Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 881 - 900 dari 1127 ayat untuk Melihat (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.09) (Mat 21:23) (sh: Motivasi di balik pertanyaan (Jumat, 25 Februari 2005))
Motivasi di balik pertanyaan

Motivasi di balik pertanyaan. Orang yang mencari kebenaran tentu akan banyak bertanya. Ia akan mencari jawab yang boleh memuaskan pikirannya, hatinya, dan akhirnya memutuskan untuk menerima atau menolak kebenaran itu.

Pertanyaan para imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi tentang asal muasal kuasa Tuhan Yesus adalah pertanyaan masuk di akal. Tuhan Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan mereka karena Ia mau menguji ketulusan mereka, apakah mereka bertanya karena mau percaya atau sedang mencari jalan menjebak Dia. Maka Ia balik bertanya.

Pertanyaan Tuhan Yesus kepada para pemimpin Yahudi ini (ayat 25a) ternyata tidak bisa mereka jawab. Lebih tepatnya mereka tidak mau menjawab. Mereka menghadapi dilema. Di satu sisi orang banyak mengagungkan Yohanes Pembaptis sebagai nabi (ayat 26). Kalau mereka menjawab baptisan Yohanes bukan dari surga, orang banyak akan kecewa dan meninggalkan mereka. Sebaliknya, kalau mereka mengakui baptisan Yohanes berasal dari surga maka jawaban itu menuding balik kepada mereka (ayat 25b). Kemunafikan mereka akan terbongkar. Jadi, mereka lebih baik menjawab, "Kami tidak tahu." (ayat 27a)

Sikap para pemimpin agama ini begitu munafik! Mereka mendengar, melihat, dan menyaksikan kebenaran di depan mereka. Namun, mereka menolak untuk memercayai-Nya. Mereka lebih memikirkan keselamatan status mereka daripada keselamatan rohani, yaitu dibenarkan oleh Tuhan Yesus.

Hari ini banyak orang yang hanya mencari selamat sendiri, bukan mencari kebenaran. Mereka tidak bersedia menanggung konsekuensi percaya dan menerima kebenaran karena hal itu bisa berarti kehilangan popularitas, karir, dan kenyamanan hidup. Terhadap orang-orang yang demikian, jawaban Tuhan Yesus kepada para pemimpin agama di atas memang sepantasnya: "Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu"(ayat 27b).

Renungkan: Bila kita tidak sungguh-sungguh percaya, maka ketidakpercayaan itu sudah menghakimi kita!

(0.09) (Mat 21:28) (sh: Menganggap diri 'benar' justru akan kehilangan kebenaran (Kamis, 1 Maret 2001))
Menganggap diri 'benar' justru akan kehilangan kebenaran

Menganggap diri 'benar' justru akan kehilangan kebenaran. Seorang pengembara asing begitu yakin dengan pengamatannya sendiri yang dianggapnya paling benar, sehingga ia tidak lagi mempedulikan nasihat orang-orang yang mengatakan bahwa ada seekor singa yang telah menelan banyak korban dalam hutan tersebut. Betapa terkejutnya ketika ia benar-benar berhadapan dengan seekor singa, suatu kebenaran yang tidak pernah dianggapnya benar. Selama ini ia mengandalkan kebenarannya sendiri, sehingga ia tidak mempercayai kebenaran yang sesungguhnya benar.

Perumpamaan dua orang anak (28-32) menggambarkan perbedaan sikap anak sulung (orang Yahudi) dan anak bungsu (orang tersisih) dalam menyambut Yesus. Orang Yahudi menganggap bahwa ritual agama yang dipertahankan sudah cukup membawa mereka kepada kebenaran. Inilah kebenaran yang mereka pertahankan sehingga mereka tidak percaya dan tidak mau menyambut Sang Kebenaran, yakni Yesus Kristus. Berbeda dengan orang-orang yang tersisih di mata orang beragama, karena mereka menyadari ketidakbenaran diri dan akhirnya menyambut kebenaran itu. Sesungguhnya orang yang merasa diri benar justru kehilangan kebenaran sejati dan orang yang merasa salah akan bertemu Kristus karena menyesali dan menyatakan kebutuhannya akan kebenaran.

Perumpamaan kedua tentang sikap para penggarap terhadap para utusan tuan tanah (33-48) menunjukkan betapa tertutupnya mereka terhadap segala cara pendekatan yang diusahakan tuan tanah, sampai anak kandung tuan tanahnya pun menjadi korban pembunuhan. Semua cara tidak dapat menembus kekerasan dan kebebalan hati mereka terhadap kebenaran. Mereka menganggap apa yang mereka lakukan adalah benar dan tidak perlu menanggapi pendekatan tuan tanah. Pilihan mereka menolak kebenaran berakibat fatal (43). Di akhir bacaan, kita melihat betapa ironisnya ketika para pemuka agama yang mengerti perumpamaan ini, namun mereka tetap pada kebenaran sendiri dan berusaha membungkam kebenaran (45-46).

Renungkan: Kebenaran yang terus diperdengarkan akan singgah dan menetap di hati yang penuh penyesalan dosa dan mau menyatakan kerinduan hadirnya Sang Kebenaran dalam hidupnya. Sudah saatnya menganggap sampah kebenaran diri yang berakibat hancur dan binasa.

(0.09) (Mat 22:41) (sh: Pemahaman sempit meniadakan pengharapan pasti (Selasa, 6 Maret 2001))
Pemahaman sempit meniadakan pengharapan pasti

Pemahaman sempit meniadakan pengharapan pasti. Berulang-kali orang-orang Farisi berusaha mencobai Yesus, namun di luar perhitungan mereka ternyata Yesus tidak pernah terjerat oleh tipu muslihat mereka.

Pada kesempatan ini, bukan lagi mereka yang bertanya kepada Yesus tetapi Yesus yang menanyai mereka: bagaimana pemahaman mereka tentang Mesias (42a). Mereka tahu dengan pasti bahwa Mesias yang dinantikan adalah keturunan Daud, seperti yang mereka baca dalam nubuatan nabi-nabi. Mereka memahami secara hurufiah makna nubuatan ini maka penantian mereka pun adalah melihat kepada garis keturunan Daud. Berdasarkan pemahaman inilah maka dengan lantang mereka menjawab pertanyaan Yesus (42b). Pemahaman sepotong ini telah membawa mereka kepada penantian yang sia-sia, karena mereka melupakan bagian Kitab Suci lain seperti yang dikutip oleh Yesus, dimana Daud menyatakan tentang Mesias (43- 44). Ketika mereka mendengar penjelasan Yesus yang berpijak pula dari kebenaran firman Tuhan, maka mereka menjadi mati kutu, tak kuasa lagi mempertahankan argumentasi mereka tentang Mesias anak Daud. Akhir bacaan kita mencatat bahwa sejak saat itu mereka tidak lagi berani menjebak Yesus dengan pertanyaan tipu muslihat mereka, karena mereka benar-benar mati kutu (44).

Betapa mengherankan, orang-orang Farisi yang menguasai Kitab Suci ternyata tidak mampu menjawab dengan tepat dan benar. Hal ini dikarenakan pemahaman yang sempit dan sepenggal-sepenggal akan firman Tuhan, sehingga mereka hanya terpaku pada apa yang tertera dan tertulis, dan bukan kepada kebenaran yang diungkapkan secara utuh dan berkesinambungan. Kita menyadari betapa berbahayanya pemahaman demikian, karena akan membawa kita kepada pengharapan yang sia-sia. Apabila kita salah memahami firman Tuhan maka akan berakibat: pengenalan yang sempit akan Yesus Kristus, kehidupan rohani yang dangkal, dan pengharapan yang tidak pernah berujung kenyataan. Betapa sia-sianya hidup iman kita!

Renungkan: Jangan mudah puas dengan pemahaman Anda saat ini, teruslah belajar menggali dan memahami firman Tuhan dengan benar dan utuh, sehingga Anda memiliki pemahaman yang benar dan pengharapan yang pasti.

(0.09) (Mat 24:37) (sh: Tahu, tetapi Tidak Mau Tahu (Rabu, 29 Maret 2017))
Tahu, tetapi Tidak Mau Tahu

Untuk menjelaskan kedatangan-Nya yang kedua kali, Yesus menggunakan analogi orang-orang pada zaman Nuh (37). Pola hidup dan karakter manusia pada masa Nuh sangat korup. Mungkin saja mereka tahu dari Nuh bahwa TUHAN akan menghukum mereka dengan Air Bah, namun mereka tidak peduli. Mereka asyik dengan kehidupan mereka sendiri (37-39; lih. Kej. 6). Mata mereka baru tercelik saat melihat Air Bah itu, namun semuanya sudah terlambat.

Lalu, Yesus memakai ilustrasi lain untuk menjelaskan sifat yang tak terduga melalui kisah pengangkatan (40-41). Kisah pemilik rumah yang tahu akan kedatangan pencuri menekankan sikap berjaga-jaga (43). Wawas diri dan bersiap sedia merupakan sikap yang patut dimiliki oleh siapa pun yang menantikan kedatangan Yesus kedua kalinya (42, 44).

Selain itu, setia dan bijaksana dalam melakukan tugas menjadi salah satu sifat yang harus ada dalam diri orang-orang beriman. Kapan pun Sang Majikan datang, dia bisa mempertanggungjawabkan tugasnya (45-46). Tuan yang bijaksana akan memberikan upah dengan adil (47). Sebaliknya hamba yang jahat, selain meremehkan keseriusan kedatangan tuannya, ia juga melakukan kejahatan terhadap orang lain (48-49). Saat majikannya datang secara tak terduga, dia tidak dapat menghindar dari hukuman yang akan diterimanya (50-51).

Tuhan tidak pernah melarang kita bergiat mencari kebutuhan materi. Hanya saja semangat yang sama hendaknya dipakai pula untuk mencari hal-hal rohani. Tahu, tetapi masa bodoh terhadap kebenaran dan realitas rohani adalah penyakit yang mematikan. Karena penyakit itu dapat menumpulkan kesadaran dan kewaspadaan kita terhadap dosa yang akan menyeret kita.

Kita dapat mengasah kesadaran dan kepekaan rohani apabila kita mau menjalani disiplin rohani dengan sepenuh hati, seperti: berdoa, merenungkan firman Tuhan, berpuasa, dan lain-lain. Kita melakukannya bukan sebagai beban, melainkan sebagai kebutuhan. Karena itu dibutuhkan disiplin dan komitmen yang tinggi. [RH]

(0.09) (Mat 24:45) (sh: Hamba yang berintegritas (Jumat, 11 Maret 2005))
Hamba yang berintegritas

Hamba yang berintegritas
Hidup ini milik siapakah? Tentu ada benarnya bila kebanyakan orang termasuk Anda menjawab bahwa hidup adalah milik kita masing-masing. Perumpamaan Tuhan tentang hamba yang baik dan jahat ini menolak angapan itu. Hidup adalah karunia Tuhan. Terlebih bagi orang Kristen yang telah ditebus Yesus dengan nyawa-Nya, hidup ini adalah milik-Nya. Tepatlah bila Allah menuntut pertanggungjawaban tentang bagaimana kita hidup seperti halnya majikan menuntut pertanggungjawaban bawahannya.

Pada kenyataannya tak seorang pun mengetahui kapan Tuhan datang, kehadiran Tuhan pun tidak selalu dirasakan. Tuhan memberi kita kemerdekaan menjalani hidup ini. Hanya ada dua tipe hamba di hadapan Tuhan, yang setia dan bijak serta yang jahat. Yang pertama adalah hamba yang berintegritas karena ada atau tidak ada sang tuan, dia akan tetap bekerja dengan baik (ayat 46). Prinsip ini adalah etos hidup, pelayanan, dan kerja orang Kristen. Mengapa hamba yang setia ini tetap bekerja dengan baik sekalipun Tuannya pergi? Karena mereka mengerti bahwa Tuannya adalah Allah Yang Mahatahu, yang di hadapan-Nya segala perbuatan terbuka. Segala sesuatu mereka lakukan di hadapan Allah, sadar bahwa Allah senantiasa hadir dan melihat seluruh hidupnya. Inilah hidup yang berintegritas!

Sebaliknya hamba yang jahat berpikir bahwa waktunya masih panjang, Tuannya tidak datang-datang. Ia bahkan naif berpikir bahwa segala kejahatan yang dilakukannya tidak diketahui, karena Tuannya tidak hadir (ayat 49). Bagi orang jahat, kehadiran Tuhan merupakan suatu ancaman dan tekanan yang berat, namun bagi orang benar kehadiran Tuhan justru merupakan penghiburan terbesar dalam hidup ini. Hamba yang jahat ini dianggap orang munafik (ayat 51), kategori yang paling dilawan Tuhan dalam injil Matius.

Renungkan: Bila Anda ingin siap dalam keadaan layak ketika bertemu Tuhan kelak, sadarilah terus akan hadirat-Nya sepanjang hidup.

(0.09) (Mat 26:1) (sh: Penolakan vs pernyataan kasih (Kamis, 25 Maret 2010))
Penolakan vs pernyataan kasih

Judul: Penolakan vs pernyataan kasih
Dari pemberitahuan Yesus kepada para murid-Nya mengenai begitu dekatnya Ia pada salib (ayat 2), menunjukkan bahwa Yesus tahu dan pegang kendali atas apa yang akan terjadi pada diri-Nya. Itu berarti, apa yang sedang disepakati oleh para imam kepala dan tua-tua untuk mencari jalan menangkap Yesus (ayat 3-5) maupun rencana pengkhianatan Yudas (ayat 14-16), tidaklah mengejutkan Dia.

Penulis Matius dengan lugas mengontraskan rencana keselamatan Allah untuk manusia melalui Yesus dengan rencana jahat para pemimpin agama untuk menyingkirkan Yesus. Matius tidak hanya mengontraskan, tetapi juga memadukannya. Kelicikan Kayafas, yang dipaparkan oleh sejarawan Yahudi yang terkenal yaitu Yosefus, mewakili kedengkian para pemimpin agama Yahudi. Pengkhianatan Yudas mewakili ketamakan manusia. Keduanya dipakai Allah untuk menggenapkan maksud-Nya, yaitu penyelamatan umat manusia dari belenggu dosa melalui kematian Yesus.

Secara indah Matius menyelipkan kisah yang mengharukan mengenai pengurapan Yesus di antara intrik-intrik para musuh-Nya. Ternyata di tengah kedengkian dan ketamakan mereka, ada kasih yang tulus dan yang penuh kemurahan dicurahkan kepada Yesus. Sikap para murid yang mengecam tindakan kasih itu sebagai pemborosan merupakan tanda bahwa mereka pun tak beda dari Yudas, memandang Yesus semata-mata dari sudut pandang kepentingan diri sendiri. Hanya Yesus yang melihat keluhuran pemberian kasih itu dan menyatakan pujian-Nya (ayat 10-13).

Di minggu-minggu sengsara ini, mari kita memeriksa hati kita. Jangan-jangan seperti para musuh Yesus, yang hati dan pikirannya terobsesi untuk kepentingan diri. Atau kita sedang menghayati kasih pengurbanan Kristus sehingga, seperti wanita yang tak disebut namanya oleh Matius ini, kita memberi respons terhadap kasih Yesus yang dicurahkan pada kita, merespons dengan kasih yang tulus dan yang tidak pernah berlebihan!

(0.09) (Mat 26:26) (sh: Yesus memaknai Paskah secara baru (Kamis, 17 Maret 2005))
Yesus memaknai Paskah secara baru

Yesus memaknai Paskah secara baru
Untuk orang Yahudi merayakan Paskah berarti merayakan kemerdekaan mereka dari perbudakan Mesir. Keluarga berkumpul, menceritakan ulang kisah itu, dan makan bersama untuk merayakan pembebasan Allah tersebut. Dengan berbuat demikian mereka menemukan ulang jati diri mereka sebagai umat Tuhan pada tindakan kuasa pembebasan Allah.

Dalam kisah ini Yesus dan para murid-Nya pun merayakan Paskah. Akan tetapi, dari pemaparan rinci yang penulis Injil Matius lakukan dalam perikop ini terdapat unsur-unsur yang membedakannya dari Paskah Perjanjian Lama. Tuhan Yesus tidak memfokuskan Paskah pada tindakan pembebasan dari Allah dalam Perjanjian Lama, tetapi pada tindakan pembebasan yang akan dilakukan Tuhan Yesus melalui kematian-Nya. Dalam perjamuan akhir bersama murid-murid-Nya, Ia menyebut roti itu sebagai tubuh-Nya (ayat 26) dan anggur itu sebagai darah-Nya (ayat 27-28). Pembebasan yang akan dikerjakan Tuhan Yesus itu adalah pembebasan yang membuat orang lepas dari kuasa dan konsekuensi dosa (ayat 28). Hanya orang yang sudah menerima arti Paskah baru ini yang akan ambil bagian dalam perjamuan kekal dengan Yesus dan Allah kelak (ayat 29). Tindakan Yesus ini menciptakan makna dan tradisi baru yaitu perayaan Paskah dan Perjamuan Kudus.

Sekarang kita merayakan Paskah sebagai peringatan kemenangan Yesus yang melalui kematian-Nya telah melepaskan kita dari belenggu dosa dan hukuman terhadap dosa. Setiap kali kita berpartisipasi dalam Perjamuan Kudus, kita mensyukuri tindakan penyelamatan dari Yesus, menegaskan jati diri kita sebagai bagian dari umat yang telah ditebus Allah, dan menyiapkan diri kita menyambut kedatangan-Nya kedua kali kelak.

Doaku: Tuhan, terima kasih Engkau telah menebusku dari dosa dengan mengurbankan tubuh dan darah-Mu sendiri. Tolong aku melihat makna hidupku dan menjalaninya dalam terang pengurbanan-Mu. Amin.

(0.09) (Mat 26:47) (sh: Yesus pegang kendali (Senin, 29 Maret 2010))
Yesus pegang kendali

Judul: Yesus pegang kendali
Kemenangan di taman Getsemani dan fokus-Nya pada salib telah membuat Yesus dapat mengendalikan segala situasi menyangkut penangkapan-Nya. Hal ini tercermin dari sikap, perkataan, dan tindakan-Nya yang lugas dalam menghadapi situasi tersebut.

Yesus pertama-tama tidak tertipu oleh ciuman pengkhianatan Yudas (ayat 50). Sebaliknya Yesus menolak upaya Petrus yang impulsif untuk membela diri-Nya dengan cara kekerasan (ayat 51-52; lih. Yoh. 18:10). Penolakan Yesus untuk dibela bukan karena Dia tidak punya kuasa untuk membela diri (ayat 53). Ia menolak dibela karena inilah cawan yang harus Ia minum. Inilah cara yang Bapa pakai untuk menggenapi rencana keselamatan-Nya bagi manusia berdosa (ayat 54). Yesus berani menantang para penangkap-Nya bahwa mereka tidak akan mampu ataupun berkuasa untuk menangkap Dia kecuali atas izin Allah (ayat 55; lih. Mar. 14:48-49). Yohanes mencatat bahwa para penangkap-Nya sempat tergetar jatuh oleh wibawa Yesus saat itu (Yoh. 18:6). Terhadap tuduhan bahkan saksi dusta yang diajukan oleh mahkamah agama, Yesus tetap fokus pada misi-Nya. Bahkan Ia sudah melihat kemenangan-Nya, yang kelak akan berdampak penghakiman pada mereka yang menolak percaya (ayat 64).

Berbeda dengan Yesus yang begitu siap, para murid-Nya justru gagal. Mereka gagal karena tidak berharap kepada Bapa dalam doa sehingga akhirnya tergoncang iman. Mereka melarikan diri dengan meninggalkan Yesus seorang diri menghadapi pengadilan Mahkamah Agama Yahudi.

Kita tidak bisa meneladani Yesus untuk mati di salib menyelamatkan manusia berdosa. Namun kita bisa meneladani sikap-Nya yang mantap melakukan kehendak Allah walau harus menanggung pengkhianatan dan penganiayaan dari pihak musuh. Kita bisa menyatakan kesetiaan kita pada-Nya dengan ambil bagian dalam pelayanan untuk memberitakan karya keselamatan-Nya yang sudah tuntas kepada mereka yang masih dibelenggu dosa.

(0.09) (Mat 26:57) (sh: Ketika kebenaran diadili (Senin, 21 Maret 2005))
Ketika kebenaran diadili

Ketika kebenaran diadili
Siapa pun yang mengikuti kisah hidup dan pelayanan Yesus akan terusik dan bertanya mengapa sampai Ia sedemikian dibenci dan akhirnya dijatuhi hukuman mati oleh bangsa-Nya sendiri. Ketika Yesus diadili oleh para pemuka agama yang terhormat itu, mereka tidak dapat menemukan satu pun kesalahan (ayat 59). Sekalipun kesaksian-kesaksian palsu diajukan tetap saja kebenaran Yesus yang justru semakin menonjol (ayat 60). Satu-satunya tuduhan yang dapat mereka lontarkan akhirnya adalah ucapan Yesus tentang diri dan karya-Nya yang diputarbalikkan kebenarannya (ayat 61-64). Jadi, Yesus dihakimi bukan karena Ia bersalah, tetapi karena memang mereka tidak menginginkan-Nya. Penyebabnya antara lain karena ketidakcocokan konsep mesianis, kehadiran Yesus yang menyebabkan popularitas mereka menurun, dan pengaruh Yesus yang dapat mengganggu keamanan.

Sekilas kita melihat seolah-olah Yesus sedang dipermainkan. Para pemuka yang berkuasa itu seenaknya menginjak-injak kebenaran dan menghina Sang Mesias. Akan tetapi, yang sebenarnya terjadi tidak demikian. Mereka frustasi menghadapi Yesus karena cara apa pun yang mereka pakai hanya semakin membuat nyata siapa yang sesungguhnya benar, dan siapa yang sesungguhnya salah. Hal itu membuat mereka mengunakan cara-cara penyiksaan yang kejam dan merendahkan martabat, bahkan bersifat menghujat (ayat 67-68).

Orang Kristen masa kini menganggap Yesus menderita untuk menebus dosa umat-Nya. Pandangan ini benar tapi tidak lengkap. Yesus menderita dalam rangka menelanjangi dan mengalahkan kejahatan (ayat 1Yoh. 3:8b). Ketika kebenaran diadili, kebenaran seolah-olah dilecehkan. Sebenarnya pada saat itu kebenaranlah yang sedang mengadili kejahatan. Orang Kristen pun mendapat karunia untuk menderita karena kebenaran. Percayalah, saat itu kejahatan sedang dibongkar.

Doaku: Tuhan, berikan kami kepekaan bahwa kebenaran-Mu tidak akan dapat dikalahkan oleh tipu daya manusia.

(0.09) (Mat 27:32) (sh: Menderitaan tak tertanggungkan (Jumat, 13 April 2001))
Menderitaan tak tertanggungkan

Menderitaan tak tertanggungkan. Penyaliban adalah suatu bentuk hukuman yang sangat mengerikan. Bagi orang Roma, penyaliban hanya dikhususkan bagi para budak yang melakukan kesalahan, dan penjahat yang terjahat. Selain itu, penyaliban juga merupakan suatu penganiayaan yang dengan sengaja memperberat penderitaan dan menunda kematian. Melalui pengertian ini kita tahu bagaimana pemerintah Roma dan orang-orang Yahudi menempatkan keberadaan Tuhan kita Yesus Kristus. Mereka bisa saja menempatkan Yesus pada posisi itu, tetapi mereka tidak dapat memahami keberadaan Yesus yang sesungguhnya di tiang itu. Mereka tidak dapat menyamakan Yesus dengan kedua penjahat yang berada di sebelah kanan dan kiri Yesus yang harus disalib karena kejahatan yang mereka lakukan. Tetapi tidak demikian halnya dengan Yesus. Dia harus menderita di kayu salib untuk menggenapi perjuangan-Nya menghubungkan kembali persekutuan manusia dengan Allah yang terputus karena dosa. Yesus menderita karena kejahatan yang tidak Dia lakukan. Bahkan untuk kejahatan kita Yesus rela disiksa, disakiti, diolok, dihina, ditelanjangi, dibuat tak berdaya, hingga akhirnya di salib.

Kita diingatkan bahwa keterbuangan penderitaan yang dialami-Nya adalah hukuman Ilahi yang seharusnya ditanggung oleh dosa-dosa kita. Dia menenggak "cawan" murka Allah yang seharusnya menjadi bagian kita. Hingga akhirnya Dia harus mengorbankan nyawa- Nya, juga untuk kita. Kematian-Nya diiringi peristiwa dahsyat dimana bumi bergoyang, bukit batu terbelah, gelap gulita, kubur terbuka, orang mati bangkit! Mata dunia terbuka, bahwa kematian yang dialami-Nya bukanlah kematian manusia biasa.

Renungkan: Hendaklah mata hati dan iman kita pun tetap terbuka untuk melihat fakta bahwa persekutuan kita dengan Allah terjalin kembali karena Kristus, melalui kematian-Nya, telah mengangkut seluruh dosa- dosa kita.

Bacaan untuk Jumat Agung

Ulangan 16:1-8

Wahyu 1:4-8

Matius 26:17-30

Mazmur 116:12-19

Lagu: Kidung Jemaat 167

(0.09) (Mat 28:16) (sh: Perintah terakhir Yesus (Selasa, 17 April 2001))
Perintah terakhir Yesus

Perintah terakhir Yesus. Sekarang Matius tiba pada sebuah konklusi yang sarat dengan muatan perintah kepada para murid untuk segera dilaksanakan. Namun sebelum para murid terlibat dalam pelaksanaan perintah tersebut, ada hal lain yang Matius paparkan tentang kondisi iman para murid. Hal ini nampak dari reaksi mereka ketika melihat Yesus. Ada yang langsung menyembah-Nya, tetapi ada juga yang meragukan-Nya.

Matius memaparkan kepada pembaca tentang fakta bahwa ada murid Yesus Kristus yang masih meragukan-Nya, dan bahwa Yesus tahu tentang keadaan tersebut. Artinya, Yesus tahu hati setiap orang, baik mereka yang percaya sungguh bahwa diri-Nya telah bangkit dari kematian dan menang atas maut, maupun mereka yang meragukan-Nya. Namun keraguan manusia tidaklah menjadi penghalang bagi Yesus untuk memberikan 'amanat agung' kepada para murid. Karenanya sebelum 'amanat agung' itu diberikan kepada mereka, Yesus terlebih dahulu membereskan keraguan beberapa orang di antara mereka. Memang, setiap orang yang mau, dan sedang terlibat dalam pekerjaan Allah haruslah orang yang telah memiliki persekutuan dan hubungan yang tulus dan suci dengan Yesus Kristus. Itu berarti, tidak ada seorang pun yang dapat terlibat sebagai perpanjangan tangan Yesus Kristus untuk menyatakan amanat agung-Nya bila orang tersebut tidak memiliki hubungan yang kental, indah, dan mesra dengan Tuhan Yesus Kristus.

Wajar bila Matius memaparkan tindakan Yesus sebelumnya untuk membereskan keraguan hati di antara para murid tentang keberadaan diri-Nya. Tujuan-Nya adalah nantinya para murid akan keluar dengan dasar komitmen yang sama bahwa Yesus Kristus yang mereka imani adalah Tuhan yang berotoritas atas maut, alam semesta, bahkan sejarah manusia. Dengan demikian tanggung jawab untuk melaksanakan 'amanat agung' itu dapat terwujud. Para murid memikul tanggung jawab yang besar dalam pelaksanaan amanat agung ini. Tapi mereka tidak sendiri dalam pelaksanaannya, karena penyertaan Yesus terhadap mereka takkan berkesudahan.

Renungkan: Peran yang sekarang Kristen lakoni adalah peran para murid. Itu berarti tanggung jawab untuk mewujudkan amanat agung Yesus Kristus pun menjadi bagian kita.

Pengantar Kitab Yeremia 27-33

Pasal 27-29: Pasal-pasal ini merupakan bagian dari periode yang terangkum dalam pasal 21-29. Yehuda sudah memasuki masa- masa terakhir dalam kehidupannya sebagai sebuah bangsa. Nubuat Yeremia terbukti dengan datangnya serbuan dari Babel.

Dua pasal ini khususnya berbicara tentang nabi palsu dan ajarannya yang tak henti-hentinya membingungkan bangsa Yehuda yang sedang menghadapi situasi yang sangat genting karena kepungan Babel. Namun Yeremia tidak lelah-lelahnya memanggil Yehuda untuk menaati kehendak Allah dengan cara tunduk kepada Babel (27:1-22). Nubuatnya ditegaskan dengan menubuatkan kematian Hananya yang segera digenapi (28:1-17). Namun surat Yeremia kepada orang-orang Yehuda yang berada di pembuangan membuahkan tantangan yang baru bagi Yeremia.

Yeremia 30-33: Pasal 30-33 berisi salah satu nubuat yang paling penting dalam keseluruhan Perjanjian Lama. Yeremia menyampaikan nubuat-nubuat yang tercatat dalam pasal- pasal ini kepada bangsa Yehuda pada saat mereka dikepung oleh tentara Babel selama 18 bulan. Yeremia memaparkan penglihatan yang luar biasa tentang rencana Allah bagi umat pilihan-Nya di masa yang akan datang, setelah mereka mengalami pembuangan.

Yeremia memaparkan bagaimana Allah akan membawa Israel dan Yehuda pulang dan memulihkan mereka serta akan menghukum bangsa yang sudah menawan mereka.

Selain itu Yeremia juga menyampaikan wahyu Allah yang baru dan mengejutkan. Allah bermaksud menetapkan perjanjian yang baru dengan Israel. Perjanjian ini berbeda dengan perjanjian yang pernah Allah tetapkan di Gunung Sinai. Perjanjian baru ini akan mentransformasi bangsa Israel dari dalam diri mereka sehingga mereka akan dimampukan untuk menikmati seluruh berkat Allah. Namun demikian kunci bagi Kristen untuk memahami perjanjian baru ini adalah Yesus Kristus. Perjanjian baru ditetapkan dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.

(0.09) (Mrk 1:1) (sh: Yohanes Pembaptis (Senin, 13 Januari 2003))
Yohanes Pembaptis

Yohanes Pembaptis. Dengan mengutip kitab Perjanjian Lama, Markus memberi indikasi bahwa kedatangan Yesus sudah dinantikan sejak lama. Tanda-tanda kedatangan-Nya secara rinci dinubuatkan. Kedatangan-Nya ditandai dengan hadirnya seorang pendahulu, Yohanes Pembaptis. Ia mempersiapkan jalan bagi Yesus. Bagaimana Yohanes mempersiapkan jalan? Dengan memberitakan tobat untuk pengampunan dosa (ayat 4). Dengan pertobatan, jalan Mesias dipersiapkan. Tugas ini Yohanes lakukan sepenuh hati, giat dan rajin. Yohanes bekerja keras. Buktinya? Khotbah-khotbah pertobatannya menjangkau orang- orang dari seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem (ayat 5).

Istilah 'seluruh' dan 'semua' menunjuk pada semua lapisan dan tingkat sosial masyarakat. Mereka memberi respons pada pemberitaan Yohanes. Sebagai tanda kelihatan dari respons tersebut mereka dibaptis. Bukti lain bahwa Yohanes melakukan tugas dengan sepenuh hati terungkap dalam ayat 6. Yohanes tidak dipusingkan oleh urusan-urusan pakaian dan makanan. Berita tentang kedatangan Yesus lebih penting daripada perkara-perkara materi. Yohanes berkhotbah bukan untuk memperkaya diri. Khotbahnya adalah pelayanan kepada Yesus, bukan sarana cari uang. Apa lagi? Khotbah Yohanes berfokus pada Yesus. Yohanes tidak mengajarkan prinsip agama dan moral hasil penemuannya. Yohanes tidak membentuk suatu komunitas militan yang setia dan taat padanya. Yohanes mengarahkan mereka kepada Yesus (ayat 7). Yohanes menegaskan bahwa Yesus lebih tinggi dan mulia. Baptisan yang dilakukannya lebih rendah dari baptisan yang dilakukan Yesus (ayat 8). Sentralitas Yesus terlihat jelas melalui perbuatan dan perkataan Yohanes. Hidup Yohanes menunjuk pada Yesus.

Renungkan: Kepada siapakah hidup kita menunjuk? Siapa atau apa yang terungkap bila orang lain melihat hidup kita? Sebagai orang yang sangat mengasihi Yesus?

(0.09) (Mrk 1:40) (sh: Menentang tradisi (Sabtu, 18 Januari 2003))
Menentang tradisi

Menentang tradisi. Pada masa Yesus hidup, sudah merupakan tradisi bila orang yang berpenyakit kusta diasingkan masyarakat. Selain takut tertular - - menurut hukum Musa -- orang kusta itu najis dan dikutuk Allah (bdk. Im. 13:45-46). Bagaimana sikap Yesus ketika berhadapan dengan orang kusta? Yesus tidak mengusir atau menjauh. Yesus justru menggerakkan tangan-Nya ke arah orang kusta itu lalu menyentuhnya. Dapat kita bayangkan kegemparan yang terjadi karena reaksi orang-orang yang melihat perbuatan ini. Mengapa Yesus mau menyentuhnya? Karena belas kasihan (ayat 41). Belas kasihan Yesus menyembuhkan dan mengalahkan segala-galanya.

Ketika orang kusta sembuh Yesus memberikan dua bentuk perintah padanya. Pertama, ia harus melakukan hukum Musa, yaitu menghadap imam agar imam dapat menyatakannya sebagai orang sehat. Tanpa pernyataan resmi ini sulit baginya diterima masyarakat. Kemudian, ia harus memberikan persembahan syukur seperti yang diatur hukum Musa (Im. 14:1-32). Kedua, Yesus melarangnya untuk memberitakan kesembuhannya kepada orang lain. Sebenarnya orang yang mengenalnya, tanpa diberitahu pun menyadari perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Selain itu melakukan ritus seperti yang dituntut hukum Musa, sebenarnya merupakan pernyataan terbuka bahwa ia telah sembuh dan tahir. Jadi, mengapa harus dilarang? Karena Yesus tidak ingin dikenal sebagai tabib penyembuh. Yesus adalah Mesias dan Anak Allah. Namun, orang kusta ini tidak taat. Akibatnya pekerjaan dan pelayanan Yesus menjadi terhalang. Ketidaktaatan selalu menghambat pelayanan Yesus. (ayat 45).

Renungkan: Belas kasihan Yesus membawa orang-orang pinggiran ke tengah- tengah peradaban manusia. Tanpa memiliki belas kasihan Yesus kita tidak akan pernah menyentuh orang-orang yang terbuang dan terasing oleh masyarakat.

(0.09) (Mrk 2:18) (sh: Hakikat puasa (Selasa, 21 Januari 2003))
Hakikat puasa

Hakikat puasa. Bagi orang Yahudi berpuasa sudah merupakan tradisi. Farisi memiliki kebiasaan berpuasa 2 kali seminggu (Luk. 18:12). Ada beberapa alasan untuk berpuasa. Selain puasa merupakan ungkapan kesedihan (ayat 1Samuel 31:13; 2Samuel 1:12), puasa juga dilakukan untuk menyatakan pertobatan (ayat 1Samuel 7:6). Ketika melihat murid-murid Yesus tidak berpuasa, murid-murid Yohanes dan orang Farisi menjadi heran. Mereka ingin tahu alasannya. Yesus menjawab dengan menjelaskan dua sifat menonjol murid- murid-Nya, yaitu bahwa menjadi murid Yesus berarti bersukacita dan hidup dalam suasana yang sama sekali baru.

Pertama, sukacita. Suasana perkawinan dipakai untuk melukiskan sukacita kedatangan-Nya. Makna yang terkandung di dalamnya adalah bahwa kedatangan Yesus membawa sukacita. Karena dosa telah diampuni; permusuhan dengan Allah telah berakhir. Melalui kedatangan Yesus, manusia dan Allah telah didamaikan. Ini adalah sumber sukacita dalam hidup orang beriman.

Kedua, suasana baru. Kedatangan Yesus juga membawa suasana baru. Suasana yang sama sekali berbeda dengan yang lama. Suasana baru apa yang dibawa Yesus? Pertama, jika orang Farisi membenci dosa dan orang berdosa, Yesus justru bersekutu dengan orang-orang berdosa. Yesus membenci dosa, namun mengasihi orang berdosa. Kedua, bagi orang Farisi puasa adalah status rohani dan kesalehan yang membedakannya dengan orang lain (Luk. 18:12). Tetapi, bagi Yesus puasa adalah untuk Allah, bukan untuk manusia (Mat. 6:18).

Ketiga, bagi Farisi manusia untuk sabat. Bagi Yesus sabat untuk manusia.

Yesus tidak menentang apalagi menghilangkan puasa (ayat 20, bdk. Mat. 4:2). Bahkan tradisi berpuasa dilanjutkan gereja Kristen purba (lih. Kis. 13:2-3; 14:23). Yesus meluruskan penghayatan maknanya.

Renungkan: Tanpa perubahan moral puasa sia-sia. Tanpa transformasi hidup puasa menghina Allah (Yes. 58:3-6).

(0.09) (Mrk 2:23) (sh: Hakikat sabat (Rabu, 22 Januari 2003))
Hakikat sabat

Hakikat sabat. Makna sesungguhnya dari Sabat adalah saat ketika umat beristirahat dan 'bersenang-senang karena Tuhan' (Yes. 58:14). Allah menciptakan alam semesta beserta isinya selama 6 hari, lalu pada hari ke 7 beristirahat. Satu hari perlu bagi Allah untuk relaks. Allah pun menyadari bahwa manusia bukanlah robot yang mampu bekerja tanpa henti. Sabat merupakan saat ketika manusia disegarkan kembali rohani dan fisiknya. Namun, orang Farisi mengartikan lain. Bagi mereka tindakan para murid Yesus memetik bulir-bulir gandum pada hari Sabat adalah suatu pelanggaran. Sesungguhnya apa yang dilakukan para murid Yesus melanggar hukum yang ditetapkan orang Farisi, tetapi tidak melanggar Taurat.

Melalui perikop ini kita melihat bahwa Yesus tidak membatalkan Sabat, apalagi membuatnya menjadi tidak berlaku. Justru Yesus berupaya meletakkan kembali fungsi sabat bagi umat manusia. Bahkan terjadi perluasan jangkauan, tidak hanya berlaku bagi orang Yahudi saja, tetapi untuk semua umat manusia (ayat 27). Sabat dibuat untuk manusia, untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia. Sabat bukan beban bagi manusia. Melalui Sabat, umat mengingat Allah, yang menciptakan alam dan isinya selama 6 hari, dan beristirahat pada hari ke-7. Kita mendapatkan pelajaran penting mengenai makna Sabat, yaitu bahwa selama enam hari manusia menikmati ciptaan -- bekerja, berusaha -- dan pada hari ke tujuh manusia menikmati persekutuan dengan sang Pencipta. Hanya dengan demikian manusia mengerti makna dan tujuan ciptaan. Kedua, Sabat mengingatkan bahwa Allah pembebas dan penyelamat (Ul. 5:15). Mengabaikan Sabat berarti mengabaikan Allah pencipta dan penyelamat.

Renungkan: Menikmati ciptaan tanpa mengenal Allah pencipta berarti penghujatan. Manusia perlu keselamatan dari penghujatan kepada Allah.

(0.09) (Mrk 5:21) (sh: Tidak ada masyarakat kelas dua (Kamis, 6 Maret 2003))
Tidak ada masyarakat kelas dua

Tidak ada masyarakat kelas dua. Masyarakat Yahudi menganggap perempuan adalah masyarakat kelas dua. Bagi perempuan normal (=sehat) keadaan ini sudah merupakan siksaan, apalagi bagi perempuan yang menderita sakit pendarahan selama dua belas tahun. Direndahkan, dianggap najis dan dikucilkan dari masyarakat karena setiap orang yang menyentuhnya juga menjadi najis.

Markus mengisahkan kepada jemaat saat itu, juga kita saat ini, bagaimana Yesus mendobrak tradisi itu. Yesus membiarkan diri-Nya disentuh oleh perempuan yang dianggap najis dan dikucilkan setelah perempuan itu berhasil menerobos kerumunan orang banyak hanya untuk menyentuh jubah-Nya. Ajaibnya, perempuan itu menjadi sembuh. Tidak ada seorang pun yang menyadari peristiwa ajaib tersebut -- selain Yesus dan perempuan itu -- kalau Yesus tidak mengklarifikasinya. Dalam klarifikasi itu Yesus menyatakan sekaligus menegaskan bahwa perempuan yang mereka anggap "najis" itu telah menjadi tahir, suci sehingga harus diterima di ingkungan sosialnya; dan bahwa kesembuhan itu terjadi karena ia beriman kepada Yesus. Dengan imannya perempuan itu tidak menyerah pada kendala yang dihadapinya untuk memperoleh jamahan kuasa Allah.

Melalui peristiwa ini Markus mengajak jemaat, juga kita untuk melihat tiga hal: pertama, bahwa perempuan bukan masyarakat kelas dua, yang dapat diperlakukan seenaknya. Yesus melakukan ini sebagai upaya mendobrak tradisi waktu itu. Kedua, bahwa diri-Nya adalah Mesias. Dialah yang berkuasa atas segala penyakit. Ketiga, kesembuhan dan keselamatan dikerjakan oleh Firman dan iman kepada Yesus Kristus, Sang Juruselamat.

Renungkan: Yesus bisa memakai berbagai cara untuk menolong kita mengatasi berbagai pergumulan hidup, selama kita percaya dan berkeyakinan sungguh pada kuasa-Nya.

(0.09) (Mrk 6:45) (sh: Menyedihkan dan ironis (Selasa, 11 Maret 2003))
Menyedihkan dan ironis

Menyedihkan dan ironis. Tindakan para murid Yesus ini memang menyedihkan, bahkan patut ditertawakan. Mereka baru kembali dengan penuh percaya diri atas keberhasilan mereka mengusir setan-setan (ayat 6:12-13, 30), dan telah menyaksikan mukjizat-mukjizat Yesus yang luar biasa. Tetapi sekarang, mereka kembali bertindak seperti orang yang tidak pernah melihat kuasa Yesus (ayat 49). Kuasa yang bahkan setelah peristiwa ini nyata kembali melalui mukjizat penyembuhan yang dilakukan Yesus di Genesaret (ayat 53-56). Seharusnya setelah segala yang telah mereka alami sampai pada momen waktu itu, para murid menunjukkan respons yang lebih dewasa dan lebih percaya. Karena kuasa-Nya telah mereka saksikan, pengutusan-Nya mereka terima, dan bahkan dalam nama-Nya mereka melakukan perbuatan ajaib. Seharusnya mereka dapat mulai mengerti siapa Dia yang menjadi Guru mereka, dan seperti apa kuasa yang dipunyai-Nya.

Sepatutnya kita tersenyum ketika membaca nas ini; tersenyum kecut dan dengan penuh rasa maklum, juga menertawakan diri. Pesan yang disampaikan Markus melalui nas ini jelas sekali. Tindakan dan kepercayaan mereka belum memadai, tidak seperti apa yang seharusnya sudah mereka tunjukkan. Komentar Markus tegas dan pedas: hati mereka masih degil (ayat 52).

Sepatutnya tindakan dan kepercayaan para murid sepadan dengan pengajaran yang mereka terima dan pelayanan yang mereka lakukan. Hal ini pula yang selalu harus tampak pada hidup tiap Kristen. Sumbangnya kesaksian gereja sering kali karena iman dan tindakan Kristen tidak sepadan dengan pengajaran yang mereka pegang. Pertanyaannya kini, masihkah kita menjadi murid yang degil?

Renungkan: Tiap Kristen punya momen kegagalan. Tugas kita adalah agar perjalanan kehidupan iman kita tidak lagi menyedihkan dan ironis, melalui tindakan-tindakan iman.

(0.09) (Mrk 7:1) (sh: Cuci tangan sebelum makan (Rabu, 12 Maret 2003))
Cuci tangan sebelum makan

Cuci tangan sebelum makan. Salah satu cara untuk berbicara mengenai keseluruhan sistem makna disebut sistem kemurnian, sistem murni (pada tempatnya) dan tidak murni (tidak pada tempatnya) atau sistem tahir/halal (pada tempatnya) dan najis/haram (tidak pada tempatnya). Hal-hal ini bisa dikenakan ke individu, kelompok, benda, waktu, dan tempat.

Kontroversi yang terjadi antara Yesus dan orang-orang Farisi (dan juga ahli-ahli kitab dalam Markus) mengenai norma-norma kemurnian dapat kita perhatikan di keseluruhan Injil. Yesus tidak menaati peta waktu (Sabat, 3:1-6), atau peta tempat (ayat 11:15-16). Ia melanggar peta individu juga: menyentuh orang kusta (ayat 1:41), wanita yang menstruasi (ayat 5:25-34), dan mayat (ayat 5:41). Yesus melampaui peta hal ketika ia menolak upacara pembasuhan tangan (ayat 7:5). Bertentangan dengan peta makan, Yesus makan dengan pemungut cukai dan para pendosa (ayat 2:15). Dengan menolak peta-peta ini, Yesus menunjukkan penyangkalan-Nya terhadap sistem kemurnian yang berlaku waktu itu.

Hampir tidak mungkin bagi orang-orang nomad seperti Yesus dan murid- murid-Nya untuk senantiasa mematuhi hukum-hukum ketat ini, apalagi sebenarnya hukum pemurnian itu awalnya hanya untuk para imam. Yesus melihat bahwa esensi hukum bukanlah hukum itu sendiri, tetapi cinta kepada Allah dengan sepenuh hati (ayat 7:6; Ul. 6:4). Orang-orang Farisi lebih mementingkan tradisi oral daripada tunduk kepada Allah sepenuhnya -- karena itulah mereka disebut munafik. Kemunafikan mereka juga ditunjukkan dengan membiarkan hukum oral mengenai persembahan lebih berkuasa daripada hukum ke-5 (ayat 7:10). Mereka kehilangan esensi keagamaan mereka.

Renungkan: Esensi keagamaan bukan hukum, tetapi relasi yang penuh kasih dengan Allah. Legalisme membuat manusia tersesat dalam peta-peta kehidupan!

(0.09) (Mrk 8:27) (sh: Buat saya (Rabu, 19 Maret 2003))
Buat saya

Buat saya. Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kaisarea Filipi. Tempat ini adalah tempat politik penting di mana kaisar diakui sebagai Tuhan. Tempat ini juga merupakan supermarket berhala, tempat orang-orang memilih dewa-dewi untuk dibeli dan disembah. Maka, kita melihat bahwa pertanyaan Yesus mengenai siapa diri-Nya diajukan pada konteks yang tepat.

Yesus memulai dengan pertanyaan mengenai apa yang orang-orang katakan tentang Dia. Ini adalah kebiasaan masyarakat Mediterania purba. Zaman itu, identitas ditentukan bukan oleh diri sendiri, tetapi oleh komunitas. Identitas itu ditegaskan ulang oleh orang-orang lain. Maka, meskipun tentu Yesus mengetahui jawaban dari pertanyaan-Nya, di sini Ia benar-benar ingin mengetahui apa kata orang-orang dan ingin mendapatkan konfirmasi dan identifikasi dari murid-murid-Nya. Penilaian orang-orang lain menunjukkan ketidakmengertian mereka bahwa Yesus adalah yang akan menjadi penyelamat umat manusia sampai setuntas-tuntasnya.

Para murid pun ditanyai Yesus, "Menurut kamu ...". Petrus mewakili para murid dan menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias, orang yang diutus dan diurapi Tuhan. Di sini Petrus menunjukkan bahwa bagi dirinya Yesus sungguh-sungguh bermakna. Kebenaran bukan hanya di otak, tetapi Petrus sungguh memahami bahwa Kristus itu adalah Mesias "bagi saya", "buat saya", "untuk saya". Sayang sekali, pemahaman Petrus keliru. Yesus menyatakan bahwa diri-Nya adalah Mesias yang akan menderita, dan mati, tetapi akan menang. Petrus bingung. Ia tidak siap menghadapi kenyataan bahwa Mesias harus menderita. Memang, kebenaran itu sudah ditunjukkan dalam hubungan personal, hanya ia masih harus merevisinya.

Renungkan: Kristus bukanlah doktrin, tetapi Penyelamat Anda secara pribadi, sekarang dan di sini. Siapakah Kristus bagi Anda? Siapkah Anda merevisi pemahaman Anda tentang Dia?

(0.09) (Mrk 8:34) (sh: Harga mengikut Yesus (Kamis, 20 Maret 2003))
Harga mengikut Yesus

Harga mengikut Yesus. Dalam perikop ini, Yesus memanggil banyak orang dan murid-murid- Nya untuk mendekat. Ia ingin sebanyak mungkin orang mendengar apa yang akan dikatakan-Nya. Ia berbicara mengenai penyangkalan diri ketika orang-orang ingin mengikut Dia. Ia sungguh adalah Mesias, dan mengikut Dia berarti mengikut Allah yang mengutus- Nya. Adalah kepentingan orang-orang yang mendengar pada waktu itu untuk taat kepada Allah dan kepada Mesias yang diutus Allah. Namun, Mesias yang datang adalah Mesias yang harus menderita dan Mesias yang menuntut orang-orang untuk juga menderita bersama Dia.

Menyangkal diri dan memikul salib menunjukkan panggilan untuk mengarahkan hidup dari diri kepada Allah. Yang penting adalah kehendak Allah. Bahkan, jikalau harus mati sekalipun, sebagaimana digambarkan dengan perjalanan memikul salib ke tempat pemakuan, itu adalah syarat yang harus ditempuh. Tujuan akhirnya adalah mengikut Yesus, masuk dalam hubungan pribadi dengan Dia secara utuh -- "bukan Aku, melainkan Kristus".

Mereka yang menolak untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah adalah mereka yang akan kehilangan banyak hal. Mereka juga akan menerima hukuman kekal dari Anak Manusia yang akan datang menjadi Hakim untuk kedua kalinya.

Di antara orang yang mendengar, dikatakan bahwa mereka akan melihat Kerajaan Allah datang dengan kuasa. Ini mengacu ke peristiwa pemuliaan Yesus di atas gunung dalam bagian selanjutnya. Peristiwa itu adalah kecapan awal dari Kerajaan Allah yang datang secara penuh di akhir zaman. Harga yang dibayar akan diganti kemuliaan!

Renungkan: Hari ini, sangkal keinginan dan dosa Anda yang bertentangan dengan firman Allah. Kita sedang dibawa menuju kemuliaan!



TIP #02: Coba gunakan wildcards "*" atau "?" untuk hasil pencarian yang leb?h bai*. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA