Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 81 - 100 dari 104 ayat untuk greek:1011 (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.20822239583333) (Luk 2:8) (sh: Menjadi pemberita karena Natal (Kamis, 26 Desember 2002))
Menjadi pemberita karena Natal

Menjadi pemberita karena Natal.
Natal perdana Allah yang low-budget dan tidak glamor ini pun terus berlanjut. Kembali Allah melakukan sesuatu yang mengejutkan dan ironis. Berita tentang telah dipenuhinya janji akbar PL akan kedatangan sang Mesias, yang sebenarnya adalah sukacita nasional Israel (ayat 10-11), disampaikan kepada para gembala. Bahkan, kemuliaan Allah pun meliputi mereka pada saat itu (ayat 9)! Bagi masyarakat Yahudi waktu itu, menjadi gembala upahan (orang yang menggembalakan ternak hewan milik orang lain) sebenarnya adalah salah satu pekerjaan terendah. Tanda yang menjadi pembukti kebenaran berita itu pun unik karena bersifat sangat biasa; bukan suatu mukjizat, bukan pula tanda kemegahan dan kebesaran, tetapi sebuah palungan (ayat 12, 16). Barang inilah yang dipakai Allah untuk menjadi bukti bagi para gembala akan kebenaran dari berita yang disampaikan sang malaikat sebelumnya.

Para gembala upahan ini tidak hanya mendapatkan hak istimewa untuk menjadi saksi kelahiran Tuhan Yesus, tetapi juga mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan teladan yang indah: pertama, antusiasme mereka dalam memberikan respons terhadap berita para malaikat (ayat 16). Kedua, mereka menjadi saksi-saksi yang efektif akan kelahiran Kristus (ayat 17). Ketiga, mereka memuji serta memuliakan Allah atas semuanya (ayat 20).

Apa yang dilakukan oleh para gembala upahan (baca= rendahan) ini paralel dengan apa yang dilakukan oleh para malaikat. Mereka pun memuliakan Allah dan bersaksi tentang damai sejahtera yang terjadi di antara umat Tuhan (ayat 14), setelah sebelumnya, salah satu dari malaikat tersebut menjadi pemberita kepada para gembala (ayat 9). Perbedaan status bukanlah hambatan bagi kita untuk merayakan kelahiran Kristus.

Renungkan:
Semangat Natal sejati adalah semangat yang berupaya untuk mengangkat harkat mereka yang secara sosio-ekonomi berada "di bawah", dan membuat tiap Kristen tidak bisa tidak memuji dan memuliakan Tuhan serta bersaksi kepada tiap orang di sekitarnya tentang kabar baik keselamatan dalam Kristus.

(0.20822239583333) (Luk 3:10) (sh: Buah-buah pertobatan (Sabtu, 3 Januari 2004))
Buah-buah pertobatan

Buah-buah pertobatan. Seorang perempuan tua berkata kepada pendetanya bahwa sekarang ia sudah bertobat. Pendeta itu lalu bertanya, “apa buktinya engkau sudah bertobat?” Perempuan itu menjawab, “dulu saya selalu menyapu kotoran ke bawah karpet. Namun, sekarang saya membuangnya ke tempat sampah.” Tanda pertobatan sejati adalah buah-buah yang dihasilkannya.

Kepada orang banyak yang bertanya apa yang harus mereka perbuat, Yohanes berkata bahwa mereka harus menunjukkan kasih, sebagaimana kasih Allah sudah mengampuni mereka (ayat 10-11). Kepada pemungut cukai, Yohanes mengingatkan mereka akan integritas dalam pekerjaan (ayat 12-13). Sangat mudah bagi mereka untuk memperkaya dirinya sendiri dengan memanipulasi uang-uang pajak yang diterimanya. Godaan itu begitu besar, sehingga kalau mereka bisa menolak untuk melakukan penipuan, itu membuktikan mereka sungguh-sungguh bertobat.

Kepada para prajurit, Yohanes berkata bahwa pertobatan mereka harus dibuktikan dengan tidak lagi memanfaatkan kuasa demi kepentingan mereka sendiri (ayat 14-15). Orang Kristen tidak mengenal prinsip aji mumpung. Sebaliknya, mereka harus menjadikan kuasa dan kesempatan yang mereka miliki untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Peringatan yang keras ini dimaksudkan agar tidak terjadi kemunafikan di antara orang banyak yang mengaku sudah bertobat. Yohanes mengerti bahwa dia bukan Mesias sehingga tidak berhak menghukum orang berdosa. Namun, apabila Mesias datang, di tangan-Nya sudah tersedia alat untuk menyaring siapa orang percaya dan siapa yang tidak. Pertobatan yang main-main atau munafik justru akan dihakimi secara tuntas.

Renungkan: Adakah bukti-bukti nyata yang dapat dilihat orang banyak bahwa Anda sungguh-sungguh sudah mengalami pertobatan?

(0.20822239583333) (Kis 15:6) (sh: Anugerah yang menyelamatkan (Minggu, 22 Mei 2005))
Anugerah yang menyelamatkan

Anugerah yang menyelamatkan
Apakah tradisi, upacara, dan peraturan agama bisa dijadikan syarat untuk manusia mendapatkan anugerah Allah? Bolehkah kemurahan keselamatan-Nya ditanggapi sebagai milik bangsa tertentu saja? Pertanyaan-pertanyaan ini ternyata sudah setua usia gereja di dunia ini.

Persidangan para pemimpin jemaat di Yerusalem mengenai harus tidaknya orang Kristen nonyahudi disunat, dimulai dengan ketidaksepakatan di antara mereka sendiri. Sampai akhirnya Petrus pun berbicara. Pertama, Petrus mengingatkan bahwa melalui dirinya Allah menyatakan keselamatan kepada bangsa-bangsa lain dengan memberikan Roh Kudus kepada mereka. Berarti Allah menghendaki agar bangsa-bangsa lain pun diterima menjadi umat-Nya (ayat 7-8). Terlebih lagi Injil pun telah disambut mereka dan mukjizat-Nya juga dinyatakan-Nya di tengah-tengah mereka (ayat 12). Karena Allah telah menyucikan hati mereka dengan iman maka orang percaya Yahudi pun harus menerima mereka menjadi bagian umat Allah.

Kedua, ketika umat Yahudi percaya pada Yesus sebagai Mesias mereka dibebaskan dari tuntutan Hukum Taurat yang tidak mampu mereka tanggung. Jadi, mereka pun diselamatkan oleh kasih karunia Allah (Rm. 6:14). Dengan demikian orang percaya nonyahudi yang sudah percaya pada Allah pun tidak seharusnya dituntut melaksanakan Hukum Taurat itu (ayat 10-11).

Iman kepada Yesus Kristus adalah syarat seseorang diterima Allah menjadi umat-Nya, bukan karena ia berhasil memenuhi syarat-syarat agamawi. Pengorbanan Yesus bagi kita adalah harga penebusan dosa yang terbayar lunas dan tidak dapat dibatalkan. Hari ini gereja dan orang Kristen harus terbuka menerima siapa pun yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus sebagai saudara seiman.

Renungkan: Oleh karena kita telah menerima kepastian anugerah keselamatan maka marilah kita menghargainya dan dengan setia melakukan firman-Nya.

(0.20822239583333) (Kis 18:1) (sh: Pemeliharaan Tuhan bagi Misi Injil (Rabu, 1 Juni 2005))
Pemeliharaan Tuhan bagi Misi Injil

Pemeliharaan Tuhan bagi Misi Injil
Pengabaran Injil bisa dihalangi dengan keras. Pengabar Injil bisa ditentang dan ditolak. Akan tetapi, rencana Allah tidak bisa gagal. Ia akan memakai berbagai cara untuk memelihara misi penyelamatan tak terhenti.

Allah memelihara misi pengabaran Injil yang dilakukan Paulus melalui beberapa cara. Pertama, Allah memberikan Paulus kepekaan untuk mengetahui kebutuhan orang-orang di sekelilingnya. Kepekaan Paulus juga terlihat saat ia sendiri yang menanggung biaya pelayanannya. Ia tidak membebankannya kepada orang-orang percaya yang pernah ia layani. Sungguh teladan yang luar biasa! Untuk itu, ia bekerja sebagai tukang kemah yang juga dilakukan oleh Akwila dan Priskila (ayat 2-3). Kedua, Roh Kudus menguatkan Paulus dengan visi adanya umat pilihan yang harus diselamatkan di kota Korintus. Visi ini membuat ia tidak meninggalkan kota tersebut, walaupun Injil Kristus ditentang oleh orang-orang Yahudi yang ada di Korintus (ayat 6-8,12-17). Ketiga, Allah melindungi Paulus dari ancaman para musuhnya sehingga ia dapat tinggal delapan belas bulan lamanya untuk mengajar umat dan melayani pekerjaan Tuhan (ayat 10-11).

Ada dua teladan Paulus yang dapat kita ikuti. Pertama, bergantung penuh kepada pemeliharaan Tuhan untuk mencukupi kebutuhan pelayanan, bukan kepada manusia. Akibatnya, pelayanan kita tidak dikendalikan orang lain. Kedua, kita perlu belajar peka akan kebutuhan orang lain. Jangan sampai pelayanan kita dikendalikan oleh rasa suka atau tidak suka terhadap sikap atau jenis orang tertentu. Hal yang paling penting adalah senantiasa meminta pimpinan Tuhan yang jelas melalui firman dan doa untuk visi pelayanan. Kalau Tuhan sudah menetapkan pimpinan-Nya, kita boleh meyakini bahwa rintangan apa pun akan dapat kita atasi.

Renungkan: Hati yang tulus untuk dipakai Tuhan, kepekaan akan kebutuhan di sekitar kita, dan ketaatan pada pimpinan Roh Kudus adalah kunci kesuksesan pelayanan kita.

(0.20822239583333) (Rm 4:1) (sh: Orang benar Perjanjian Lama. (Minggu, 17 Mei 1998))
Orang benar Perjanjian Lama.

Orang benar Perjanjian Lama.
Paulus mendukung pendapatnya bahwa orang dibenarkan bukan oleh usaha tetapi oleh iman dengan menampilkan dua tokoh Perjanjian Lama yaitu Abraham dan Daud. Abraham adalah nenek moyang Israel, hidup jauh hari sebelum Musa dan sebelum pemberian hukum Taurat. Abraham dibenarkan karena percaya kepada janji Allah (ayat 3). Hal benar itu bukan upah tetapi hadiah (ayat 4). Sunat diterimanya bukan untuk dibenarkan sebab tauat belum ada. Jadi sunat adalah meterai bahwa ia sudah termasuk dalam perjanjian Allah berdasarkan iman. Demikian pun Daud diampuni dari pelanggaran dan dosanya karena iman (ayat 7,8). Jadi prinsip Injil jelas telah dinikmati oleh kedua tokoh Perjanjian Lama tersebut.

Iman dan perbuatan. Seringkali orang mempertentangkan iman dan perbuatan. Seharusnya tidak perlu! Abraham mempercayai Tuhan yang memanggilnya, berjalan menurut perintah Tuhan (Kej. 12:1-3). Ia beriman dulu, lalu berbuat sesuai imannya kepada Tuhan. Ketika ia bimbang tentang keturunannya, ia mempercayai peneguhan janji dari Tuhan. Ia diperhitungkan benar (Kej. 15:6). Daud ditegur oleh Nabi Natan karena dosanya (2Sam. 12), ia menerima teguran itu datang dari Tuhan. Itulah iman. Selanjutnya ia menyesali, mengakui dosanya itu (Mzm. 51). Itulah perbuatan yang didasarkan pada imannya akan pengampunan Tuhan. Pengalaman imannya itu dibagikannya sebagai pengajaran iman bagi umat Tuhan (Mzm. 32:1-2).

Isi mendahului tanda. Iman Abraham mendahului sunat. Atas dasar imannya ia menerima sunat sebagai meterai pembenaran dari Allah (ayat 10-11). Abraham disebut, "Bapak segala orang beriman", bukan "bapak segala orang bersunat". Dengan prinsip Abraham inilah Allah membuka pintu bagi orang bersunat maupun tidak untuk hidup dalam hubungan yang benar dengan Allah. Karena iman segala pelanggaran dan dosa kita tidak diperhitungkan Allah (ayat 7-8). Sebab itu kita disebut berbahagia (ayat 6). Namun kebahagiaan kita harus disertai sikap dan tindakan yang mencerminkan iman itu untuk memuliakan Allah.

(0.20822239583333) (1Kor 2:6) (sh: Apresiasi diri dan karunia (Senin, 1 September 2003))
Apresiasi diri dan karunia

Apresiasi diri dan karunia. Yesus pernah berkata, jangan berikan mutiara kepada babi (Mat. 7:6). Babi jantan tidak akan makin tertarik kepada betinanya bila ia berkalungkan mutiara. Si jantan, karena kebabiannya, tidak akan pernah mampu menghargai dan mengapresiasi mutiara sebagaimana kita manusia memaknainya.

Jelas, jemaat Korintus bukan sekumpulan babi. Sejak awal surat, Paulus menyebut mereka sebagai orang yang telah dikuduskan dan dipanggil menjadi orang-orang kudus (ayat 1:2). Kepada mereka hikmat keselamatan Allah telah dinyatakan (ayat 10); hikmat tentang karya keselamatan Allah yang tersembunyi bahkan bagi para penguasa, tetapi yang disediakan Allah bagi kemuliaan mereka yang percaya seperti jemaat Korintus (ayat 7). Mereka pun telah menerima Roh-Nya (ayat 12), yang dalam analogi kemanusiaan, bahkan tahu hal-hal terdalam dari Allah (ayat 10-11). Luar biasa. Apa lagi yang kurang?

Atas dasar jati diri ini Paulus hendak menampilkan seperti apa itu manusia rohani: pertama, ia adalah seperti Paulus dan rekan sekerjanya, mengajar dan berkata-kata berdasarkan hikmat dan Roh Allah (ayat 6,13). Kedua, ia juga memahami hal-hal rohani, dan menilai segala sesuatu berdasarkan hikmat Allah, tanpa dinilai orang lain (ayat 14-15). Ketiga, ia tidaklah seperti manusia duniawi (Yun. psukhikos) yang tidak menerima hikmat dari Roh Allah, menganggapnya sebagai kebodohan, dan tidak dapat memahaminya (ayat 14). Singkatnya, manusia rohani dapat mengapresiasi hikmat dan penyertaan Roh Allah melalui hidupnya.

Jemaat Korintus, bersama semua yang berseru kepada nama Yesus Kristus seperti kita kini (ayat 1:2) punya untaian indah mutiara karunia ilahi. Sekarang, tinggal bagaimana kita mengapresiasinya.

Renungkan: Merasa ada yang kurang dari hidup Anda? Kadang, hal terpenting yang kurang justru adalah apresiasi dan respons yang nyata dalam hidup kita atas karunia-karunia-Nya yang besar itu.

(0.20822239583333) (1Kor 7:7) (sh: Kudusnya pernikahan (Kamis, 11 September 2003))
Kudusnya pernikahan

Kudusnya pernikahan. Paulus kembali menegaskan kepada jemaat Korintus bahwa pernikahan itu kudus. Karena kekudusan sebuah perkawinan itulah maka perceraian tidak diperbolehkan, dengan alasan apa pun (ayat 10- 11). Atau bila perceraian itu telah terjadi, kepada mereka yang sudah terlanjur bercerai, Paulus minta agar masing-masing pihak tidak menikah lagi bahkan dianjurkan untuk hidup berdamai dengan mantan pasangannya.

Kepada mereka yang memiliki pasangan yang tidak seiman, Paulus mengajukan alasan teologis mengapa pernikahan harus dipertahankan. Harus diingat terlebih dahulu, bahwa ketidakseimanan pasangan yang dimaksudkan oleh Paulus adalah keduanya belum menjadi Kristen ketika menikah, lalu pada suatu waktu, salah seorang di antara mereka menjadi Kristen.

Alasan teologis itu adalah bahwa pihak yang beriman akan menguduskan pasangannya yang tidak seiman (ayat 14). Oleh karena itu dengan mempertahankan pernikahan itu, siapa tahu pihak yang tidak beriman itu menjadi beriman karena kesetiaan dan kasih dan doa- doa pasangannya (ayat 16). Tetapi hal-hal ini haruslah terjadi bukan dalam tekanan atau paksaan. Maksudnya, kalau pihak yang tidak seiman menuntut perceraian, maka pasangan yang beriman tidak terikat untuk mempertahankannya (ayat 15).

Di zaman modern ini, kita diperhadapkan pada dunia yang dengan mudahnya menemukan orang kawin - cerai - kawin lagi, orang-orang Kristen sebagai anak-anak Tuhan dipanggil untuk menjadi model pernikahan kudus. Justru Tuhan bekerja melalui pernikahan anak- anak-Nya untuk menyelamatkan pasangannya yang belum percaya. Tetapi hati-hati! Perikop ini bukan untuk dijadikan dalih untuk menikah dengan orang yang tidak seiman.

Renungkan: Berapa pernikahan bisa diselamatkan dari kehancuran dan perceraian bila anak-anak Tuhan menunjukkan keteladanan pernikahan yang kudus?

(0.20822239583333) (1Kor 15:1) (sh: Inti pemberitaan Injil (Selasa, 30 September 2003))
Inti pemberitaan Injil

Inti pemberitaan Injil. Paulus menganggap penting untuk mengingatkan kembali jemaat Korintus akan Injil yang telah diberitakannya. Jemaat Korintus telah menerima Injil dan hidup di dalamnya. Karena itu tak dapat disangkal bahwa jemaat Korintus telah menerima keselamatan (ayat 1). Namun ada catatan penting yang bukan hanya harus selalu diingat dan dipegang tetapi juga ditambahkan kepada pengetahuan mereka tentang injil (ayat 2).

Pertama, Injil harus dipahami sebagai suatu kesatuan berita tentang kelahiran, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Paulus menekankan bahwa kematian dan kebangkitan-Nya adalah rangkaian peristiwa yang menjadi inti Injil. Ia mati karena dosa-dosa manusia, dikuburkan dan dibangkitkan pada hari yang ketiga sesuai Kitab Suci (ayat 3,4; bdk. Yes. 53:4-6,8,11-12; Hos. 6:2; Yun. 1:17). Fakta kebangkitan-Nya, sebagaimana kesaksian saksi mata, antara lain: Kefas, kedua belas murid, lebih dari lima ratus saudara, Yakobus, semua rasul dan yang paling akhir Paulus sendiri (ayat 5-8), menggagalkan keraguan beberapa orang terhadap kebangkitan orang mati.

Kedua, Injil harus menjadi motivasi pembawa berita. Paulus telah dipilih sebagai saksi kebangkitan Yesus dan dipanggil menjadi rasul -- meskipun ia menganggap dirinya rasul yang paling hina karena ia menganiaya jemaat Allah (ayat 9). Namun, ia menganggap kasih karunia Allah yang telah dianugerahkan kepadanya, yaitu Injil keselamatan menjadi motivasi kuat untuk bekerja lebih keras dari rasul yang lain (ayat 10-11).

Hendaknya gereja tidak melupakan fondasi yang mengokohkannya yaitu Injil Yesus Kristus karena gereja ada karena pemberitaan Injil disambut dalam iman. Bila hal yang sangat penting ini dilupakan, gereja dan kehidupan Kristen kita terancam bahaya. Renungkan: Oleh Injil kita diselamatkan. Oleh Injil kita mengetahui bahwa kematian dan kebangkitan-Nya telah melepaskan kita dari kuasa dosa dan dari murka Allah.

(0.20822239583333) (1Ptr 4:7) (sh: Semakin giat dalam melayani (Sabtu, 23 Oktober 2004))
Semakin giat dalam melayani

Semakin giat dalam melayani. Hidup melayani Tuhan tanpa pengharapan dalam iman adalah hidup yang kurang bergairah. Dengan adanya pengharapan dalam iman ini, kita hidup dengan tujuan yang jelas yaitu pengharapan menantikan kedatangan Kristus yang kedua kalinya.

Seruan Petrus ini mengadopsi tradisi orang Yahudi. Orang Yahudi memiliki pemahaman bahwa kesudahan dari segala sesuatu diawali dengan periode penderitaan yang hebat, dan kesengsaraan yang tiada akhir. Oleh karena itu, Petrus menasihati jemaat untuk senantiasa tenang dan berdoa (ayat 7). Petrus mendorong supaya jemaat tetap siap sedia menantikan kedatangan Tuhan. Kedatangan Tuhan kedua kali yang digambarkan "dekat" bukan berarti kita hanya tinggal menanti dan tidak melakukan kegiatan apa pun baik pelayanan maupun pekerjaan sehari-hari. Sebaliknya, justru Petrus mendorong jemaat untuk: Pertama, tetap memiliki kasih yang "bertumbuh" baik kepada Tuhan maupun kepada sesama manusia (ayat 8). Kedua, memberikan tumpangan kepada orang lain dengan tidak bersungut-sungut (ayat 9). Kedua hal ini sulit dilakukan karena memberikan tumpangan kepada orang lain bukanlah suatu hal yang lazim pada saat itu. Tumpangan hanya berlaku untuk sanak saudara saja. Demikian juga kasih secara manusiawi terbatas hanya pada orang dan dalam hubungan khusus. Namun, kasih Tuhan membuat jemaat menjadi satu keluarga sehingga bisa memberikan tumpangan kepada orang lain yang bukan saudara. Ketiga, agar jemaat saling melayani satu sama lain sesuai dengan karunia yang mereka miliki sehingga Tuhan dimuliakan (ayat 10-11).

Kesadaran atau pengharapan tentang kedatangan Tuhan Yesus kedua kali memang akan berdampak konkret pada kehidupan dan pelayanan kita. Kerinduan berjumpa Dia dalam keadaan layak mendorong kita mengusahakan yang terbaik dalam segala hal.

Renungkan: Menantikan kedatangan Tuhan yang kedua kali seharusnya membuat kita semakin giat melayani bukannya memudar.

(0.20822239583333) (Why 4:1) (sh: Liturgi surgawi (ayat 1) (Selasa, 9 Agustus 2005))
Liturgi surgawi (ayat 1)

Liturgi surgawi (ayat 1) Orang yang ingin tekun mengikuti Kristus harus tangguh menghadapi ancaman maupun prinsip hidup yang berbeda. Hal apa yang membuat para martir Kristen mampu meninggalkan kesaksian sangat mulia dalam jurang derita terkeji sekalipun? Mengapa para martir masa kini tekun mewujudkan nilai-nilai imannya dalam panggilan hidup mereka, meski harus tersingkirkan dan menjadi kurang sukses?

Penglihatan akan Kristus dalam kemuliaan-Nya, yakni: Gereja kini dan kelak dalam pemuliaan dan nasib dunia sesungguhnya, menjadi kekuatan orang Kristen tekun dan menang dalam kesulitan. Sesudah melihat Kristus, orang Kristen diajak melihat suasana surga. Di pusat terdalam surga terdapat Allah yang bertakhta dan dari pemerintahan-Nya yang mulia itu terpancar anugerah. Warna-warni yang terpancar dari berbagai batu permata itu bagaikan pelangi yang menunjuk kepada pelangi kasih Allah pada zaman Nuh (ayat 3). Oleh kemurahan-Nya, tercipta suatu umat yang telah dikuduskan dan dimuliakan. Umat tebusan itu secara simbolis digambarkan oleh dua puluh empat tua-tua yang menunjuk kepada dua belas suku Israel dan dua belas rasul.

Kedaulatan Allah juga terpancar dari takhta-Nya. Ia akan membuat laut sumber kekacauan itu takluk hening bagaikan kristal kaca (ayat 6). Terhadap mereka yang tidak tunduk, Allah adalah kilat dan guruh yang dahsyat. Ia akan menghakimi semua yang menolak kemurahan-Nya (ayat 5). Di hadapan Allah yang Maha Mulia, penuh Kasih, Berdaulat, dan Maha Kudus itu, seluruh isi ciptaan tunduk mengumandangkan liturgi surgawi (6b-9). Hal itu menjadi simfoni utuh saat seluruh umat tebusan-Nya ikut dalam liturgi itu (ayat 10-11).

Apabila hati kita serasi dengan senandung liturgi surgawi tentang kedaulatan dan pemeliharaan Allah, kita akan beroleh kekuatan moral dan spiritual untuk tekun meninggikan Dia dalam hidup kita tiap hari.

Responsku: __________________________________________________________________________________________

(0.17847634583333) (Kis 1:1) (full: )

Penulis : Lukas

Tema : Penyebaran Injil yang Penuh Keberhasilan Melalui

Kuasa Roh Kudus

Tanggal Penulisan: Sekitar 63 T.M.

Latar Belakang

Kitab Kisah Para Rasul, seperti halnya Injil Lukas, dialamatkan kepada seorang yang bernama "Teofilus" (Kis 1:1). Sekalipun nama pengarangnya tidak disebutkan dalam kedua kitab itu, kesaksian kekristenan mula-mula dengan suara bulat, serta bukti intern yang mendukung dari kedua kitab ini menunjuk kepada satu orang penulis yaitu Lukas "tabib ... yang kekasih" (Kol 4:14).

Roh Kudus mendorong Lukas untuk menulis kepada Teofilus supaya mengisi keperluan dalam gereja orang Kristen bukan Yahudi, akan kisah yang lengkap mengenai awal kekristenan --

  1. (1) "dalam bukuku yang pertama" ialah Injil tentang kehidupan Yesus, dan
  2. (2) buku yang kemudian ialah laporannya dalam Kisah Para Rasul tentang pencurahan Roh Kudus di Yerusalem serta perkembangan gereja yang berikutnya.

Jelas Lukas adalah seorang penulis yang unggul, sejarawan yang cermat dan seorang teolog yang diilhami.

Kitab Kisah Para Rasul secara selektif meliput tiga puluh tahun pertama dalam sejarah gereja. Sebagai sejarawan gereja, Lukas menelusuri penyebaran Injil dari Yerusalem hingga ke Roma sambil menyebutkan sekitar 32 negara, 54 kota dan 9 pulau di Laut Tengah, 95 orang yang berbeda dengan nama serta beberapa pejabat dan administrator pemerintah dengan gelar jabatan yang tepat. Ilmu purbakala makin menguatkan ketepatan Lukas dalam semua detail. Selaku seorang teolog, Lukas dengan cerdas melukiskan makna beberapa pengalaman dan peristiwa dalam tahun-tahun mula-mula gereja.

Pada tahap awal, Alkitab PB terdiri atas dua kumpulan:

  1. (1) keempat Injil dan
  2. (2) surat-surat Paulus.

Kisah Para Rasul memainkan peranan yang penting sebagai penghubung di antara kedua kumpulan itu dan tempatnya benar dalam urutan kanonik adalah benar. Pasal 13 (Kis 13:1-28) memberikan latar belakang sejarah yang diperlukan untuk memahami secara lebih mendalam pelayanan dan surat-surat Paulus. Bagian ayat-ayat dalam kitab ini di mana Lukas menggunakan istilah "kami" (Kis 16:10-17; Kis 20:5--21:18; Kis 27:1--28:16) menunjukkan keikutsertaannya dalam perjalanan Paulus.

Tujuan

Di dalam mengisahkan permulaan berdirinya gereja, Lukas setidak-tidaknya mempunyai dua tujuan.

  1. (1) Lukas menunjukkan bahwa Injil bergerak dengan kemenangan dari perbatasan Yudaisme yang sempit ke dunia kafir kendatipun tentangan dan penganiayaan.
  2. (2) Dia mengungkapkan peranan Roh Kudus dalam kehidupan dan misi gereja, menekankan baptisan Roh Kudus sebagai persediaan Allah dalam memperkuat gereja untuk memberitakan Injil dan melanjutkan pelayanan Yesus.

Lukas secara eksplisit mengisahkan tiga kali bahwa baptisan dengan Roh Kudus disertai bahasa lidah (Kis 2:4; Kis 10:45-46; Kis 19:1-7). Konteks dari bagian-bagian ini menunjukkan bahwa pengalaman ini adalah normatif dalam kekristenan mula-mula dan merupakan pola Allah yang tetap bagi gereja.

Survai

Dalam Injil karangannya Lukas mencatat "segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus" (Kis 1:1), tetapi kitab ini menerangkan apa yang selanjutnya diperbuat dan diajar oleh Yesus setelah naik ke sorga, melalui kuasa Roh Kudus yang bekerja di dalam dan melalui murid-murid-Nya dan jemaat mula-mula. Ketika Yesus naik ke sorga (Kis 1:9-11), instruksi terakhir kepada murid-murid-Nya ialah menunggu di Yerusalem hingga mereka dibaptiskan dengan Roh Kudus (Kis 1:4-5). Ayat kunci kitab ini (Kis 1:8) berisi ringkasan padat yang teologis dan geografis dari kitab ini: Yesus berjanji bahwa mereka akan menerima kuasa ketika Roh Kudus dicurahkan atas mereka -- kuasa untuk menjadi saksi-Nya

  1. (1) "di Yerusalem" (pasal 1-7; Kis 1:1--7:60),
  2. (2) "di seluruh Yudea dan Samaria" (pasal 8-12; Kis 8:1--12:25), dan
  3. (3) "sampai ke ujung bumi" (pasal 13-28; Kis 13:1--28:31).

Kisah Para Rasul mengisahkan perpaduan tindakan ilahi dengan tindakan manusia. Seluruh gereja, bukan hanya para rasul, ikut "menjelajah seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil" (Kis 8:4). Para diaken seperti Stefanus dan Filipus (Kis 6:1-6) menjadi perkasa di dalam Roh Kudus dan iman, "mengadakan mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda di antara orang banyak" (Kis 6:8) bahkan sampai menggoncangkan beberapa kota dengan Injil (lih. Kis 8:5-13). Umat yang saleh berdoa dengan tekun, melihat malaikat-malaikat, mendapatkan penglihatan, menyaksikan tanda dan mukjizat yang ajaib, mengusir setan-setan, menyembuhkan yang sakit serta memberitakan Injil dengan keberanian dan kekuasaan. Sekalipun di dalam gereja ada persoalan, seperti ketegangan antara orang Yahudi dan bukan Yahudi (pasal 15; Kis 15:1-41), dan kendatipun penganiayaan terus-menerus dari luar gereja oleh pemimpin agama dan penguasa sipil, nama Tuhan Yesus Kristus dimuliakan dalam perkataan dan tindakan dari kota yang satu ke kota yang lain.

Dalam pasal 1-12 (Kis 1:1--12:25) pusat utama dari penjangkauan gereja adalah Yerusalem. Di situlah Petrus menjadi orang terkemuka yang dipakai Allah untuk menyebarkan Injil. Dalam pasal 13-28 (Kis 13:1--28:31) pusat utama penjangkauan gereja adalah Antiokhia di Siria; di situlah Paulus menjadi orang terkemuka yang dipakai Allah untuk menyebarkan Injil kepada orang yang bukan Yahudi. Kitab Kisah Para Rasul berakhir tiba-tiba dengan Paulus di Roma, sedang menunggu pengadilannya di depan Kaisar. Walaupun hasil pengadilan tertangguh, kitab ini diakhiri dengan nada kemenangan. Paulus masih tertawan, namun ia tetap memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus dengan berani tanpa rintangan (Kis 28:31).

Ciri-ciri Khas

Sembilan ciri utama menandai surat ini.

  1. (1) Gereja: kitab ini menyatakan sumber kuasa dan sifat sejati dari misi gereja, bersama beberapa prinsip yang harus menguasai gereja pada setiap angkatan.
  2. (2) Roh Kudus: oknum ketiga dari Trinitas disebut secara khusus lima puluh kali; baptisan dalam dan pelayanan Roh Kudus memberikan kuasa ilahi (Kis 1:8), keberanian (Kis 4:31), ketakutan yang kudus akan Allah (Kis 5:3,5,11), kebijaksanaan (Kis 6:3,10), bimbingan (Kis 16:6-10) dan karunia-karunia Roh (Kis 19:6).
  3. (3) Amanat gereja mula-mula: Lukas dengan cermat mencatat khotbah-khotbah yang diilhamkan yang disampaikan oleh Petrus, Stefanus, Paulus, Yakobus dan orang lain yang memberikan pengetahuan tentang gereja mula-mula yang tidak terdapat dalam kitab-kitab PB lainnya.
  4. (4) Doa: Gereja mula-mula mengabdikan diri kepada doa yang tetap dan sungguh-sungguh; kadang-kadang sepanjang malam sehingga hasilnya luar biasa.
  5. (5) Tanda-tanda, keajaiban-keajaiban dan mukjizat-mukjizat: penyataan ini menyertai pekabaran Injil di dalam kuasa Roh Kudus.
  6. (6) Penganiayaan: pekabaran Injil dengan kuasa terus-menerus membangkitkan pertentangan dan penganiayaan, baik dari pihak agama maupun yang sekular.
  7. (7) Urutan Yahudi -- bukan Yahudi: sepanjang kitab ini Injil pertama-tama disampaikan kepada orang Yahudi, baru kepada bangsa-bangsa lainnya.
  8. (8) Wanita: keterlibatan wanita disebutkan secara khusus dalam pelaksanaan pelayanan gerejani.
  9. (9) Kemenangan: tembok pemisah (nasional, keagamaan, budaya, atau suku) dan pertentangan serta penganiayaan tidak dapat menahan meluasnya Injil.

Prinsip Hermeneutis

Beberapa penafsir memandang kitab Kisah Para Rasul seolah di bawah suatu perjanjian PB yang lain daripada melihatnya sebagai patokan Allah bagi gereja dan kesaksiannya selama seluruh periode yang disebut PB "hari-hari terakhir" (bd. lihat cat. --> "Kis 2:17"). [atau ref. Kis 2:17] Kisah Para Rasul bukan saja buku sejarah dari gereja mula-mula, melainkan menjadi buku pedoman bagi kehidupan Kristen dan untuk gereja yang dipenuhi Roh. Orang percaya seharusnya mendambakan dan menantikan, sebagai norma atau patokan gereja masa kini, semua unsur pelayanan dan pengalaman gereja PB (kecuali penulisan PB); semuanya ini dapat dicapai apabila gereja bergerak dalam kuasa Roh yang penuh. Tidak ada sesuatu dalam Kisah Para Rasul atau PB yang mengatakan bahwa tanda-tanda, keajaiban-keajaiban, mukjizat-mukjizat, karunia-karunia rohani atau tolok ukur rasuli bagi kehidupan dan pelayanan gereja pada umumnya akan berhenti secara mendadak atau untuk selama-lamanya pada akhir masa para rasul. Kisah Para Rasul mencatat apa yang seharusnya gereja perbuat di dalam setiap generasi selama ia melanjutkan pelayanan Yesus dalam kuasa Pentakosta dari Roh Kudus (lihat cat. --> "Kis 7:44"). [atau ref. Kis 7:44]

(0.17847634583333) (Yer 30:1) (jerusalem: Firman yang datang dari TUHAN) Bagian kitab Yeremia berikut ini, Yer 30:1-31:40, sering diberi berjudul: "Kitab Penghibur", oleh karena memuat nubuat-nubuat tentang keselamatan yang akan datang. Bagian terbesar Kitab Penghiburan itu ditulis, bdk Yer 30:2, pada waktu antara pembaharuan agama yang dimulai raja Yosia pada th 622 dan mangkatnya raja itu pada th 609. Pembaharuan agama yang bertumpu pada kitab Ulangan itu, bdk 2Ra 22:3-23:24, membangkitkan baik kepercayaan murni kepada TUHAN dengan menyingkirkan campuran agama yang disebarluaskan oleh raja Manasye, maupun pengharapan nasional dan semangat kebangsaan. Kemerosotan yang dialami negeri Asyur pada masa itu memberi raja Yosia kesempatan merebut kembali daerah Samaria dan Galilea, 2Ra 23:15,19; 2Ta 35:18. Maka bangkitlah pengharapan bahwa orang-orang Israel yang pada th 721 masuk pembuangan akan kembali kepada kerajaan yang dipulihkan seperti adanya pada masa raja Daud dahulu. Sajak-sajak yang tercantum dalam Yer 30:1-31:40 mengungkapkan pengharapan itu. Tuhan tetap mengasihi umat Israel di bagian utara negeri, Yer 31:3; 15-20 bdk Hos 11:8-9; Ia membawa kaum buangan kembali ke tanah airnya, Yer 30:3; 31:2-14; bdk Hos 10:11; semua bersatu kembali di sekitar Sion, Yer 31:6; bdk Yer 11:10-16. Di kemudian hari nubuat-nubuat tentang kembalinya umat itu disadur begitu rupa sehingga mencakup juga bangsa Yehuda yang dalam pada itu juga masuk pembuangan. Ditambahkan nubuat-nubuat, Yer 30:8-9; 31:1; 23-26; 27-28, dan beberapa sisipan Yer 30:3,4; 31:31, sehingga Yehuda disambung dengan Israel. Begitulah Kitab Penghiburan nabi Yeremia diberi makna baru dan terakhir, sehingga merangkum juga zaman Mesias; Israel dan Yehuda dipersatukan kembali, bdk Yer 3:18+, dan bersama-sama di negerinya sendiri mereka berbakti kepada Tuhan dan diperintah oleh raja Daud, Yer 30:9. Dikumpulkannya umat Israel yang terpencar-pencar menjadi suatu gagasan penting dalam pekabaran nabi-nabi yang tampil di masa pembuangan, Yes 43:5 dst; Yer 49:5-6,12,18-23, dll; Yeh 11:17; 20:34; 28:25; 34:12-13, dll, dan sesudahnya, Zak 10:6-12; bdk Yoh 11:52.
(0.17847634583333) (1Kor 15:45) (jerusalem: makhluk yang hidup) Harafiah: jiwa yang hidup. Sesuai dengan tradisi alkitabiah "jiwa" (Yunani: psikhe; Ibrani: nefesy, Kej 2:7) dalam pandangan Paulus adalah prinsip kehidupan yang menjiwai tubuh manusia, 1Ko 15:45. Ia merupakan "hidup" tubuh. Rom 16:4; Fili 2:30; 1Te 2:8; bdk Mat 2:20; Mar 3:4; Luk 12:20; Yoh 10:11; Kis 20:10, dll, atau "jiwanya yang hidup", 2Ko 1:23 (terj.: aku); ada kalanya "jiwa" berarti seluruh manusia, Rom 2:9; 13:1; 2Ko 12:15; Kis 2:41,43, dll. Tetapi jiwa itu hanya sebuah prinsip alamiah, 1Ko 2:14; bdk Yud 19, yang harus menyingkir terhadap "pneuma" (roh), supaya manusia menemukan hidup ilahi. Penggantian itu yang sudah dimulai selagi orang hidup di dunia ini berkat karunia ialah Roh Kudus, Rom 5:5+; bdk 1Ko 1:9+, sepenuhnya terwujud setelah orang meninggal dunia. Para filsuf Yunani mengharapkan bahwa jiwa tertinggi (nous) hidup terus dalam kebakaan, setelah akhirnya sama sekali dibebaskan dari tubuh. Tetapi agama Kristen hanya dapat memikirkan suatu kebakaan yang menyangkut pemulihan seluruh manusia, yaitu dengan dibangkitkannya tubuh oleh Roh Kudus, ialah sebuah prinsip ilahi yang diambil Allah dari manusia akibat dosanya, Kej 6:3; prinsip ilahi itu dikembalikan kepada manusia melalui persatuannya dengan Kristus yang dibangkitkan, Rom 1:4+; Rom 8:11+, yaitu Manusia sorgawi dan roh yang menghidupkan, 1Ko 15:45-49. Selanjutnya tubuh tidak hidup lagi "berjiwa", tetapi "berRoh" dan karenanya tidak fana lagi dan tidak dapat mati, 1Ko 15:53; tubuh menjadi mulia, 1Ko 15:43; bdk Rom 8:18; 2Ko 4:17; Fili 3:21; Kol 3:4, bebas dari ikatan jasmaniah seperti ada di dunia ini, Yoh 20:19,26, dan rupa tubuh juga berlainan sekali dari rupanya di dunia ini, Luk 24:16. Dengan arti lebih luas "jiwa" (psikhe) diperlawankan dengan tubuh dan dianggap pokok-pangkal budi pekerti dan perasaan, Fili 1:27; Efe 6:6; Kol 3:23; bdk Mat 22:37 dsj; Mat 26:38 dsj; Luk 1:46; Yoh 12:27; Kis 4:32; 14:2; 1Pe 2:1, dll (kalau demikian artinya kerap diterjemahkan dengan kata Indonesia: hati); bahkan "jiwa" dapat juga berarti: jiwa rohani yang tidak dapat mati, Mat 10:28,39 dsj; Kis 2:27; Yak 1:21; 5:20; 1Pe 1:9; Wah 6:9, dll.
(0.17847634583333) (2Taw 6:3) (sh: Janji yang istimewa (Senin, 13 Mei 2002))
Janji yang istimewa

Janji yang istimewa. Allah telah hadir di dalam bait-Nya yang kudus di dalam awan kemuliaan. Dalam bagian ini, Salomo berbicara kepada seluruh jemaah Israel yang berkumpul di kompleks bait Allah. Kemudian setelah memberkati mereka, ia berbicara (ayat 4-11). Isi perkataan Salomo dapat dibagi ke dalam 3 bagian.

Pertama, pujian karena tergenapinya janji Allah bagi Daud (ayat 4-6). Fokus dari bagian pujian ini adalah bahwa Allah menggenapi yang Ia janjikan kepada Daud. Penulis Tawarikh sekali lagi mengaitkan Daud dan Salomo secara erat. Salomo tidak bertindak atas inisiatif sendiri, tetapi mewujudkan janji Allah kepada Daud. Salomo juga digambarkan sebagai raja yang sangat mengerti karya Allah di dalam pembangunan bait Allah. Meskipun ia yang berupaya keras untuk menyelesaikan bait Allah, ia mengakui bahwa Allah terlibat secara penuh melalui janji dan tindakan tangan-Nya (ayat 4). Bait Allah itu dimaksudkan menjadi tempat kediaman nama Allah (ayat 5-6). Nama menunjukkan kehadiran Allah di tengah umat-Nya.

Kedua, penjelasan tentang peranan Salomo (ayat 7-9). Salomo berhenti sejenak dari pujiannya dan menjelaskan mengapa bukan Daud sendiri yang membangun bait Allah. Komunitas pascapembuangan mungkin mengira bahwa bait Allah adalah proyek Daud yang gagal dilakukan. Salomo menjelaskan bahwa Allah memandang maksud Daud baik untuk mendirikan bait Allah. Namun demikian, Daud adalah raja yang berperang, sedangkan bait Allah akan dibangun ketika Israel telah mendapatkan tanahnya dengan damai. Tiga tema dalam bagian pertama muncul lagi: kaitan erat antara Daud dan Salomo, keterlibatan Allah dalam menentukan siapa yang membangun bait-Nya, dan tentang nama-Nya.

Ketiga, pujian karena janji Allah kepada Daud dipelihara (ayat 10-11). Salomo kembali pada pujiannya. Di sini muncul lagi 3 tema di atas. Salomo menyebut Daud sebagai bapanya, dan ia penerus takhta ayahnya. Juga, persetujuan Allah atas pekerjaan Salomo menunjukkan campur tangan Ilahi. Terakhir, nama Allah kembali dimunculkan.

Renungkan: Janji Allah teguh selamanya. Ia campur tangan dalam kehidupan kita dan hadir dalam kasih-Nya di tengah umat-Nya.

(0.17847634583333) (Mzm 62:1) (sh: Tenang teduh di dekat Tuhan (Senin, 8 Oktober 2001))
Tenang teduh di dekat Tuhan

Tenang teduh di dekat Tuhan. Mazmur ini membeberkan keyakinan Daud kepada Tuhan saat ia menghadapi persepakatan politik yang ingin menjatuhkannya (ayat 2- 5). Dengan keyakinannya, ia mengajak umat-Nya bersandar kepada Tuhan (ayat 6-9). Karena ia menyadari bahwa segala kejayaan manusia adalah rapuh di hadapan Tuhan (ayat 10-11), tetapi kuasa, kasih setia, dan keadilan Tuhan yang diberikan kepadanya adalah teguh (ayat 12-13).

Situasi saat itu bukanlah keadaan yang aman bagi Daud. Ia menyadari bahwa dirinya seperti dinding miring yang segera akan roboh (ayat 4), yang sedang dikerumuni oleh mereka yang ingin menghempaskannya. Ia mengetahui bahwa dirinya didustai oleh mereka yang berkata manis, padahal di dalam hati mengutukinya (ayat 5). Namun dalam situasi yang terhimpit ini, Daud tetap diliputi rasa aman dan tenang teduh karena berada dekat dengan Allah, satu- satunya sumber pengharapan yang dapat diandalkan (ayat 2-3, 6-7). Kedekatannya dan pemahamannya akan Tuhan merupakan jangkar bagi keyakinannya yang kokoh. Kedekatannya kepada Tuhan tidaklah terlepas dari pemahamannya tentang Tuhan sebagai sumber keselamatan (ayat 2b), pengharapan (ayat 6b, 7), dan kemuliaannya (ayat 8). Ia adalah tempat perlindungan yang teguh, yang menyediakan diri-Nya sebagai tempat perlindungan bagi umat-Nya untuk mencurahkan isi hati mereka (ayat 9). Dialah yang memberikan kepadanya kuasa, kasih setia, dan keadilan (ayat 12).

Pengenalannya yang tepat kepada Tuhan menuntunnya untuk: [1] Tetap tenang pada masa yang sukar, karena ia mengetahui bahwa para musuhnya tidak berarti apa-apa di hadapan Tuhan (ayat 10); [2] Menyadari bahwa keselamatan dan kemuliaannya bergantung kepada Tuhan (ayat 8). Ia mengajak umat-Nya untuk tidak bergantung kepada harta, melainkan kepada Tuhan setiap waktu (ayat 9); [3] Menjadi seorang penguasa yang memiliki kesadaran moral dan menyadari bahwa pemerasan dan perampasan bukanlah jalan keluar bagi persoalannya (ayat 11).

Renungkan: Apakah atau siapakah yang selama ini menjadi sumber rasa aman Anda? Tepatkah Anda berharap kepadanya? Hal-hal apakah yang menjadi penghambat bagi Anda untuk bergantung penuh pada Tuhan? Bagaimana pemahaman hari ini menolong Anda untuk semakin bergantung kepada Tuhan?

(0.17847634583333) (Mzm 63:1) (sh: Kerinduan yang bertumbuh dalam kegetiran (Selasa, 9 Oktober 2001))
Kerinduan yang bertumbuh dalam kegetiran

Kerinduan yang bertumbuh dalam kegetiran. Pernahkah Anda merasakan kerinduan yang sedemikian dalam dan tak tertahankan lagi, sehingga dapat digambarkan seperti tanah tandus tiada berair (ayat 2)? Daud merasakan hal seperti ini, ketika ia berada dalam bahaya yang mengancam jiwanya. Ia melihat kasih setia Allah yang melampaui hidupnya, justru pada saat ia merasa tidak aman (ayat 10-11). Hatinya terikat kepada Tuhan dan kerinduannya memuncak seperti seorang bayi yang merindukan kehadiran ibunya yang memberikan rasa aman dan kelegaan baginya.

Melalui mazmur ini kita dapat melihat bahwa kehadiran berbagai kesulitan, ancaman, dan problematika kehidupan, yang seringkali menjadi media yang getir bagi kebanyakan orang, ternyata dapat memainkan peranan yang penting bagi pertumbuhan rohani orang percaya. Media yang getir seperti ini merupakan media yang subur bagi pertumbuhan rasa rindu yang semakin mendalam kepada Allah (ayat 2). Melalui media yang getir seperti ini, kita dilatih untuk semakin menghayati kebesaran kasih setia Allah bagi kita yang tidak berdaya (ayat 4-8).

Penghayatan terhadap kasih setia Allah dan kerinduan yang dalam kepada Allah pada situasi yang penuh kegetiran bukanlah merupakan suatu proses yang terjadi dengan mudah. Diperlukan adanya faktor esensial yang memungkinkan terjadinya proses ini. Faktor esensial itu terletak pada kesadaran Daud bahwa kebutuhannya yang terdalam hanyalah ditemukan di dalam Tuhan, yang adalah sumber pertolongan yang menopang hidupnya (ayat 8-9). Kesadaran tentang hal inilah yang membuatnya merasa haus dan rindu untuk mencari Allah (ayat 2) yang kepada-Nya jiwa Daud melekat (ayat 9). Iman yang bertumbuh kuat melalui media yang getir ini memiliki daya tahan yang kokoh, karena inilah keyakinan yang didasarkan atas pertolongan dan pembelaan Allah (ayat 10-12).

Renungkan: Apakah Anda memiliki kerinduan dan kedekatan kepada Allah yang sedemikian dalam seperti Daud? Jika hal ini tidak menjadi bagian dari pengalaman rohani Anda, maka kadangkala kesulitan dapat menjadi sarana yang tepat untuk membawa Anda kepada-Nya. Lihatlah keadaan getir yang terjadi di sekitar Anda sebagai media pertumbuhan yang menjadikan Anda kuat, semakin merindukan Allah, dan menikmati kasih setia-Nya.

(0.17847634583333) (Mi 6:9) (sh: Penghukuman Allah itu pasti (Rabu, 20 Desember 2000))
Penghukuman Allah itu pasti

Penghukuman Allah itu pasti. Keputusan pengadilan sudah ditetapkan untuk memenangkan Allah. Sebagai Tuhan dan Raja atas Israel, Ia selalu berlaku adil dan setia. Namun Israel selalu memberontak terhadap kehendak-Nya. Keadilan dan kebaikan hanyalah bahan cemoohan di antara mereka sedangkan kerendahan hati hanyalah sebagai bahan ejekan (10-12). Apakah Allah melupakan dan membiarkan segala ketidakadilan dan penindasan (10-11)? Allahlah yang menetapkan standar keadilan dan kebaikan yang dilanggar oleh Israel. Mereka tidak dapat berharap Allah akan meninggalkan standar yang telah Ia tetapkan dan belas kasihan-Nya terhadap orang-orang yang tertindas hanya untuk membebaskan mereka dari hukuman. Setiap pemberontakan terhadap- Nya pasti akan dihukum.

Walaupun demikian Allah tidak menghukum tanpa memberikan peringatan terlebih dahulu. Namun bangsa Israel yang tegar tengkuk ini telah meremehkan peringatan Allah. Mereka terus berkubang di dalam dosa dan menikmati hidup berdasarkan kedegilan hati mereka. Maka akhirnya Allah menghukum mereka, semua nubuat Allah tentang penghukuman yang akan menimpa bangsa Israel telah menjadi kenyataan.

Apa yang terjadi ketika hukuman Allah dijatuhkan? Suatu yang sangat ironis terjadi, harta dan kekayaan yang dikejar oleh orang-orang kaya hingga menindas orang lain tidak akan membuat mereka puas dan bahagia. Tidak hanya itu. Harta berlimpah yang mereka puja- puja akan lenyap begitu saja. Sumber-sumber kekayaan yang menghidupi mereka tidak akan membuahkan apa-apa. Bahkan secara mental mereka pun akan mengalami siksaan yang tidak kecil (16).

Hasil akhir tidak akan pernah membenarkan cara yang digunakan. Cara yang salah hanya akan membuat seseorang tidak akan pernah menggapai keberhasilan akhir. Allah adalah maha kasih dan maha adil. Dia akan mengampuni orang yang berdosa tapi pada saat yang sama Dia juga tidak akan berdiam diri terhadap orang yang memilih untuk hidup di dalam dosa-dosanya.

Renungkan: Sudah berapa kalikah Allah telah memberikan peringatan kepada kita untuk berbalik kepada-Nya dan meninggalkan praktek-praktek dosa yang masih sering kita lakukan dalam berbisnis, berumah tangga, bersekolah, dan bermasyarakat?

(0.17847634583333) (Mat 9:35) (sh: Teladan dan kuasa dalam pelayanan (Kamis, 25 Januari 2001))
Teladan dan kuasa dalam pelayanan

Teladan dan kuasa dalam pelayanan. Kemarin kita telah belajar bahwa kita harus tunduk kepada Yesus sebagai Tuhan. Hari ini kita akan belajar bagaimana membuktikan penundukan diri kita. Salah satu caranya adalah melanjutkan misi-Nya di dunia. Kita menjadi pekerja-pekerja-Nya yang digerakkan oleh belas kasihan Yesus untuk mengabarkan Kabar Baik dan menjangkau mereka yang terhilang dalam masyarakat dengan memberikan kesembuhan kepada mereka yang sakit dan menguatkan mereka yang lemah tubuh.

Namun seringkali kita terlalu menitikberatkan kepada pelayanan pemberitaan Injil, sehingga mengesampingkan pelayanan-pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan sosial orang lain, karena kita menganggap bahwa masalah rohani lebih penting daripada masalah jasmani. Padahal Yesus dengan belas kasihan-Nya berusaha untuk menyembuhkan pribadi manusia secara utuh. Karena itu kita memang harus berkhotbah dan mengajar, namun kita pun harus meneladani pola pelayanan Yesus dan menyatakan kasih Allah seperti yang Yesus lakukan, dengan menyediakan makanan bagi yang lapar, merawat yang sakit, dan membela yang ditindas.

Selain model pelayanan Yesus, kita pun dapat meneladani rasul-rasul yang diutus oleh Yesus. Kuasa yang Yesus berikan kepada murid-murid-Nya memampukan mereka untuk melakukan pelayanan secara efektif dan berdampak nyata dalam kehidupan manusia (ayat 10:11). Mereka dilengkapi dengan kuasa karena merekalah yang telah dipilih dan dilatih oleh Yesus. Merekalah yang senantiasa berada dekat kaki Yesus dan mendapatkan pengajaran- Nya. Di samping itu mereka semua -- selain Yudas - - adalah murid-murid yang berkomitmen penuh kepada Yesus.

Renungkan: Marilah kita teladani pola pelayanan Yesus dan murid-murid-Nya. Selama ini mungkin pelayanan kita tidak efektif atau tidak memberikan dampak kepada kehidupan manusia secara langsung dan nyata. Jika demikian kita perlu mengevaluasi apakah selain kesibukan dalam berbagai aktifitas, kita senantiasa menyediakan waktu untuk duduk bersimpuh di kaki Yesus dan mendengarkan Dia. Satu hal lagi yang harus diingat adalah bahwa kuasa tidak selalu untuk melakukan mukjizat, tetapi meliputi kuasa untuk mengajar, berkhotbah, dan menghibur sehingga kasih Allah kepada manusia dapat dinyatakan kepada dunia.

(0.17847634583333) (Yoh 14:1) (sh: Jalan ke rumah Bapa (Sabtu, 16 Maret 2002))
Jalan ke rumah Bapa

Jalan ke rumah Bapa. Kepada orang banyak Yesus berkata bahwa mereka tidak dapat ikut bersama-Nya ke rumah Bapa-Nya (ayat 13:33). Kepada Petrus, Ia mengatakan hal yang sama, namun dengan arti dan alasan berbeda. Tuhan menyatakan bahwa keadaan hatinya tidak menjamin bahwa ia dapat setia mengasihi Tuhan. Orang banyak yang tidak menerima Dia tidak dapat bersama Dia. Sekarang Yesus menegaskan bahwa sebenarnya para murid telah mengetahui jalan ke sana, ke rumah Sang Bapa, dan mereka pasti akan bersama Dia sesudah Ia selesai menyiapkan tempat di rumah Bapa bagi mereka (ayat 3-4). Meski benar bahwa mereka tidak dapat mengandalkan kondisi hati mereka agar setia dan kelak sampai ke tujuan kekal, namun mereka sudah percaya dan dengan terus mempercayai karya-karya Yesus mereka pasti akan sampai di tujuan. Tuhan memerintahkan mereka untuk percaya. Kenyataan janji-janji Allah tidak tergantung pada perasaan dan kondisi hati kita, tetapi pada Dia yang setia pada janji-janji-Nya. Bertekun dalam iman adalah cara untuk memiliki keteguhan hati (bdk. dengan yang Yesus lakukan, 12:27).

Kebenaran tentang jaminan kekal tersebut lebih jelas dalam jawaban- Nya kepada Tomas. Ungkapan “Akulah …” menggemakan kembali ungkapan-ungkapan yang sama dalam Injil Yohanes yang menegaskan kesetaraan Yesus dengan Yahwe dalam Perjanjian Lama. Karena itulah Dia dapat mengklaim bahwa diri-Nya sendirilah jalan, kebenaran, dan hidup (ayat 6). Akibatnya, Dia dan hubungan dengan-Nya menentukan apakah orang yang mengenal Bapa akan sampai ke rumah Bapa kelak atau tidak. “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku" (ayat 7). Sang Bapa telah berkemah di dalam Yesus, sehingga siapa mengenal Dia, mengenal Bapa (bdk. 1:14, 14:10). Firman Bapa ada di dalam-Nya dan itulah yang disampaikan kepada mereka (ayat 10-11).

Tidak saja mengenal Bapa dan beroleh jaminan kekal di dalam Yesus, para pengikut-Nya akan pula melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah bahkan yang lebih besar dari yang Yesus telah buat. Pekerjaan- pekerjaan besar itu adalah juga pekerjaan Yesus di dalam mereka, dan dapat terus dilakukan karena mereka mengandalkan Dia di dalam doa (ayat 12-13).

Renungkan: Perbuatan kita mencerminkan hubungan kita dengan Tuhan.



TIP #22: Untuk membuka tautan pada Boks Temuan di jendela baru, gunakan klik kanan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA