Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 7501 - 7520 dari 7587 ayat untuk pergi untuk selamanya (0.006 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.02) (1Raj 22:41) (sh: Jangan serba tanggung dan jangan hanya pribadi saja (Kamis, 16 Maret 2000))
Jangan serba tanggung dan jangan hanya pribadi saja

Yosafat seorang raja yang hidup menurut jejak ayahnya yaitu hidup menurut jalan Tuhan dan melakukan apa yang benar di mata Allah. Bahkan Allah menghargai apa yang ia lakukan (2Taw. 17:3- 4). Selama pemerintahannya, ia berhasil mengadakan reformasi kerohanian bangsa. Hanya apa yang ia lakukan masih ada kekurangan.

Reformasi rohani yang Yosafat lakukan belum total. Ia sudah berhasil melakukan reformasi yang dimulai dari dirinya sendiri. Namun reformasi masyarakat secara tuntas belum ia lakukan. Buktinya ia sudah menghapuskan sisa pelacuran bakti, namun ia tidak menjauhkan bukit-bukit pengorbanan, sehingga bangsa Yehuda masih mempersembahkan dan membakar korban di bukit-bukit itu. Dalam kehidupan pribadinya, nampaknya Yosafat memilah-milah antara kehidupan rohani dan kehidupan non-rohani yaitu urusan dagang dan politiknya. Dulu ia sengaja bersekutu dengan Ahab untuk memerangi Ramot-Gilead, padahal Allah melarangnya melalui nabi Mikha (2Taw. 19:1-3). Kemudian ia melakukan kerja sama perdagangan dengan Ahazia, anak Ahab yang melakukan apa yang jahat di mata Allah. Allah menegurnya melalui Eliezer dan bencana menimpa kapal-kapalnya (2Taw. 20:36-37). Baru setelah itu ia tidak berani melakukan kerjasama dengan Ahazia (ayat 50).

Kekurangan-kekurangan itu bukanlah hal sepele. Karena berakibat cukup fatal bagi kehidupan keturunannya dan bangsa Yehuda setelah zamannya. Yoram anak Yosafat ternyata tidak hidup menurut jalan ayahnya. Ia membunuh saudara-saudara kandungnya dan melakukan apa yang jahat di mata Allah. Walaupun tidak dikatakan sebagai akibat langsung dari kekurangan Yosafat, namun dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa karena Yosafat serba tanggung di dalam melakukan reformasi kerohanian, sehingga tidak mampu memberikan fondasi yang kuat bagi kehidupan kerohanian keluarga dan masyarakat. Yang diutamakan hanyalah kehidupan rohani pribadinya. Ia mengabaikan kehidupan rohani keluarga dan masyarakatnya.

Renungkan: Pembenahan kerohanian pribadi adalah penting, namun yang tidak kalah penting adalah pembenahan rohani keluarga dan masyarakat. Hal ini harus dilakukan secara tuntas, agar memberikan pondasi yang kuat bagi generasi mendatang.

(0.02) (2Raj 17:1) (sh: Kesalahan yang berakibat kehancuran total (Kamis, 6 Juli 2000))
Kesalahan yang berakibat kehancuran total

Siapakah manusia yang mau hidup dalam penderitaan karena tekanan berat dari kekuatan dan kuasa yang menindihnya? Sebab itu Hosea bin Ela, yang telah ditaklukkan oleh Tiglat-Pileser III dari Asyur, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman raja Asyur. Ia tidak mau lagi membayar upeti sebab ini adalah sistem yang mengeksploitasi bangsa Israel kepada kemiskinan. Karena itu ia menggalang aliansi dengan raja So dari Mesir.

Bila dievaluasi dari situasi politik internasional saat itu, pemberontakan Hosea bukannya tanpa pertimbangan. Ia sudah membuat perhitungan yang baik, telah menimbang-nimbang kekuatan yang ada padanya, dan perkiraan bantuan yang dapat diandalkan dari raja Mesir. Sebab saat itu negara Asyur sedang berkabung dengan meninggalnya raja Tiglat-Pileser III pada tahun 727 sM. Kematian seorang penguasa dapat disamakan sebagai sebuah kesempatan bagi negara-negara taklukan untuk memberontak. Namun ternyata perhitungan Hosea meleset dan ia sendiri ditangkap dan dibelenggu dalam penjara. Kini ia `tidak perlu' membayar upeti kepada Asyur. Sebab raja Salmaneser dari Asyur telah mengepung Samaria selama 3 tahun yang mengakibatkan sistem perekonomian kota itu hancur dan menjadi miskin. Ia menaklukkan seluruh Israel dan mengangkut rakyatnya sebagai `upeti' ke Asyur dan ditempatkan di Halah dan di kota-kota orang Madai. Bangsa Israel hancur total. Tidak saja rajanya ditawan dan tanah Israel diambil alih oleh Asyur, namun Israel sebagai sebuah bangsa sudah berakhir (Lo-ammi) dan tidak mengalami kasih sayang Allah (Lo-ruhamah).

Kesalahan utama Hosea adalah tidak menempatkan permasalahan yang dihadapinya dalam perspektif Allah dan konteks perjalanan sejarah kehidupan rohani dan moralitas bangsa Israel, yaitu bahwa penindasan yang dialaminya adalah hukuman Allah agar mereka bertobat dan dosa Israel telah mencapai titik kesabaran Allah. Karena itu memberontak dan membangun aliansi dengan Mesir adalah sama dengan menarik sebuah picu senapan yang meletus dengan pernyataan melupakan Allah secara total. Maka mereka layak menerima hukuman.

Renungkan: Kristen harus selalu menempatkan setiap masalah dalam perspektif Allah dan konteks perjalanan sejarah gereja di Indonesia. Jangan sampai Kristen mengalami Lo-ammi dan Lo-ruhamah.

(0.02) (1Taw 1:1) (sh: Orang yang istimewa (Selasa, 22 Januari 2002))
Orang yang istimewa

Bangsa Israel telah pulang dari pembuangan. Dalam situasi seperti itu, persoalan jati diri adalah masalah besar untuk mereka. Masihkah Allah menganggap mereka umat-Nya dan menghisabkan mereka dalam janji-Nya? Sangat wajar bila mereka putus asa dalam keterpurukan.

Melalui silsilah ini, penulis Tawarikh ingin memberikan keyakinan bahwa mereka tetap adalah umat pilihan Allah yang istimewa. Silsilah ini terdiri dari tiga bagian utama. Pertama, keturunan Adam (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">1-3). Dalam kaitan dengan Adam sampai Nuh, Israel ditempatkan sebagai bagian dari umat manusia yang menikmati berkat dan kutuk yang sama (Kej. 1:26-29; 3:15-24). Bersamaan dengan itu nyata pemilihan Allah pada garis keturunan Set dan Nuh. Beda dari orang-orang sezamannya, mereka bergaul akrab dengan Tuhan. Dengan demikian, bangsa Israel adalah manusia biasa, namun istimewa karena merupakan bagian dari leluhur mereka yang terhormat umat yang dipilih Allah.

Kedua, anak-anak Nuh (ayat 4-27). Ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">4 mencatat urutan mulai dari Sem, Ham, dan Yafet. Namun, penjabaran selanjutnya dibalik: Yafet (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">5-7), Ham (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">8-16), dan Sem (ayat 17-27). Penulis Tawarikh biasa membalikkan urutan nama, menempatkan orang yang dikenan Allah pada urutan terakhir. Sem adalah yang dikenan Tuhan (Kej. 9:25-27). Namun, dari semua keturunan Sem, Abram adalah orang yang dipilih Tuhan secara khusus (Kej. 12:1-3).

Ketiga, keturunan Abraham (ayat 28-34a). Urutan keturunan Abraham pun dibalik: Ismael-Ishak, juga keturunan Yakub: Esau-Israel (ayat 34b). Ishak lahir karena janji Allah, suatu mukjizat. "Israel" adalah nama baru yang diberikan karena pertobatan Yakub (Kej. 32:28). Ini mengingatkan bahwa bangsa Israel tidak seperti keturunan-keturunan Abraham lainnya. Baik Ishak maupun Yakub hidup atas dasar janji Allah, bukan karena kelahiran alamiah atau hak berdasarkan urutan kelahiran belaka. Karena itu, ke-12 suku Israel pun harus menghayati keumatan mereka bukan karena keturunan belaka, tetapi karena pilihan Allah yang memungkinkan mereka hidup berbeda.

Renungkan: Bila Anda berada dalam krisis entah karena dosa atau ujian Allah, ingat bahwa Allah ingin Anda menghayati kasih-Nya dan keterpilihan Anda.

(0.02) (1Taw 12:23) (sh: Kesatuan dan kekuatan (Rabu, 6 Februari 2002))
Kesatuan dan kekuatan

Kesatuan dan kekuatan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan suatu bangsa. Kesatuan memberikan kekuatan dalam arti semangat dan arah perjuangan yang terpadu. Di sini kita berbicara tentang kekuatan dalam arti moril dan spiritual. Kekuatan demikian menjadi dasar bagi kekuatan dalam arti yang lebih terukur seperti kekuatan militer dan sejenisnya. Sebaliknya, kekuatan dalam arti kedua ini juga diperlukan oleh kesatuan untuk menjaga agar kesatuan terpelihara dari rongrongan dan ancaman yang berasal baik dari dalam maupun dari luar.

Pasal sebelum ini menyaksikan bagaimana Tuhan menyertai kepemimpinan Daud. Bertahap tetapi pasti, kesatuan dan kekuatan Israel mengambil wujudnya secara jelas. Mulai dari [1] Pengakuan para tua-tua umat di Hebron (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">11:1-3), [2] Dukungan para suku di Ziklag (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">12:1-7), [3] Dukungan para suku dan pahlawan di kubu Daud (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">12:8-15), [4] Dukungan para suku dan pahlawan di kubu Daud (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">16-19), [5] Dukungan para suku kembali di Ziklag (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">12:19-22), [6] Sampai puncaknya dukungan para suku dengan mengurapi Daud di Hebron (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">12:23-40). Jelas dari sini terlihat susunan naratif yang dibuat paralel oleh penulis sedemikian rupa sehingga terlihat pasangan dalam perkembangan kepemimpinan Daud itu (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">1 dan 6, 2 dan 5, 3 dan 4). Perkembangannya jelas, apa yang Tuhan mulai dengan menyampaikan firman kepada para pimpinan suku akhirnya memuncak dalam pengurapan Daud menjadi raja oleh para suku.

Dalam daftar ini terlihat 3 unsur yang melengkapi semua dukungan yang sudah Daud terima. Pertama, suku Lewi. Kelak kita akan membaca bahwa mereka menduduki tempat penting sebab fungsi mereka melayani Allah di tengah umat. Kedua, daftar kekuatan militer yang bergabung di bawah kepemimpinan Daud. Ketiga, dukungan dari orang-orang berhikmat dari suku Isakhar. Dengan bagian ini lengkaplah kewibawaan Daud sebagai raja. Allah mengangkatnya, rakyat mendukungnya, para pahlawan dan cerdik pandai mendampinginya, para pemimpin suku menyatakan kesetiaannya, kekuatan tentara terbentuk, dan Allah mengurapinya.

Renungkan: Tidakkah prinsip dan model demikian bukan saja diperlukan oleh Israel yang sedang membangun ulang sesudah balik dari pembuangan, tetapi juga oleh kita, sebagai bangsa atau Gereja?

(0.02) (2Taw 7:1) (sh: Perayaan yang istimewa (Rabu, 15 Mei 2002))
Perayaan yang istimewa

Selesai berdoa, ada api yang turun dari surga menyambar kurban-kurban bakaran dan sembelihan tersebut (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">1). Ini menunjukkan persetujuan dan penerimaan Ilahi terhadap bait Allah Salomo, doa-doanya, dan kurban-kurbannya. Digambarkan bagaimana awan kemuliaan Tuhan begitu agung sehingga para imam tidak bisa masuk ke dalam bait Allah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">2). Semua orang Israel menyembah dan bersyukur kepada Allah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">3). Respons Allah kepada doa Salomo membuat semua bersukacita.

Penyembahan umat Israel diikuti oleh persembahan kurban yang jumlahnya amat mencengangkan, termasuk kurban sajian (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">4-7). Pengurbanan 144.000 binatang dilakukan dalam waktu 14 hari. Dengan mencantumkan jumlah ini, penulis mengajak komunitas pascapembuangan untuk memiliki antusiasme ketika menyembah Allah. Seiring itu, para imam dan orang Lewi mengiringi persembahan kurban dengan musik dan pujian. Akhirnya setelah 14 hari perayaan, Salomo membubarkan jemaah yang besar dan bersukacita itu (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">8-10). Pola perayaan yang dikaitkan dengan hari raya Pondok Daun harus menjadi pola juga bagi komunitas pascapembuangan, ketika institusi bait Allah dan kerajaan begitu harmonis merasakan kehadiran Allah.

Bagian berikutnya berbicara mengenai respons Allah kepada Salomo (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">11-22). Pertama, bahwa Salomo telah menyelesaikan bait Allah dan istananya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">11-12a). Respons Allah ini berlangsung 13 tahun setelah doa Salomo dinaikkan (ayat 1Raj. 7:1, 9:10). Kedua, Allah menerima bait Allah tersebut (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">12b). Allah telah memilih tempat yang dibangun Salomo sebagai tempat kurban bakaran di hadapan-Nya, meskipun Ia tidak dapat ditampung di dalamnya. Dengan demikian, pentingnya bait Allah adalah berdasarkan perspektif Allah, bukan manusia. Ketiga, bait Allah akan berfungsi sebagai tempat doa ketika umat Israel mencari wajah Allah karena kesalahan mereka (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">13-16). Keempat, Allah memberikan perintah agar Salomo dan keturunannya taat terhadap perjanjian seperti Daud (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">17-22). Mereka harus setia kepada Allah satu-satunya.

Renungkan: Rayakanlah kehadiran Allah dengan antusias dalam hidup Anda, dan setialah pada hukum-hukum-Nya yang adil.

(0.02) (Est 1:1) (sh: Tuhan di tengah dunia sekular (Kamis, 21 Juni 2001))
Tuhan di tengah dunia sekular

Pasal pertama Kitab Ester merupakan jendela bagi kita untuk memahami latar belakang sebuah kisah umat Tuhan di tengah dunia sekular pada masa pemerintahan Ahasyweros (485-465 s.M.). Pada saat itu orang-orang Yahudi terbuang, tertawan, dan hidup di bawah hukum dan kekuasaan Media-Persia. Di dalam pembuangan, kehidupan mereka tidak lagi diatur berdasarkan Hukum Taurat Musa yang diterima dari Allah, tetapi dengan segala konsekuensinya mereka harus tunduk kepada hukum Media- Persia yang dibuat dengan sekehendak hati raja, bersifat mutlak, tidak dapat diganggu-gugat ataupun digagalkan.

Dengan latar belakang tersebut, maka ada beberapa pertanyaan yang perlu kita pikirkan seperti: dimanakah dan apakah yang dilakukan Tuhan di tengah dunia sekular seperti ini? Apa yang dilakukan Tuhan di balik kekuasaan, kekayaan, wilayah, dan keagungan Ahasyweros yang sedemikian besar (1-8)? Bagaimana Tuhan memelihara umat- Nya di tengah keputusan yang sewenang-wenang dan tidak dapat diganggu-gugat ataupun dibatalkan (9-19).

Keseluruhan Kitab Ester memberikan penjelasan kepada kita bahwa di balik kekuasaan Ahasyweros, Tuhan yang tidak nampak, tinggal bersama-sama umat-Nya. Dia tidak berdiam diri, namun Dia mengendalikan situasi. Walaupun Ahasyweros tidak memiliki integritas yang bercirikan hikmat dan prinsip hidup yang mulia (8, 10-12), Tuhan tetap melaksanakan maksud dan rencana-Nya dengan sempurna. Ia mempersiapkan pengangkatan Ester di balik mahkota, kecantikan, pamor, pesta pora, peninggian diri, pemecatan, dan pengucilan Wasti (9-12, 19-22). Tuhan Raja di atas segala raja mengatasi kekuasaan dan kebesaran Ahasyweros, Ia mempersiapkan rencana-Nya dengan sempurna melalui Ahasyweros yang memiliki banyak kelemahan.

Keyakinan bahwa Tuhan yang mengatasi kekuasaan pemerintahan ini memberikan penghiburan bagi kita kaum minoritas di Indonesia, yang walaupun tertindas namun dibela oleh Allah.

Renungkan: Di tengah dunia yang semakin sekular, jauh dari Allah dan membuat hukum-hukumnya sendiri, seberapa jauhkah Anda menyadari kehadiran dan karya Tuhan dalam hari- hari yang Anda lewati? Temukan Tuhan dalam kehidupan Anda dan berjalanlah bersama-Nya!

(0.02) (Est 6:1) (sh: Tangan Tuhan yang tidak kelihatan (Selasa, 26 Juni 2001))
Tangan Tuhan yang tidak kelihatan

Hidup kita mungkin dapat diibaratkan sebagai tenunan yang terjalin dari benang-benang suram dan cerah, saling merajut membentuk suatu gambaran kehidupan. Seringkali kita tidak dapat melihat keindahan rajutan ini secara utuh, dan seringkali kita juga tidak dapat menyadari bahwa di tangan Sang Perancang, benang-benang suram adalah sama pentingnya dengan benang-benang yang cerah untuk menghasilkan tenunan yang indah. Kisah Ester yang kita baca hari ini akan membantu kita memahami karya dan rencana Tuhan yang indah di balik peristiwa-peristiwa yang kita alami.

Rentetan peristiwa kisah Ester ini tidaklah terjadi secara kebetulan, ada tangan Sang Perancang yang merajut dengan satu tujuan yang pasti di balik semuanya. Dalam pasal pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">6 ini Sang Perancang mulai merajutkan benang- benang cerah dan membuat suatu titik balik dari kekalahan (pasal pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">1-5) menuju kemenangan (pasal pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">7-10) yang ditandai dengan ketiga hal berikut: (1) Tuhan menggelisahkan hati raja (pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">6:1-3); [2] Tuhan merendahkan Haman orang Amalek dan meninggikan Mordekhai (pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">6:4-11); dan [3] Tuhan membuat hati Haman beserta keluarga dan sahabatnya diliputi kegentaran (pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">6:12-14). Titik balik kemenangan ini semata-mata bukanlah disebabkan oleh jasa dan upaya Mordekhai, tetapi karena alasan yang sama seperti saat Musa mengangkat tangannya dan mengalahkan bangsa Amalek (bdk. Kel. 17 : 8-16). Kemenangan ini disebabkan karena ada "Tangan di atas panji-panji Tuhan!", "Tuhan berperang melawan Amalek turun-temurun". Tuhan Raja di atas segala raja dengan cara yang tidak terlihat memelihara dan memberikan kemenangan bagi umat-Nya yang menderita, dalam kesetiaan-Nya.

Mungkin kita tidak dapat mengerti ataupun melihat adanya jalan keluar bagi kemelut bangsa kita, namun kita perlu meyakini bahwa Tuhan tidak mengabaikan langkah iman yang kita ambil. Ia dengan tangan-Nya yang tak kelihatan dapat melakukan serangan terselubung dan menghancurkan sendi-sendi kekuatan mereka yang mengancam kita.

Renungkan: Pernahkah Anda mengalami peristiwa demi peristiwa yang mengarahkan Anda pada suatu titik balik yang mengubah situasi dan kehidupan Anda? Kemanakah arah pergerakan itu, seperti Haman atau Mordekhai? Bagaimana Anda meresponinya? Bercerminlah di hadapan Allah dan mohonkanlah tuntunan-Nya!

(0.02) (Ayb 26:1) (sh: Hati nurani yang bersih (Selasa, 6 Agustus 2002))
Hati nurani yang bersih

Bacaan hari ini terdiri dari tiga bagian, pertama respons keras Ayub terhadap Bildad (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">1-4), kedua perenungan menakjubkan dari Ayub tentang kuasa Allah atas semua ciptaan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">5-15), dan ketiga pernyataan Ayub bahwa dengan hati nurani bersih ia tidak seperti yang dituduhkan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">27:1-10).

Dalam perenungan Ayub, yang dalam dan mencengangkan ini, kita melihat pengakuan Ayub bahwa kekuasaan Allah mengatasi semua unsur dan zat dan makhluk. Bumi, air, awan, angkasa, seluruhnya tunduk ke bawah pengaturan Allah. Kedaulatan dan pemerintahan Allah tidak saja mencakup makhluk-makhluk surgawi yang bersifat terang, tetapi juga "roh-roh" di bawah (maksudnya dunia kegelapan) dan dunia orang mati tempat kebinasaan. Demikian pun penyebutan nama-nama seperti utara (Sapon - ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">7), tiang-tiang langit (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">11), Rahab (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">12), dan ular (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">13) menunjuk pada dongeng-dongeng purba tentang anasir-anasir dalam alam yang dilihat menyebabkan kekacauan di bumi. Semua itu bukan saja ada di bawah kendali Allah, tetapi hanya merupakan sisi tampak dari misteri tak terselami kedalaman diri Allah, demikian tegas Ayub (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">14).

Dalam bagian ketiga, kembali Ayub membuat pernyataan mengejutkan. Di hadapan tuduhan para sahabatnya kini Ayub mengajukan banding kepada Allah sendiri. Namun, Allah disebutnya sebagai "Allah yang hidup, yang tidak memberi keadilan kepadaku," dan "yang memedihkan hatiku" (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">27:2). Kalimat ini bukan merupakan acungan tinju menantang Tuhan, melainkan teriakan iman yang bertanya dari dalam pergumulan untuk memahami mengapa penderitaan harus terjadi menimpa dirinya. Ucapan ini adalah suatu klaim menuntut keadilan dari kenyataan hidup yang dirasakan tidak adil. Klaim ini serasi terus dengan klaim satunya lagi bahwa ia benar di hadapan Allah dan dalam hati nurani yang murni akan terus hidup dalam kebenaran tersebut (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">27:4-6).

Renungkan: Beda orang yang sungguh benar dari yang merasa benar adalah yang satu berseru kepada Allah dalam segala keadaan, yang lain berceloteh tentang Allah tanpa hubungan doa yang hidup dengan Allah.

(0.02) (Ayb 33:1) (sh: Bijaksana di mata sendiri (Senin, 12 Agustus 2002))
Bijaksana di mata sendiri

Elihu bukan hanya penuh dengan kata-kata (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">32:18-19), tetapi juga memiliki rasa percaya diri yang luar biasa besarnya. Di tengah ucapannya yang mengakui keterciptaannya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">4-6), Elihu bermain menjadi Allah. Walau benar bahwa Ayub mengeluh kepada Tuhan, namun kutipan Elihu dalam ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">9 merupakan penyelewengan fakta. Ayub tidak pernah menyatakan dia bersih secara moral, tanpa dosa dan pelanggaran, meski ia pernah berkata bahwa doanya bersih (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">16:17). Elihu telah menuduh sama seperti Zofar menuduh (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">11:4). Penyelidikan Elihu telah dimulai dengan kesimpulan yang salah!

Sebelumnya, Elihu menjawab dulu tuduhan Ayub tentang sikap diam Allah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">12-13, bdk. pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">30:20). Menurut Elihu, Allah menjawab dengan cara misterius (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">14-15), dan Ayub gagal menangkap suara Allah. Kemudian, dalam ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">16-30, Elihu berusaha keras menghibur Ayub dengan meyakinkan bahwa Allah selalu bermaksud baik kepada manusia dengan berbagai cara. Pertama, Ia menggunakan mimpi untuk memperingatkan manusia agar terhindar dari kematian dini akibat dosanya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">16-18). Kedua, bila manusia tersebut tidak mengerti mimpi dari Allah, maka Ia akan menghukum dengan penyakit dan penderitaan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">19-22). Namun, Allah tidak membiarkan mereka binasa (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">23-25). Malaikat penengah akan menyelamatkannya, sebagaimana dirindukan Ayub (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">19:25). Hanya, orang itu harus hidup benar agar diperhitungkan oleh malaikat tersebut (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">23). Pemulihan orang berdosa akan diikuti oleh pengakuan dosa secara publik dan pujian kepada Allah yang kembali berkenan menerima dia (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">26-28) dengan menyatakan wajah-Nya. Ia akan melihat terang kehidupan. Ini memang benar, namun sesungguhnya Elihu tidak memahami situasi yang dialami Ayub.

Sebagai penutup, perkataan Elihu janggal (ayat 31-33). Ia ingin membuktikan kebenaran Ayub (ayat 32b) walau tadinya ia sudah menyatakan kesalahan Ayub. Ia juga merasa mampu mengajarkan kebenaran Allah. Inilah kesombongan seorang anak muda.

Renungkan: Batas antara rendah hati dan kesombongan amat tipis terutama pada orang yang merasa mengetahui kebenaran (Ams. 26:5).

(0.02) (Ayb 36:1) (sh: Bercermin kepada Allah (Kamis, 15 Agustus 2002))
Bercermin kepada Allah

Pasal ini berfokus khusus pada sifat Allah yang adil, tetapi berbelas kasih dan sukar dipahami. Elihu memulai dengan menyatakan bahwa ia belum selesai bicara demi Allah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">2). Ironisnya, ungkapan Elihu bahwa dirinya memiliki pengetahuan adalah yang diucapkannya tentang Allah yang pengetahuan-Nya sempurna (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">37:16). Hal ini mengakibatkan perkataan Elihu pun mendekati penghujatan.

Dalam ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">5-12, Allah digambarkan sebagai mahakuasa dan adil. Ia menghukum kejahatan dan membela orang tak bersalah, dan berbelas kasih kepada mereka yang memperhatikan peringatan-Nya. Ia menempatkan orang-orang benar seperti raja-raja di takhta-Nya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">7). Orang-orang jahat akan dihukum, namun mereka akan diselamatkan bila bertobat (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">8-12). Ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">11-12 mengingatkan kita akan Ulangan 28 yang berbicara tentang kutuk dan berkat. Orang-orang yang tak bertuhan sangat tak berpengharapan karena keras kepala dan tidak berseru kepada Allah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">13-15). Ini sangat bertolak belakang dengan mereka yang mencari Tuhan. Ayub pun harus berseru kepada Allah dan tidak boleh keras hati dengan bersikeras pada kasusnya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">16-21).

Elihu kemudian melanjutkan peringatannya dengan mengingatkan sifat Allah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">22-33). Allah adalah Allah yang tak terbatas kuasanya dan tak terpahami. Karena itu, Ia pasti adil. Allah yang begitu ditinggikan adalah guru yang tak terbandingkan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">22), meski tak terpahami. Ia tak perlu diajar siapa pun. Jika manusia tidak dapat mengajar Allah tentang bagaimana mengatur alam semesta, manusia pun tak berhak menuduh Allah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">23). Itu sebabnya Ayub diperintahkan untuk memuji Allah bersama dengan ciptaan yang lainnya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">24-26). Bukankah Allah adalah Allah yang bekerja dengan cara misterius seperti memberi hujan ke bumi (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">27-28) dan memberikan guntur yang menakutkan orang-orang zaman itu (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">29-33)? Elihu mendorong Ayub agar mengetahui sifat Allah yang maha-kuasa dan melampaui akal.

Renungkan: Sebelum memberikan orang lain nasihat, atau petunjuk, bercermin dirilah di hadapan sifat Allah yang mahakuasa dan tak terpahami.

(0.02) (Ayb 38:1) (sh: Hikmat dan misteri (Sabtu, 17 Agustus 2002))
Hikmat dan misteri

Setelah Elihu menegaskan bahwa Allah tak dapat ditemui (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">37:23), kita dikejutkan dengan kehadiran Yahweh. Kehadiran Allah seakan merupakan pembenaran diri-Nya. Namun, kita melihat bahwa Allah tidak menjawab tuduhan Ayub, melainkan bertanya, menyudutkannya lagi sama seperti yang dilakukan Elihu dalam pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">37:15-18. Argumen Allah adalah bahwa Ayub ternyata tidak memahami desain yang diciptakan-Nya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">38:2). Kebesaran Allah ini menunjukkan bahwa Ia tidak terkungkung atau dikotak-kotakan dalam pikiran sempit Ayub dan teman-temannya.

Pertemuan ini mengubah konsep Ayub. Yahweh datang dalam badai, suatu tanda kemurkaan. Ayub mungkin berpikir bahwa ia akan dihancurkan Allah. Tetapi, ternyata Allah hanya menusuk dengan kata-kata. Jika Ayub ada waktu penciptaan, ia pasti memiliki hikmat Allah. Perkataan Yahweh selebihnya terdiri dari 2 bagian. Pertama, tentang keteraturan dunia (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">38:12-38) dan kedua, tentang dunia binatang (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">38:39-39:30). Di bagian pertama, Allah berbicara tentang embun dan pagi (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">38:12-15), tentang dunia bawah tanah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">38:16-18), tentang terang dan kegelapan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">38:19-21), tentang salju, hujan batu, dan guruh (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">38:22-24), tentang hujan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">38:25-28), tentang es dan embun beku (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">38:29-30), tentang langit dan gugusannya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">38:31-33), dan tentang guntur dan awan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">38:34-38). Ayub terpojok. Ia tidak memiliki hikmat penciptaan. Ia tidak memiliki hikmat Allah.

Di bagian kedua, serentetan binatang liar yang asing bagi Ayub didaftarkan: singa (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">39:1-2), burung gagak, kambing gunung, dan rusa (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">39:3-7), keledai liar (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">39:8-11), lembu hutan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">39:12-15), burung unta (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">39:16-21), burung elang dan rajawali (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">39:29-33), kecuali kuda perang yang tidak liar (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">39:22-28). Binatang-binatang liar ini disebutkan untuk menunjukkan ada hal-hal yang berada di luar jangkauan berpikir dan hikmat Ayub. Hal ini ditegaskan kembali dengan penyebutan kuda perang yang ideal yang menunjukkan bahwa Ayub memang tak memiliki hikmat seperti Yahweh.

Renungkan: Jawaban Allah di dalam penderitaan kadang bisa berbentuk pertanyaan yang menyadarkan batas-batas pengertian.

(0.02) (Mzm 13:1) (sh: Kemenangan di atas kemenangan (Kamis, 11 Januari 2001))
Kemenangan di atas kemenangan

Setiap orang yang dikejar-kejar musuh akan mengalami ketakutan, kecemasan, kebingungan, kuatir, dan segala macam perasaan lainnya yang mencekam, terlebih lagi bila musuhnya pasti dapat mengalahkannya. Di saat seperti itulah, ia membutuhkan pertolongan yang tidak terlambat Bagaimana dengan pemazmur, apakah ia juga sedang dalam keadaan demikian?

Di awal mazmur ini kita dapat membayangkan kondisi pemazmur yang sedang berteriak kepada Allah (ayat 1-2) karena himpitan musuhnya. Satu hal yang patut kita teladani adalah bahwa ia datang dan mengadukan halnya kepada TUHAN. Dua ayat pertama diawali dengan kata-kata: `berapa lama lagi', menunjukkan bahwa ia sedang menantikan uluran pertolongan tangan Tuhan. Mungkin untuk kesekian kalinya ia berteriak kepada Tuhan, tetapi walau nampaknya tidak segera mendapatkan jawaban, pemazmur tidak segera beralih kepada selain Tuhan yang akan segera memberikan pertolongan.

Mengapa ia tidak mau beralih kepada yang lain? Karena keyakinannya hanya kepada Tuhan, Allahnya (ayat 4). Bagi pemazmur, hanya Tuhan yang dapat membuat matanya bercahaya, sehingga tetap siaga dan waspada menghadapi musuh dan lawannya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">5). Maka ia pun yakin bahwa musuh-musuhnya tidak akan berkata bahwa mereka telah mengalahkannya atau lawan-lawannya bersorak-sorak karena ia goyah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">5).

Walaupun mazmur ini diawali dengan ratapan, tetapi diakhiri dengan tekad iman yang teguh, karena ia percaya kepada kasih setia Tuhan yang menyelamatkannya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">6). Ia yakin bahwa Tuhan tidak pernah berubah, maka ia akan menyanyi bagi Tuhan karena kebaikan-Nya nyata dalam hidupnya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">6). Iman pemazmur telah membawa kemenangan, bukan hanya kemenangan fisik tetapi yang lebih penting adalah kemenangan iman atas musuh- musuhnya. Bukan kelepasan dari musuh yang menjadi dasar sorak-sorai keselamatan dan nyanyian kemenangan, melainkan imannya yang jelas dan teguh kepada Tuhan, Allah yang penuh kasih setia dan kebaikan. Inilah kemenangan di atas kemenangan.

Renungkan: Siapa pun musuh Anda saat ini, bukanlah penentu kekalahan atau kemenangan Anda, karena kemenangan di atas kemenangan hanya dialami bila Anda mau memandang-Nya dengan kacamata iman.

(0.02) (Mzm 25:1) (sh: Jurus sakti dari Allah (Senin, 19 Maret 2001))
Jurus sakti dari Allah

Hidup di bumi Indonesia terasa makin sulit terlebih bagi Kristen. Kesulitan itu bukan hanya disebabkan diskriminasi yang memang masih berlaku walau secara tidak resmi, tekanan dari berbagai pihak, dan sulitnya mempertahankan prinsip-prinsip Kristen dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Demi mempertahankan prinsip iman Kristen, tidak sedikit Kristen yang harus membayar mahal dengan kegagalan bahkan kehancuran, sehingga mendapatkan olokan dari teman-teman dan saudara- saudaranya.

Hal serupa juga dialami oleh Daud, yang mempertahankan prinsip kebenaran seorang diri, maka ia harus mengalami penindasan dari banyak orang (16, 19). Penindasan yang dialaminya menimbulkan penderitaan fisik dan batin yang luar biasa (17, 18) sebab semua musuh-musuhnya dikuasai oleh kebencian yang sangat mendalam. Ini merupakan kebenaran umum yang berlaku di seluruh dunia dan di sepanjang zaman yaitu orang yang mempertahankan kebenaran akan sangat dibenci oleh mereka yang mencintai kejahatan. Begitu dahsyat tekanan dan derita yang harus ia alami sehingga ia pun terseret ke dalam dosa (18). Kondisi demikian tidak dapat disepelekan, sebab tidak hanya hidupnya akan hancur tapi ia juga dapat terus terseret ke dalam dosa yang lebih jauh. Bagaimana Daud menyikapi dan menghadapinya?

Ia tetap menantikan dan berharap kepada Tuhan (2, 21) dan tidak berpaling sedikit pun kepada allah lain (15), sebab ia percaya bahwa hanya Allahlah yang mampu mengaruniakan jurus-jurus khusus untuk menghadapi semua penindasan, tantangan, dan penderitaan tanpa berbuat dosa. Ia tidak hanya memohon agar Allah memberitahukan jalan-jalan-Nya (4) namun juga menuntun dan mengajarkan jalan-jalan-Nya. Artinya ia tidak mau setengah-setengah dalam memahami dan menjalankan kehendak-Nya sebab hanya itulah satu-satunya jurus menghadapi zaman yang semakin tidak bersahabat. Daud yakin akan mendapatkan itu semua dari Allah sebab Ia adalah Allah yang setia dan penuh rakhmat, baik, mau bergaul, dan membimbing umat-Nya (6- 21).

Renungkan: Kristen akan tetap dapat mempertahankan prinsip iman Kristen, apa pun tantangan dan derita yang dihadapi, jika Kristen senantiasa berharap kepada Allah dan mempelajari 'jurus-jurus sakti' dari Allah yang terdapat di dalam firman-Nya.

(0.02) (Mzm 27:1) (sh: Optimisme Kristen (Rabu, 21 Maret 2001))
Optimisme Kristen

Ketakutan yang dirasakan oleh manusia bersumber dari rasa ketidakmampuan dan ketidakberdayaannya untuk mengatasi suatu konflik atau krisis yang terjadi dalam hidupnya.Ketika menghadapi tantangan dan serangan yang begitu hebat dari musuh-musuhnya (2-3), Daud tidak hancur, tidak gentar, dan tidak meragukan Allah sedikit pun. Ia pasti mempunyai kunci hidup tegar dan kokoh menghadapi krisis, yang sangat diperlukan oleh Kristen di Indonesia supaya Kristen dapat melewati setiap badai yang saat ini melanda negara kita dengan tetap teguh berpegang pada kebenaran iman kristen. Apa saja kunci itu?

Daud tidak membiarkan pikiran dan hatinya dikuasai oleh krisis yang dihadapi sehingga hanya terpaku kepada krisis saja. Sebaliknya ia tetap memfokuskan pikirannya kepada kebesaran dan siapakah Allah bagi dirinya (1). Kristen yang terpaku kepada permasalahan hidupnya cenderung membesar-besarkan masalah itu. Jika ia terfokus kepada Allah maka masalah apa pun akan terlihat kecil sehingga ia tidak akan gentar. Namun yang harus diingat adalah apa yang dilakukan Daud bukanlah seperti yang diajarkan oleh kekuatan berpikir positif dari gerakan zaman baru. Ketika Daud berhasil menghadapi dan mengatasi krisis yang terjadi, hal itu dikarenakan Allah secara pribadi yang bertindak (6). Tindakan Allah ini bukan didorong karena kekuatan pikiran Daud namun karena hubungan pribadi yang indah antara Daud dan Allah (4). Orang yang mempunyai hubungan yang indah dengan Allah adalah orang yang tinggal di Rumah Allah (5). Akankah Allah diam saja ketika tamunya diganggu kenyamanan dan keamanannya (bdk. Renungan tanggal 17)? Kedekatan Daud dengan Allah tidak dicapai melalui aktivitas agama maupun aktivitas rohani yang bernuansa magis. Kedekatan itu dibina melalui kehidupan doa yang sehat dimana ketergantungannya kepada Allah sangat diutamakan (7- 12).

Renungkan: Pikiran yang terfokus kepada Allah dan membina hubungan yang dekat dengan-Nya melalui doa, membuat Daud optimis menjalani kehidupannya walaupun situasi dan kondisi tidak mendukung (13-14). Ketakutan apa yang membayangi hidup Anda saat ini? Masa depan? Karier? Usaha? Kondisi politik, sosial, dan ekonomi yang tidak stabil? Lakukan 2 hal seperti yang dilakukan oleh Daud!

(0.02) (Mzm 37:12) (sh: Tumbuh mekar di jalan yang sukar (Senin, 6 Agustus 2001))
Tumbuh mekar di jalan yang sukar

Dunia yang fasik ini bukanlah habitat yang menyenangkan bagi mereka yang berupaya menghidupi kebenaran. Pergumulan, pertentangan, dan penderitaan merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan orang benar. Hal inilah yang menjadi sorotan Daud dalam perikop yang kita baca hari ini.

Melalui suatu perbandingan antara kehidupan orang benar dengan orang fasik, Daud menyingkap fakta bahwa kehidupan orang benar tidaklah terlepas dari ancaman orang fasik, namun tidak pernah ditinggalkan oleh Tuhan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">12-15); Mereka seakan-akan tidak memiliki apa-apa namun memiliki segala sesuatu (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">16-19, 25), bahkan mengalirkan berkat bagi banyak orang karena sikapnya yang pengasih dan pemurah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">21b, 26); Mereka bukanlah orang yang senantiasa mampu berdiri tegak di tengah badai kehidupan, namun tidak pernah dibiarkan sampai tergeletak sebab tangan Tuhan menopangnya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">23, 24). Hal ini berbeda dengan kehidupan orang fasik. Mereka akan dilenyapkan, dikutuki Tuhan, binasa, dan habis lenyap bagaikan asap (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">20, 22), tidak terkecuali bagi masa depan dan anak cucu mereka (bdk. 28, 38). Rancangan kejahatannya adalah suatu kebodohan di hadapan Tuhan dan akan menimpa diri mereka sendiri (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">12-15). Harta milik yang diperolehnya dengan cara yang tidak jujur tidak berarti apa-apa sebab Tuhan akan mematahkan kekuatan mereka dan membinasakan mereka (ayat 16, 17, 20).

Melalui Mazmur ini kita dapat mempelajari bahwa kita sebagai Kristen yang sudah menerima kebenaran dari Tuhan, perlu menyadari bahwa: [1] Kita ada di bawah naungan perlindungan dan pemeliharaan Tuhan, yang membatasi kekuatan orang fasik (ayat 12-15, 18-19, 23- 26). [2] Tidak perlu merasa iri hati terhadap keberhasilan orang fasik, melainkan milikilah sikap hidup yang berkecukupan, puas dengan apa yang kita miliki (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">16-19); dan [3] menyalurkan berkat-berkat Tuhan yang sudah kita terima agar menjadi berkat bagi orang lain (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">21b, 26).

Renungkan: Bagaimanakah Anda hidup di tengah dunia yang fasik ini? Apakah Anda merasa putus asa dengan kondisi seperti ini? Bagaimana pemahaman kita hari ini tentang pemeliharaan Tuhan, kepuasan hidup, dan panggilan untuk menjadi berkat mempengaruhi langkah Anda?

(0.02) (Mzm 38:1) (sh: Sumber keselamatan yang mendekat pada masa kritis (Rabu, 8 Agustus 2001))
Sumber keselamatan yang mendekat pada masa kritis

Seringkali dosa dan rasa sakit yang diakibatkannya membawa kita ke dalam pergumulan, kesedihan, dan penyesalan yang berat. Pada saat-saat seperti itu kita membutuhkan sahabat yang mampu menolong kita untuk bangkit kembali. Namun tidak jarang yang terjadi justru sebaliknya, orang-orang yang dekat dengan kita berbalik arah, memojokkan, menyingkirkan, dan membiarkan kita sendiri tak berdaya.

Hal seperti inilah yang menjadi konteks pergumulan Daud ketika ia mengalami penderitaan karena beban dosa, rasa sakit, dan permusuhan dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia dengan sedih menyesali dosa, kesalahan, dan kebodohannya; gentar terhadap geram, murka dan amarah Tuhan yang menimpa dirinya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">2-9); terasing, dikucilkan, dan disalahmengerti oleh orang-orang yang dekat dengannya, dan terlebih lagi Tuhan pun seakan-akan menjauh darinya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">10-23). Semuanya ini mengakibatkan beban secara fisik dan mental yang menyusup ke dalam daging, tulang, kepala, pinggang, jantung, mata, telinga, mulut, jiwa, dan nyawanya (ayat 4, 5, 8-11, 13-14). Ia pilu menanggung bebannya: "Luka-lukaku berbau busuk, bernanah oleh karena kebodohanku (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">6) .. semuanya seperti beban berat yang menjadi terlalu berat bagiku (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">5) .. aku terbungkuk-bungkuk, sangat tertunduk, sepanjang hari aku berjalan dengan dukacita (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">7) .. aku kehabisan tenaga dan remuk redam (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">9) .. mulai jatuh karena tersandung, dan selalu dirundung kesakitan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">18)".

Namun Daud tidak terus-menerus membiarkan dirinya tenggelam dalam kesedihan yang mendalam. Ia mengarahkan pandangannya kepada Tuhan yang adalah sumber keselamatan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">23) yang mengenalnya, mengetahui segala keinginan dan keluh kesahnya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">10), serta menjawab doanya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">16). Ia mengakui dosanya dan memohon agar Tuhan tidak menghukum dan menghajarnya, ataupun meninggalkan dirinya, namun sebaliknya dengan segera menolong dirinya (ayat 23). Tuhan adalah sumber keselamatan yang bersedia mendekat di masa krisis, Dialah jawaban bagi pergumulan Daud, dan kita semua yang bergumul melawan dosa.

Renungkan: Pertanggungjawaban kita melawan dosa merupakan pertumbuhan rohani yang membawa kita semakin menghayati cinta kasih Tuhan. Apakah Anda berputus asa menghadapinya? Siapakah yang menjadi jawaban Anda dalam pergumulan ini?

(0.02) (Mzm 40:1) (sh: Berjalan dengan Tuhan melintasi ziarah kehidupan (Jumat, 10 Agustus 2001))
Berjalan dengan Tuhan melintasi ziarah kehidupan

Perjalanan kehidupan mengarungi gelombang yang bergulung naik dan turun, senantiasa berubah, dan seringkali berada di luar batas kemampuan kita untuk memperkirakannya. Jalan yang harus kita tempuh tidaklah selalu mulus, konstan, dan stabil. Adakalanya langkah-langkah kita berjejak di atas bukit batu yang kokoh, dan adakalanya terperosok dalam rawa yang dipenuhi dengan ketidakpastian. Realita kehidupan yang tidak stabil, berubah, dan bergerak di antara keyakinan dan kecemasan seperti inilah yang dialami Daud. Dalam pergumulannya, ia mengubah nyanyian syukur dan sukacita karena terlepas dari suatu kesulitan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">2-11) menjadi ratapan yang penuh penyesalan dan kecemasan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">12-18).

Bagaimanakah Daud menghadapi realita seperti ini? Apakah yang dapat kita pelajari darinya? [1] Ia menggeser alunan nada-nada riang menjadi nyanyian yang pilu, namun tidak mengubah isi keyakinannya kepada Allah. Walaupun ia telah menggeser nyanyian syukur (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">2-6) dan komitmennya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">7-11) menjadi ratapan pilu karena malapetaka, kesalahan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">12, 13), dan musuh-musuhnya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">14-16), namun ia tetap menyanyikan kesetiaan, keselamatan, kasih, dan kebenaran Tuhan, baik dengan nada riang (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">11) maupun pilu (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">12). Ia tidak mengubah kesaksiannya tentang Tuhan baik dalam syukurnya: "Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau" (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">6), maupun dalam ratapnya: "Tuhan itu besar!" (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">17). [2] Hasratnya kepada Tuhan terus bertumbuh semakin kuat melalui pasang surut kehidupan. Hasratnya kepada Tuhan terus berdengung semakin kuat dalam tema-tema nyanyian "Aku sangat menanti-nantikan Tuhan" (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">2), ratapan "Tuhan segeralah menolong aku!" (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">14) dan permohonannya "Ya Allahku, janganlah berlambat" (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">18). Di manakah Daud menemukan kekuatannya? Sumber kekuatan Daud tidak lain terletak pada keyakinannya yang mempercayai bahwa sekalipun keadaan di sekitarnya berubah namun perhatian (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">6, 18), kesetiaan, keselamatan, kasih, kebenaran, dan rakhmat Tuhan yang sedemikian besar terhadap dirinya tidak pernah berubah, baik pada waktu senang ataupun susah (ayat 11, 12).

Renungkan: Kita tidak pernah mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi esok, tetapi kita tahu dengan pasti bahwa Tuhan yang memberikan kasih setia dapat kita percayai, baik dalam keadaan susah ataupun senang.

(0.02) (Mzm 54:1) (sh: Ujian yang membuktikan keyakinan dan kesetiaan kita (Sabtu, 25 Agustus 2001))
Ujian yang membuktikan keyakinan dan kesetiaan kita

Salah satu alasan mengapa Allah mengizinkan anak-anak-Nya mengalami kesulitan dan tekanan adalah untuk menguji sampai dimanakah kesetiaan dan keyakinan mereka terhadap diri-Nya. Daud adalah salah seorang anak-anak Allah yang mengalami ujian itu sebelum ia menaiki takhta menjadi raja atas Israel.

Daud dikhianati hingga 2 kali (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">1-2) oleh orang-orang Zilfi yang telah ia selamatkan dari tangan Filistin. Betapa sakit hati Daud sekaligus jiwanya terancam. Namun Daud hanya menuliskan sebuah mazmur pendek. Isinya terkesan sangat sederhana yaitu permohonan agar Allah bertindak beserta alasannya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">3-5), keyakinan Daud (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">6-7), dan diakhiri dengan janji Daud terhadap Allah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">8-9). Namun isi mazmur singkat ini dari awal hingga akhir, berorientasi hanya kepada Allah.

Permohonan Daud (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">3) memperlihatkan bahwa Daud hanya bergantung kepada seluruh karakter dan keberadaan Allah. Sedangkan alasan ia minta tolong kepada Allah bukan karena serangan yang ia alami semata tapi karena penyerangnya adalah orang-orang yang mengabaikan Allah. Permohonannya merupakan tindakan konkrit dari sebuah keyakinan terhadap siapakah Allah bagi dirinya dan siapakah dirinya di hadapan Allah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">6). Bahkan permohonannya agar Allah bertindak didasarkan pada apa yang pernah para musuhnya lakukan dan kesetiaan-Nya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">7). Masih ada unsur kasih terhadap musuhnya dalam permohonan Daud. Akhirnya mazmur Daud diakhiri dengan janji Daud kepada Allah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" vsf="TB" ver="">8-9). Janji ini merupakan pengakuan sebelum Allah bertindak bahwa Allah pasti akan menyelamatkannya. Keyakinannya tidak dibatasi oleh dimensi waktu.

Renungkan: Mazmur yang Daud tulis membuktikan bahwa ia sudah lulus dari ujian yang Allah berikan. Ia tetap berpusatkan pada Allah dan kedaulatan-Nya. Ia tidak membiarkan sakit hati dan ancaman yang ia terima membuat pandangannya terhadap Allah menjadi kabur sehingga ia mencari pertolongan dari sumber yang lain. Inilah teladan Daud yang sangat indah. Ancaman apa pun dapat Anda alami seperti ancaman intelektual, teologi, emosi, sosial, atau ekonomi. Jika ini yang terjadi hendaklah kita tetap seperti Daud yang tetap berorientasi kepada Allah dan kedaulatan-Nya sebab hanya Dialah penolong kita.

(0.02) (Mzm 56:1) (sh: Biarkan aku berdiam diri seperti merpati (Selasa, 2 Oktober 2001))
Biarkan aku berdiam diri seperti merpati

Keterangan pembuka syair ini memberi petunjuk tentang latar belakang masa kembara Daud di Gat, ketika ia merasa sangat takut kepada Akhis, raja kota Gat (ayat 1Sam. 21:13; 22:1). Isi curahan hati Daud kepada Allah ini disusun menjadi dua bagian besar, yakni sebait pengulangan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">5, 11, 12) dan sebuah konklusi ringkas (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">13, 14).

Ketika pemazmur mengadu kepada Tuhan terlihat bahwa Allah berada di antara orang-orang yang tertindas dan orang-orang yang menghimpit dia dengan segala keangkuhan mereka (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">2, 3). Pemazmur mengalami dilema jiwa yang tercetus seolah bertentangan di dalam pernyataan: aku takut...aku tidak takut (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">4, 5, 12). Namun pergumulan sukma ini diatasi dengan kesadaran bahwa firman Allah tidak pernah gagal. Di dalam himpitan para musuhnya Daud memohon agar murka Allah yang adil itu meruntuhkan cemooh keangkuhan serta perilaku kesombongan orang Filistin (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">6-8). Di dalam penantiannya akan intervensi Allah, Daud bersikap seperti merpati yang jinak. Di tengah penganiayaan Saul, ia berdiam diri dan tetap sabar. Ia percaya bahwa Allah mengenal segala jalan yang menimpa kehidupannya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">9).

Setelah pemazmur dengan leluasa menyatakan isi batinnya, kini benak Daud meluap dengan ucapan syukur karena kebaikan Tuhan. Ia ingat akan nazarnya, bahkan lebih dari itu ia boleh berjalan di hadapan Allah dalam cahaya kehidupan (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">13, 14).

Sama seperti merpati jinak (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">1) yang mengumpulkan kekuatan di dalam ketenangan jiwa, orang beriman pun dapat menyediakan diri untuk menulis atau melantunkan sebuah ode sakral. Sepanjang perjalanan hidup yang penuh dengan nuansa kejadian, kita membutuhkan belas kasihan Allah. Bila kita menyetujui hal ini, kita harus menaruh harapan kita hanya di atas pundak-Nya yang memberi proteksi penuh kepada kita. Kekuatan dalam kegalauan kita dapatkan dalam ketenangan diri bersama-Nya.

Renungkan: Wahai saudara, pernahkah kita membiarkan diri kita berdiam diri seperti merpati tatkala kita dikejar-kejar oleh musuh yang melontarkan fitnah, perseteruan, ancaman, dan amarah walaupun kita tidak bersalah? Apakah langkah pertama kita mengadu adalah berlari kepada atasan, aparat keamanan, dan lembaga pengadilan? Cobalah berdiam diri sambil menghayati sebuah pujian, mazmur, atau firman- Nya.

(0.02) (Mzm 58:1) (sh: Allah yang memberi keadilan di bumi (Kamis, 4 Oktober 2001))
Allah yang memberi keadilan di bumi

Mazmur 58 tidak mencatat suatu peristiwa penting di dalam sejarah, namun dari tinjauan isinya menunjukkan suasana kepahitan dari sebuah pemerintahan yang penuh kelaliman.

Mazmur ini dimulai dengan satu pertanyaan tajam yang ditujukan kepada para penguasa yang bertindak menghakimi manusia. Banyak ahli berpendapat bahwa para penguasa ini mungkin saja menerima gelar atau kehormatan setara dengan Allah, bila dibandingkan penggunaan kata yang dipakai menghadap Allah, menghadap imam-imam, atau menghadap hakim-hakim (Kel. 21:6; 22:8, 9; Ul. 17:8-13), lalu mengaitkannya dengan penguasa-penguasa masyarakat dalam Kel. 22:28. Dalam hal ini para penguasa berarti mereka yang kedudukannya sama tinggi dengan Allah dan melaksanakan hak menghakimi. Dan pemazmur sedang menelanjangi segala perbuatan mereka (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">4-6).

Pemazmur mohon agar Allah menjatuhkan 3 rangkap hukuman kepada para penguasa yang mencintai kelaliman. Pertama, pemazmur meminta agar mereka dibuat tidak berdaya (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">7) lalu dilenyapkan dari muka bumi (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">8a). Kedua, pemazmur memohon agar keadaan mereka yang sebenarnya dinyatakan, berkenaan dengan kefanaan mereka dan kerapuhan mereka, kemudian sehubungan dengan kejahatan yang sudah mengental di dalam diri mereka (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">8b, 9a). Ketiga, pemazmur menginginkan agar mereka disingkirkan bahkan dengan suatu penyingkiran yang mutlak sehingga seolah-olah mereka tidak pernah ada, seperti periuk yang dilanda api (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">9b, 10). Di penghujung mazmur ini, tampaklah kepuasan yang diperoleh orang benar, yang ditebus Allah, yang dipandang benar oleh-Nya ketika kejahatan dilenyapkan oleh Allah (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">12).

Mazmur ini secara keseluruhan menyatakan bahwa pada akhirnya semua manusia akan mengamini, bahwa hanya Allah yang dapat mengadili dengan adil (ayat pergi+untuk+selamanya&tab=notes" ver="">12) dan semua mulut akan mengaku bahwa pengadilan Allah tidak terelakkan (Flp. 2:9-11).

Renungkan: Kristen setiap hari berhadapan dengan kasus-kasus yang ringan dan yang pelik. Seringkali di dalam desakan kepenatan kita tergoda untuk bertindak sebagai hakim. Hari ini kita diingatkan kembali bahwa kita dapat menyerahkan seluruh perkara kita kepada Hakim Semesta Alam yang Maha Adil.



TIP #12: Klik ikon untuk membuka halaman teks alkitab saja. [SEMUA]
dibuat dalam 0.08 detik
dipersembahkan oleh YLSA