Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 981 - 1000 dari 4790 ayat untuk Sebagai (0.004 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.2651437) (Mat 5:13) (sh: Bukan masyarakat di balik pagar tinggi (Rabu, 3 Januari 2001))
Bukan masyarakat di balik pagar tinggi

Bukan masyarakat di balik pagar tinggi. Khotbah Yesus tentang garam dan terang dunia pada intinya menekankan bahwa Kristen tidak boleh hidup sebagai 'gated community' (masyarakat yang dipagari). Kristen harus berbaur dengan masyarakat sebab hanya Kristen yang dapat menjadi garam dan terang dunia. Apa artinya?

Garam mempunyai beberapa manfaat: sebagai penyedap masakan, sebagai pupuk, dan yang paling utama sebagai pengawet makanan karena garam dapat memperlambat pembusukan. Itulah gambaran tentang peran Kristen dalam masyarakat. Kristen dipanggil untuk menjadi disinfektan moral dalam dunia yang standar moralnya sangat rendah, selalu berubah, bahkan tidak ada sama sekali. Namun apakah Kristen dapat kehilangan keefektifannya bagai garam kehilangan asinnya? Sesungguhnya garam tidak dapat kehilangan asinnya, namun garam zaman Yesus tidak dihasilkan dari air laut yang diuapkan, namun dari rawa-rawa, sehingga banyak mengandung kotoran. Ketika garamnya larut, yang tertinggal hanyalah kotoran. Jadi dengan ungkapan garam menjadi tawar, Yesus ingin menegaskan bahwa Kristen dapat berperan sebagai garam jika mereka tetap mempertahankan norma-norma Kerajaan Allah di dalam hidupnya, jika tidak ia hanya seperti kotoran sisa garam.

Selain itu Kristen juga harus berperan sebagai terang dunia. Dalam PL dan PB, terang hampir selalu melambangkan kemurnian, kebenaran, wahyu, dan kehadiran Allah. Hanya kehadiran Kristen yang mampu melambangkan ketiga hal di atas dalam masyarakat dan Kristen harus memancarkannya dimana pun mereka berada (ayat 15). Bagaimana caranya? Kristen harus memperlihatkan wujud perilaku apa pun yang sesuai dengan kehendak Allah, walaupun akibatnya mengundang penganiayaan atas dirinya (ayat 10-12). Dengan cara itu masyarakat akan disadarkan betapa berdosanya mereka.

Renungkan: Norma-norma kerajaan Allah yang diterapkan dalam kehidupan warga-Nya akan menghasilkan saksi- saksi yang berkuasa seperti Saudara. Garam berfungsi mencegah kebusukan dan memperingatkan Kristen untuk tidak berkompromi dengan dunia. Sedangkan terang berfungsi untuk menerangi dunia yang gelap dan memperingatkan Kristen untuk tidak menarik diri dari dunia, sehingga dapat membawa masyarakat kepada kemuliaan Bapa di surga.

(0.2651437) (Mat 5:27) (sh: Kudusnya pikiran, kudusnya hidup (Kamis, 6 Januari 2005))
Kudusnya pikiran, kudusnya hidup

Kudusnya pikiran, kudusnya hidup. Ajaran Tuhan Yesus yang tidak mengizinkan perceraian kecuali karena perzinaan (ayat 32) sebenarnya menunjukkan dua hal. Pertama, pernikahan itu kudus maka tidak boleh sembarang bercerai. Kedua, perzinaan itu dosa maka cara penyelesaiannya harus radikal! Penyelesaian radikal harus mulai dari hati seseorang.

Yesus mengajarkan bahwa pusat kehidupan seseorang adalah hatinya. Kalau hatinya kudus, maka tingkah lakunya pun akan kudus. Sebaliknya kalau hati penuh pikiran busuk, busuk pula tingkah lakunya. Oleh sebab itu, jauh lebih penting menjaga hati dari pikiran-pikiran buruk daripada hanya mencegah perbuatan-perbuatannya. Yesus menegaskan hal tersebut dengan menyoroti dosa seksual yang seringkali tersembunyi, tetapi menggerogoti moral seseorang. Zina sudah terjadi tatkala seseorang memikirkannya di dalam hati (ayat 28). Bila hati sudah berpikiran kotor maka tubuh akan mudah dikendalikan untuk melakukan perbuatan-perbuatan najis.

Yesus memaparkan bahwa dosa bersumber dalam pikiran, sebelum terungkap dalam tindakan. Bagi Allah, manusia tidak bisa setengah-setengah dalam memenuhi kehendak-Nya. Bahkan dikatakan jika ada anggota tubuh yang menyesatkan kita, hendaknya kita memenggalnya (ayat 29). Ini menunjukkan kepada kita bahwa Allah menginginkan seluruh keberadaan kita memenuhi tuntutan Allah hidup saleh dan kudus. Kesalehan yang Allah inginkan bukan saja yang tampak di luar, tetapi yang bersumber di lubuk hati kita terdalam.

Oleh sebab itu, perlu tindakan drastis dan radikal untuk mengatasi dosa perzinaan. Kita harus rela menyingkirkan segala sesuatu yang bisa menjatuhkan kita kepada dosa seksual itu seperti bacaan pornografi, vcd porno, situs-situs porno di internet, dll. Semua itu bisa menjadi alat Iblis. Sebaliknya, isilah hati dan pikiran kita dengan hal-hal yang menyenangkan Tuhan, yang baik, dan yang membangun.

Renungkan: Perubahan revolusioner yang Allah ingin lakukan ialah pembaruan hati Anda.

(0.2651437) (Mat 22:15) (sh: Dua kewarganegaraan, dua kewajiban, satu hati (Sabtu, 3 Maret 2001))
Dua kewarganegaraan, dua kewajiban, satu hati

Dua kewarganegaraan, dua kewajiban, satu hati. Kristen di Indonesia memiliki dua kewarganegaraan: Indonesia dan Sorga, dua kewajiban: terhadap pemerintah RI dan Tuhan, tetapi keduanya ini harus diwujudnyatakan dalam kebulatan dan keutuhan hati, karena keduanya memang satu keutuhan pengabdian.

Inilah yang dipertegas oleh Yesus ketika menanggapi pertanyaan yang menjerat dari orang-orang Farisi yang mendapatkan dukungan dari orang-orang Herodian, yakni anggota-anggota suatu partai Yahudi yang menghendaki keturunan Herodes Agung yang memerintah atas mereka dan bukan gubernur Romawi. Mereka memperkirakan Yesus akan menjawab dengan 'ya' atau 'tidak' terhadap pertanyaan mereka (17). Yesus tahu maksud pertanyaan ini dan apa risikonya bila menjawab dengan salah satu di antara jawaban di atas. Jawaban 'ya' akan menimbulkan kemarahan mereka karena mengalami penderitaan di bawah jajahan Romawi, sedangkan jawaban 'tidak' akan memancing kemarahan pemerintah Romawi. Yesus menegur keras kejahatan dan kemunafikan hati mereka, serta dengan bijaksana menjawab pertanyaan mereka (18-21). Jawaban Yesus telah menggagalkan niat hati mereka yang jahat dan menelanjangi kemunafikan mereka (22).

Pelajaran yang kita dapatkan dari perikop ini adalah pengajaran Yesus tentang keberadaan Kristen yang seharusnya dapat menempatkan diri sebagai warganegara Indonesia dan Sorga dalam proporsi yang tepat dan benar. Benarkah sebagai warganegara Indonesia kita melakukan kewajiban sebagai bentuk pengabdian kita kepada bangsa dan negara, sehingga peran sekecil apa pun yang mampu kita lakukan telah menjadi pemikiran, sikap, sumbangsih, dan peran konkrit kita di tengah masyarakat? Apakah kita melakukan semuanya ini juga dalam rangka pengabdian kita kepada Allah, yang semata- mata tidak terkurung hanya dalam wadah keagamaan?

Renungkan: Peran ganda Kristen dalam dunia memberikan ruang lingkup yang luas untuk menyatakan perannya, baik sebagai warganegara yang memberikan sumbangsih nyata bagi bangsa dan negara maupun sebagai warga jemaat yang memiliki citra Kristen. Firman-Nya akan menuntun kita sebagai warganegara Indonesia dan Sorga dalam proporsi yang tepat dan benar.

(0.2651437) (Luk 2:21) (sh: Mengapa tidak belajar? (Senin, 27 Desember 2010))
Mengapa tidak belajar?

Judul: Identitas Yesus
Beranikah Anda menyerahkan hidup Anda kepada sosok yang tidak jelas identitasnya? Bukankah sama dengan membeli kucing dalam karung? Apalagi kalau hal itu berkaitan dengan masa depan yang berujung kepada kekekalan.

Siapa Yesus? Bagaimana kita bisa yakin bahwa Dialah yang dijanjikan Allah untuk keselamatan umat manusia? Peristiwa-peristiwa yang dipaparkan Lukas di perikop kita hari ini adalah petunjuk yang mengarah kepada identitas Yesus sebagai Mesias yang berasal dari Israel. Pertama, Yesus adalah keturunan Israel sejati. Maka kita melihat bagaimana Yesus tunduk kepada tuntutan Taurat, melalui ketaatan orang tuanya sebagai umat Israel yang saleh (21-24, 39). Kelak kita melihat penegasan Yesus sendiri bahwa Dia datang bukan untuk meniadakan Taurat, melainkan menggenapinya sepenuhnya (Mat. 5:17).

Kedua, Yesus adalah Mesias, ini dikonfirmasi oleh dua orang saleh yang sudah berusia lanjut, Simeon (25-35) dan Hana (36-38). Mereka mendapatkan penyataan dari Allah sendiri bahwa Yesus adalah Mesias, yang akan menjadi "keselamatan yang dari pada-Mu ... di hadapan segala bangsa ..." (30) dan jawaban bagi "semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem" (38).

Ketiga, Yesus sebagaimana dicatat oleh Lukas, "bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya" (40). Pernyataan ini adalah refleksi Lukas atas kisah Yesus yang didengar atau dibacanya (1:2), dan yang dalam penelitiannya mendapatkan keabsahan sebagai fakta sejarah.

Apa tanda yang jelas bagi hidup kita bahwa Yesus adalah Mesias sejati? Sudahkah firman Tuhan yang kita baca-gali menyatakan dengan jelas bahwa Yesus adalah Mesias? Adakah konfirmasi akan kemesiasan Yesus yang tampak dalam kehidupan kita yang sudah diubah? Justru hal ini yang dilihat orang yang ada di sekitar kita sebagai kesaksian bahwa Yesus yang kita sembah sungguh adalah Mesias!

(0.26242416666667) (Kel 7:18) (ende)

Djuga dalam keadaan normal air sungai Nil dapat berwarna kemerahan-merahan karena lumpur jang hanjut dalamnja. Tetapi di Mesir Utara ini djarang terdjadi, dan kalau terdjadi, tidak membawa akibat jang merugikan. Kalau bahala pertama dihubungkan dengan gedjala alam sematjam itu pastilah apa jang terdjadi itu demikian luar biasa, sehingga dapat dianggap sebagai isjarat jang sangat istimewa. Maka dari itu penulis berbitjara tentang air sungai Nil jang berwarna merah bagaikan tentang darah, karena ini merupakan peringatan bagi rakjat Mesir, bahwa djika mereka berkeras kepala memberontak melawan perintah Tuhan, akan ada pertumpahan darah. Pengarang kitab Kebidjaksanaan memandangnja sebagai hukuman terhadap pembunuhan anak-anak Hibrani (Wis 11:6).

(0.26242416666667) (Im 3:3) (ende)

Lemak jang ada isi perut mempunjai hubungan chusus dengan kehidupan dan buah pinggang dianggap sebagai tempat kedudukan segala rasa dan pikiran serta pusat kehidupan. Karena itulah bagian-bagian ini dibakar bagi Allah, seperti darahnja mendjadi bagian Allah jang chusus, oleh karena dianggap tempat kehidupan. Allah sadjalah mempunjai hak atas kehidupan dan karenanja bagian ini disampaikan kepadaNja sebagai pengakuan atas hakNja itu. Bagian-bagian lain dimakan oleh para imam dan keluarganja dan (kadang-kadang) oleh kaum awam jang mempersembahkan kurban itu. Pasal ini tidak menggambarkan djamuan kurban.

(0.26242416666667) (Ul 31:16) (ende)

Penulis Deut. memandang penjelewengan kelak sebagai hal jang telah diramalkan didjaman Musa. Kemerosotan itu adalah akibat dari kontak dengan penduduk Kanaan beserta dengan agamanja. Rakjat seakan-akan telah diberitahukan sebelumnja: dan pada djaman penjelewengan maka hukum merupakan tuduhan jang terus-menerus bagi mereka.

Dalam kenjataan penulis mengarahkan dirinja kepada orang-orang sedjamannja dan hendak menarik mereka kembali dari kemerosotan iman.

Sebagai kesaksian tentang dosa mereka ia mengadjukan Hukum Allah sebagaimana jang dirumuskan didalam kitab Deut (Ula 31:24-27). Akan tetapi disamping itu dengan maksud jang serupa dibubuhkannja pula sebuah njanjian. Aj. (Ula 31:19-22) merupakan pengantar bagi njanjian itu.

(0.26242416666667) (Ul 32:8) (ende)

Allah adalah Tuhan segala suku bangsa dan menjediakan wilajah bagi mereka masing-masing. Menurut gambaran kuno jang masih ada djedjaknja disini: tiap-tiap dewa mempunjai daerahnja sendiri-sendiri sedangkan disini dititik-beratkan pada kenjataan bahwa semua kekuatan-kekuatan itu ada dibawah Jahwe dan achirnja Dialah jang mengatur segala-galanja. ia telah memilih bangsa Israil sebagai milikNja sendiri. Demikianlah maka bangsa Israil mempunjai djaminan akan mendapat perlindungan dari Jahwe jang berdiri diatas semua kekuatan-kekuatan lainnja. Mungkin djuga disini pengarang berpikir akan hubungan seorang maharadja dengan rakjatnja sendiri: sedangkan bangsa-bangsa lainnja jang tunduk kepadanja dikepalai oleh seorang radja bawahan sebagai wakil daripadanja.

(0.26242416666667) (Yos 1:1) (ende)

JOSJUA

TJATATAN TENTANG SENI PENULIS SEDJARAH DALAM PERDJANDJIAN LAMA

Permulaan seri kitab2 Perdjandian Lama, jang umumnja disebut kitab2 “sedjarah” ini, kiranja sangat pada tempatnjalah didahului dengan uraian singkat tentang dalih, jang dikenakan para pengarang, ketika mereka mnjusun kitab2 mereka. Dengan mengingat asas2 jang sama pula hendaklah karja mereka dibatja, untuk dapat dipahami dan tidak disalah-tafsikan. Dalih2 mereka berlainan dengan asas2 penulis sedjarah moderen; dan apabila orang membatja kitab2 mereka dengan berlandasan dalih moderen, tidak boleh tidak orang akan sesat djalan. Peringatan ini perlu bagi si pembatja moderen, karena manusia moderen itu “history-minded” menurut asas2 moderen, dan oleh karenanja se-akan2 setjara spontan membatja Kitab Sutji dalam tjahaja asas2 tersebut.

Adapun asas pertama ialah, bahwasanja para pengarang Perdjandjian Lama itu adalah pengarang Sedjarah keigamaan, bukannja ahli ilmu sedjarah. Mereka mengutarakan kedjadian2 jang lampau demi untuk nilai dan arti keigamaannja, djuga bagi angkatan2 jang akan datang. Menurut pendapat mereka, dibelakang seluruh kedjadian itu berdirilah Allah Israil sebagai pelaku, jang memaklumkan diriNja dalam sedjarah dan memimpinnja akan keselamatan umatNja jang terpilih. Inilah jang hendak diperlihatkan dan diberitahukan para pengarang kepada pembatja2 mereka. Untuk itupun mereka diilhami Roh Kudus.

Dari asas pertama itu berikutlah asas kedua: Para pengarang, djadi djuga Roh Kudus, hendak menjadjikan sedjarah jang sungguh2, jakni tjampur tangan riil oleh Allah dalam kedjadian, jang tersembunji dalam dan dibelakang banjak faktor insani. Inilah sebabnja maka Allah seringkali tampil setjara langsung dalam Kitab Sutji, dalam penampakan2, mukdjizat2 dan sabda2 jang diutjapkanNja. Tjorak agama Jahudi *dan Kristen) mengharuskan, bahwa agama itu berdasarkan kedjadian2 jang sesungguhnja, bukannja pada chajalan. Para pengarang, jang kepadanja, sunguh2 hendak mengatakan dan membenarkan sesuatu tentang kedjadian lampau jang njata. Dan siapa jang pertjaja akan Kitab Sutji dan inspirasi haruslah menerima pembenaran ini didjamin oleh Allah sendiri.

Akan tetapi – dan ini merupakan asas ketiga – pembenaran jang terdjamin itu pada dirinja tidak berlaku lebih djauh daripada historisita asasi pemberitaan itu; dan dengan mutlaknja hanja mengenai garis besar historis keseluruhannja sadja. Dari segi keigamaan – inipun pendirian para pengarang sendiri – tidak diminta lebih banjak djuga. Hanja pembenaran fundamentil besar Kitab Sutji berkenaan dengan sedjarah sadjalah, jang harus diterima persesuaiannja dengan kedjadian jang objektif.

Demi untuk pembenaran fundamentil itulah para pengarang mengumpulkan berita2 dan bahan2 mereka dan menjusun karja mereka. Dalam usaha itu bagi mereka tidak tersedialah alat2 ilmiah ilmu sedjarah moderen, hal mana djuga sama sekali tidak perlu untuk maksud mereka. Bahannja diambil para pengarang dari sumber2 jang sangat berlainan tjoraknja, mulai dari hikajat2 rakjat samai ke arsip2 negara. Dengan itu mereka menjusun kisah mereka tanpa banjak pernjelidikan, menurut rantjangan dan maksud mereka. Hasilnja ialah gambaran murni mengenai masa lampau dalam garis2 besarnja.

Mengingat tjara kerdja ini, para pengarang dan Roh Kudus, tidak bermaksud membenarkan begitu sadja segala hal sampai perintjian2nja. Ini hanja dilakukan apabila dan sedjauh hal, itu perlu bagi pembenaran fundamentil. Pembenaran sampai perkara jang ketjil2 itu oleh karenanja djuga memungkinkan perbedaan, tingatan2 dan tjorak2. Seringkali djuga tidak mungkin lagi, untuk menentukan tingaktan pembenaran sedemikian itu sampai perkara jang ketjil2. Namun demikian, orang tidak boleh mengatakan begitu sadja, bahwa mereka tidak lain dan tidak bukan mau membenarkan garis besarnja dan bahwa perkara jang ketjil2 itu tidak pernaj mendjai bahan pembenaran. Ini sama tidak tepatnja dengan menjatakan, bahwa mereka selalu membenarkan segala berita mereka.

Dari asas tersebut diatas dapatlah ditarik keismpulan, bahwa para ahli mendapat kebebasan penjelidikan jang amat besar berkenaan dengan bagian2 ketjil dan hal2 chusus dari sedjarah perdjandjian lama itu. Historisitanja jang terperintji dapat dan harus ditentukan dnenga penggunaan asas2 jang diambil dari ilmu pengetahuan moderen. Untuk sebagian besar bergantunglah semuanja itu dair sumber2 jang digunakan Kitab Sutji, sekadar tjoraknja masing2 dan nilah sedjarahnja. Untuk tiap hal tersendiri haruslah itu diselidiki dan ditentukan lebih landjut.

Bagi si pembatja bukan ahli, jang membuka Kitab Sutji, satu2nja pendirian jang boleh dipertanggungdjawabkan ialah, bahwa ia membatja Kitab Sutji dengan djiwa mana kitab2 itu telah ditulis. Djadi terangnja sadja, dengan pendirian keigamaan. Ia harus memperhatikan garis2 besar dan pembenaran fundamentil, sedang mengenai bagian2 jang ketjil hendaklah sikapnja sangat terbuka. Tidaklah banjak gunanja, tiap2 kali bertanja lagi: adakah ini atau itu sungguh terdjadi, adakah ini atau itu sungguh terdjadi seperti jang dikisahkan. Kalau begitu, orang membatja Kitab Sutji sebagai buku sedjarah dan bukannja sebagai pewahjuan Allah didalam sedjarah. Itu bukanlah pendirian para pengarang, jang tidak mau menandaskan sedjarah. Itu bukanlah pendirian para pengarang, jang tidak mau menandaskan sedjarah, melainkan Allah sedjarah. Itupun jang diinginkan dan diandaikan mereka pada para pembatja.

JOSJUA

PENDAHULUAN

Seri Kitab2 Perdjandjian Lama, jang merupakan kepustakaan sedjarah umat Allah dalam fasenja jang pertama, dimulai dengan kisah tentang pendudukan tanah, jang telah didjandjikan dibawah sumpah oleh Jahwe kepada para nenek-mojang. Itu adalah langkah kedua dalam pemenuhan sabda Jahwe dan landjutan sedjarah, jang tertjantum dalam kitab2 Musa. Tokoh utama kisah tersebut. Mempunjai nama jang sangan kena, jakni Josjua’ (atau Johosjua’): “Jahwe adalah pertolongan” atau “Jahwe adalah keselamatan”. Itu adalah nama simbolis bagi tokoh jang amat riil, jang merupakan perorangan serta perwudjudan dari pertolongan dan keselamatan dimasa jang amat genting dalam sedjarah Israil. Joshua’ adalah pemimpin kedua umat Allah dan pengganti dari pendiri, jang diutus Allah, jakni Musa, untuk menjelesaikan lebih landjut pekerdjaan jang sudah dimulai.

Dibatja sekali sadja, kitab itu memberikan kesan suatu kesatuan jang sangat kompak dalam pelbagai segi. Kisahnja hanja mengenai suatu masa jang pendek, hanja setengah umur manusia. Josjua’ sudah landjut umurnja, ketika ia mulai memegang pimpinan (4, 23; 14, 12). Dan ketika ia pulang kepangkuan nenek- mojangnja dalam usia seratus sepuluh tahun, jang amat tua dan terberkati itu (24, 29), tanah itu sudah direbut dan di-bagi2. Ia mendjadi pembesar bangsa Israil, jang sungguhpun terdiri atas tigabelas suku, namun berdiri dibelakang pemimpinnja sebagai masa jang kompak dan rukun dan jang dengan sukahati mendjalankan perintah2nja serta pemerintahannja.

Karja Josjua’ berlangsung dalam tiga fase jang djelas dapat dibedakan, tapi erat gandingannja dan merupakan kelandjutan satu sama lain. Demikianlah rangka kitab itu. Sesudah pengantar pendek, jang memperkenalkan Josjua’ (1, 1-9), bagian pertama (1, 10-12, 24) lalu memebrikan ichtisar pendudukan tanah itu. Setelah penjeberangan sungai Jarden setjara adjaib-itu batas alamiah Kena’an (1, 10-4, 24), rakjat disunat dan perajaan Paska dilangsungkan (5, 1-12). Lalu dikisahkan setjara agak pandjang-lebar dua gerakan tjepat untuk merebut Jeriho (5, 13-7, 24 dan ‘Ai’ (8, 1-29). Permulaan jang berhasil baik itu dikuntji dengan upatjara keigamaan jang meriah (8, 30-35). Israil bertapak kukuh ditanah perdjandjian dan mendapat landasan kuat untuk gerakan2 selandjutnja. Daerah sekitar Gibe’on, hampir dipusat tanah itu, ditaklukkan tanpa pertempuran (9, 1-27). Kemudian suatu koalisi lima radja dari selatan tanah itu ditumpas (10, 1-27) dan seluruh daerah selatan djatuh kedalam tangan Israil (10, 28-38). Suatu koalisi pelbagai radja diutara dialahkan djuga (11, 1-23), dan bagian tanah itupun mendjadi milik umat Jahwe jang terpilih. Dalam bagian kedua (13, 1-21, 45) daerah, jang direbut ber-sama2, di-bagi2 antara suku2, sehingga masing2 mendapat bagiannja. Djuga kepada kaum Levita, meskipun tidak memperoleh daerah tersendiri, atas perintah Jahwe, ditundjuk kota2 seperlunja dengan djadjahan sekitarnja sebagai tempat tinggal di-tengah2 susku2 lainnja (20, 1-21, 45). Baigan terachir (22, 1-24, 31) mengisahkan achir djalan hidup Josjua’. Suku2 seberang Jarden pulang kedaerahnja masing2, setelah tugas mereka selesai, untuk berbakti kepada Allah nenek-mojang mereka disana dan untuk mendiami daerah mereka dengan aman-tenteram (22, 1-89). Perpetjahan jang mengantjam suku2 dapat ditjegah (22, 9-34). Josjua’ lalu membuat surat wasiat rohaninja, dalam mana kesetiaan kepada Jahwe ditandaskan lagi (23, 1-16) dan dibaharui pula perdjandjian jang diadalkan dengan Jahwe di Sikem (24, 1-28); lalu suku2 bertolak kedaerah jang ditunjdjuk bagi mereka (24, 28). Penuh dengan berkah dan kemsjhuran dapatlah pahlawan besar Israil itu beristirahat dalam ketenteraman, (25, 29-31. Seluruhnja ditutup dengan beberapa tjatjatan singkat tentang makam Jusuf dan imam Ele’azar (24, 32-33).

Didalam reng2an jang terang benderang dan dengan komposisi sastera jang bermutu itu kitab Josjua’ menjadjikan dengan sama therdiknja djaman sedjarah Israil dalam penggambaran jang sangat muluk kepada para pembatja. Memang soalnja bukan mengenai pemberitaan peristiwa2 belaka, melainkan komposisi jang muluk. Kenjataannja djauh lebih ruwet daripada jang digambarkan dalam kitab tersebut, kendati dapat diketemukan djuga tanda2nja. Semuanja dirantjangkan dan disusun kearah tudjuan tertentu, jang tidak memerlukan laporan jang terperintji dan teliti. Boleh djadi si penjusun kitab tidak mampu djuga menjusun laporan sematjam itu, karena kurangnja keterangan2. dengan apa jang tersedia baginja, ia toh mau menjadjikan, mungkin lebih tepat mau menjusun, suatu ichitsar umum tentang perebutan negeri itu.

Menggambarkan kembali kedjadian sedjarah setjara teliti dan sesuai dengan kenjataan, adalah dan tetaplah sukar dan sangat hipotetis. Bahkan tidak mungkinlah menentukan dengan kepastian jang mutlak, dimasa mana tepatnja Israil masuk Kena’an. Hal ini berganding erat dengan soal tanggal keluarnja Israil dari Mesir, jang djuga tidak pasti. Orang dapat memilih tanggal masuk antara waktu sekitar tahun 1350 dan sekitar tahun 1250. Dalam hal jang pertama orang dapat menggunakan surat2 tell-Amarna untuk menentukan lebih landjut keadaan2 di Kena’an. Surat2 tersebut adalah surat-menjurat politik para Fare’o Mesir djaman itu dengan pembesar2 diluaran serta takluk22nja. Termasuk dalam golongan inipun radja2 dan walinegeri2 Mesir dari Kena’an. Namun para ahli lebih tjenderung untuk menanggalkan masuknja Israil itu sekitar 1250; dan dalam hal ini surat- menjurat tadi tidak memberikan keterangan langsung tentang suasana tanah jang dimasuki Israil itu. Tetapi pendapat ini lebih sesuai dnegna apa jang diandaikan kitab Josjua’. Sebab didalamnja sama sekali tidak di-sebut2kan Mesir sebagai kekuasaan jang dapat memperlihatkan kekuatannja; dan bahwasanja Israil, jang baru keluar dari Mesir, hendak menetap didaerah jang takluk kepada Mesir, kiranja sangat tidak mungkin. Kendati demikian, keadaan2 di Kena’an sekitar tahun 1250 rupa2nja ada banjak persesuaiannja dengan keadaan, jang disebutkan dalam surat2 tell-Amarna. Kekatjauan dan kerusuhan, jang nampak dimana2 di Kena’an, malahan bertambah, bukannja berkurang. Mesir tidak lagi mendjalankan kekuasaannja disana dan kedaulatannja hanja suatu chajalan juridis belaka. Mesir diantjam di-perbatasan2 utara oleh serangan bangsa2 jang berasal dari Asia. Hanja diketahui, bahwa Fare’o Merneptah dalam tahun 1223 mengadakan perlawatan di Palestina lawan bangsa2 Asia dibawah pimpinan orang2 Het. Dalam naskah kemenangan disebutkan pula Israil. Oleh karenanja anehlah, bahwa dalam kitab Josjua’ Mesir tidak memainkan peranan. Kemudian dalam dokumen2 disebutkan “bangsa2 lautan”. Salah satu dari antaranja ialah orang2 Felesjet, jang achirnja berhasil mendjedjakkan kakinja di-pantai2 Kena’an dan dalam Kitab Sutji memainkan peranan jang besar tapi buruk. Didalam kitab Josjua’ itu sendiri betul orang2 Felesjet disebutkan, tapi tidak memainkan peranan jang aktif sebagai musuh dan lawan terhadap Israil jang merembes, sehingga kelihatannja didjaman itu mereka belum menetap di Kena’an dalam bentuk organisasi jang kuat. Ajat 13, 2, jang menjebutkan dengan djelas orang2 Felesjet, kiranja termasuk tambahan redaksionil. Sedangkan kelemahan Mesir mengakibatkan adanja kekusutan lengkap di Kena’an tanpa kesatuan kedalam. Tanah itu didiami oleh sedjumlah bangsa dari pelbagai asal, jang dalam peredaran djaman telah menetap disana disamping penduduk aseli, orang2 Kena’an, dan jang mendesak mereka itu ke-daerah2 tertentu. Kitab Sutji dan djuga kitab Josjua’ biasanja menjebutkan keenam bangsa ini: orang2 Het, Amor, Hiw, Kena’an, Periz dan Jebus (12, 8; 3,10). Bangsa2 itu diorganisir dalam sedjumlah besar keradjaan kerdil, jang terdiri atas kota ketjil jang berbenteng dengan daerah djadjahannja. Kitab Josjua’ menjadjikan daftar tigapuluh radja jang ditaklukkan disebelah barat sungai Jarden (12, 9- 20), djadi suatu djumlah beasr keradjaan bagi tanah jang tak seberapa luasnja. Keradjaan2 dan kota2 itu tidak merupakan pula sematjam persatuan federal atau malahan persatuan jang tidak begitu mengikat, tetapi sebaliknja sering bermusuhan. Betul ada kalanja mereka bergabung lawan musuh bersama, seperti lawan Israil jang masuk (9, 1:10, 1-5; 11, 1-4), tetapi tida pernah sedemikian rupa, hingga mereka merupakan kekuasaan jang besar. Radja2 setempat itu tidak mentjari kekuatan mereka dalam persekutuan politik, melainkan dalam pengukuhan jang hebat kota2 mereka. Kebudajaan penduduk Kena’an sudah mentjapai taraf jang agak tinggi; bagaimana djua mereka lebih madju dari suku2 primitif Israil. Kebudajaan tinggi ini antara lain ternjata dari pemakaian besi, beih2 dalam persendjataan ,dan dalam pemaiakan kuda didalam peperangan (11, 1-9; 17, 14-18). Lagi pula penduduk Kena’an mengadakan hubungan dagang dengan luar negeri (7, 21). Kekusutan politik ditanah itu sebagai akibat kelemahan Mesir Mentjiptakan sjarat jang perlu bagi masuknja Israil. Bangsa Israil tidak pernah bertapak kukuh ditanah itu, sekiranja Mesir dapat mendjalankan kekuasaannja atau sekiranja penduduk Kena’an bergabung mendjadi satu.

Masuknja Israil itu rupa2nja tidak berdjalan dalam masa jang kompak dan dioraganisir, seperti jang dandaikan kitab Josjua’. Tapi tepatnja suatu proses, jang berlangsung dalam pelbagai fase. Mula2 suku2 tersendiri, jang setjara damai menetap didaerah jang sedikit penguninja, terutama dipegunungan. Malahan tidak mustahillah, beberapa suku tidak pernah diam di Mesir, tetapi selalu tinggal di Kena’an dan mengulurkan tangan kepada saudara2 mereka, jang dari gurun mentjari tanah penggembalaan bagi ternaknja. Orang2 pengembara itu sama sekali tidak mahir dalam peperangan dan dalam siasat pengepungan, sehingga kota2 itu, sekiranja mereka mau, toh tidak dapat dimasuki mereka. Mereka harus mentjari tanah itu dimana tiada kota dan penduduk, jakni di pengunungan2. dari sana mereka agaknja djuga mengadakan hubungan setjara damai dnegan penduduk negeri, jang dipusatkan di-kota2. baru kemudianlah suku2 Israil mulai mengadakan gerakan perebutan dnenga kekerasan sendjata, dalam hal mana Israil berhasil menduduki beberapa kota. Tetapi lamalah keadaannja toh begitu rupa, hingga penduduk aseli tetap menguasai kota2 dan lembah2, sedangkan Israil berkediaman dipegunungan. Persendjataan Kena’an jang lebih unggul tidak memberikan kemungkinan kepada mereka untuk menghadapi pertempuran dipadang terbuka. Perebutan2 jan ditjapai adalah lebih ahsil tipu-muslihat daripada pertempuran. Israil harus berdjuang lama, sebelum ia sngguh2 dapat disebut pemilik tanah jang didjandjikan. Peperangan itu berlangsung selama djaman para hakim sampai Swqud, dan dalam pada itu Israil sering mengalam keadaan jang sangat gawat. Kitab para Hakim menjadjikan gambaran sedjarah jang lebih murni tentang perbutan tanah itu daripada gambaran selajang pandang jang diidealisir dalam kitab Josjua’.

Adapun kitab ini meng-hubung2kan seluruh proses jang ruwet dari perembesan setjara damai dan perebutan dengan kekerasan itu dengan tjara jang dirangkakan serta diidealisir disekitar tokoh Josjua’. Beberapa petilan dan selingan dikisahkan dnengan pandjang-lebar, sedangkan lain2nja hanja ichtisarnja sadja dan kebanjakan dilewatkan atau disana-sini meninggalkan bekas jang njaris dapat diketahui. Dalam penjusunan kitab tersebut chronologi tidak banjak diindahkan, dan kedjadian2 jang berdjauhan di-hubung2kan satu sama lain atau dengan Josjua’, tanpa ada hubungan sematjam itu menurut kenjataannja. Bahkan situasi2 djauh kemudian diprojektir kemuka, sebaimana lebih2 halnja dengan bagian tentang pembagian jang diidealisir mengenai tanah itu oleh Josjua’, hal mana lebih didasarkan atas situasi semasa daripada atas dasar sedjarah.

Mengidealisir dan merangkakan kedjadian2 itu belumlah berarti begitu sadja memalsukannja. Djelaslah kitab Josjua’ itu bukan laporan historis, sebagaimana djuga tidak demikian pula dengan kitab manapun djua dari Prdjandjian Lama atau Baru. Ahli sedjarah moderen tentunja akan berlainan sekali tjara kerdjanja daripada pengarang kiab tersebut. Tetapi tuduhan “pemalsuan sedjarab” terhadap pengaragnja, sama sekali tidak pada tempatnja. Menamakan kibtab tersebut sebuah kumpulan “hikajat dan dongeng”, karena tidak sesuai dengan pendapat2 moderen, melampaui batas2 kritik jang lajak. Memang sungguh benar, bahwa banjak kisah di- hubung2kan dnegna nama tempat2 tertentu atau dengan sisa2 tertentu dari djaman lampau (4, 9; 5,9; 7,16; 8,29; 9,27; 10,27; 14,14) dan harus memeberikan keterangan atasnja. Tidak perlu diterima pula, bahwa kedjadian itu sungguh merupakan keterangan gedjala tertentu. Didalam tradisi atau oleh si penjusun dapatlah di-hubung2kan kedjadian2 tertentu denagannja sebagai keterangan, walaupun itu sesungguhnja tiada sangkut-pautnja dengannja dan oleh karenanja djuga tidak dapat merupkan keterangan historis. Tetapi ini tidak berarti, abhwa lalu kedjadian2 itu sendiri adalah chajalan sebagai keterangan tentang gedjala dari djaman kuno. Sama mungkinnja, bahwa peristiwa itu sendiri adalah sangat riil, meskipun hubungannja dengan tempat atau monumen tertentu lebih bertjorak idiil. Djuga kenjataan, jang mesti diterima, bahwasanja dengan tokoh Josjua’ di- hubung2kan peristiwa2, jang tidak termasuk dalam riwajat hidupnja, belumlah memberikan memberikan hak, untuk lalu membuat Josjua’ mendjadi tokoh dongeng dan menerangkan peristiwa2 itu sebagai hasi chajalan. Haruslah betul2 dibedakan antara peristiwa2 itu sendiri dengan susunan dan bentuk sastera peristiwa2 itu dalam kitab Josjua’. Kebalikannja adalah lebih benar: djustru karena Josjua’ adalah tokoh jang sangat riil dari djaman jang lampau dan telah memainkan peranan jang penting sekali dalam merebut tanah itu, maka dengannja di- hubung2kanlah lainnja semua. Inipun dajaupaja untuk menandaskan pentingnja tokoh tersebut, malahan dajaupaja jang lebih efektif daripada pemikiran2 jang pandjang-lebar. Tetapi bahwasanja tokoh jang tak riil atau jang tak penting menarik kesemuanja kepada dirinja, sama sekali tidak dapat diterima.

Makanja ada alasan tjukup, untuk mengukuhi tjorak historis kitab Josjua’, sebagaimana dilakukan banjak ahli. Dari kitab ini dapat ditimba keterangan2 jang sangat berharga untuk menggambarkan kembali masa lampau, meskipun diperlukan penelaahan terntentu untuk menemukan kembali kedjadian2 itu dalam keranga historisnja. Bagaima djua, tanpa kritik jang terperintjipun kitab Josjua’ menjadjikan kepada pembatjanja gambaran jang sangat riil dari kedjadian historis perebutan Palestina oleh Israil, dalam mana pribadi Josjua’ telah memainkan peranan jang penting sekali. Penemuan2 archeologi belakangan ini dapat membenarkan hal itu, walaupun harus diakui, bahwa penemuan2 itupun tidak mengurangkan kesulitan2, malahan menambahnja. Tetapi adalah tugas ilmu- pengetahuan, untuk mentjari keterangan2 lebih landjut, dan dalam pada itu tidak menempuh djalan jang termudah, dnegna memungkiri nilah sedjarah kitab Josjua’.

Untuk mengemukakan pandangan historisnja atas pendudukan tanah jang didjandjikan itu, si pengarang atau para penjusun kitab Josjua’ menggunakan tradisi2 jang djauh lebih kuno, jang boleh djadi sudah ada dalam bentuk tulisan. Orang malahan dapat dnegan kemungkinan jang besar menundjukkan dari mana tradisi2 itu berasal dan mula2 dipelihara. Sebab orang menkonstatir kenjataan, bahwa kisah2 itu disangkut-pautkan dnegna tempat2 sutji tertentu di Israil; untuk itu kedjadian2 jang dikisahkan itu sungguh penting adanja. Pendudukan Jeriho dan ‘Ai ada sangkut-pautnja dnegan tempat sutji Gilgal (4, 19-20; 5, 9; 4, 8); pendudukan daerah Gibe’on pada pokoknja adalah penting bagi tempat sutji tersebut (9, 27). Pembagian tanah oleh Josjua’ di-hubung2kan dengan rumah sutji Gilgal ( 14, 6) dan Sjilo (18,1), marga Kaleb ada sangkut-pautnja dengan Hebron (15, 13; 14, 15) dan achir hidup Josjua’ serta karjanja dialihkan ke Sikem (24, 1) dan Sjilo (22, 12). Tidaklah bertentangan dengan akal, mengandaikan bahwa kisah2 tersebut dipelihara dan terdjadi di-tempat2 itu. Sumber2, jang digunakan, kadang2 diambil l.k. menurut huruf, kadang2 sangat disadur dan disesuaikan dengan pendapat2 serta situasi si pengarang. Tambahan pula dimasukkan dalam suatu keseluruhan dan oleh karenanja di-hubung2kan si pengarang sendiri dan lagi dibubuhi dengan pengantar2 serta renungan2 pribadi. Tidak selalu sama mudahlah membedakan dimana suatu naskah atau tradisi kuno berbitjara, dimana ada pembersutan dan dimana si penjusun memebrikan tambahannja sendiri. Dari sebab itulah ada perbedaan pendapat dikalangan para ahli, bila mengenai penentuan teliti djumlah dan pembatasan sumber2 itu. Tidak banjak gunanja menjebutkan semua hipotese itu salah satu, jang se-tidak2nja mungkin, setjara agak terperintji.

Kisah tentang pengintaian dan perebutan Jeriho (2, 1-6, 25) jang sumbernja teranglah sudah amat kuno (4, 9). Beberapa ahli berpendapat, bahwa dalam kisah tersebut terdjalinlah dua sumber atau tradisi tersendiri.

Kisah tentang pendudukan ‘Ai (7, 1-8, 29), berkenaan dnegna penaklukan Gibe’on , pertempuran lawan kelima radja diselatan dan lawan sedjumlah penguasa diutara (9, 1-10, 27; 11, 1-9).

Dua petilan puisi jang dinukilkan (6, 26; 10, 12-13).

Kisah jang dirangkakan tentang pendudukan kota2 diselatan Kena’an, jang enam djumlahnja (10, 28-39; 11, 10-15).

Pelukisan daerah suku masing2 (13-22), dokumen mana terdiri pula atas sebuah sumber jang disadur dan ditambah oleh seorang redaktor. Oleh si penjusun kitab Josjua’ sendiri ditambahkan dari sumber2 lain: daftar kota2 Juda, jang mungkin bertanggal dari djaman Dawud (15, 21-26), dan daftar serupa itu untuk Binjamin dari djaman radja Sjaul (18, 21-28). Dapat kita tambahkan pula, bahwa riwajat Kaleb (14, 6-15; 15, 13-19) djuga diselipkan oleh redaktor terachir kitab Josjua’ dari sumber lain tersendiri. Hal inipun kiranja boleh kita katakan pula tentan gtjerita perihal suku Jusuf, seperti jang terdapat dalam 17, 14-18. Kedjadian jang ditjeritakan dalam pasal ke-22 berasal djuga dari sumber tersendiri, jang datang dari djaman para Hakim.

Walaupun sangat disadur oleh penjusun kitab Josjua’, namun kisah tentang diikatnja perdjandjian di Sikem (pasal 24) adalah dari masa jang lebih kuno. Orang dapat bertanja, apa 8, 30-35, lepas dari saduran jang kuat, tida berasal dari sumber jang sama djua, dan oleh si penjusun kitab Josjua’ dilepaskan dari hubungan aselinja, untuk ditempatkannja disitu, lebih sesuai dengan pendapat teologisnja.

Lepas dari sedjumlah besar tjatatan dan tambahan ketjil2, bolehlah dikatakan dengan kepastian jang agak besar, bahwa oleh si penjusun kitab sendiri setjara langsung ditambahkan: amanat kepada Josjua’ pada permulaan kitab (1, 1-11) dan jang sedjadjar dengan itu, jakni 13, 1-7; persetudjuan dnegna suku2 diseberang Jarden (1, 12-18); pemberitaan tentang sunat dan tentang perajaan Paska jang pertama di Kena’an (5, 2-12), walaupun ini boleh djadi berdasarkan berita jang lebih kuno; ichtisar pendudukan Kena’an selatan (10, 40-43); ichtisar sematjam itu bagi Kena’an utara (22, 16-25); ichtisar tentang pendudukan daerah seberang Jarden (11, 1-6) dan pengantar berikutnja atas daftar radja2 jang ditaklukkan (12, 7-8); dan djuga ichtisar tentang daerah suku2 Ruben dan Gad (13, 8-12). Pidato beasr Josjua’ dalam pasal 23 seluruhnja dikarang oleh si pengarang kitab Josjua’ sedjadjar dengan pasal 24.

Melihat keterang2 Kitab Josjua’ tu sendiri orang mungkin akan menarik kesimpulan, bahwa kitab itu mendapat bentunja jang definitif pada permulaan pemerintahan Dawud, sekitar th. 1000. sebab dalam kitab itu disebutkan, bahwa Gezer didiami orang2 Kena’an (16, 10), tetapi didjaman Sulaiman kota tersebut mendjadi milik Israil dengan penduduk Jahudi (I Rdj 9, 16). Jerusjalem masih mendjadi milik orang Jebus (15, 63), jang kemudian ditaklukan oleh Dawud (II Sjem 5, 6-9). Hasor didjaman si pengarang masih berupa reruntuhan (11, 13), kota mana dibangun kembali oleh Sulaiman (I Radj 9, 15). Tempat sutji Gibe’on mendjadi pusat rakjat didjaman redaksi kitab itu (9, 2-27), dan kitab itu agaknja tidak tahu sedikitpun tentang Jerusjalem, jang oleh Dawud didjadikan tempat sutji nasional (II Sjem 6). Sebeliknja ada sebangsa perpisahan antara Juda dan Israil (11, 23), hal mana sesuai dengan situasi pada permulaan pemerintahan Dawud, ketika Isjbosjed memerintah Israil (II Sjem 2). Tetapi Kitab Josjua’ sendiri dalam banjak petilan si (para) penjusun sangat mengingatkan kepada kitab Ulangtutur atau Deuteronomium. Tjukuplah kiranja petundjuk2 jang ditempatkan pada pinggir halaman terdjemahan ini. Dengan itu lalu penanggalan kitab Josjua’ digandingkan dengan persoalan rumit tentang waktu terdjadinja kitab Ulang tutur. Karena banjak ahli mengira dapat membuktikan, bahwa kitab Ulangtutur telah disusun didjaman radja Josjijahu (640-609), maka kitab Josjua’ pun ditanggalkan didjaman itu. Ahli2 lainnja lebih suka menghubungkan dengan kegiatan sastera radja Hizkia, jang katanja djuga memainkan peranan dalam redaksi pertama kitab Ulangtutur, djadi sekitar th. 700. Karena orang berpendapat, bahwa kitab Ulangtutur diterbitkan se-dikit2nja dua kali, maka dikemukakan pula, bahwa kitab Josjua’ pun mengenal dua penerbitan pertama kali didjaman pemerintahan Josjijahu dan kedua kalinja dengan beberapa tambahan, selama atau mungkin malahan sesudah masa pembuangan (sekitar th. 500). Djadi penanggalan kitab Josjua’ bersangkut-paut dengan soal hubungan antara kitab Josjua’ dan kitab Ulangtutur. Puluhan tahun jang lalu. Banjak ahli berpendapat, bahwa kitab ini (bersama dengan kitab para Hakim) bukan hanja dari segi sedjarah sadja, tapi dari segi sasterapun merupakan kelandjutan langsung dari kelima kitab Musa. Dan katanja disusun pula dari naskah (tradisi2) jang sama dan hasil karja orang2 jang sama, jang selama atau sesudah masa pembuangan menjusun karja besar mulai dari Kedjadian sampai dengan kitab Hakim2. Tetapi dewasa ini orang melepaskan kitab Ulangtutur dari kitab2 Musa dan melihatnja sebagai permulaan dan pendahuluan suatu karja besar sedjarah, jang melingkupi kitab2 sedjarah sampai dengan kitab2 Radja2 dan hasil buah astu pena jang sama dalam bentuknja jang definitif. Kitab Josjua’ katanja merupakan bagian dari karja tersebut. Karja beasr tadi katanja djuga menenal dua perbitan, termasuk pula Josjua’, seperti telah disebutkan diatas. Tambahan2 dibubuhkan, terutama dalam kitab Radja2 jang melandjutkan sedjarah mulai dari Josjua’ sampai kemasa pembuangan. Hipotese ini – tidak kurang dan tidak lebih dari itu – boleh diterima, tetapi soal lain ialah apa perlukan itu. Bagaimanapun djua hubungannja antara kitab Sjemuel dan Radja2 dengan Ulangtutur dalam bentuknja jang definitif, namun kitab Josjua’ dapatlah dilepaskan daripadanja. Bahwasanja ada banjak titik pertemuan antara kitab Josjua’ dan Ulangtutur tidaklah dapat dipungkiri; tetapi tidak djelas begitu sadja, bahw kitab Josjua’ oleh, karenanja bergantung setjara langsung dari kitab itu sendiri. Gagasan2 keigamaan jang dirumuskan dalam kitab Ulangtutur, tidak ditjiptakan oleh kitab tersebut. Tetapi lebih merupakan titik achir perkembangan jang lama serta tradisi dan rumus penutup suatu sistim keigamaan jang untuh. Kalupun kitab itu (dalam redaksi pertama) disusun didjaman Josjijahu, maka gagasan2 jang sama itu toh sudah ditjantumkan dalam naskah2 lain, sebagaimana djuga halnja dengan kitab Josjua’. Kitab Josjua’ dapatlah, dalam hal terdjadinja serta penanggalannja, berdiri lepas dari kitab Ulangtutur dan ddipandang sebagai suatu kesatuan jang berdiri sendiri. Inipun kiranja dapat dikatakan pula tentang kitab2 Sjemuel dan Radja2. meskipun dalam kitab2 tersebut ditemukan kembali gagasan2 Ulangtutur, namur tidak berarti, bahwa kitab2 tersebut bersama dengan Ulangtutur hanja merupakan satu karja sastera sadja. Bahwasanja kitab2 Sjemuel dan Radja2 ditulis sesudah Ulangtutur dapatlah kita terima, tetapi kami tidak dapat menerima suatu penanggalan kitab Josjua’, jang bergantung daripada penanggalan kitab Ulangtutur. Atas alasan2 itu lebih baiklah orang mengukuhi sadja penanggalan jang didasarkan keterangan2 kitab itu sendiri, hang menjundjuk akan waktu permulaan pemerintahan Dawud, djadi sekitar th. 1000 sebelum Masehi.

Apa kita mesti memikirkan adanja satu redaktor sadja dari kitab itu atau beberapa penjususn, jang bekerdjasama, terserahlah. Menjebutkan sautu nama jang konkritpun tiada gunanja, sebab hal itu adalah tetap perkiraan se-mata2. Tetapi, mengingat adjaran jang diutarakan dalam kitab itu, mestilah kitab itu terdjadi dikalangan Levita, jang djuga mendjadi asal kitab Ulangtutur. Karena perhatian chuus ditaruh kepada suku2, seberang Jarden dan daerahnja (13, 15-22; 1, 12-18; 22, 1-34), maka pernah dikemukakan dugaan, bahwa si pengarang berasal dari daerah itu. Apa kesimpulan itu tepat, agaknja dapat disangsikan.

Dari lingkungan asalnja sangat dapat dimengerti, sebagaimana ternjata djuga dari kitab itu sendiri, bahwa karja tersebut menaruh perhatian keigamaan jang kuat dan tidak tegas berhaluan historis. Sedjarah terutama dilukiskan demi untuk makna dan nilah keigamaan jang praktis. Itu adalah permakluman allah, jang membimbing itu seluruhnja kearah maksud22Nja. Perhatian teristimewa tertudju kepada tanah Kena’an, jang dahulu didjandjikan Jahwe kepada nenek-mojang (1, 6; 5, 6; 9, 24) dan djuga benar2 diberikan (23, 1, 3-4; 24, 11-13). Sebab Jahwe adalah setia kepada djandjiNja, jang pernah diberikan, dan tidak lupa akan perdjandjian dengan nenek-mojang dan umat (1, 21, 43-45; 23, 14). Pendudukan tanah itu bukanlah terutama usaha Josjua’ tetapi pekerdjaan Allah Israil (23, 4; 3, 10; 10, 15; 23, 10). Bahwasanja Jahwe berdiri dibelakang seluruh kedjadian itu, tidak hanja ternjata dari tugas tegas dan djandji pertolongan, jang diberikan kepada Josjua’ (1, 3; 1, 5, 9; 10, 8; 11, 6), tapi djuga dari tjampurtangan adjaibNja didalam djalan kedjadian2 (3, 15; 6, 20; 18, 11). Seluruhnja hanjalah pelaksanaan perintahNja jang dahulu telah diberikanNja (10, 40; 13, 7; 14, 2). Bahwasanja umat tidak menajai Jahwe segala usahanja, hanja dapat ditjela sadja (9, 14). Josjua’ sungguh tokoh jang penting dalam kitab itu, tetapi melulu melajani maksud dan pimpinan Allah (1, 1; 3, 7). Ia adalah pemimpin jang diangkat dari umat Allah, jang sekalipun terdiri atas duabelas suku, namun satu djua dalam Allahnja, dalam ibadah dan djandji Allah (8, 33; 22, 27; 24, 14, 17). Tetapi kesetiaan Allah itu bukan tak bersjarat. Ia adalah Allah jang kuasa (3, 13; 2, 11), Allah jang mahatahu (3, 7; 6, 2, 5; 8, 18; 10, 8; 11, 6; 7, 10-11) dan lebih2 Allah jang kudus (24, 19), jang menuntut umat jang sutji. Kesutjian ini per-tama2 berwudjud kesetiaan kepada perdjandjian, kepada hukum22nja dan kepada sabda mulutNja, kestiaan dari pihak rakjat serta pemimpin2nja (8, 27; 11, 9; 15, 13; 17, 1-6; 10, 40; 11, 12, 15; 22, 6, 23). Kesetiaan ini meliputi pula tjinta jang tak terbagi (23,11) dan dalam situasi jang njata itu penghormatan se-mata2 kepada namaNja (23, 8-16). Karena itupun Israil tidak boleh bertjampur-baur dengan bangsa2 kafir Kena’an (23, 7, 12), tetapi sebaliknja harus menumpas mereka (10, 14; 11, 15). Apabila rakjat mejalahi kestiaan ini, maka Jahwe bukan hanja tidak akan menolong mereka lebih landjut, dan tidak akan mengusir bangsa2 dari depan mereka (23, 13), tetapi malahan djuga akan membatalkanpekerdjaanNja (23, 15; 24, 20). Rakjat harus mengangkat sumpah kesetiaan itu djuga untuk masa jang akan datang, sehingga keturunan mereka mengukuhi djuga perdjandjian itu (24, 22, 27).

Tuntutan2 itu hendak diperkeras kitab Josjua’ dengan kedjadian2 jang dikisahkannja, jang dengan djelasnja menundjukkan bahwa kesetiaan digandjar dengan kesetiaan dan murtad dihukum dengna pnumpasan. Itulah jang harus dimaklumi orang2 semasanja; tetapi hal itupun tetap berlaku bagi angatan2 jang akan datang. Walaupun Allah akan memaklumkan diriNja sebagai Bapa jang penuh belaskasih dan baik, namum Ia tetap djuga Allah jang adil, jang tetapi mengemukakan tuntutanNja atas kesetiaan. Allah perdjandjian sendirilah, jang mendjamin keselamatan; dan Allah itulah, jang dengan perantaraan utusanNja Jesus – orang jang senama dnegan Perdjandjian Lama bukan tanpa alasan dipandang sebagai perlambangNja – mewujudkan itu, bukan umatNja. Tetapi keselamtan itu masih musjkil dan menaruh kewadjiban2 besar atas pundak umat Allah. Umat sebagai keseluruhan tidak dapat lagi tak-setia samasekali atau membatalkan djandji Allah, tetapi anggota masing2 dari umat itu datlah dengan ketidaksetiaannja membuat dirinja tak-patut untuk mengambil bagian dalam keselamatan, jang didjandjikan dan sudah terwudjudkan itu, dan untuk menikmati tanah, jang telah didjandjikan Allah kepada nenek-mojang.

(0.26242416666667) (1Sam 2:27) (ende)

Rupa2nja bagian ini berasal dari tradisi lain dan kemudian dimasukkan kedalam kisah mengenai Sjemuel dan 'Eli. Pada asasnja ia sedjadjar dengan 1Sa3:11-14. Semua hal jang dikemukakan hari terdjadi disini diramalkan setjara terperintji dan agak djelas djuga. Peristiwa2 jang menghapuskan keluarga 'Eli sebagai imam dianggap sebagai tjampur tangan Allah akan hukuman salah satu dosa keluarga itu. Untuk menjatakan hal ini peristiwa2 itu diberi bentuk ramalan. Tetapi teranglah ramalan jang aseli kemudian dilengkapi sesuai dengan kenjataan2

(0.26242416666667) (Mzm 51:1) (ende)

Doa tobat ini adalah jang terindah dalam Perdjandjian Lama, hingga sudah mendekati Perdjandjian Baru. Dosa disini nampak se-mata2 sebagai penghinaan Allah. Dengan terus terang pengarang mengakui kedjahatannja (Maz 51:5-8), minta pengampunan dan pembaharuan batinnja (Maz 51:3-4,9-14). Lalu ia berdjandji ia akan mengadjar kepada orang2 lain jang menjesal dan, dengan memakai kurban2, akan memuliakan dan memudji Tuhan dengan hati murni dan bersih (Maz 51:15-19). Ajat2 20-21(Maz 51:18-19) boleh dianggap sebagai tambahan untuk keperluan ibadat.

(0.26242416666667) (Mzm 93:1) (ende)

Madah jang pendek ini meluhurkan Jahwe sebagai radja (Maz 93:1a, Maz 93:5). Ialah radja sebelum bumi ditjiptakan (Maz 93:2) dan Ia menjatakan kebesaranNja dalam alam (Maz 93:1c), chususnja dalam laut (Maz 93:3-4), jang dianggap orang2 Jahudi sebagai machluk jang lebih berkuasa dan dahsjat. Maka dari itu sabda Allah (hukum2 dan adjaranNja) benar serta tetap djuga dan harus diindahkan oleh manusia, supaja manusiapun "sutji", hingga boleh menghadap Allah jang Mahakudus didalam BaitNja (Maz 93:5).

(0.26242416666667) (Mzm 96:1) (ende)

Jahwe adalah radja, jang patut dipudji di-mana2 selalu (Maz 96:1-3). Sebab Ia melebihi semuanja, djuga dewata bangsa2 kafir, oleh karena Ia mentjiptakan alam semesta (Maz 96:4-6). Maka dari itu Ia harus dipermuliakan oleh kaum kafir (Maz 96:7-9) dan oleh umatNja, Israil, jang wadjib memaklumkanNja sebagai Pentjipta dan Hakim (Maz 96:10). Tuhan achirnja djuga akan menjatakan diriNja sebagai Hakim dan lalu akan dipudji bahkan oleh machluk2 jang tak hidup (Maz 96:11-13).

(0.26242416666667) (Luk 1:28) (ende: Bersukatjitalah)

Inilah makna asli jang sebenarnja.

(0.26242416666667) (Yoh 6:26) (ende: Bukan sebab melihat tanda-tanda)

Jesus hendak menegaskan kepada orang-orang itu, bahwa penting sekali mereka mengerti maksud rohani dari mukdjizat jang telah mereka saksikan. Maksudnja supaja mereka pertjaja, bahwa Jesus utusan Allah. jang berbitjara dan bertindak atas nama Allah, dan bahwa kekuasaan Allah bekerdja didalamNja. Itu chususnja penting untuk mengerti pembitjaraan Jesus jang berikut tentang makanan rohani jang akan diberikanNja kepada mereka. Mereka harus jakin dan mengerti, bahwa Jesus, jang berkuasa memberi mereka makanan djasmani setjara adjaib, djuga berkuasa memberi dagingNja sebagai makanan dan darahNja sebagai minuman dalam arti jang akan diterangkanNja.

(0.26242416666667) (Kis 11:20) (ende: Antiochia)

Ialah ibu-kota propinsi Siria, berkebudajaan Junani dan beragama "kafir". Ia dewasa itu "kota ketiga" dalam kekaisaran Roma karena keindahan, besarnja (penduduknja setengah djuta) dan kemakmurannja, lagi sebagai pusat kebudajaan.

(0.26242416666667) (Rm 2:25) (ende: Ada manfaatnja)

Sunat itu dimaksudkan sebagai meterai jang mensahkan "perdjandjian" Allah dengan kaum Israel, lagipun sebagai bukti, bahwa mereka termasuk kaum terpilih. Tanda itu pula harus senantiasa memperingatkan mereka, bahwa mereka berwajib tetap setia akan "djandjian" itu. Tetapi kalau mereka sudah tidak setia lagi, maka tanda sunat tak ada nilainja.

Orang-orang Jahudi beranggapan atau berlagak seolah-olah djandji-djandji Allah kepada para leluhur, dengan sendirinja mendjamin keselamatan Keradjaan Allah bagi mereka dan tak mungkin dosa-dosa mereka membatalkannja. Salah-paham itu disini disentuh sadja, tetapi akan dibitjarakan lebih landjut dalam bab 9-11 (Rom 9-11) nanti.

(0.26242416666667) (Rm 8:29) (ende: Dikenal oleh Allah)

Ungkapan ini dalam bahasa Kitab Kudus selalu mengandung arti "ditjintai oleh Allah".

(0.26242416666667) (Ef 2:10) (ende: Tjiptaan)

Jang dimaksudkan disini bukannja sebagai machluk kodrati, melainkan sebagai "machluk baru" jaitu "manusia ataskodrati". Hidup ataskodrati itu "ditjiptakan" oleh Allah dalam manusia jang pertjaja. Bdl. Efe 4:24; 2Ko 5:17; Gal 6:15; Kol 3:10.

(0.26242416666667) (Flp 2:25) (ende: Epafrodites)

Baru dan hanja disini kita bertemu dengan nama ini.

Ia rupanja seorang terkemuka dalam umat Pilipi sendiri, dan diutus mereka untuk menjampaikan sumbangan mereka kepada Paulus.

Ia agaknja sudah tinggal beberapa lama bersama dengan Paulus, guna membantunja dalam kegiatan kerasulan jang "terbelenggu".



TIP #04: Coba gunakan range (OT dan NT) pada Pencarian Khusus agar pencarian Anda lebih terfokus. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA