sukacita (ayat 8). Saat para musuh Allah dihukum, umat-Nya justru dibela-Nya (ayat 10-11). Bagi umat-Nya, masa kesusahan telah pergi, masa sukacita kini datang (ayat 12).

Taat melakukan perintah Tuhan dalam masyarakat yang tidak mengenal hukum-Nya memang sulit. Namun, kesulitan itu segera sirna saat kita mengizinkan Tuhan hadir. Kehadiran Tuhan membawa pengharapan bagi kita sehingga kita tetap bisa bersukacita dan bersyukur dalam keadaan sulit. Tidak untuk selamanya, Tuhan membiarkan kita menderita dalam kecaman musuh. Meski saat ini, kita belum melihat Tuhan menghukum mereka, namun waktu itu akan tiba.

Renungkan: Sudahkah Anda meminta Ia hadir dalam hidup Anda?

(0.22) (Mzm 105:1) (sh: Kebaikan Allah yang berlimpah (Kamis, 20 Oktober 2005))
Kebaikan Allah yang berlimpah

Mazmur sejarah ini unik karena tidak menyebut-nyebut sama sekali Daud dan keturunannya sebagai raja Israel. Mazmur ini ditulis pada permulaan masa sesudah pembuangan, ketika kerajaan Israel sudah hancur, tetapi umat Allah diizinkan oleh penjajah mereka kembali ke Tanah Perjanjian. Ada perasaan ketidakpastian dari umat, apakah Allah akan memimpin mereka pulang ke negeri mereka?

Pemazmur mengajak umat yang berada di persimpangan jalan itu untuk mengarahkan hati, pikiran, dan ibadah mereka kepada Allah. Dengan menggunakan berbagai kata kerja yang mengungkapkan aspek-aspek ibadah, seperti bersyukur, mengingat, bermegah, mencari, dst. (ayat 1-5), pemazmur ingin menggugah hati umat kepada perbuatan-perbuatan Allah pada masa lampau dalam hidup mereka. Betapa Allah telah menyatakan anugerah-Nya tak henti-hentinya kepada mereka sejak permulaan sejarah bangsa mereka (ayat 16-45), bahkan sejak cikal bakal mereka, yaitu Abraham, Ishak, dan Yakub (ayat 7-15). Satu hal yang ditekankan berulang adalah dalam setiap tahapan sejarah hidup umat, Allah terus memberkati, melindungi, dan menyertai mereka (ayat 12-15).

Sejak awal, Allah telah mengikatkan diri-Nya dengan perjanjian kekal kepada umat-Nya melalui Abraham, bahwa merekalah pewaris Tanah Kanaan (ayat 7-11). Perjanjian itu menempatkan Israel bukan hanya sebagai umat pilihan, tetapi juga yang diurapi (ayat 15), yaitu yang diutus untuk menjadi agen Allah menyatakan keselamatan bagi bangsa-bangsa. Itu sebabnya, salah satu aspek ibadah adalah memperkenal-kan Allah dan perbuatan baik-Nya kepada mereka (ayat 1b).

Melalui penyembahan yang benar, kita diingatkan akan kebaikan dan kemurahan-Nya atas hidup kita. Kita akan di-mampukan untuk menyerahkan seluruh hidup kita kepada tangan Allah yang berkuasa. Tangan yang berlubang paku itulah yang akan terus menopang hidup kita.

Responsku: ---------------------------------------------------------------- ----------------------------------------------------------------

(0.22) (Pkh 2:1) (sh: Menikmati hidup (Kamis, 30 September 2004))
Menikmati hidup

Pastor Henri Nouwen adalah seorang dosen di Universitas Harvard, Amerika yang sering menjadi pembicara dalam seminar di kalangan orang-orang terpelajar pada waktu itu, namun akhirnya ia meninggalkan semua kegiatan itu dan mengabdikan waktu, tenaga dan dirinya untuk melayani orang-orang yang mentalnya terbelakang di Belanda sampai ia meninggal di sana. Pastor Henri Nouwen memilih untuk menghambakan dirinya kepada Kristus dan tidak menerima pujian duniawi atas prestasi akademisnya itu.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Raja Salomo, yaitu ia menilai semua hal yang dulu menjadi kebanggaannya telah dianggapnya sia-sia. Raja Salomo adalah seorang raja yang kaya-raya, terkenal, berhikmat serta telah menikmati semua keindahan dunia ini (ayat 1-10). Akan tetapi, baginya menikmati hidup bukanlah terletak pada harta yang berlimpah, keberhasilan mencapai prestasi tertentu, menjadi orang terpandai di dunia melainkan berdasarkan pada anugerah yang diberikan Tuhan untuk dapat menikmati "pahit-manisnya" hidup ini (ayat 24-25). Sebab semua usaha yang dilakukan manusia dengan susah-payah untuk meningkatkan keadaan hidupnya menjadi lebih baik pada akhirnya akan sia-sia karena ia tidak akan membawa keberhasilannya itu setelah ia meninggal (ayat 16-17). Manusia yang berjuang untuk menjadi lebih kaya pada akhirnya kekayaan yang dikumpulkannya itu akan diambil oleh orang lain yang tidak layak menikmatinya (ayat 18,21). Tuhanlah yang menentukan siapakah yang akan menikmati hasil kerja keras orang tersebut (ayat 26).

Banyak orang yang dalam hidupnya menetapkan sasaran tertentu sebagai syarat keberhasilannya, tetapi ketika tidak dapat meraihnya menjadi orang yang kecewa, sedih, putus asa dan menganggap Tuhan tidak adil. Sebaliknya, ada beberapa orang yang mampu menikmati hidupnya meskipun ia tidak sukses. Bagaimana dengan kita?

Renungkan: Orang yang dapat menikmati hidup ini adalah orang yang mampu bersyukur dan menerima segala anugerah yang Tuhan berikan kepadanya.

(0.22) (Yes 11:1) (sh: Pemulihan (Senin, 20 Oktober 2003))
Pemulihan

Teks Alkitab hari ini berbicara mengenai pemulihan, mengenai suatu awal yang baru. Begitu indah kedengarannya: permulaan yang baru. Paling tidak ada tiga macam pemulihan yang dijanjikan oleh Allah, yang semuanya berkaitan dengan pemulihan hubungan. Setelah kehancuran, akan muncul sebuah tunas baru dari tunggul sebuah pohon. Tunas itu adalah keturunan Daud, seorang pemimpin yang akan menjadi wakil Allah yang setia di bumi. Pemulihan pertama adalah pemulihan hubungan antara manusia dengan Allah (ayat 1-5). Hal ini dinyatakan dengan seorang pemimpin manusia yang menaati Allah, yang digerakkan oleh Roh Allah. Ia tidak dapat melaksanakan tugasnya bila Roh Allah tidak menyertainya. Roh itulah yang memberikannya kemampuan dan ketaatan untuk menjadi seorang pemimpin yang berkenan di hadapan Allah, memulihkan masalah hukum dan keadilan.

Pemulihan kedua adalah pemulihan hubungan antara manusia dengan alam (ayat 6-9). Di sini pertama-tama dilukiskan adanya sebuah harmoni antara alam dengan alam itu sendiri. Namun, dinyatakan juga bahwa manusia dan alam tidak akan bermusuhan lagi. Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, alam menjadi musuh manusia. Pada akhirnya, hubungan antara manusia akan alam dipulihkan. Baik manusia maupun alam bercengkerama dan memuliakan pencipta mereka.

Pemulihan ketiga adalah pemulihan hubungan antara manusia dengan manusia (ayat 10-16). Sisa-sisa orang yang selamat akan dihimpunkan lagi, dan hubungan antara Yehuda dengan Efraim/Israel dipulihkan. Komunitas diperbarui untuk bersama-sama bersyukur kepada Allah yang menyelamatkan mereka.

Renungkan: Pemulihan total baru akan terjadi ketika Kristus datang kedua kali. Hari ini, jadilah agen pemulihan Allah dengan mengajak satu orang teman Anda memulihkan hubungannya dengan Allah, alam dan sesama.

(0.22) (Yes 25:1) (sh: Derita ada akhirnya. (Minggu, 15 November 1998))
Derita ada akhirnya.

Zaman sekarang begitu banyak orang yang memalingkan muka, menutup mata bila melihat atau mendengar kisah penderitaan yang tak kunjung berakhir. Mengapa? Selama ini banyak orang termasuk Kristen tidak mampu memahami penderitaan yang terjadi di tengah-tengah dunia ini. Penderitaan yang timbul karena peperangan dan kelaparan sebagai wujud keegoisan manusia; bencana alam sebagai wujud murka alam, dlsb. Namun untuk orang beriman, penderitaan merupakan demonstrasi Allah menempa, mengajar dan membina umat-Nya guna mempersiapkan umat mencapai puncak pengharapan bagi perwujudan keadilan dan kedamaian. Dalam pengharapan itu semua tekanan, serangan angin ribut, badai topan yang menghancurkan dan menyengsarakan manusia akan berhenti, kegagahan dan kesombongan ditiadakan, panas terik yang tidak membawa kenyamanan, ketenangan, dan kesejukan akan disingkirkan dari jalan hidup orang percaya. Itulah saat dimana Allah kembali memproklamirkan tindakan kasih dan kemurahan-Nya.

Bersyukur: hakikat hidup. Banyak orang percaya dewasa ini tidak mampu mengimbangi tindakan-tindakan atraktif Allah yang membebaskan itu. Padahal dalam setiap tindakan tersebut Allah melepaskan umat dari cengkeraman tangan musuh, membungkamkan semarak sorak-sorai musuh. Bahkan di zaman Perjanjian Baru ini, Allah menghancurleburkan gempita kemenangan dosa lewat pengorbanan Yesus Kristus. Tidak cukupkah semua ini membuat hati tergerak? Lihatlah rasa syukur umat karena kelepasan yang dari Allah. Allah yang tidak pernah melepaskan atribut kekekalan-Nya. Allah yang telah berlaku setia sebelum umat meresponi kesetiaan-Nya. Bersyukurlah untuk semua yang telah, sedang dan akan Allah lakukan dalam hidup ini.

Anugerah Allah adalah sumber kelepasan. Peristiwa demi peristiwa dalam sejarah umat Allah, telah membuktikan bahwa anugerah Allah dinyatakan bukan hanya pada saat manusia lemah, dan tak berdaya membebaskan dirinya, tetapi anugerah yang tetap ada dalam kelemahan manusia, anugerah yang memampukan manusia bertahan dalam kelemahan, anugerah yang menyatakan keajaiban rencana Allah bagi orang percaya. Inilah hakikat hidup sebenarnya sebagai dasar syukur umat percaya dan itu berlangsung terus hingga saat ini.

Doa: Terima kasih Tuhan untuk pembebasan dan penyelamatan dari tekanan kesengsaraan sebagai belenggu dosa.

(0.22) (Yes 52:13) (sh: Hamba yang menderita (Minggu, 14 Maret 1999))
Hamba yang menderita

Di jaman dulu maupun sekarang ini, tidak umum bila seseorang yang benar secara hukum membiarkan dirinya disiksa tanpa membuka mulut untuk pembelaan. Namun nabi Yesaya memaparkan kepada kita bahwa ada seseorang yang disebutnya Hamba yang menderita yang sanggup melakukan itu. Hamba itu diremukkan, dihina, diejek, diperlakukan sewenang-wenang. Tidak hanya itu, bahkan dalam kematiannya, dia dimasukkan dalam kalangan pemberontak (53:12). Bagi seorang manusia biasa penderitaan dan kesengsaraan yang dialaminya justru selalu diusahakan untuk dihindari (53:3). Yesaya memaparkan makna yang terkandung di balik penderitaan hamba itu. Dikatakan Yesaya bahwa semua itu adalah bagian dari kehendak dan rencana agung Allah demi korban penebusan salah bagi manusia (53:10).

Kristus Sebagai Penggenap. Nubuat hamba Tuhan yang menderita ini digenapi dalam diri Yesus Kristus. Sama sekali tak terlihat usaha pembelaan diri-Nya. Namun justru di sinilah letak rahasia keagungan kasih Allah. Dengan mempertaruhkan Putra-Nya, Sang Bapa merencanakan penyelamatan kita. Bagi kita, penyelamatan itu memang tanpa pembayaran apapun, tetapi dari sudut Allah, penyelamatan itu menuntut pengorbanan Yesus, Anak Tunggal Bapa. Benarkah sudah kita sadari bahwa Dialah Juruselamat kita pribadi? Coba kita baca ulang dan resapi kalimat yang tertulis pada ayat 5. Gantilah setiap kata "aku" dengan kata "kita". Kesan apa yang kita terima? Kasih yang tak ternilai. Menyadari kasih pengorbanan Yesus Kristus membuat kita mampu mengasihi siapa saja, tanpa harus memandang asal, keturunan, dlsb. Dan kita pun menjadi anak-anak Bapa yang mengenal damai dan bersedia membawa damai.

Doa: Ya Bapa yang kudus, sesungguhnya pengorbanan Putra-Mu yang Tunggal adalah anugerah terbesar yang kami terima dalam hidup ini. Ajar kami selalu bersyukur atas hal itu dan hidup sesuai dengan pembenaran-Mu itu. Amin.



TIP #12: Klik ikon untuk membuka halaman teks alkitab saja. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA