Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 61 - 80 dari 137 ayat untuk hanyalah (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.22) (2Raj 16:1) (sh: Mempertuhankan diri (Sabtu, 10 Juni 2000))
Mempertuhankan diri

Mempertuhankan diri. Mengamati kehidupan rohani raja Ahas, tidaklah heran bila ia merupakan salah satu raja terjahat di dalam sejarah kerajaan Yehuda. Sebab dirinya sendirilah yang menjadi Tuhan atas hidupnya. Allah, dewa, atau agama hanyalah merupakan masalah pribadi dan selera, sehingga tidak ikut memberi warna dalam kehidupannya. Akibatnya di dalam kehidupan rohaninya terjadi hal-hal seperti: pemisahan antara komitmen ibadah dengan iman, sinkretisme demi selera, keuntungan pribadi menjadi kunci penentu bagi keputusan di segala bidang termasuk bidang rohani.

Beberapa peristiwa membuktikan kebenaran penjabaran di atas. Tindakan Ahas mempersembahkan seorang anak kandung sendiri, merupakan komitmen paling tinggi dalam ibadah dewa Baal. Namun komitmen yang tinggi itu tidak dibarengi dengan kepercayaannya secara penuh terhadap kemampuan dan kekuatan dewa yang ia sembah, sehingga hidupnya bergantung kepadanya. Sebab ketika Yehuda diserang oleh raja Aram dan raja Israel, ia justru memohon pertolongan kepada Tiglat Pileser, raja Asyur. Ini berarti komitmen tanpa iman. Dapat dikatakan bahwa komitmennya adalah untuk memuaskan kepentingan pribadi karena ia ingin mendapat citra sebagai orang taat beragama. Lebih aneh lagi, persembahan untuk Tiglat Pileser tidak diambil dari kuil Baal, namun justru mengorbankan harta Bait Allah dan pribadinya sendiri.

Kemudian ketika ia ke Damsyik untuk melakukan kunjungan kenegaraan kepada Tiglat Pileser, ia melihat ada model mezbah dewa asing yang indah. Lalu ia memerintahkan imam Uria untuk membuat mezbah sesuai dengan apa yang ia lihat. Anehnya, mezbah itu bukan untuk penyembahan kepada Baal namun penyembahan kepada Allah di Bait-Nya. Ia nampaknya memberikan yang terindah untuk Allah, namun sesungguhnya tidak! Hukum Allah tidak hanya menetapkan bahwa umat-Nya harus memberikan persembahan namun juga dimana dan dengan mezbah yang bagaimana persembahan itu harus diberikan. Tidak hanya perubahan mezbah yang Ahas lakukan, ia bahkan merombak bagian tertentu rumah Allah demi Tiglat Pileser.

Renungkan: Komitmen kepada Allah adalah mempersembahkan seluruh totalitas kehidupan kepada Allah, dan itu berarti tak sedikit pun kita mengambil keputusan bagi kehendak dan keuntungan diri sendiri.

(0.22) (2Raj 25:22) (sh: Dihancurkan untuk dipulihkan (Minggu, 17 Juli 2005))
Dihancurkan untuk dipulihkan

Dihancurkan untuk dipulihkan Seorang koruptor muda divonis 20 tahun masuk penjara. Harta hasil korupsi disita negara. Istri dan anak-anaknya meninggalkannya. Selesai menjalani masa hukuman, ia tidak mempunyai apa-apa lagi. Namun, di penjara ia telah bertobat. Ia keluar dari penjara dengan pengharapan, yaitu memulai hidup baru bersama Tuhan.

Bangsa Yehuda dalam keadaan krisis. Sebagian besar penduduk telah dibawa ke tanah Babel sebagai tawanan. Penduduk yang ditinggalkan di tanah Yehuda tidak mengalami nasib yang lebih baik. Penduduk yang tersisa di tanah Yehuda hanyalah kelompok kecil yang tidak berarti. Akan tetapi, dari yang tersisa ini pun masih ada yang tidak mau tunduk kepada Babel. Mereka memberontak terhadap Babel dan membunuh Gedalya, pemimpin yang diangkat Nebukadnezar untuk memimpin Yehuda. Lalu, kelompok ini lari ke Mesir (ayat 22-26).

Tampaknya Yehuda sudah tidak memiliki masa depan. Namun, penulis 2Raja menutup kisah sejarah Israel dengan suatu pengharapan pada bagian akhir tulisannya. Yoyakhin mendapat belas kasih Raja Ewil-Merodakh dengan dibebaskan dari penjara dan dipelihara hidupnya (ayat 27-30). Hal ini merupakan pernyataan keyakinan penulis 2Raja bahwa Allah masih mengasihi Yehuda. Setelah Allah menghukum secara dahsyat, Ia akan kembali mengampuni dan memulihkan mereka (Yer. 32:28-41).

Tuhan tidak memberikan hukuman untuk memusnahkan umat-Nya. Ia menggunakan hukuman tersebut sebagai alat supaya umat-Nya bertobat. Pertobatan yang terjadi akan menghasilkan hidup baru. Oleh sebab itu, jangan sia-siakan kesempatan yang Ia berikan. Bertobatlah dan mulailah hidup baru Anda dengan setia mengikut Dia.

Doaku: Aku bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan karena Engkau sudi menghajarku agar aku bertobat dan dipulihkan kembali. Terima kasih karena kasih setia-Mu jauh melampaui segala kejahatanku.

(0.22) (Ayb 14:1) (sh: Kerapuhan manusia (Kamis, 9 Desember 2004))
Kerapuhan manusia

Kerapuhan manusia. Pada nas ini Ayub menguraikan keberadaan manusia dibandingkan ciptaan Allah yang lain. Siapakah manusia itu sehingga Allah mau menghadapinya? Ayub melukiskan kerapuhan manusia yang terbatas dalam hitungan waktu (ayat 5). Itu sebabnya, Ayub tidak mengerti jika Allah menambahkan penderitaan dalam hidup manusia yang singkat. Dan jika hidup manusia memang ada dalam penetapan Tuhan, hendaklah Tuhan mengalihkan pandangan-Nya dari menekan manusia (ayat 6). Maka Ayub mengajukan argumennya di hadapan Tuhan "Masakan Tuhan hendak mengadili manusia yang rapuh dan fana?" (ayat 3). Di sini Ayub sulit untuk menerima Allah mengadili orang yang tertindas. Ayub juga menyadari bahwa tidak mungkin dari manusia (yang najis) dapat menghasilkan kekudusan.

Ayub secara tidak langsung mengakui bahwa dia pun manusia yang bercela. Akibatnya Ayub melihat Allah sebagai hakim dan jenis murka yang dinyatakan-Nya bukan sebagai berkat dan rahmat. Karena itu, Ayub membandingkan hidup manusia sebagai ciptaan Allah yang tak lebih berpengharapan daripada ciptaan-Nya yang lain (ayat 7-9). Perbandingan ini didasarkan fakta bahwa setelah manusia mati maka ia tidak diingat lagi (ayat 10-12, 18-22). Meskipun demikian, Ayub yakin bahwa Tuhan akan mengingat dirinya dalam dunia orang mati. Hal ini karena Ayub berharap kepada Tuhan selama dia hidup, dan menyebut hari kematian sebagai panggilan rindu Tuhan akan ciptaan-Nya (ayat 15).

Penderitaan dapat menyadarkan seseorang tentang betapa rapuhnya manusia. Penderitaan mampu meningkatkan kesadaran kita bahwa waktu manusia terbatas. Akan tetapi, dalam kasus Ayub, benarkah Allah memang sedang menghakimi Ayub kala dia menderita, atau itu hanyalah anggapan seseorang yang dalam penderitaannya mengaitkan pengalaman hidup tersebut dengan penghakiman Allah? Sekali lagi, dalam penderitaan cara kita melihat Tuhan bisa berubah!

Renungkan: Apakah yang terjadi pada kerohanian Anda ketika hidup Anda menderita? Menambah harapan kepada Allah? Atau putus asa dan berpikiran negatif tentang Allah?

(0.22) (Ayb 18:1) (sh: Memori adalah warisan yang tak ternilai (Selasa, 30 Juli 2002))
Memori adalah warisan yang tak ternilai

Memori adalah warisan yang tak ternilai. Paul Johnson mengingatkan kita akan fakta sejarah bahwa pada 1882 seorang filsuf berkebangsaan Jerman, Friedrich Nietzsche, memproklamasikan bahwa Tuhan sudah mati! Namun, kenyataan memperlihatkan bahwa yang mati adalah Nietzsche, bukan Tuhan. Paul Johnson menunjukkan bahwa kekristenan terus berkembang dan tidak pernah berhenti berkembang di bekas negara-negara komunis, di Amerika Serikat, Afrika Selatan, Tiongkok, dan tempat lainnya.

Sekali lagi Bildad berbicara dan menegur Ayub, namun sayangnya, tegurannya - bahwa Ayub sesungguhnya orang yang fasik salah alamat. Namun, di dalam teguran yang salah alamat itu terkandung satu kebenaran abadi, yakni, "Ingatan kepadanya (orang fasik) lenyap dari bumi, namanya tidak lagi disebut di lorong-lorong." (ayat 18:17). Orang fasik hanya dikenang untuk sementara dan kalau pun dikenang untuk kurun yang panjang - seperti Hitler - itu pun hanyalah untuk mengingatkan kita akan kejahatannya. Kita lebih suka tidak mengingat-ingat orang yang jahat.

Sebaliknya, orang yang benar akan dikenang dan kenangan akan orang yang benar memberi kita kekuatan dan dorongan untuk hidup benar pula. Kita hidup hanya sekali dan kita hanya memiliki satu kesempatan untuk meninggalkan kenangan kepada penerus kita. Jika hidup kita bengkok, dalam arti banyak melakukan kejahatan di mata Tuhan, maka menyebut nama kita saja anak cucu kita akan malu, apalagi mengingat apa yang telah kita lakukan. Sebaliknya, bila hidup kita benar dan menjadi berkat bagi banyak orang, mereka akan bangga mengingat kita dan bahkan termotivasi untuk hidup benar seperti kita pula.

Janganlah sampai kita berpikiran pendek dan mementingkan kepuasan sesaat saja; sadarilah bahwa hidup kita sekarang akan membawa dampak kepada anak cucu kita di kemudian hari. Tinggalkanlah kenangan yang akan memotivasi mereka untuk hidup benar di hadapan Tuhan. Itulah warisan yang paling berharga yang dapat kita tinggalkan untuk mereka.

Renungkan: Memori seperti apakah yang akan kita tinggalkan kepada anak cucu kita?

(0.22) (Ayb 21:1) (sh: Allah masih berdaulat (Kamis, 16 Desember 2004))
Allah masih berdaulat

Allah masih berdaulat. Tudingan Zofar bahwa orang fasik segera akan binasa dijawab dengan fakta nyata lapangan bahwa orang fasik ternyata banyak yang hidup mujur (ayat 7-15). Hal itu membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan kepada Ayub tidak sesuai kenyataan. Penderitaan Ayub bukan diakibatkan oleh dosa-dosanya.

Ayub menyadari penuh bahwa kemujuran orang fasik bukan berarti mereka bebas terus berdosa di dalam dunia milik Allah ini. Ayub mengetahui bahwa pada akhirnya orang fasik akan menerima hukuman Allah (ayat 16-21). Teori hukuman dosa yang diajukan Zofar dianggap Ayub sebagai kesombongan mau mengajari Allah bagaimana bertindak terhadap orang berdosa (ayat 22-26). Bagi Ayub sikap Zofar dan teman-temannya itu petunjuk adanya niat jahat mereka. Mereka tidak dapat membuktikan bahwa Ayub berdosa. Akan tetapi, mereka memaksakan bahwa penderitaan Ayub adalah bukti Ayub berdosa. Kenyataannya orang fasik selamat dan orang yang menggugatnya malah binasa (ayat 27-34). Tanpa disadari sebenarnya Ayub pun bersikap mau mengajari Allah bagaimana seharusnya bertindak menghadapi orang fasik (ayat 19-21).

Persoalan theodicy (soal pengaturan dan kebaikan ilahi dalam dunia yang di dalamnya terjadi penderitaan) adalah persoalan klasik yang mencuat di perikop ini. Bagaimana Allah bertindak menghadapi orang fasik dan orang benar? Para teman Ayub mencoba menjelaskannya dengan pemahaman bahwa orang fasik pasti akan dihukum oleh Allah, sedangkan orang benar akan diberkati. Namun mereka membalikkan pandangan ini sedemikian sehingga orang yang menderita pastilah sedang menerima hukuman Allah atas dosa-dosanya. Ini adalah pandangan yang keliru sama sekali. Yang benar adalah Allah berdaulat atas kehidupan manusia. Ia adil, pasti akan membalaskan kejahatan manusia dengan hukuman dan kebaikan mereka dengan berkat. Namun, kapan dan bagaimana adalah hak Allah untuk menentukannya.

Camkan: Allah berdaulat atas hidup orang fasik maupun orang benar. Kalau saat ini orang fasik masih hidup enak-enakan, sementara orang benar menderita, itu hanyalah masalah waktu!

(0.22) (Ayb 35:1) (sh: Nyanyian di waktu malam (Rabu, 14 Agustus 2002))
Nyanyian di waktu malam

Nyanyian di waktu malam. Elihu berusaha meyakinkan bah-wa Ayub tidak memiliki hak menuntut agar Allah menjawab keluhannya karena [1] tidak ada keharusan bagi Allah untuk menjawab, (ayat 3-8), [2] Allah tidak akan menjawab keluhan pembuat kejahatan (ayat 9-13), dan keluhan Ayub bahwa Allah tidak pernah menghukum orang jahat adalah omong kosong (ayat 14-16).

Elihu melihat kata-kata Ayub yang saling bertentangan (ayat 2b-3). Di satu sisi Ayub menyatakan meminta keadilan Allah, di sisi lain menganggap Allah tidak peduli akan kesusahannya. Pada ayat 5-8 Elihu menyatakan tentang jarak tak terhingga antara Allah dan manusia. Jadi, kesalahan atau ketidakbersalahan Ayub tak dapat mempengaruhi Allah. Tindakan manusia hanya berpengaruh terhadap manusia lainnya.

Di ayat 9-13, Elihu nampaknya menyatakan bahwa ketika orang-orang menderita, mereka tidak berseru kepada Tuhan untuk pertolongan. Inilah sebabnya Allah tidak menolong mereka. Ratapan mereka hanyalah teriakan kosong dari sifat yang egois, bukan dari kepercayaan kepada Allah. Mereka mengabaikan pengajaran Allah dari alam. Padahal Allah yang memberikan mereka nyanyian-nyanyian di waktu malam dan mengajar mereka melalui binatang-binatang (bdk. 12:7). Nyanyian di waktu malam mungkin adalah nyanyian bintang-bintang dan makhluk-makhluk surgawi lainnya yang bersukacita kala bumi dijadikan (ayat 38:7). Kaum tertindas harus mengingat pencipta mereka, dan berseru kepada-Nya, bukan kepada manusia.

Elihu menyimpulkan kasus Ayub dengan mengatakan: pernyataan Ayub bahwa Allah belum menampakkan diri-Nya adalah bodoh. Allah telah menyatakan diri melalui keajaiban alam (ayat 14). Ayub juga dianggap salah karena mengatakan bahwa Allah tidak menghukum dosa. Kalau kelihatannya demikian, tentu adalah karena orang yang tertindas belum datang kepada Allah dengan memohon secara tulus.

Renungkan: Dalam kesusahan Anda, pandanglah bintang dan hiruplah udara segar. Allah mengasihi Anda. Berserulah kepada-Nya!

(0.22) (Mzm 42:1) (sh: Merindukan Allah (Minggu, 12 Agustus 2001))
Merindukan Allah

Merindukan Allah. Pernahkah Anda merasakan kegalauan rasa rindu yang tak terbendung ketika terpisah dari orang-orang yang Anda cintai? Hasrat seperti inilah yang dirasakan pemazmur.

Pemazmur merindukan Tuhan dengan hasrat yang sedemikian besar, tak tertahankan lagi dan harus segera mendapat pemenuhannya (ayat 1- 3). Ia haus, gundah gulana, tertekan, dan gelisah ketika menyadari keberadaan dirinya yang telah jauh dari Allah (ayat 3, 5, 6, 7, 12). Ia memenuhi hari-harinya dengan air mata karena celaan lawannya yang menikam tulang-tulangnya: "Di manakah Allahmu?" (ayat 4, 11). Ia sedemikian takut terpisah dari Allah sehingga berseru: "Mengapa Engkau melupakan aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh?" (ayat 10). Kerinduannya yang sedemikian dalam ini tidak terobati oleh album kenangan yang dipenuhi dengan memori indah. Ingatannya tentang sorak-sorai, nyanyian syukur, dan perayaan yang pernah dinikmatinya di rumah Allah, maupun kenangan manis yang menjadi sejarah tidaklah memuaskan hasratnya, tetapi sebaliknya justru membawanya semakin tenggelam dalam ketakutan, keputusasaan, dan kegelisahan hati (ayat 5-6, 7-8). Harapan satu-satunya, yang memungkinkannya untuk kembali bersyukur hanyalah ditemukan di dalam Tuhan.

Getaran rasa rindu yang sedemikian besar terhadap Tuhan seringkali tidak kita miliki. Hal ini dapat terjadi karena kita tidak menyadari bahwa kebutuhan kita yang terdalam, tidak lain adalah Allah yang hidup, sumber kehidupan kita (ayat 3, 9). Dialah sumber pertolongan yang melindungi dan memerintahkan kasih setia-Nya (ayat 6, 9, 12).

Renungkan: Apakah kita menyadari bahwa diri kita tidaklah mungkin dapat terpisah dari Allah karena kita tidak dapat hidup tanpa Dia? Dialah kebutuhan kita yang paling mendasar, dan tanpa Dia keberadaan kita tidaklah berarti apa-apa.

Bacaan untuk Minggu ke-10 sesudah Pentakosta

II Raja-raja 4:42-44

Efesus 4:1-6, 11-16

Yohanes 6:1-15

Mazmur 145

Lagu: Kidung Jemaat 402

Pa 6 Mazmur 40

Mazmur ini merupakan cerminan hati Daud tentang hasratnya yang sedemikian kuat kepada Tuhan. Hasrat ini terus bertumbuh seiring dengan pertumbuhan keyakinan dan harapannya yang tidak pudar melintasi berbagai problematika kehidupan. Hasrat ini bukanlah dibangun di atas harapan yang semu ataupun keyakinan yang tidak beralasan, melainkan dibangun di atas dasar kasih setia Tuhan yang dapat dipercaya.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Pada ayat 2-6 Daud memuji Tuhan atas apa yang sudah Tuhan kerjakan baginya. Bagaimanakah Daud menggambarkan pertolongan Tuhan kepadanya (ayat 2b-4a)? Apakah hubungan antara karya Tuhan ini dengan hasratnya kepada Tuhan (ayat 2a)? Dampak apakah yang dihasilkan oleh pertolongan Tuhan tersebut (ayat 4b)? Bagaimanakah hal ini mempengaruhi cara pandang Daud tentang Tuhan dan orang yang berbahagia (ayat 5, 6)?

2. Mengapakah Daud memohon agar Tuhan tidak menahan rakhmat-Nya melainkan segera menolongnya (ayat 12, 14)? Kesadaran tentang faktor-faktor eksternal (ayat 13a) dan internal (ayat 13b) apakah yang mendorongnya berdoa seperti ini? Apakah hasratnya kepada Tuhan menjadi luntur dalam situasi seperti ini (ayat 14b)?

3. Apakah yang menjadi harapan Daud bagi musuh-musuhnya (ayat 15) dan orang-orang yang mencari Tuhan dan mencintai keselamatan daripada-Nya (ayat 17)? Apakah dasar bagi harapan-harapannya?

4. Apakah dampak dari pertolongan Allah yang pernah dialaminya (ayat 2-11) terhadap pergumulan yang sedang dihadapinya (ayat 12- 14)? Bagaimana hal itu juga berpengaruh terhadap harapannya untuk masa yang akan datang (ayat 15-17)?

5. Bagaimana dengan kita? Bagaimanakah kita dapat menemukan keyakinan pada masa kesesakan dan harapan untuk masa yang akan datang? Apakah dasar bagi keyakinan kita akan pertolongan Tuhan?

6. Di tengah-tengah pergumulan kita sehari-hari, apakah kita memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan menunjukkan kasih setia-Nya untuk masa kini dan masa yang akan datang, sama seperti pada masa yang lampau? Hal-hal apakah yang menghambat proses ini?

(0.22) (Mzm 43:1) (sh: Pengharapan akan keadilan Allah (Sabtu, 7 Februari 2004))
Pengharapan akan keadilan Allah

Pengharapan akan keadilan Allah. Ada saatnya bagi kita untuk menerima semua tekanan dari lingkungan yang tidak seiman dengan sepenuhnya bersandar kepada Allah yang akan menolong dan memberikan kekuatan. Ada pula saatnya bagi kita untuk mendobrak keluar dari tekanan itu dengan meminta Allah bertindak.

Mazmur 43 sebenarnya menyambung Mazmur 42. Pemazmur yang mulai berhasil mengatasi perasaan tertekannya sekarang meminta Allah bertindak demi keadilan-Nya. Ia adalah orang saleh yang mengalami penindasan dari orang-orang yang jahat, yaitu kaum tidak saleh, penipu, dan orang curang (ayat 1).

Tidak jelas apa yang pemazmur minta untuk Allah lakukan terhadap para musuhnya demi keadilan-Nya. Namun, pemazmur tahu apa yang ia dan bangsanya butuhkan. Pemazmur meminta agar Tuhan yang selama ini diyakininya sebagai tempat pengungsiannya bersegera menuntunnya kembali ke tempat di mana mereka boleh menikmati hadirat Allah (ayat 2,3).

Permintaan si pemazmur agar Tuhan bersegera melepaskan dia dari lingkungan orang-orang yang tidak percaya Tuhan sebenarnya mewakili kerinduan umat Israel untuk lepas dari penjajahan Babel dan kembali ke tanah mereka sendiri. Bagi mereka tempat ibadah yang sejati hanyalah di Yerusalem, kota kudus Allah, dan secara lebih spesifik lagi Bait Allah yang berdiri di Gunung Sion (ayat 3). Selama mereka masih dibuang di Babel, mereka tidak dapat dengan bebas beribadah kepada-Nya. Selama itu pula mereka tidak dapat menikmati Allah maupun Allah menikmati korban-korban persembahan dan puji-pujian mereka (ayat 4).

Sekali lagi pemazmur menasihati jiwanya agar menaruh harapan pada Allah saja.

Renungkan: Katakan pada jiwa Anda: “Allah akan menolong saya.” Lalu, bersyukurlah kepada-Nya.

(0.22) (Mzm 78:56) (sh: Masalah rohani. (Minggu, 16 Agustus 1998))
Masalah rohani.

Masalah rohani.
Kelakuan Israel bisa membuat kita menyimpulkan bahwa mereka hanya melakukan beberapa kekeliruan sosial. Tetapi "kekeliruan" itu berulang kali mereka lakukan kendati Tuhan senantiasa baik terhadap mereka. Dari kisah Israel menjelang pembuangan kita tahu bahwa masalah mereka adalah kerusakan rohani yang amat serius. Mereka bahkan sampai menyimpang dari ibadah mereka kepada Yahwe satu-satunya Allah sejati yang telah membawa mereka keluar dari Mesir dan memelihara mereka dengan panjang sabar. Mereka tidak segan berpaling kepada dewa-dewa asing, lalu membuat berhala-berhala mereka sendiri.

Sejak kejatuhan Adam, seluruh kejahatan manusia yang mengundang tindakan penghukuman Allah bernafaskan hal sama. Manusia melawan Allah, memilih berbakti kepada ilah lain. Bukankah banyak kekacauan kita alami sekarang sebab orang tidak sungguh takut kepada Tuhan? Para pemimpin kita memikirkan kepentingan mereka. Banyak orang hanya takut terjadi kebangkrutan, takut kekacauan, tetapi tidak takut akan Tuhan.

Pribadi Ilahi. Masyarakat luas, kelompok organisasi, umat beragama, semuanya memerlukan pepimpin yang handal. Untuk problem hakiki manusia: dosa, hanya Pribadi Ilahi yaitu Yesus Kristus yang dapat memimpin manusia keluar dari belenggu kegelapan dosa masuk ke dalam kemerdekaan Kerajaan Terang Allah. Untuk Yehuda, Allah memilih Daud. Ia diberi hikmat dan keberanian. Ia diberikan potensi kepemimpinan agar mampu menjadi raja yang handal yang sekaligus dapat diteladani.

Daud hanyalah bayang-bayang dari kepemimpinan sempurna Yesus Kristus. Pemimpin yang baik tidak cukup memiliki ilmu dan keahlian, ia harus merupakan seorang pilihan Allah yang diperlengkapi Allah sendiri baik dengan integritas, kewibawaan, maupun kemampuan.

Doa: Tuhan Yesus, Pemimpin satu-satunya yang sempurna kudus di hadapan Allah, bertindaklah dan berperkaralah atas bangsa kami dan para pemimpin kami.

(0.22) (Mzm 115:1) (sh: Tujuan ibadah (Sabtu, 4 Mei 2002))
Tujuan ibadah

Tujuan ibadah. Sebagaimana gong besar dipukul berulang-ulang untuk menentukan nada lagu, demikian mazmur ini dibuka dengan perkataan, “Bukan kepada kami …”. Pemazmur mengemukakan tentang tujuan dari ibadah umat yang sebenarnya ialah memberikan kemuliaan kepada Tuhan karena kasih dan kesetiaan Allah. Ini amat berbeda dari bangsa-bangsa kafir yang bertanya dengan nada menghina, merendahkan kemuliaan Allah dan melukai hati orang beriman, “Di mana Allah mereka?” (bdk. Mzm. 42:4). Terhadap ejekan bangsa–bangsa lain, bangsa Israel menyatakan imannya bahwa Allahnyalah yang berkuasa sedang dewa-dewa bangsa lain hanyalah buatan tangan manusia dan sama sekali tidak berdaya (ayat 3-8).

Karenanya, pemazmur mengajak umat Israel, para imam keturunan Harun, dan orang-orang yang takut akan Tuhan untuk “Percayalah pada Tuhan”. Ajakan pemazmur ini diresponi dengan ucapan bersama , “Dialah pertolongan dan perisai mereka”. Sebagai perisai, Allah menyelamatkan, melindungi dan menolong sedemikian rupa sehingga orang-orang-Nya yang terjatuh, dan tertunduk lemah dapat mengangkat kepalanya kembali. Orang-orang yang percaya akan Tuhan itu pun aman karena dikelilingi kasih setia Allah (lih. Mzm. 32:10). Mereka juga tahu dengan pasti bahwa Tuhan akan bertindak (lih. Mzm. 37:3,5) sehingga mereka dapat menghadapi beragam tantangan dengan tenang.

Bila Tuhan Allah mengingat umat-Nya, Ia bertindak sesuai dengan perjanjian-Nya dan memberi berkat kepada umat Israel. Berkat Tuhan ini menyeluruh baik terhadap orang-orang kecil maupun besar. Karena langit kepunyaan Tuhan dan bumi telah diberikan-Nya kepada anak-anak manusia (ayat 16), maka selama umat Allah masih hidup, dalam kesempatan apa pun mereka patut memuji Allah selama-lamanya (ayat 18). Pujian harus terus dikumandangkan oleh angkatan yang akan datang. Jangan menunda memuji Allah, karena orang-orang mati tidak dapat lagi melakukannya (ayat 17).

Renungkan: Manusia memiliki hati dan otak yang dapat merenungkan kebesaran dan kebaikan Allah sehingga mendorong mulut memuji Dia dengan tulus.

(0.22) (Mzm 119:17) (sh: Kuat menghadapi penindasan (Minggu, 27 Oktober 2013))
Kuat menghadapi penindasan

Judul: Kuat menghadapi penindasan
Peraturan yang berkekuatan hukum merupakan suatu kepastian untuk suatu kegiatan yang sah. Kenyataannya, masih bergantung dengan bagaimana penegakan hukum itu sendiri, yaitu oknum di baliknya apakah dapat dibeli atau dikibuli.

Dua bait berikut Mazmur 119 memaparkan pergumulan pemazmur dalam menjalani hidup ini, di mana sepertinya tidak ada penegakan hukum. Yang ada ialah orang-orang kurang ajar, yang menyimpang dari firman Tuhan (21) dan para pemuka yang melawan hukum dengan menyerang si pemazmur (23). Hukum dijungkirbalikkan. Orang benar ditindas dan dipersalahkan. Pejabat menyalahgunakan kuasa untuk kepentingan mereka sendiri. Hal inilah yang dirasakan pemazmur.

Di tengah rasa terasing (19), berduka (25, 28), dan tergoda untuk melawan ketidakadilan dengan dusta (29), pemazmur tetap bergeming melekat pada Taurat Tuhan. Malah pemazmur berdoa meminta agar ia lebih lagi menyadari keajaiban Taurat (18) dan lebih lagi merindukan (20) dan tetap menggemarinya (24). Pemazmur juga berdoa agar dirinya tetap teguh dalam menekuni Taurat dan sepenuhnya taat melakukan kehendak Tuhan. Dalam doanya pemazmur memohon Tuhan melindunginya dari dipermalukan para musuhnya justru karena kesetiaannya pada Taurat.

Memang dalam dunia yang bengkok dan kacau balau ini, yang lurus, yang teratur sesuai kebenaran terlihat bukan hanya langka tetapi aneh. Tidak heran sindiran seperti, sok suci, katro, munafik, mudah dilabelkan kepada kita yang mau konsisten menjalankan kehendak Allah. Belum lagi penindasan yang terang-terangan atas kegiatan iman kita. Jangan lupa bahwa dunia ini tetap milik Allah. Dia berdaulat atas segala isinya, termasuk mereka yang memusuhi-Nya, umat-Nya. Setialah pada-Nya, tetap konsisten melakukan firman-Nya. Tuhan akan menganugerahkan kekuatan dan kemenangan pada hamba-Nya.

Diskusi renungan ini di Facebook:
https://www.facebook.com/groups/santapan.harian/

(0.22) (Mzm 119:145) (sh: Tuhan penolong satu-satunya (Selasa, 4 Juni 2002))
Tuhan penolong satu-satunya

Tuhan penolong satu-satunya. Seperti halnya orang-orang yang berusaha melakukan segala sesuatu dengan tulus dan jujur mengalami berbagai tekanan, agaknya pemazmur pun mengalami hal yang sama. Penderitaan pemazmur karena melakukan yang benar, makin berat dan memuncak. Tetapi, keadaan ini tidak membuatnya menjauhi Allah, justru dengan konsentrasi penuh, dan dengan segala kekuatan yang ada padanya, ia berteriak minta tolong kepada Allah (ayat 145). Ia tidak menyisakan lagi tenaga dan pikirannya ketika berseru kepada Allah. Hal itu dilakukan bukan karena Tuhan tuli atau tidak mau mendengarkan seruannya, tetapi karena kepasrahan yang utuh dan penuh kepada Tuhan.

Kita melihat dua hal penting dalam sikap pemazmur ini. Pertama, ia sadar bahwa tiada sesuatu pun di dunia yang dapat menolongnya dari penderitaan ini, kecuali Tuhan. Kedua, ia juga tahu bahwa melepaskan dan melupakan Taurat hanyalah menambah beban penderitaannya, dan itu bukan jalan keluar sebab jalan keluar hanya ada pada Allah sebagai satu-satunya sumber kebaikan.

Semakin beratnya beban penderitaan pemazmur disebabkan semakin banyak orang-orang yang menjauhkan diri dari Taurat Tuhan yang mengejar pemazmur dengan maksud jahat (ayat 150). Namun, ia mengetahui cara untuk dapat bertahan, yaitu dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Ia yakin bahwa Tuhannya tidak pernah menjauhkan diri dari orang-orang yang mencintai Dia dan Taurat-Nya (ayat 147,148). Dari pemazmur kita belajar hal penting tentang kedekatan hubungannya dengan Allah, yaitu pemazmur merasa bahwa di dalam Taurat-Nya ia berjumpa dengan perkataan Allah yang menguatkan iman.

Renungkan: Banyak orang menjauhkan diri dari Allah karena menganggap bahwa Allah juga menjauhkan diri darinya sebab penderitaan yang dialaminya. Anggapan ini sangat salah karena Allah tidak pernah menjauhkan diri dari manusia. Bahkan ketika manusia kehilangan harapan karena pemberontakannya sendiri, karena dosa, Tuhanlah yang berinisiatif datang dan menebus manusia melalui Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal.

(0.22) (Mzm 137:1) (sh: Merespons krisis (Kamis, 28 November 2002))
Merespons krisis

Merespons krisis.
Reaksi pertama seseorang yang sedang berada di dalam penderitaan dan krisis adalah mengasihani diri sendiri. Benarkah seharusnya demikian? Melalui mazmur ini kita melihat suatu keadaan yang menyedihkan dari orang-orang Israel yang ada di dalam pembuangan. Mereka menangis di tepi sungai-sungai Babel. Tiada sukacita, tiada musik dan tari-tarian di sana. Bahkan penderitaan semakin bertambah selain karena memori mereka tentang Sion, para penyiksa mereka memaksa agar mereka menyanyikan lagu dari tanah mereka. Itu membuat mereka berhadapan muka dengan muka dengan krisis yang menyengat. Bagaimana mereka bisa menyanyikan nyanyian iman dan sukacita ketika mereka berada dalam keterpurukan seperti itu? Jika mereka menyanyi pun, itu hanyalah melintas di bibir semata. Krisis ini menimbulkan dua respons. Pertama, Yerusalem kembali ditegaskan sebagai pusat untuk kehidupan orang beriman (ayat 5-6). Ini adalah sebuah pengharapan akan kembalinya sukacita. Pengharapan ini dinyatakan dalam bentuk sumpah khidmat: Yerusalem tidak akan dapat dilupakan. Kedua, suatu respons pahit (ayat 7-9). Kalau sebelumnya bangsa Israel menyatakan akan mengingat Yerusalem maka di sini Allah diminta untuk mengingat akan penghakiman yang adil bagi mereka yang menghancurkan tempat kediaman Allah. Ayat 7 memusatkan perhatian kepada orang-orang Edom yang di dalam kitab Obaja jelas sekali dinyatakan ikut terlibat dalam pengepungan Yerusalem. Allah diharapkan akan membalaskan perbuatan mereka. Ayat 8-9 berbicara tentang Babel, sang perusak, yang diharapkan akan memperoleh malapetaka sebagaimana mereka telah bertindak kejam terhadap bangsa Israel.

Kelihatannya ada sesuatu yang janggal ketika kita melihat bahwa dalam ayat 9, kita diajak berbahagia kala musuh kita dihantam dengan sedemikian kejam. Bagaimana kita menjelaskan hal ini? Ini merupakan satu kejujuran diri dan kemarahan yang kudus karena keadilan harus ditegakkan dan kejahatan harus dihukum.

Renungkan:
Dalam krisis, jangan terjebak oleh perasaan Anda. Jadilah tuan atas diri Anda sendiri!

(0.22) (Ams 3:27) (sh: Hikmat: kasih dan rendah hati (Jumat, 21 November 2003))
Hikmat: kasih dan rendah hati

Hikmat: kasih dan rendah hati. Ternyata hikmat dikaitkan dengan dua karakter praktis yaitu kasih dan rendah hati. Dapat kita simpulkan bahwa kasih dan rendah hati adalah salah satu wujud nyata hikmat.

Seperti pedang bermata dua, kasih mempunyai dua sisi: pasif dan aktif. Kasih menolak untuk merugikan apalagi mencelakakan orang (ayat 29-30). Dalam hal inilah kasih memiliki makna pasif yaitu tidak berbuat jahat. Secara aktifnya, kasih mendorong kita melakukan sesuatu, yakni berbuat kebaikan kepada sesama (ayat 27-28). Tidak berbuat jahat memang bagian dari kasih, namun ini hanyalah bagian pasifnya. Berbuat kebaikan kepada orang yang membutuhkannya adalah bagian kasih yang aktif. Memiliki atau melakukan satu dari keduanya membuat kasih bukan saja tidak berimbang tetapi juga hilang. Rendah hati juga bermata dua: pasif dan aktif. Secara pasifnya, orang yang rendah hati menolak untuk meninggikan diri. Dengan kata lain, rendah hati merupakan lawan dari keangkuhan. Dari sisi aktifnya, rendah hati merupakan upaya terus menerus untuk hidup sesuai realitas. Rendah hati berarti bisa melihat realitas siapa kita dan menerima diri apa adanya serta hidup sesuai dengan fakta ini. Sebaliknya, orang yang angkuh tidak melihat realitas dengan tepat dan tidak bisa menerima diri apa adanya. Akibatnya, ia hidup berdasarkan diri yang tidak pernah ada; ia melandaskan siapa dirinya pada ilusi, bukan kenyataan. Imbalan untuk orang yang rendah hati adalah Tuhan mengasihaninya (ayat 34). Orang yang rendah hati mungkin tidak dikenal dan mungkin tidak diakui; ia tidak dikasihani dan tidak dihormati siapa-siapa. Namun ingatlah, Tuhan mengasihaninya dan akan mewariskan kehormatan kepadanya (ayat 35). Ini yang terpenting!

Renungkan: Orang yang rendah hati adalah orang yang berani: ia berani untuk tidak diakui dan ia berani untuk mengakui.

(0.22) (Ams 22:17) (sh: Bagaimana hidup bijaksana? (Kamis, 26 Oktober 2000))
Bagaimana hidup bijaksana?

Bagaimana hidup bijaksana? Setiap orang mendambakan hidup bijaksana, tetapi apakah setiap orang tahu bagaimana caranya? Amsal-amsal orang bijak atau hikmat lebih dari pengetahuan apa pun bagi setiap orang yang mau hidup bijaksana. Mereka tidak akan meremehkan hikmat, tetapi memasang telinga untuk mendengarkan dan memberi perhatian, kemudian menyimpannya dalam hati. Inilah yang menyenangkan hatinya. Bukan karena telah tersedia timbunan harta di rumahnya atau tingginya kedudukan di pundaknya, namun karena ia telah memperoleh yang terpenting dan terutama dalam hidupnya yakni hikmat.

Hikmat menuntun seseorang hidup percaya dan mempercayakan dirinya kepada Tuhan. Ia tidak lagi meletakkan pengharapannya kepada materi, benda-benda tertentu yang memiliki kekuatan, ataupun seseorang yang dianggapnya mampu memberikan perlindungan. Hanya kepada Tuhanlah ia menaruh kepercayaannya. Hikmat akan mengajarkan makna hidup sesungguhnya, walaupun segala sesuatu akan hilang dan musnah, namun kebergantungan kepada Tuhan tidak pernah akan mengecewakan. Penulis Amsal sangat menekankan pentingnya hikmat, maka ia mengulang beberapa kali kata 'aku telah menuliskannya' dan 'aku mengajarkan'. Betapa seriusnya penulis Amsal mengatakan bahwa hikmat mengajar seseorang untuk mengetahui yang benar dan sungguh, sehingga ia tidak pernah gentar dan gelisah untuk memberikan jawaban yang tepat kepada setiap orang yang menyuruhnya.

Hidup bijaksana tidak semata berkaitan dengan diri sendiri, tetapi juga dengan sesama. Kita tidak seharusnya bersikap sewenang-wenang terhadap orang-orang yang lemah dan berkesusahan. Seringkali manusia tidak lagi memandang ke bawah ketika sudah berada di tangga pimpinan atau menjadi seorang jutawan. Dengan kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya, ia 'membeli' orang-orang lemah dan tak berdaya untuk memuaskan hasratnya, menganggap mereka hanyalah 'sapi perahan' yang pasrah. Penulis mengingatkan bahwa Tuhan yang akan membela mereka dan mengambil nyawa orang yang merampasi mereka.

Renungkan: Tak seorang pun layak menganggap dirinya lebih layak, lebih kaya, lebih terhormat, lebih berkuasa daripada orang lain, karena ini berarti kita melawan Tuhan Pembela orang lemah. Bersikaplah bijaksana baik terhadap diri sendiri maupun sesama!

(0.22) (Pkh 11:1) (sh: Iman sejati adalah percaya kepada rencana Tuhan (Senin, 11 Oktober 2004))
Iman sejati adalah percaya kepada rencana Tuhan

Iman sejati adalah percaya kepada rencana Tuhan. Jim dan Elizabeth Elliot bersama seorang putrinya pergi menjadi utusan Injil ke Equador, Amerika Selatan. Dalam sebuah kunjungan ke pedalaman, Jim dan beberapa rekannya dibunuh oleh penduduk asli. Niat Elizabeth Elliot untuk memberitakan Injil tidak surut sehingga ia memutuskan masuk ke daerah pedalaman tersebut untuk meneruskan pekerjaan yang telah dirintis almarhum suaminya. Ia melayani Tuhan di sana dan akhirnya, orang yang membunuh suaminya pun menjadi anak Tuhan.

Dalam hidup ini ada banyak hal yang terjadi namun, sedikit yang mampu kita pahami. Seberapa pun kepandaian manusia memahami semua ilmu pengetahuan dan mampu menciptakan berbagai alat yang berguna bagi kehidupan, tetap ada banyak peristiwa hidup yang tak terselami. Keterbatasan tersebut disebabkan Tuhan yang mengatur kehidupan manusia dan di "tangan-Nyalah" nafas semua makhluk hidup. Firman Tuhan menyatakan "Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin, demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah" (ayat 5). Pekerjaan Tuhan terhadap dunia ini tak terselami, seperti kita juga tidak mampu mengatur pertumbuhan benih yang kita tabur di tanah (ayat 6) ataupun memahami gerakan alam semesta ini (ayat 3). Adakalanya kita lupa bahwa kita bukanlah pusat dari alam semesta; melainkan kehidupan kita di dunia ini hanyalah bagian kecil dari rencana Tuhan yang besar. Oleh karena itu, berbahagialah mereka yang memercayai Tuhan dalam segala lakunya (ayat 8).

Namun, ada satu penghiburan bagi kita anak-anak-Nya yaitu Tuhan itu kasih. Jika Ia bukanlah Tuhan yang kasih maka Ia tidak akan mau menjadi manusia untuk mengorbankan diri-Nya di kayu salib dan membayar hukuman atas dosa kita. Sebenarnya, Tuhan tidak harus menjadi manusia, tetapi Ia memilih untuk melakukan semua itu demi kasih-Nya kepada kita. Kendati Ia mengijinkan sesuatu yang buruk menimpa kita bukan berarti rancangan-Nya yang indah untuk hidup kita akan gagal.

Renungkan: Iman sejati berarti memercayai rencana Tuhan tetap yang terbaik bagi hidup kita pada saat kita sedang menderita.

(0.22) (Yes 10:1) (sh: Memahami horizon (Sabtu, 18 Oktober 2003))
Memahami horizon

Memahami horizon. Dalam hidup kita, ada horizon yang menjadi batas bagi kita untuk bertindak, merasa, dan berpikir. Ketidakmampuan orang untuk memahami batas-batas dirinya menjadikan dia "keterlaluan", "tidak tahu diri". Kalau kita memperhatikan apa yang terjadi di dalam dunia ini, sebenarnya masalah hidup manusia adalah kegagalannya memahami dan menghidupi horizon yang telah ditentukan baginya.

Bacaan hari ini berbicara tentang kegagalan memahami horizon. Pihak pertama, sebagai umat Allah, para pemimpin Israel seharusnya bertindak sebagai umat: taat dan beribadah kepada Allah mereka (ayat 1-4). Namun, meskipun mereka sudah dihukum, setelah "semuanya itu", mereka tetap berkeras hati. Karena itu, murka Allah pun tidak surut. Pihak kedua yang gagal memahami horizonnya, yaitu kerajaan Asyur. Allah memakai kerajaan Asyur untuk menghantam Siria dan Israel. Namun demikian, Asyur yang sebenarnya hanyalah alat yang meninggikan diri di atas Allah. Sang alat mengepalkan tinjunya menantang tuannya. Asyur tidak memahami bahwa dia tidak boleh sembarangan menggunakan kekuasaannya. Ketika Asyur mencoba untuk menghantam Yehuda dan menyamakan Yehuda dengan bangsa-bangsa lain, Asyur sedang menghina Allah. Yehuda memiliki Yahweh, dan Yahweh harus dihormati.

Kegagalan Asyur memahami horizon jelas ditunjukkan dalam perkataan ini: "... aku telah meniadakan batas-batas antara bangsa" (ayat 13). Meniadakan batas dan membesarkan diri adalah skandal yang tidak bisa ditoleransi. Karena itu Allah harus turun tangan di sini. Allah adalah Allah semesta alam yang telah menetapkan batas-batas dan memiliki rencana-Nya sendiri. Ia bukan hanya akan membakar keangkuhan Asyur dengan api. Ia sendiri adalah api yang menghanguskan.

Renungkan: Ketika Anda melakukan sesuatu yang melewati batas-batas seharusnya, ingatlah api yang membakar Asyur!

(0.22) (Yes 12:1) (sh: "Aku memiliki mimpi ...." (Selasa, 21 Oktober 2003))
"Aku memiliki mimpi ...."

"Aku memiliki mimpi ...." Demikianlah kata-kata Martin Luther King, Jr. pada tanggal 28 Agustus 1963, ketika ia menyampaikan pidatonya yang melawan rasisme di depan lebih dari 200.000 orang bahwa suatu hari bangsa ini [Amerika Serikat] akan membangkitkan dan menghidupi kepercayaannya. Namun, betapa pun kuatnya pengharapan King, hal itu hanyalah pengharapan. Pengharapan itu pada dirinya sendiri tidak memberikan jaminan kepastian pelaksanaannya.

Pasal yang kita baca hari ini melantunkan puji-pujian kemuliaan (doksologi) bagi Allah atas semua rencana dan tindakan-Nya. Doksologi ini dapat kita bagi dengan dua bagian. Bagian pertama adalah sebuah pujian yang lebih bersifat eksklusif, terbatas dalam kalangan umat Allah (ayat 1-3). Puji-pujian dinaikkan karena meskipun Allah telah menumpahkan murka-Nya, Allah juga adalah Allah yang menyelamatkan dan menghibur umat-Nya. Puji- pujian dinaikkan meskipun hukuman tetap diberikan. Ini adalah sebuah sikap yang indah ketika seseorang menyadari bahwa Allah tetap adalah Allah yang baik meskipun Ia memberikan hukuman. Bukankah hukuman itu seharusnya diberikan sebagai akibat dosa manusia? Allah kini dilihat sebagai satu-satunya kekuatan, pengharapan dan keselamatan. Allah yang begitu baik telah mengundang umat-Nya untuk meminum air dari sumur keselamatan, Allah memberikan anugerah-Nya secara cuma-cuma (bdk. 55:1 dst.).

Bagian kedua adalah pujian yang lebih inklusif, mengajak bangsa- bangsa lain untuk mengenal Tuhan yang begitu baik (ayat 4-6). Ini adalah respons yang sangat wajar. Ketika seseorang memiliki Allah yang begitu baik, adil dan mahakuasa, tidak ada hal lain yang lebih alamiah daripada mengajak semua orang untuk mengenal Dia!

Renungkan: Keselamatan total bukan hanya sebuah mimpi tanpa jaminan. Allah pasti akan mewujudkan janji-Nya. Wartakan berita ini kepada satu teman Anda!

(0.22) (Yes 13:9) (sh: Kehancuran Babel. (Minggu, 04 Oktober 1998))
Kehancuran Babel.

Kehancuran Babel.
Pada bagian ini Yesaya dengan sangat rinci menggambarkan kehancuran kerajaan Babel oleh orang Madai. Nubuat ini digenapi kira-kira 100 tahun kemudian yaitu pada 539 SM. Orang Madai ialah penduduk terbesar dari Kerajaan Media Persia yang diperintah oleh Raja Koresy. Tak seorang pun membayangkan bahwa Babel, kerajaan adikuasa itu akan hancur sedemikian mengenaskan. Kerajaan Babel yang pernah mengalami masa kejayaan dengan merebut kota Yerusalem pada tahun 586 SM dan menawan bangsa Israel selama 70 tahun, akhirnya hancur dihukum oleh Tuhan. Ibukotanya yang megah dengan taman gantungnya yang sangat terkenal itu berubah menjadi arena pembantaian (ayat 12-22).

Keadaan pada akhir zaman. Bagian ini memperingatkan kita tentang akhir zaman. Bila gambaran yang kita lihat ini adalah hukuman Allah yang bersifat sementara, pada akhir zaman kelak kelak Allah akan bertindak dengan akibat-akibat yang kekal tak terpulihkan. Bumi menjadi sunyi dan bergoncang, bintang-bintang dan gugusan-gugusannya tidak bercahaya, bulan tidak bersinar, langit gemetar dst., adalah gambaran yang diberikan oleh Tuhan Yesus dalam Matius 24:29 dan Lukas 21:25, demi-kian juga Nabi Yehezkiel 32:7 atau oleh Yohanes dalam Wahyu 6:12-13. Gambaran tentang malapetaka yang akan meruntuhkan seluruh tatanan alam semesta itu hanyalah sebagian kecil dari penghukuman kekal yang Tuhan akan jatuhkan atas ciptaan yang berdosa ini. Hukuman kekal itu akan diiringi pula oleh keselamatan kekal. Langit dan bumi baru, ciptaan baru yang seanteronya murni dalam kekudusan semata.

Renungkan: Semua yang dinubuatkan oleh Yesaya tentang Babel terjadi. Masih lebih dahsyat yang akan terjadi di akhir zaman. Mari kita persiapkan diri menyambut Hari kedatangan-Nya.

Doa: O Tuhan, berikanku hati yang sedemikian terlibat akan dunia ini namun di dalam kasih dan kekudusanMu, agar aku dapat peka akan tanda-tanda kehadiranMu, penghakimanMu dan kedatangan kerajaanMu.

(0.22) (Yes 34:1) (sh: Hukuman bagi bangsa-bangsa yang menolak Dia (Rabu, 22 September 2004))
Hukuman bagi bangsa-bangsa yang menolak Dia

Hukuman bagi bangsa-bangsa yang menolak Dia. Pernahkah Anda menatap langit di sore hari? Melihat warna kemerahan ketika matahari terbenam membawa kita mengagumi kebesaran Tuhan sang pencipta. Namun ketika langit berubah menjadi gulungan kitab seperti yang dinubuatkan Yesaya untuk menggambarkan hukuman Allah, apakah kesan Anda?

Menggunakan perseteruan Edom terhadap Israel, firman ini menggambarkan akibat yang harus ditanggung oleh semua orang yang melawan Allah. Sejak nenek moyangnya Esau, Edom sudah menunjukkan permusuhan terhadap Yakub yang keturunannya kelak adalah Israel. Karena itu, Edom di sini mewakili semua bangsa-bangsa yang melawan Allah dan menentang rencana-rencana-Nya bagi umat-Nya. Berbagai lukisan tentang hukuman Allah yang dahsyat dan akibatnya yang mengerikan bisa jadi figuratif bisa jadi juga harafiah (mis. ayat 3,4,6,7,9, dst.). Agar lebih dapat membayangkan maksud firman ini, lihatlah ayat 1-2 sebagai keputusan pengadilan ilahi dan ayat-ayat seterusnya sebagai akibat ketika penghukuman dijalankan.

Murka Allah terhadap semua pihak yang melawan Dia akan menyeluruh mencakup realitas langit (ayat 4-5) dan realitas bumi (ayat 6, dst.). Pada waktu Allah mengganjar dosa, manusia akan musnah yang tersisa hanyalah binatang-binatang buas dan jin-jin (ayat 14-16a). Gambaran ngeri ini menekankan kehancuran, kehampaan, kegelapan seperti masa prapenciptaan. Singkat kata, firman ini mengokohkan peringatan keras tentang kengerian hukuman kekal dari Allah terhadap para pendosa. Semua manusia dan bangsa yang menentang Allah akan mengalami kebinasaan kekal.

Apakah Anda telah menjadikan Yesus sebagai Tuhan? Tidak percaya Yesus berarti menolak anugerah Allah. Jangan tunda keputusan untuk percaya dan taat kepada-Nya, sebab ada kemungkinan waktu anugerah Tuhan akan berakhir. Jangan seperti Edom yang mengundang kehancuran karena kekerasan hati mereka.

Renungkan: Mengetahui Yesus adalah Tuhan tanpa mengakui-Nya dan menyembah-Nya adalah kebohongan yang berujung kepada hukuman maut (Mat. 7:21-23).



TIP #26: Perkuat kehidupan spiritual harian Anda dengan Bacaan Alkitab Harian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA