Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 61 - 74 dari 74 ayat untuk mereka mau AND book:40 (0.002 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.71) (Mat 3:15) (jerusalem: menggenapkan seluruh kehendak Allah) Harafiah: menggenapkan seluruh kebenaran (dikaiosune) Allah. Meskipun bukan orang berdosa, Yoh 8:46, namun Yesus mau menjalani baptisan Yohanes, oleh karena mengakui baptisan itu sebagai suatu tindakan yang dikehendaki Allah, bdk Luk 7:29-30. Baptisan itu adalah persiapan akhir untuk zaman Mesias, bdk Mat 3:6+, dan karenanya memenuhi "kebenaran" Allah yang menyelamatkan, yang memimpin segenap rencana penyelamatan. Matius kiranya teringat akan "kebenaran baru" yang dengannya Yesus akan menggenapi dan menyempurnakan kebenaran Hukum yang lama, bdk Mat 5:17,20.
(0.71) (Mat 24:14) (jerusalem: di seluruh dunia) Dunia (oikumene) ialah dunia yang didiami, dunia Yunani-Romawi. Sebelum Israel dihukum perlulah Kabar yang Baik sudah diwartakan kepada seluruh orang Yahudi dikatakan kepada seluruh orang Yahudi di kawasan kekuasaan Roma, bdk Kis 1:8+; Rom 10:18. Kesaksian bagi semua bangsa pertama-tama mempersalahkan orang Yahudi yang tidak mau percaya, bdk Mat 10:18. Dalam kenyataannya pewartaan injil sudah sampai di semua pusat penting di wilayah kekuasaan Roma sebelum th. 70, bdk 1Tes 1:8; Rom 1:5,8; Kol 1:6,23
(0.69) (Mat 11:7) (full: YOHANES. )

Nas : Mat 11:7

Ketika Yesus mengatakan bahwa Yohanes bukanlah "buluh yang digoyangkan angin kian kemari," Ia sedang menunjuk kepada watak Yohanes yang benar dan kepada reputasinya sebagai pengkhotbah yang tidak mau berkompromi keyakinannya. Yohanes memberitakan kebenaran Allah tanpa takut akan orang lain dan tidak pernah menyerah kepada pendapat umum. Dosa Herodes diabaikan begitu saja oleh para pemuka Yahudi, tetapi Yohanes tidak mendiamkannya. Ia bangkit mengecam Herodes, dan dengan demikian menunjukkan kesetiaan penuh kepada Allah dan Firman-Nya. Yohanes berpihak kepada Allah melawan dosa, sekalipun ia harus kehilangan nyawanya (Mat 14:3-12). Biarlah setiap pemberita Firman Allah memperhatikannya, karena Kristus akan menilai pelayanan, perangai dan pendirian terhadap dosa

(lihat cat. --> Luk 1:17).

[atau ref. Luk 1:17]

(0.69) (Mat 1:18) (sh: Menundukkan diri kepada rencana Allah melalui Yesus (Sabtu, 25 Desember 2004))
Menundukkan diri kepada rencana Allah melalui Yesus

Menundukkan diri kepada rencana Allah melalui Yesus. Jaka dan Gadis berencana hendak menikah pada tahun depan, tetapi sebelum pernikahan terjadi Gadis telah mengandung seorang anak dari laki-laki lain. Jika Anda berada di posisi Jaka tindakan apakah yang akan Anda ambil?

Penulis injil Matius pada nas ini menceritakan suatu peristiwa sebelum kelahiran Yesus yang didominasi dengan pergumulan Yusuf, sebelum ia memutuskan mengambil Maria menjadi istrinya. Yusuf mengalami pergumulan berat ketika ia mengetahui bahwa Maria, tunangannya telah mengandung. Sebagai laki-laki yang tulus hati, Yusuf tidak mau melakukan perbuatan yang "mencemarkan" Maria (ayat mereka+mau+AND+book%3A40&tab=notes" ver="">19a). Yusuf merencanakan untuk memutuskan pertunangannya dengan Maria secara diam-diam (ayat mereka+mau+AND+book%3A40&tab=notes" ver="">19b). Rencana Yusuf ingin membatalkan pernikahannya dengan Maria menyiratkan satu hal yaitu ia belum mengetahui bahwa Allah memilih Maria menjadi ibu Yesus, Mesias bagi umat manusia. Kemungkinan pada saat itu, Maria tidak menceritakan kepada Yusuf perjumpaannya dengan malaikat Gabriel, utusan Allah (Luk. 1:26-38). Sebagaimana Allah menjumpai Maria, Ia pun menyampaikan rencana-Nya tentang Maria dan anak yang akan dilahirkannya, melalui mimpi kepada Yusuf (ayat 20-23). Mimpi inilah yang meneguhkan keberanian Yusuf untuk menikahi Maria (ayat 24). Keputusan Yusuf menyatakan kepatuhannya terhadap perintah Allah. Keberanian Yusuf menunjukkan kepercayaannya terhadap rencana keselamatan Allah bagi umat manusia melalui Yesus (ayat 25).

Yusuf berani melangkah untuk menikahi Maria dalam keadaan mengandung itu karena ia mau menundukkan dirinya kepada kedaulatan Allah dengan mengesampingkan kepentingannya. Seringkali kita tidak berani mengambil keputusan untuk tunduk kepada kehendak dan rencana Allah karena kita lebih mementingkan keinginan diri sendiri. Kita cenderung tidak bersedia mengambil resiko kehilangan sesuatu yang kita sukai dengan mengalihkan fokus hidup kepada rancangan Tuhan.

Renungkan: Rencana besar Allah untuk dunia ini tidak dikerjakan-Nya sendiri tetapi mengikutsertakan manusia.

(0.68) (Mat 1:1) (jerusalem)

INJIL-INJIL SINOPTIK

PENGANTAR

Ada empat kitab dalam Perjanjian Baru yang berisikan "Kabar Yang Baik" (demikianlah arti kata "Euaggelion" atau "Injil"). Tiga buah kitab pertama dalam daftar Kitab-kitab Suci itu sangat serupa satu sama lain, sehingga dapat ditempatkan dalam tiga lajur yang sejalan dan dirangkum dengan sekilas pandang saja. Karena itulah ketiga kitab itu disebut : (injil-injil) sinoptik (diturunkan dari kata Yunani "sinopsis", artinya sekilas pandang).

Tradisi Gereja Kristen, yang sudah diketemukan dalam karangan-karangan yang ditulis dalam abad II, menyatakan bahwa masing-masing injil dikarang oleh Matius, Markus dan Lukas. Menurut tradisi itu Matius, seorang pemungut cukai yang termasuk dewan Kedua Belas Rasul Mat 9:9; 10:3, yang pertama menulis injilnya buat orang Kristen bekas Yahudi di Palestina. Karyanya yang ditulis dalam bahasa "Ibrani", yaitu Aram, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Yohanes Markus menyusun injilnya di Roma, sesuai dengan pengajaran agama yang diberikan Rasul Petrus. Yohanes Markus itu adalah seorang Kristen dari Yerusalem, Kis 12:12, yang membantu Paulus dalam karya kerasulannya, Kis 12:25;13:5, 13; Flm 24; 2Tim 4:11, dan juga Barnabas, Kis 15:37,39, pamannya, Kol 4:10. Sebagai "juru bicara" atau penterjemah" Markus juga membantu rasul Petrus, 1Ptr 5:13. Seorang murid lain Lukas, mengarang injil yang ketiga. Ia adalah seorang Kristen bekas kafir, Kol 4:10-14, dan dalam hal ini berbeda dengan Matius dan Markus. Ia berasal dari Antiokhia dan seorang tabib, Kol 4:14. Menurut pendapat sementara ahli Lukas menjadi teman seperjalanan Paulus waktu rasul itu menempuh perjalanannya yang kedua (Kis 16:10 dst) dan yang ketiga (Kis 20:5 dst). Iapun menyertai Paulus waktu dalam penahanan di Roma, baik untuk pertama kalinya, Kis 27:1 dst, maupun untuk kedua kalinya, 2Tim 4:11. Karena itu injil ketiga itu dapat dihubungkan dengan Paulus, bdk barangkali 2Kor 8:18, seperti injil Markus dihubungkan dengan Petrus. Lukas ini masih mengarang kitab lain lagi, yaitu Kisah Para Rasul. Baik injil kedua maupun injil ketiga langsung ditulis dalam bahasa Yunani.

Keterangan-keterangan tersebut yang diambil dari tradisi Gereja diteguhkan oleh penyelidikan masing-masing injil sendiri. Tetapi sebelum hal itu dikupas, baiklah terlebih dahulu dibahas hubungan ketiga injil itu satu sama lain ditinjau dari segi sastra. Ini lazimnya disebut sebagai "Masalah Sinoptik".

Masalah Sinoptik itu sudah dipecahkan oleh para ahli dengan macam-macam jalan. Masing-masing pemecahan yang diusulkan tidak mencukupi, tetapi semua mengandung kebenaran juga. Maka pemecahan-pemecahan yang bermacam-mecam itu dapat menolong untuk menyusun suatu keterangan menyeluruh tentang masalah itu. Mungkin sekali dan bahkan pasti bahwa ada suatu tradisi lisan bersama, yang dituliskan masing- masing penginjil dengan tidak bergantung satu sama lain, sehingga ada perbedaan- perbedaan dalam masing-masing karangan Tetapi tradisi bersama itu tidak dapat secukupnya menjelaskan mengapa ada begitu banyak kesamaan yang mengesankan antara ketiga injil itu sampai dengan hal-hal kecil dan dalam urutan bagian- bagiannya. Kesamaan semacam itu kiranya tidak mungkin kalau ketiga injil itu hanya berdasarkan ingatan saja, meski ingatan orang-orang timur di zaman dahulu sekalipun. Kesamaan yang ada itu lebih mudah diterangkan kalau ketiga injil itu berdasarkan satu atau beberapa tradisi tertulis. Tetapi kalau mau dipertahankan bahwa ketiga injil itu mengambil bahannya dari tradisi tertulis dengan tidak bergantung satu sama lain, maka sukar diterangkan mengapa kesamaan perbedaan antara ketiga injil tu memberi kesan bahwa ketiga penginjil saling mengenal, saling menuruti atau bahkan memperbaiki. Maka harus diterima bahwa ketiga injil, entah bagaimana, saling bergantung secara langsung. Jelaslah Lukas bergantung pada Markus. Tetapi kurang pasti bahwa Markus bergantung pada Matius, seperti dahulu lama sekali dianggap orang: ada banyak petunjuk bahwa ketergantungan kedua injil itu harus dibalikkan. Tidak begitu mungkin bahwa Matius langsung bergantung pada Lukas atau Lukas pada Matius. Memang ada kesamaan dan kesejajaran antara Matius dan Lukas, juga di mana kedua penginjil itu tidak menuruti Markus. Tetapi hal ini kiranya harus diterangkan dengan menerima bahwa Matius dan Lukas menggunakan satu atau beberapa sumber bersama, yang lain dari Injil kedua.

Untuk menerangkan duduknya perkara, kritik modern sudah mengajukan yang diistilahkan sebagai "teori kedua sumber". Sumber yang satu ialah Mrk; dalam bagian-bagian yang berupa cerita, Matius dan Lukas bergantung pada Markus. Sebaliknya, sabda dan wejangan (disebut sebagai "Logia") yang hanya sedikit sekali dalam Markus, oleh Matius dan Lukas diambil dari sumber lain. Sumber ini tidak dikenal, tetapi dapat diandalkan; lazimnya diistilahkan sebagai "Q" (huruf pertama dari kata Jerman "Quelle" = Sumber). Meskipun nampaknya sederhana, namun secara menyeluruh teori itu tidak memuaskan, barangkali justru karena kesederhanaannya. Teori itu tidak secukupnya memperhatikan segala sesuatu yang perlu diperhatikan sehubungan dengan masalah yang mau dipecahkan. Baik Markus seperti ada sekarang, maupun sebagaimana disusun oleh pembela teori kedua sumber tersebut, tidak berhasil benar-benar memainkan peranan sebagai sumber, seperti dikatakan pendukung teori itu.

Memang jelaslah Markus kerap kali nampaknya lebih tua dari pada Matius dan Lukas, tetapi juga kebalikannya sering terjadi : Matius dan Lukas nampaknya lebih tua dari pada Markus. Ada kalanya Markus mempunyai ciri yang mencerminkan tahap perkembangan tradisi lebih jauh dari pada yang tercantum dalam Matius dan Lukas, misalnya kadang-kadang terasa pengaruh pikiran Paulus atau usaha untuk menyesuaikan tradisi asli dengan pembaca yang bukan keturunan Yahudi, sedangkan dalam Matius dan Lukas terdapat ciri ketuaan misalnya ungkapan yang berciri Yahudi atau yang mencerminkan keadaan lingkungan di dalam keadaan yang mendahului keadaannya sekarang?

Hipotesa tersebut didukung pertimbangan lain lagi. Ada kalanya Matius dan Lukas bersesuaian satu sama lain, pada hal berbeda dengan Markus dalam bagian-bagian Injil yang sejalan. Ini tidaklah mungkin, seandainya Matius dan Lukas langsung bergantung pada Markus seperti sekarang ada. Kesesuaian Matius dan Lukas satu sama lin itu kerap kali terdapat dan kadang-kadang kesesuaian itu benar-benar mengherankan. Kesesuaian Matius dan Lukas yang berlainan dari Markus itu hendak diterangkan begitu rupa, sehingga teori kedua sumber itu dapat terus dipertahankan juga. Dikatakan bahwa kesesuaian itu berasal dari penyalin- penyalin Kitab Suci, yang menyesuaikan Matius dan Lukas satu sama lain. Kalau demikian kritik teks dapat menghilangkan kesesuaian itu. Dikatakan pula bahwa penginjil-penginjil sendiri menghasilkan kesesuaian itu, dengan jalan sebagai berikut : baik Matius maupun Lukas dengan tidak saling mengenal secara sama memperbaiki teks Markus yang mereka gunakan, sebab teks itu mereka anggap kurang baik. Memanglah keterangan-keterangan semacam itu kadang-kadang berhasil menjelaskan kesesuaian antara Matius dan Lukas yang kedua-duanya menyimpang dari Markus. Tetapi pengandaian-pengandaian serupa itu itu tidak mungkin memecahkan seluruh masalah. Dengan memperhatikan segala unsur yang perlu diperhitungkan, kesesuaian antara Matius dan Lukas itu lebih mudah dapat diterangkan, dengan cara seperti yang disarankan di muka : Matius dan Lukas menggunakan injil Markus dalam keadaan lain dari yang tersedia sekarang. Agaknya injil Markus yang asli itu kemudian disadur lagi. Dan penyaduran kembali itulah yang memberi injil Markus ciri-ciri baru yang memantulkan perkembangan, tradisi lebih jauh. Inipun menyebabkan bahwa Matius dan Lukas berkesuaian satu sama lain, sedangkan berbeda dengan Markus seperti sekarang ada. Sebab Matius dan Lukas dua-duanya memaik teks Markus yang lebih tua dari pada teks saduran tersebut yang sekarang tercantum dalam Kitab Suci.

Sumber "Q" yang diandaikan oleh teori kedua sumber itu juga kurang memuaskan, sekurang-kurangnya sumber "Q" seperti disusun kembali para sumber dipulihkan dengan hasil yang sangat berbeda-beda. Maka tidak dapat diketahui dengan cukup pasti bagaimana sesungguhnya dokumen itu. Bahkan prinsip bahwa ada satu dokumen tidak pasti juga. Sebab "logia-logia" yang dikatakan berasal dari "Q" itu ditemukan dalam Matius maupun dalam Lukas, tetapi dengan cara yang begitu berbeda, sehingga orang mulai menduga adanya dua kumpulan "logia-logia", dan bukan hanya sebuah saja. Di satu pihak logia-logia yang terdapat dalam bagian tengah Luk, yang kadang-kadang disebut "Bagian Perea" (Luk 9:51 -- Luk 18:14), agaknya berasal dari satu sumber, sedangkan "logia-logia" yang ditemukan dalam bagian- bagian Lukas yang lain diambil dari sumber yang berbeda. Baik "Logia-logia" yang terkumpul dalam Lukas 9:51 -- Luk 18:14, maupun yang terdapat di bagian-bagian lain pada umumnya terdapat juga dalam Matius. Tetapi anehnya, logia-logia macam kedua ditemukan dalam Lukas dan Matius dengan urutan yang pada pokoknya sama, pada hal "logia-logia" macam pertama dalam Lukas merupakan suatu keseluruhan sedangkan dalam Matius tersebar dalam seluruh injilnya. Ada kesan bahwa logia-logia macam kedua ini oleh Matius dan Lukas diambil dari sumber yang berbeda-beda. Sumber yang satu ialah sebuah kumpulan logia (yang oleh Vaganay disebut S = sources = sumber). Bagian terbesar itu oleh Lukas ditempatkan di bagian tengah injilnya (Luk 9:51 -- Luk 18:14), sedangkan oleh Matius dipisah-pisahkan sehingga "logia-logia" dari sumber itu tersebar dalam wejangan-wejangan Yesus yang disajikan Matius Sumber kedua ialah injil Matius dalam keadaan lain dari pada keadaan sekarang.

Memang sama seperti halnya dengan Markus, agaknya perlu diterima bahwa Matius dan Lukas juga pernah ada dalam keadaan lain dari pada keadaannya sekarang. Matius dan Lukas yang tercantum dalam Kitab Suci merupakan saduran dari injil- injil Matius dan Lukas yang sudah ada sebelumnya. Analisa Matius dan Lukas -- analisa itu di sini tidak dapat diadakan-membawa kepada kesimpulan bahwa sekurang-kurangnya Markus dan Matius menempuh tiga tahap perkembangan yang berturut-turut. Ada sebuah dokumen dasar, disusul redaksi pertama yang pada gilirannya disadur sampai ke redaksi yang kini tersedia. Dalam ketiga tahap itu Markus dan Matius saling berpengaruh dengan cara yang berbeda-beda, sehingga akhirnya muncul hubungan-hubungan literer, baik kesamaan maupun perbedaan, seperti sekarang ada. Redaksi Markus yang pertama agaknya terpengaruh oleh dokumen dasar Matius. Karena itu Markus mempunyai kesamaan dengan Matius, yakni di mana Markus bergantung pada dokumen dasar Matius itu: tetapi redaksi yang terakhir pada gilirannya mempengaruhi redaksi Matius yang paling akhir, sehingga redaksi Matius ini bergantung pada Markus. Pengaruh timbal-balik semacam itu nampaknya berbelit-belit dan tidak keruan. Memang demikianlah adanya, hanya begitu caranya untuk menjelaskan kenyataan yang berbelit-belit dan tidak keruan! Mustahilah secara sederhana dan mudah memecahkan masalah sinoptik.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan sastra tersebut, dapat disusun suatu keterangan menyeluruh, yang walaupun tidak pasti namun sangat mungkin untuk menjelaskan keadaan ketiga injil pertama. Pada awal mula ada pewartaan lisan oleh para rasul yang berpusatkan pemberitaan atau Kerigma yang memberitakan wafat Yesus yang menebus dan kebangkitan Tuhan. Pewartaan yang ringkasannya terdapat dalam wejangan-wejangan Petrus, yang tercantum dalam Kis itu biasanya dibarengi cerita-cerita yang lebih terperinci. Mula-mula ada kisah sengsara yang agak segera diberi bentuk tetap, sebagaimana dibuktikan kisah sengsara yang ada dalam keempat injil, yang sangat sejalan: kemudian muncul cerita-cerita kecil mengenai riwayat hidup Yesus dengan maksud menyoroti kepribadianNya, perutusan kekuasaan dan pengajaranNya; cerita-cerita itu memuat suatu kejadian atau wejangan yang menarik, sebuah mujizat, sebuah pepatah, perumpamaan dan sebagainya. Kecuali para rasul ada juga orang lain yan gkhususnya bercerita, seperti misalnya "penginjil-penginjil" (salah satu karunia Roh Kudus khusus yang tidak hanya mengenai keempat penginjil kita; bdk Kis 21:8; Ef 4:11; 2 Tim 4:5). Orang-orang inipun menceritakan kenangan-kenangan injili dalam sebuah bentuk yang menjurus ke bentuk tetap karena terus terulang. Tidak lama kemudian, terutama waktu saksi-saksi dari permulaan mulai memikirkan penulisan tradisi itu. Kejadian-kejadian dan sebagainya yang mula-mula diceritakan tersendiri- tersendiri, cenderung menjadi kelompok, yang kadang-kadang disusun menurut urutannya dalam waktu (misalnya pada satu hari di Kapernaum, Mrk 1:16-39), kadang-kadang menurut urutan yang logis (lima pertikaian Mrk 2:1-3:6). Kelompok yang mula-mula kecil saja, kemudian dihimpun di dalam kelompok-kelompok lebih besar.

Salah seorang pengarang (dan tidak ada alasan mengapa tidak disebut rasul Matius sesuai dengan tradisi) lalu menggubah injil yang pertama. Di dalamnya terkumpul kejadian-kejadian dan perkataan-perkataan Yesus menjadi sebuah kisah terus- menerus yang merangkum seluruh karya Yesus, mulai dengan baptisanNya di sungai Yordan sampai dengan kebangkitanNya. Kemudian, sebuah kumpulan lain yang nama penyusunannya tidak kita ketahui, muncul di samping injil yang pertama itu. Di dalamnya terhimpun perkataan-perkataan Tuhan yang lain, ataupun perkataan- perkataan yang sama tapi dengan bentuk lain. Kedua karya yang tertulis dalam bahasa Aram itu, tidak lama kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani: ada berbagai terjemahan yang berbeda-beda. Dengan maksud menyesuaikannya dengan saudara-saudara beriman yang bukan keturunan Yahudi, injil pertama yang menurut hemat kami digubah oleh Matius, diberi rupa yang baru. Injil yang baru itu berupa sebuah dokumen dan menjadi titik pangkal tradisi Markus. Pada kedua bentuk injil asli yang berasal dari Matius itu boleh ditambahkan sebuah injil kuno lain. Injil itu ialah injil yang menjadi dasar bagi kisah-kisah mengenai Penderitaan dan Kebangkitan Yesus yang tercantum dalam Lukas dan Yohanes. Dengan demikian ada empat dokumen-dasar, sebagai tahap pertama dari ketiga tahap pembentukan injil-injil sinoptik seperti disebut di atas. Keempat dokumen itu ialah : Mat Aram, Kumpulan logia-logia I (S). Mat yang baru dalam bahasa Yunani injil tentang Penderitaan dan Kebangkitan Yesus.

Dalam tahap kedua, keempat tulisan tersebut dipungut dan digabung satu sama lain dengan berbagai cara. Tradisi Mrk mengambil bahannya dari Mat pertama itu dan beberapa penyesuaian yang dialami injil itu, khususnya penyesuaian dengan orang- orang Kristen yang bukan Yahudi. Hanya pengolahan itu juga belum redaksi Mrk yang terakhir, seperti yang kita kenal. Redaksi Mrk yang pertama itulah yang dipakai Mat dan Luk dan yang mempengaruhi kedua penginjil itu. Di pihak lain tradisi Mat sudah menghasilkan redaksi baru dari Mat pertama. Di dalamnya tergabung injil Mat dan Kumpulan "logia-logia" (S). Penulis yang mengerjakan penggabungan itu bekerja dengan sangat teliti Perktaan-perkataan Yesus yang terhimpun dalam S disebarkannya dalam seluruh injilnya dan dengannya penulis menyusun wejangan-wejangan Yesus yang cukup luas. Tidak lama kemudian Lukas menangani karyanya. Dengan saksama Lukas menyelidiki segala sesuatunya yang sudah dikerjakan sebelumnya (Luk 1:1-4). Lalu dalam tahap pertama pekerjaannya - semacam pra-Luk-Lukas memanfaatkan dokumen (Mat dengan rupa baru) yang tertuju kepada orang-orang bukan Yahudi dan yang menjadi dasar bagi Mrk; di samping itu Lukas menggunakan Injil Mat yang sudah tergabung dengan S. Tetapi Lukas juga langsung mengenal Kumpulan S itu. Maka perkataan-perkataan yang terhimpun dalam S itu oleh Lukas kelompok ditempatkan di bagian tengah injilnya, sehingga tidak disusun kembali seperti yang diperbuat Mat. Terutama dalam kisah mengenai Penderitaan dan Kebangkitan Yesus, Lukas menggunakan sebuah tulisan lain lagi, yang juga dipakai oleh injil keempat. Itu menyebabkan adanya kesamaan besar antara Luk dan Yoh dalam kisah tentang Penderitaan dan Kebangkitan, sedangkan Luk (dan Yoh) berbeda sekali dengan Mrk dan Mat. Redaksi Luk yang pertama itu (pra-Luk) belum mengenal Mrk, juga dalam redaksi Mrk yang kedua tidak. Baru kemudian Luk memanfaatlam pra-Mrk itu untuk melengkapi injilnya. Dan dengan demikian kita sampai kepada tahap penyusunan injil-injil sinoptik yang ketiga.

Dalam tahap terakhir ini injil yang berasal dari tradisi Mat secara mendalam diolah dan disadur kembali dengan pertolongan Mrk. Hanya Mrk itu bukanlah redaksi Mrk yang kita miliki, melainkan redaksi dahulu yang disebut di muka sebagai tahap kedua dalam penggubahan injil-injil sinoptik. Hanya redaksi Mrk pertama itu juga disadur dan penyadur itu memperhatikan juga redaksi Mat yang mendahului redaksi terakhir. Barangkali ia juga memanfaatkan redaksi Luk yang pertama dan pasti terpengaruh oleh Paulus. Adapun redaksi Luk yang terakhir memanfaatkan redaksi Mrk yang sudah dipergunakan Mat. Dalam rangka redaksi Luk yang pertama disisipkan beberapa bagian dari Mrk (Luk 4:31-6:19; 8:4-9:50; 18:15-21:38). Penyisipan itu benar-benar sebuah tahap dalam karya Luk yang baru kemudian ditempuh. Ini dibuktikan oleh kenyataan bahwa Luk tidak mengambil bahan dari Mrk, bila bahan yang sama, meskipun dengan bentuk lain, sudah dipungutnya dari sumber Mat atau S yang telah dipakainya. Perlu ditambah pula bahwa Lukas sama dengan Mat dan lebih dari Mat memanfaatkan sumber-sumber khusus yang ditemukannya berkat penyelidikan saksama yang diadakannya (Luk 1:3). Dari sumber-sumber khusus itu dipungutnya kisah masa muda Yesus dan beberapa mutiara yang membuat Luk menjadi sebuah injil yang tidak boleh tidak ada disamping Mrk dan Mat (Orang Samaria yang murah hati, Marta dan Maria, Perumpamaan anak yang hilang. Perumpamaan anak yang hilang, Perumpamaan tentang orang Farisi dengan pemungut cukai, dan lain-lain.

Pandangan mengenai kejadian ketiga injil sinoptik, seperti yang disajikan di atas, menghormati serta menggunakan keterangan-keterangam yang disampaikan oleh tradisi dengan hanya memerincikannya lebih jauh. Tetapi tak mungkin lagi menentukan dengan tegas tanggal dituliskannya masing-masing injil. Dan tradisi tidak memberikan petunjuk tegas mengenai masalah itu. Mengingat jangka waktu yang perlu untuk perkembangan tradisi lisan boleh diduga bahwa penggubahan injil paling dahulu dan baru kemudian penggubahan Kumpulan Pelengkap, mungkin terlaksana antara tahun 40 dan 50. Waktu ini bahkan pasti, seandainya dapat dibuktikan bahwa surat-surat Paulus kepada jemaat di Tesalonika yang ditulis sekitar tahun 51/52 menggunakan wejangan Yesus mengenai akhir zaman yang tercantum dalam injil pertama. Markus tentunya mengarang injilnya menjelang akhir hidup Petrus (begitu dikatakan oleh Klemens dari Aleksandria) atau beberapa waktu setelah Petrus mati (begitu dikatakan oleh Irenus) Kalau demikian maka injil kedua harus dikarang sekitar tahun 64, atau paling sedikit sebelum tahun 70, sebab rupanya Mrk belum tahu tentang kemusnahan Yerusalem. Karya Mat (Yunani) dan Luk menyusul Mrk. Tetapi sukar ditentukan waktu lebih lanjut. Injil Lukas mendahului Kisah Para Rasul, Kis 1:1, tetapi waktu Kis juga kurang pasti (bdk Pengantar Kis) dan tidak memberi pegangan yang kokoh-kuat. Hanya baik Mat maupun Luk kiranya tidak tahu tentang kemusnahan Yerusalem (bahkan Luk 19:42-44; 21:20-24 tidak, sebab di sini hanya dipakai cara bicara yang lazim pada para nabi). Tetapi boleh jadi kedua injil itu mendiamkan kemusnahan Yerusalem itu untuk memberi kesan tua dan karena mau menghormati sumber-sumbernya. Kalau demikian maka waktu dituliskannya kedua injil itu boleh ditunda sampai sekitar tahun 80. Tetapi boleh jadi juga bahwa kedua penginjil itu benar-benar tidak tahu-menahu tentang kejadian itu, sehingga karya mereka harus ditempatkan sebelum tahun 70.

Tetapi bagaimanapun juga, asal-usul rasuli, entah secara langsung entah secara tak langsung, dan caranya ketiga injil sinoptik terbentuk menjamin nilai historisnya, lagi pula memungkinkan menentukan bagaimana "nilai historisnya, lagi pula memungkinkan menentukan bagaimana "nilai historis" itu perlu dipahami. Oleh karena berasal dari perwataan lisan yang berawal pada permulaan jemaat purba, maka ketiga injil itu berdasarkan jaminan yang diberikan oleh orang yang dengan mata kepala sendiri menyaksikan segalanya. Sudah barang tentu baik para rasul maupun pewarta injil lain tidak pernah bermaksud menceritakan "sejarah", sebagaimana istilah itu dipahami oleh ahli ilmu sejarah. Maksud mereka bukan maksud profan melainkan teologis. Mereka berbicara untuk mengajak orang bertobat, untuk membina, menanamkan iman dalam hati dan meneranginya atau untuk membela kepercayaan Kristen terhadap para lawan. Tetapi mereka berbuat demikian berdasarkan kesaksian benar yang dapat dikontrol, sebagaimana dituntut baik oleh ketulusan hati nurani mereka sendiri maupun oleh usaha mereka supaya tidak memberi peluang pihak lawan untuk menyerang. Para penggubah injil yang kemudian mengumpulkan kesaksian-kesaksian para pewarta injil itu berbuat demikian dengan obyektivitas jujur yang sungguh menghormati sumber-sumbernya. Ini cukup terbukti oleh kesederhanaan dan ciri usia tua karya-karya mereka, di mana tidak banyak terdapat perkembangan ajaran Kristen di zaman kemudian, misalnya dari perkembangan teologi Paulus; dan sama sekali tidak terdapat dalam ketiga injil sinoptik cerita-cerita yang merupakan buah daya khayal belaka yang kurang masuk akal, sebagaimana banyak terdapat dalam injil-injil apokrip. Walaupun ketiga injil Sinoptik bukan buku "ilmu sejarah" namun maksudnya ialah memberitakan apa yang sungguh-sungguh terjadi.

Namun demikian ciri historis semacam itu belum juga berarti bahwa segala kejadian dan semua perkataan yang dipaparkan berupan sebuah laporan atau rekaman tepat mengenai apa yang dikatakan atau apa yang terjadi. Ketepatan semacam itu tidak boleh diharapkan seperti yang terjadi pada setiap kesaksian manusiawi, apa lagi kalau kesaksian itu disampaikan dari mulut ke mulut. Dan kenyataan injil sendiripun mengingatkan bahwa pendekatan semacam itu tidak tepat. Sebab kita lihat dalam injil-injil sinoptik bahwa cerita atau perkataan yang sama disampaikan dengan cara yang berbeda-beda. Dan apa yang harus dikatakan tentang masing-masing bagian, lebih lagi harus ditekankan sehubungan dengan urutan dan susunan kejadian dan perkataan dalam masing-masing injil. Urutan itu jelas berbeda dalam masing-masing injil, dan begitupun dapat dinantikan mengingat bagaimana injil-injil itu disusun. Unsur-unsurnya mula-mula diceritakan tersendiri, kemudian lama-kelamaan dikumpulkan dan dikelompokkan, didekatkan satu sama lain, atau dilepaskan yang satu dari yang lain atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang lebih memperhatikan logika dan sistematik dari pada urutan waktu. Harus diterima bahwa banyak kejadian dan perkataan dalam injil-injil sudah dilepaskan dari tempat di mana atau dikatakan terjadi dan dari rangka waktu aslinya. Salah benar orang yang secara harafiah mengartikan kata penghubung dan ungkapan seperti : kemudian, selanjutnya, lalu, pada waktu itu, dan sebagainya. Tetapi kesemuanya itu tidak merugikan sedikitpun kewibawaan kitab-kitab yang diinspirasikan itu bagi kepercayaan Kristen. Kalau ternyata Roh kudus tidak mendorong ketiga juru-bicaranya itu menjadi sejiwa dan sehati bahkan seragam dalam hal-hal terperinci, maka sebabnya ialah : Roh Kudus tidak menganggap penting bagi kepercayaan, bahwa ada keseragaman materiil semacam itu. Bahkan Roh Kudus menghendaki perbedaan-perbedaan dalam kesaksian. Heraklitus mengatakan : "Kesepakatan diam-diam lebih bernilai dari kesepakatan jelas". Sebuah kejadian yang disampaikan kepada kita melalui tradisi-tradisi yang berbeda-beda dan malah tidak berkesesuaian satu sama lain (misalnya tradisi- tradisi mengenai penampakan-penampakan Yesus yang dibangkitkan dari alam maut) pada pokoknya mendapat suatu isi dan keteguhan yang tidak dapat diberikan oleh berita-berita yang seluruhnya sama bunyinya, tetapi hanya berupa pemberitahuan dan laporan belaka. Dan kalau perbedaan dalam kesaksian tidak hanya disebabkan oleh nasib yang dialami setiap kesaksian, karena disampaikan dari mulut ke mulut, tetapi juga oleh perubahan-perubahan yang disengaja, maka hal inipun masih membawa manfaat juga. Tidak boleh diragukan, bahwa para penggubah injil dengan sengaja menyajikan berita-beritanya dengan cara yang berlain-lainan. Dan sebelum penggubah injil, tradisi lisan sudah menyampaikan bahannya sambil menafsirkannya dan menyesuaikannya dengan keperluan-keperluan kepercayaan Kristen yang hidup dan yang justru diteruskan oleh para penginjil. Tetapi turun tangan jemaat Kristen dalam bentuk tradisinya terjadi di bawah bimbingan mereka yang bertanggung-jawab. Dan hal itu tak perlu membingungkan kita, tetapi sebaliknya sangat menguntungkan kita. Sebab jemaat itu tidak lain kecuali Gereja dan orang-orang yang bertanggung-jawab tersebut merupakan "wewenang mengajar" yang pertama. Roh Kudus yang pada waktunya menginspirasikan para penginjil sudah mengetuai segenap karya pengolahan yang mendahului injil tertulis. Roh itu membimbing pengolahan itu sesuai dengan perkembangan kepercayaan dan Iapun menjamin hasil pengolahan itu dengan karunia "tidak dapat sesat", yang tidak mengenai kejadian-kejadian sebagai kejadian belaka, tetapi berita rohani yang terkandunt dalam kejadian. Dengan jalan itu Roh Kudus menyediakan makanan yang dapat dinikmati oleh kaum beriman. Dan Roh Kuduslah yang memberi kepada ketiga penginjil Sinoptik suatu karunia khusus untuk menyajikan kabar yang sama dengan cara yang merupakan milik khas masing-masing penginjil.

Injil Karangan Matius

Cahaya iman tersebut dan garis-garis besar Mrk mudah diketemukan kembali dalam injil karangan Matius. Tetapi tekanannya berbeda. Rangka Mat berlainan dari rangka Mrk dan lebih berbelit-belit. Ada lima "buku" kecil yang susul- menyusul; masing-masing terdiri atas sebuah wejangan yang didahului dan disiapkan dengan beberapa kejadian yang dipilih dengan tepat. Bersama dengan kisah masa muda Yesus dan kisah sengsara kebangkitan kelima "buku" tersebut menjadi suatu keseluruhan seimbang yang terbagi menjadi tujuh bagian. Boleh jadi kerangka susunan tersebut berasal dari injil Matius dalam bahasa Aram, sebagaimana juga masih terdapat dalam Mrk. Bagaimanapun juga kerangka itu tampil jelas dalam Mat Yunani dengan lebih lengkap menyajikan pengajaran Yesus dengan menekankan "Kerajaan Sorga" sebagai pokok utama, Mat 4:17+. Injil Mat itu boleh dikatakan sebuah "drama" tujuh bab mengenai kedatangan Kerajaan Sorga :

1) persiapannya dalam Mesias yang masih kanak-kanak, 1-;
2) pemakluman rencana Kerajaan Sorga kepada rakyat dan murid dalam "khotbah di Bukit", 3-7;
3) pewartaan Kerajaan itu oleh para utusan yang sama seperti Yesus mengerjakan mujizat-mujizat sebagai "tanda-tanda" yang meneguhkan perkataan mereka; sebuah wejangan khusus memberikan kepada para utusan itu petunjuk-petunjuk sehubungan dengan perutusan mereka, yaitu "Wejangan Perutusan", 8-1;
4) Kerajaan Sorga tidak dapat tidak menghadapi hambatan-hambatan dari pihak manusia, sesuai dengan tata laksana dalam kerendahan dan persembunyian yang dikehendaki Allah, sebagaimana diutarakan dalam "Wejangan Perumpamaan- perumpamaan", Mat 11:1-13:52;
5) permulaan Kerajaan Sorga dalam sekelompok murid yang dikepalai oleh Petrus dan yang merupakan pangkal Gereja yang tata tertibnya dibentangkan dalam "Wejangan perihal Jemaat" Mat 13:53-18:35;
6) kemelut yang menyiapkan kedatangan Kerajaan Sorga yang depinitip; kemelut itu ditimbulkan oleh perlawanan yang semakin sengit dari pihak para pemimpin Yahudi dan dinubuatkan dalam "Wejangan tentang akhir zaman". 19-2;
7) Kedatangan Kerajaan Sorga melalui sengsara dan kemenangan ialah Sengsara dan Kebangkitan Yesus, 26-28.

Kerajaan Allah (= Sorga yang harus menegakkan Pemerintahan yang berdaulat di tengah-tengah manusia yang akhirnya mengakui Allah sebagai Raja, mengabdi dan mencintaiNya itu, sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Maka Matius yang menulis di tengah-tengah orang Yahudi dan Yesus serta karyaNya Kitab Suci digenapi. Pada tiap-tiap titik balik injilnya, Matius mengutip Perjanjian Lama dengan maksud memperlihatkan bahwa Hukum Taurat dan para Nabi digenapi, artinya: tidak hanya dilaksanakan, tetapi juga dibawa ke kesempurnaan yang memahkotai dan melampauinya. Mat mengutip Perjanjian Lama sehubungan dengan Yesus sendiri untuk menyatakanNya sebagai keturunan Daud, Mat 1:1-17, yang lahir dari seorang perawan, Mat 1:23, di kota Betlehem Mat 2:6; hendak menggaris bawahi tinggalNya di negeri Mesir dan menetapkanNya di kota Kapernaum, Mat 4:14-16, serta masukNya ke Yerusalem sebagai Mesias, Mat 21:5, 16. Mat juga mengutip Kitab Suci sehubungan dengan karya Yesus : mujizat-mujizatNya dengan menyembuhkan orang sakit, Mat 11:4-5, pengajaranNya mengenai "penggenapan" hukum Taurat, Mat 5:17 yang terdiri atas peningkatan hukum Taurat, Mat 5:21-48; 19:3-9; 16:21. Tetapi Mat tidak kurang menonjolkan bahwa perendahan diri Yesus dan kegagalan karyaNya juga menggenapi Kitab Suci pula : pembunuhan atas kanak-kanak di Betlehem, Mat 2:17 dst, masa muda Yesus yang bersembunyi di Nazaret, Mat 2:23, kelembutan hati Sang Hamba yang berbelaskasih, Mat 12:17-21; bdk Mat 8:17; 11:29; 12:7; murid-murid yang meninggalkanNya, Mat 26:31, pengkhitanan demi sejumlah uang yang menertawan, Mat 27:9- 10, penahan Yesus, Mat 26:54, penguburanNya untuk jangka waktu tiga hari, Mat 12:40. Kesemuanya itu sesuai dengan rencana Allah sebagaimana terungkap dalam Kitab Suci. Demikianpun halnya dengan ketidak-percayaan orang Yahudi. Mat 13:13-15, yang lekat pada adat istiadat manusiawi, Mat 15:7-9, dan yang hanya dapat diberi pengajaran pengajaran rahasia berupa perumpamaan, Mat 13:14-15, 35; semuanya dinubuatkan dalam Kitab Suci. Tentu saja injil-injil sinoptik lainpun menggunakan Kitab Suci sebagai pembuktian, tetapi kiranya diambil dari Mat Aram, sedangkan Mat Yunani menonjolkan dan mengembangkan pembuktian alkitabiah itu begitu rupa sehingga menjadi ciri khas injilnya. Bersama dengan susunan sistematik justru ciri alkitabiah tersebut menjadikan karya Matius sebuah "Piagam" tata penyelamatan baru yang menggenapi rencana Allah melalui Kristus : Yesus adalah Anak Allah, hal mana lebih ditekankan oleh Mat dari pada oleh Mrk, mereka+mau+AND+book%3A40&tab=notes" ver="">14:33; 16:16; 22:2; 27:40, 43; pengajaranNya merupakan Hukum Baru yang menggenapi yang lama; Gereja yang dilandaskanNya atas Petrus, sedangkan Ia sendiri menjadi batu sendinya yang telah dibuang oleh para pembangun, Mat 21:42, tidaklah lain dari jemaat Mesias yang melanjutkan Jemaat Perjanjian Lama sementara memperluas jemaat lama sampai merangkum bangsa manusia seluruhnya, oleh karena Allah telah mengizinkan bahwa mereka yang pertama dipanggil ditolak, Mat 23:34-38; bdk Mat 10:5-6, 23; 15:24, dengan maksud membuka jalan penyelamatan bagi sekalian bangsa, Mat 8:11-12; 21:33-46; 22:1-10; bdk mereka+mau+AND+book%3A40&tab=notes" ver="">12:18, 21; 28:19. Dapat dipahami mengapa injil Mat yang lebih lengkap, lebih baik tersusun dan ditulis dalam bahasa yang lebih baik dari bahasa Mrk, walaupun kurang sedap itu, oleh Gereja semula disambut dengan lebih baik dan dipergunakan dengan lebih leluasa dari pada kedua injil sinoptik lain.

(0.68) (Mat 12:38) (sh: Tanda Ajaib dan keyakinan. (Sabtu, 24 Januari 1998))
Tanda Ajaib dan keyakinan.

Tanda Ajaib dan keyakinan.
Kerap orang berpendapat bahwa semakin banyak tanda ajaib dalam kesaksian Kristen, semakin banyak orang akan dapat diyakinkan. Tuhan Yesus berpendapat lain. Jika si pendengar hanya mau menikmati tanda ajaib, tanpa memiliki keinginan hati untuk mengenal dan menerima Yesus, semua itu akan sia-sia (ayat 39). Kesaksian tersebut tak akan membawa pertobatan baginya (ayat mereka+mau+AND+book%3A40&tab=notes" ver="">41b). Tebukti pada orang Farisi. Tanda ajaib tidak selalu dibutuhkan untuk meyakinkan orang. Kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus sendiri sudah merupakan tanda ajaib terbesar dan paling menentukan!

Penuhilah hidup dengan Roh. Ibarat sebuah bejana kosong dan terbuka yang automatis akan terisi apa saja di sekitarnya, hati yang kosong pun akan dimanfaatkan oleh berbagai roh jahat. Perumpamaan ini memberi peringatan akan kesia-siaan orang yang melakukan pertobatan semu atau perbaikan diri dengan upaya moral dan agama tanpa Yesus Kristus. Tanpa diisi oleh Roh Kristus, akan terjadi hal yang sangat fatal sebab roh-roh yang pernah mengisi hati itu akan kembali. Bahkan bertambah jumlahnya tujuh kali. Sebab itu izinkanlah Roh Kudus memperbarui dan mengisi hati kita penuh.

Renungkan: Hidup dalam Roh memampukan kita menangkis berbagai serangan roh dunia.

(0.67) (Mat 8:29) (jerusalem: sebelum waktunya) Dengan menantikan penghakimannya kelak setan-setan mempunyai kebebasan terbatas untuk bekerja di dunia, Wah 9:5, terutama dengan merasuki orang, Mat 12:43-45+. Keadaan orang semacam itu sering disertai penyakit. Penyakit itu sendiri sebagai akibat dosa merupakan sebuah tanda kekuasaan setan yang lain, Luk 13:16. Maka pengusiran-pengusiran setan yang diceritakan Injil-injil kadang-kadang hanya pengusiran saja, bdk Mat 15:21-28 dsj; Mar 1:23-28 dsj; Luk 8:2, tetapi kerap berupa penyembuhan orang sakit juga, Mat 9:32-34; Mat 12:22-24 dsj; Mat 17:14-18 dsj; Luk 13:10-17. Dengan kekuasaanNya atas roh-roh jahat Yesus menghancurkan kekuasaan iblis, Mat 12:28 dsj; Luk 10:17-19; bdk Luk 4:6; Yoh 12:31+, dan memulai pemerintahan Mesias, yang janjinya yang khas ialah janji Roh Kudus, Yes 11:2; Yoe 3:1 dst. Manusia tidak mau mengerti hal itu, Mat 12:24-32, tetapi setan-setan baik-baik memahami duduknya perkara, Mat 9:29; Mar 1:24 dsj; Mar 3:11 dsj; Luk 4:41; Kis 16:16; Kis 19:15. Kekuasaan mengusir setan oleh Yesus diberikan juga kepada murid-muridNya bersama dengan kekuasaan menyembuhkan orang sakit, Mat 10:1 dsj; oleh karena kekuasaan terakhir ini bersangkutan dengan yang pertama, Mat 8:3+; Mat 4:24; Mat 8:16 dsj; Luk 13:32.
(0.67) (Mat 7:7) (sh: Minta, cari, ketok! (Jumat, 14 Januari 2005))
Minta, cari, ketok!

Minta, cari, ketok! Apakah yang membuat permohonan doa kita dijawab? Kesungguhan kita berdoakah, atau kebaikan Allah yang ingin memberikan yang terbaik untuk kita? Tuhan Yesus mengajar kita bahwa keduanya tidak bertentangan tetapi saling menunjang. Kita berdoa dengan penuh kesungguhan bukan karena Allah perlu "dipaksa" oleh klaim-klaim kita, tetapi karena kita percaya Allah baik adanya.

Tuhan Yesus menegaskan kesungguhan dan ketekunan berjalan seiring dengan keyakinan bahwa doa kita disambut oleh Bapa Surgawi yang baik. Ia melukiskan hal berdoa itu dengan tiga kata kerja: minta, cari, ketok (ayat 7). Melalui ketiga kata kerja itu Ia menegaskan dua hal penting tentang doa. Pertama, posisi pendoa ada dalam posisi orang yang berkebutuhan sedangkan Tuhan dalam posisi penjawab dan pemenuh kebutuhan. Dalam posisi demikian, yang menentukan bukan pendoa tetapi sang Penjawab doa.

Kedua, ketiga kata kerja itu menekankan keserasian antara kegiatan berdoa dan sikap bersungguh serta bertekun dalam doa. Kesungguhan dan ketekunan berdoa itu lahir dari keyakinan bahwa Allah baik adanya dan pasti akan menjawab doa-doa kita sesuai dengan sifat baik sempurna-Nya sebagai Bapa Surgawi. Yesus mempertentangkan Bapa Surgawi dengan bapak duniawi. Bila bapak duniawi yang jahat saja tahu memberi yang baik kepada anak-anaknya, alangkah lebih baik lagi sikap dan tindakan Bapa Surgawi kita (ayat 11). Keyakinan akan kebaikan Allah bukan saja berdampak pada kehidupan doa kita, tetapi juga berdampak pada sikap sosial kita (ayat 12). Seperti Bapa Surgawi memberikan yang terbaik untuk kita, kita juga mau memberikan yang terbaik untuk sesama kita.

Ingat: Berdoa berarti menundukkan diri kepada kehendak Allah. Jangan menjadikan doa alat untuk mengatur atau memaksa Tuhan. Yakinlah bahwa Allah baik dan akan memberi yang terbaik bagi kita. Jangan berdoa asal-asalan sebab itu berarti menyepelekan kebaikan Tuhan.

(0.67) (Mat 14:1) (sh: Dikejar bayang-bayang ketakutan (Jumat, 9 Februari 2001))
Dikejar bayang-bayang ketakutan

Dikejar bayang-bayang ketakutan. Kesalahan besar sampai meniadakan nyawa orang lain akan menjadi bayang-bayang ketakutan seumur hidup. Seorang ayah yang begitu kasar dan kejam tak dapat menahan emosinya ketika untuk kesekian kalinya seorang putranya yang masih kecil menanyakan mengapa ayahnya jarang di rumah. Dalam keadaan mabuk, ia segera mengambil pisau dan menghujamkannya ke tubuh putranya. Selama hidupnya, ayah ini selalu dikejar bayang-bayang ketakutan karena telah membunuh anaknya yang tidak bersalah.

Demikian pula dengan raja Herodes Antipas. Ketika ia mendengar ada Seorang yang telah melakukan banyak mukjizat segera ia teringat Yohanes Pembaptis, maka seluruh peristiwa yang mengakibatkan kematian Yohanes Pembaptis kembali segar diingatannya. Sebenarnya apa yang dilakukan Yesus berbeda dengan Yohanes karena ia tidak pernah membuat tanda atau mukjizat (Yoh. 10:41). Namun karena pada zaman itu Yohanes terkenal sebagai nabi, maka Herodes langsung menghubungkan Yesus dengan Yohanes (ayat 2). Peristiwanya berawal dari kebencian Herodes karena Yohanes pernah memperingatkannya ketika mengambil Herodias, bekas istri saudara tirinya, menjadi istrinya. Kelumpuhan nati nurani membuat Herodes tidak mau mendengar peringatan Yohanes, bahkan ia telah menyuruh menangkap, membelenggu, dan memenjarakan Yohanes. Keinginannya untuk membunuh Yohanes ditangguhkan karena takut kepada orang banyak. Namun keinginan ini akhirnya terpaksa terlaksana karena sumpahnya sendiri kepada anak perempuan Herodias di hari ulang tahunnya. Demikianlah ia telah membunuh seorang nabi yang tidak bersalah, karena kelumpuhan hati nuraninya terhadap dosa.

Manusia berdosa cenderung menolak segala peringatan yang mencegahnya menikmati hidup dalam dosa, sehingga mengalami kelumpuhan hati nurani. Kenikmatan dalam dosa membuat manusia hidup dalam bayang-bayang ketakutan yang terselubung, yang sebenarnya ada namun berusaha ditutupi dengan pernyataan: "hanya sekali tidak apa-apa", "semua orang juga melakukannya", "pengampunan tersedia bagi yang memohon", "demi kebaikan bersama", "Tuhan tahu maksud kita baik", dll.

Renungkan: Terlebih indah membereskan bayang-bayang ketakutan di hadapan-Nya dan jangan biarkan kelumpuhan hati nurani menyerang Anda.

(0.66) (Mat 14:13) (jerusalem) Lukas (Luk 9:10-17) dan Yohanes (Yoh 6:1-13) hanya sekali menceritakan bahwa Yesus memperbanyak roti, pada hal Matius (Mat 14:13-21; Mat 15:32-39) dan Markus (Mar 6:30-44; Mar 8:1-10) memuat dua cerita tentang Yesus yang mengerjakan mujizat itu. Tetapi agaknya peristiwa hanya satu, meskipun ada dua cerita yang pasti tua sekali, bdk Mat 16:9-10 yang menyinggung dua tradisi yang berbeda. Tradisi pertama nampaknya lebih tua dan agaknya berasal dari Palestina. Menurut tradisi itu peristiwa itu terjadi di pantai barat danau Galilea (lihat catatan yang berikut) dan berkata tentang dua belas bakul - jumlah suku Israel dan jumlah para rasul, Mar 3:14+. Tradisi kedua berasal dari kalangan Kristen yang bukan keturunan Yahudi. Menurut tradisi itu peristiwa terjadi di pantai timur danau - penduduk daerah itu bukan orang Yahudi - bdk Mar 7:31. Tradisi itu berkata tentang tujuh bakul (kata Yunani yang dipakai dalam Mat 16:10 lain dari yang dipakai dalam Mat 16:9)dan jumlah tujuh adalah jumlah bangsa-bangsa Kanaan, Ula 7:1; Kis 13:19, dan jumlah Diaken dari kalangan yang berbahasa Yunani, Kis 6:5; Kis 21:8. Kedua tradisi itu menggambarkan perbanyakan roti itu dengan ingat akan peristiwa serupa yang tercantum dalam Perjanjian Lama, khususnya akan nabi Elia yang memperbanyak minyak, 2Ra 4:1-7; 2Ra 4:42-44, dan akan cerita tentang burung puyuh, Kel 16; Bil 11. Yesus mengulang sambil meningkatkan mujizat-mujizat itu. Dengan jalan itu - sebagaimana juga dimengerti oleh tradisi tua itu - perbanyakan roti itu melambangkan makanan yang lebih unggul lagi di zaman terakhir, yaitu Ekaristi. Itulah yang mau ditonjolkan oleh cerita-cerita yang termaktub dalam Injil-injil sinoptik, bdk Mat 14:19; Mat 15:36 dengan Mat 26:26 dan wejangan tentang roti hidup, yang disajikan Yoh 6.
(0.66) (Mat 1:18) (sh: Hati bagi Allah dan belas kasihan bagi sesama (Senin, 25 Desember 2000))
Hati bagi Allah dan belas kasihan bagi sesama

Hati bagi Allah dan belas kasihan bagi sesama. Yusuf adalah salah seorang tokoh Alkitab yang mempunyai karakter mengagumkan. Mengikuti tradisi orang Yahudi, ia telah bertunangan yang akan mengikatnya menuju pernikahan. Banyak ahli Alkitab mengasumsikan bahwa Yusuf adalah seorang yang sudah cukup umur.

Sesudah bertunangan, Maria tinggal bersama orang tuanya sampai cukup usia untuk menikah, kemudian pindah ke rumah Yusuf. Ketika Yusuf mengetahui Maria hamil, ia memperlihatkan belas kasihan yang luar biasa. Ia tidak mau mencemarkan nama istrinya di muka umum meskipun hatinya sakit dan telah dikhianati, ia bermaksud menceraikan istrinya diam-diam. Matius menyebut Yusuf sebagai orang yang benar (19: terjemahan yang lebih tepat daripada tulus hati). Mengapa? Menurut hukum Taurat, hukuman untuk perzinahan adalah dilempari batu hingga mati. Apakah tindakan Yusuf terhadap Maria dapat dikatakan benar? Tidakkah ia benar jika menuntut Maria dihukum sesuai dengan hukum Taurat? Jawabannya terletak pada fakta bahwa `benar' dalam Perjanjian Lama adalah sesuai dengan hati Allah dan hukum-Nya. Bahkan Saul pun menyadari bahwa kemurahan hati lebih mendemonstrasikan kebenaran daripada kaku mengikuti hukum yang berlaku ketika ia menangis kepada Daud, `Engkau lebih benar dari pada aku, sebab engkau telah melakukan yang baik kepadaku, padahal aku melakukan yang jahat kepadamu (ISam. 24:18). Yusuf menerapkan prinsip ini. Meskipun ia menganggap Maria sudah memperlakukan dia tidak baik, ia tetap akan memperlakukan Maria dengan baik. Karena itu secara rohani dan jasmani, Yusuf adalah anak Daud yang sejati (Mat. 1:20).

Perjanjian Baru tidak banyak berbicara tentang Yusuf kecuali yang tercatat dalam kitab ini. Yusuf adalah seorang manusia seperti nenek moyangnya - yaitu Daud - yang mempunyai hati untuk Allah dan belas kasihan yang besar untuk sesamanya.

Renungkan: Tidak menjadi masalah seberapa tenarkah Anda di lingkungan keluarga dan masyarakat, namun jika kata-kata Matius tentang Yusuf dapat diterapkan dalam hidup kita, secara rohani kita sudah menjadi `orang besar`. Pada hari Natal ini apa yang akan Anda lakukan untuk mengekspresikan bahwa Anda mempunyai hati untuk Allah dan belas kasihan yang dalam bagi sesama?

(0.66) (Mat 13:44) (sh: Mencari sebuah nilai (Kamis, 8 Februari 2001))
Mencari sebuah nilai

Mencari sebuah nilai. Nilai suatu benda dapat terletak pada benda itu sendiri atau ada faktor lain di luar benda tersebut yang membuatnya berarti. Sebagai contoh: sebuah cincin emas sangat berarti karena nilai dirinya sendiri; berbeda halnya dengan sebuah cincin imitasi, akan berarti bagi seorang gadis karena cincin tersebut adalah pemberian sang kekasih hati. Cincin emas murni tidak akan luntur nilainya ditelan zaman, namun cincin imitasi mungkin akan berubah tidak bernilai karena kekasih hati sang gadis telah pergi meninggalkannya.

Yesus menekankan betapa bernilainya hal Kerajaan Sorga melalui 2 gambaran: (ayat 1) harta yang terpendam di ladang. Ketika orang menemukan harta terpendam ini, ia sangat bersukacita karena menemukan sesuatu yang sangat bernilai. Maka segala miliknya yang lain menjadi tidak berarti dibandingkan harta tersebut. Ia rela menjual segala miliknya demi mendapatkan harta yang terpendam itu. (ayat 2) seorang pedagang sengaja mencari mutiara karena ia tahu betapa berharganya mutiara itu. Maka setelah ia menemukan mutiara yang dicarinya, ia segera menjual segala miliknya untuk membeli mutiara tersebut. Kedua perumpamaan ini menggambarkan betapa bernilainya hal Kerajaan Sorga, namun tidak setiap orang yang mendengarnya mengerti hal ini. Seorang yang menyadari betapa bernilainya hal Kerajaan Sorga, dengan sukacita akan meninggalkan apa pun dalam dunia ini asalkan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam Kerajaan Sorga. Adakah sesuatu yang lebih bernilai dalam hidup Anda sehingga menghalangi untuk mendapatkan Kerajaan Sorga? Sebagai penutup, Yesus kembali mengingatkan tentang kesudahan zaman dimana akan terjadi pemisahan antara orang benar dan orang fasik. Bila tiba akhir zaman maka tidak ada lagi kesempatan bagi orang fasik untuk menyesali keadaannya, karena semuanya sudah terlambat. Ini pun menjadi peringatan bagi kita bahwa kesempatan ini sangat terbatas.

Renungkan: Nilai apakah yang sedang kita cari? Seperti orang yang menemukan harta terpendam dan seperti seorang yang mencari mutiara, ataukah seperti orang-orang yang menolak Yesus karena mencari kebenaran berdasarkan hikmat manusia? Hikmat manusia tidak dapat menembus nilai kekekalan yang dimiliki Yesus. Seorang yang mau membuka hatinya bagi kebenaran-Nya, akan menggali nilai kekekalan di dalam Diri-Nya.

(0.66) (Mat 26:17) (sh: Kasih Yesus dan kegagalan manusia (Jumat, 26 Maret 2010))
Kasih Yesus dan kegagalan manusia

Judul: Kasih Yesus dan kegagalan manusia
Sama seperti perikop yang lalu, di tengah-tengah penolakan yang terselubung dengan intrik yang keji, ada pernyataan kasih dari orang yang tidak disebutkan namanya. Orang tersebut menyediakan tempat untuk Yesus dan murid-murid-Nya untuk makan perjamuan Paskah. Di situlah kesempatan Yesus mengajar para murid terakhir kali tentang makna perjamuan Paskah yang baru.

Sekali lagi kita melihat Yesus yang pegang kendali kendati Ia mengetahui pengkhianatan Yudas (ayat 20-25) dan ketidak-mengertian dan ketidaksiapan para murid-Nya yang lain, termasuk di dalamnya sesumbar Petrus (ayat 31-35). Hambatan yang muncul tidak membuat fokus Yesus dialihkan dari misi yang telah ditetapkan Allah. Yesus tetap terfokus pada kayu salib dengan cara memberikan makna baru terhadap Paskah dalam kaitan dengan diri-Nya sendiri. Ia menyatakan bahwa roti melambangkan tubuh-Nya yang mengalami penderitaan dan anggur melambangkan darah-Nya sebagai darah Perjanjian Baru yang dicurahkan bagi keselamatan manusia. Setiap orang percaya akan mendapat bagian dari umat Perjanjian Baru dan akan mengambil bagi-an lagi dalam perjamuan kekal bersama dengan Dia dalam Kerajaan Bapa.

Sebenarnya mudah bagi Yesus untuk mencari alasan agar tidak perlu menyerahkan diri di salib. Murid-murid tidak siap, juga ada pengkhianat di antara mereka. Memberi diri salib seperti menyerah pada rencana para musuh-Nya, dan berakibat fatal pada para murid yang kemudian tercerai berai. Namun Yesus tahu bahwa hanya saliblah cara Allah untuk menyelamatkan manusia.

Mari kita bersyukur, Yesus berfokus dan setia pada rencana Allah. Sehingga sekarang kita menikmati berkat keselamatan dengan limpah untuk dibagikan pula kepada orang lain. Mari kita belajar meneladani Dia untuk tidak mencari alasan untuk mengelak dari panggilan kita memikul salib masing-masing demi Kristus dimuliakan dan demi lebih banyak orang diselamatkan!

(0.66) (Mat 5:3) (jerusalem: Berbahagialah) Ucapan selamat bahagia seperti yang dipakai Matius ini oleh Perjanjian Lama kadang-kadang dipakai sehubungan dengan orang yang saleh, yang berhikmat dan yang sejahtera, Maz 1:1-2; Maz 33:12; Maz 127:5; Ams 3:3; Sir 31:8; dll. Sama seperti para nabi Yesus mengatakan bahwa juga orang miskin yang mengambil bagian dalam kebahagiaan itu. Ketiga ucapan bahagia yang pertama, Mat 5:3-5; Luk 6:20-21+, mengatakan bahwa orang yang dianggap malang dan terkutuk sebenarnya berbahagia karena layak menerima berkat Kerajaan. Ucapan-ucapan bahagia yang menyusul lebih-lebih mengenai akhlak manusia. Ucapan-ucapan bahagia Yesus yang lain, Mat 11:6; Mat 13:16; Mat 16:17; Mat 24:46; Luk 11:27-28, dll. Lihat juga Luk 1:45; Wah 1;3; Wah 14:13, dll


TIP #23: Gunakan Studi Kamus dengan menggunakan indeks kata atau kotak pencarian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA