Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 461 - 480 dari 524 ayat untuk tugas (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.12) (Luk 4:14) (sh: Misi Tuhan Yesus (Selasa, 6 Januari 2004))
Misi Tuhan Yesus

Melalui sebuah penelitian terhadap beberapa perusahaan besar yang sukses, ditemukan beberapa ciri yang penting. Ciri yang paling penting adalah bahwa mereka memiliki visi dan misi yang jelas untuk apa perusahaan-perusahaan itu ada.

Sebelum memulai pelayanan-Nya, Yesus perlu memproklamirkan misi-Nya. Caranya adalah menghadiri ibadah Sabat di kota-Nya sendiri, Nazaret (ayat 16). Dalam kitab Yesaya, telah dinubuatkan bahwa tugas Mesias yang akan datang adalah mewartakan kabar baik Allah bagi umat manusia. Melalui kabar baik itu manusia terbebas dari belenggu dosa. Kabar baik itu terdiri dari empat hal mendasar: pembebasan dari kemiskinan, dari keterpenjaraan, dari kebutaan, maupun dari ketertindasan. Dosa telah membuat seseorang “miskin” segala-galanya di hadapan Allah. Orang itu buta karena tidak dapat melihat rencana-rencana Allah bagi dunia dan bagi dirinya sendiri, dan ia ditindas oleh rupa-rupa kuasa yang melawan Allah. Inilah visi dan misi Yesus datang ke dunia yaitu memberitahukan bahwa tahun rahmat Allah sudah datang (ayat 18,19; bdk. Yes. 61:1-2).

Dalam Perjanjian Lama tahun rahmat Allah bisa berupa tahun sabat—tahun ketujuh, juga tahun Yobel—tahun kelimapuluh (Im. 25:1-22). Tahun Sabat adalah pembebasan bagi tanah dari eksploitasi sehingga tanah dipulihkan kesuburannya. Tahun Yobel adalah pembebasan tanah milik pusaka yang sudah digadaikan karena hutang. Kedua tahun ini melambangkan rahmat Tuhan yang lebih besar yang membebaskan umat dari belenggu dosa yang mengikat dan membuat mereka menderita.

Dalam ibadah tersebut Yesus mengklaim bahwa nubuat Yesaya itu digenapi dalam diri-Nya (ayat 21). Dia adalah Mesias, Sang Pembebas umat manusia dari perhambaan dosa dan penderitaan mereka.

Renungkan: Mesias sudah datang memberitakan pembebasan dari belenggu dosa. Apakah Anda sudah dibebaskan dari belenggu dosa?

(0.12) (Luk 4:38) (sh: Tidak kehilangan fokus (Jumat, 9 Januari 2004))
Tidak kehilangan fokus

Kadangkala pelayanan yang terlalu banyak dan menyibukkan dapat membuat seorang pelayan Tuhan kehilangan fokus terhadap misi yang diembannya. Pelayanan hanya dilihat sebagai kesuksesan dan popularitas pribadi, bahkan untuk kepuasan diri semata-mata. Akibatnya, pelayanan tidak lagi dilakukan untuk tugas yang sesungguhnya. Hanya dengan selalu menyegarkan diri kembali pada panggilan dan misi yang Allah berikan, maka pelayanan yang dilakukan akan tetap terfokus pada pemberitaan firman-Nya.

Setelah peristiwa di hari Sabat di mana kuasa Allah yang menggemparkan dinyatakan, Yesus menjadi populer di Kapernaum. Ditambah lagi, basis pelayanan Yesus rumah Simon Petrus, adalah lokasi yang strategis. Orang banyak berbondong datang dengan membawa teman dan anggota keluarga yang menderita beragam penyakit. Bahkan mereka juga membawa orang-orang yang dirasuk setan. Misi kasih-Nya pun tidak perlu susah-susah dikampanyekan, orang-orang akan dan terus berdatangan untuk mendapat jamahan-Nya. Apalagi yang kurang? Dia sudah menjadi kebutuhan dan pusat kehidupan penduduk Kapernaum.

Namun, Yesus tetap menyadari bahwa fokus misi-Nya bukan hanya menjadi pengkhotbah dan pekerja mukjizat saja. Misi Yesus adalah memberitakan kabar baik ke seluruh Israel. Maka, Yesus harus meninggalkan Kapernaum, menuju kota-kota lain supaya Injil Kerajaan Allah diberitakan di sana (ayat 43-44).

Pelayanan yang begitu banyak dan antusiasme masyarakat tidak membuat Yesus melupakan misi utama-Nya. Yesus tidak kehilangan fokus pelayanan-Nya, bahwa ada banyak orang di tempat lain yang memerlukan pelayanan-Nya.

Renungkan: Ingat selalu misi pelayanan kita adalah untuk memberitakan kabar baik kepada orang lain, bukan untuk mengejar popularitas apalagi keuntungan pribadi kita!

(0.12) (Luk 7:24) (sh: Penolakan, sekali lagi penolakan (Jumat, 23 Januari 2004))
Penolakan, sekali lagi penolakan

Penolakan terhadap seseorang kerapkali terjadi dalam realita kehidupan kita. Penolakan terjadi karena sikap atau karakter dari orang tersebut. Namun, sangatlah janggal kalau kehadiran yang menjadi utusan Allah ditolak oleh manusia. Siapakah yang ditolak oleh manusia di bumi ini?

Yohanes sebagai nabi terbesar sebelum Kristus, adalah pelopor tentang kedatangan Mesias dalam dunia. Sebagai pelopor, Yohanes pembaptis memiliki tugas untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Melalui sikapnya yang tegas dan kata-katanya yang keras di sungai Yordan, banyak orang yang bertobat dan dibaptis. Orang-orang tersebut ada yang berasal dari kelompok pemungut cukai (ayat 29).

Kehadiran Yohanes pembaptis yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan, mendapat kecaman dan penolakan dari orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka mengatakan, Yohanes sebagai seorang pertapa yang makan belalang dan madu hutan, adalah orang yang kerasukan setan (ayat 33).

Kehadiran Yesus pun tidak luput dari cemoohan dan penolakan. Padahal, Yesus melakukan hal yang sebaliknya dari Yohanes. Yesus yang adalah Mesias, yang datang untuk menyelamatkan orang yang hilang, dicela karena makan dan minum serta bersahabat dengan pemungut cukai dan orang berdosa. Oleh sebab itu orang Farisi dan Ahli Taurat menamakan Yesus pelahap dan peminum (ayat 34). Sebutan ini merupakan sebutan bagi anak yang durhaka, yang menurut hukum Musa, harus dilempari batu sampai mati (Ul 21:20-21).

Yesus memberikan ilustrasi mengenai penolakan ini melalui perumpamaan di ayat 32. Intinya adalah, utusan Tuhan datang tetapi mereka tidak menanggapi dengan baik bahkan mencela dan menolak.

Renungkan: Kita harus mendoakan orang-orang yang telah berkeras hati menolak Yesus sebagai Mesias dalam kehidupan mereka sebelum waktunya habis!

(0.12) (Luk 8:16) (sh: Mendengar, berakar, dan berbuah (Senin, 17 Januari 2000))
Mendengar, berakar, dan berbuah

Setiap Kristen yang menyambut dengan kesungguhan hati, menaati, dan memberlakukan kebenaran firman Tuhan dalam hidupnya menunjukkan dua hal. Pertama, orang tersebut telah mengalami pembaharuan total dari Tuhan Yesus. Kedua, kebenaran yang telah tertanam dalam dirinya akan berakar, bertumbuh dan menghasilkan buah. Konsekuensi Kristen yang telah mengalami kedua hal ini ialah buah kebenaran karena perubahan hidupnya secara total itu pula ia juga dapat mempengaruhi kehidupan orang lain.

Untuk menjelaskan ini, Yesus mengibaratkan buah kebenaran itu dengan pelita yang menyala. Mengapa pelita? Sesuai sifat dan fungsinya, maka cahaya dari pelita yang menyala itu akan menerangi lingkungan tempatnya berada. Artinya, cahaya itu tidak hanya telah mengubah gelap menjadi terang, yang tak nampak menjadi nampak, tetapi juga menelanjangi keburukkan setiap orang yang hidup dalam kegelapan. Inilah keadaan yang harus dinyatakan dan diubahkan. Dan ini pulalah tugas Kristen di mana pun ia berada. Lingkungan masyarakat, saudara dan teman harus merasakan pengaruh yang mengubahkan dan mendatangkan kebaikan.

Tidak semua Kristen yang tingkah dan gaya hidupnya memancarkan terang di lingkungan tempatnya berada. Bahkan banyak Kristen yang sudah mendengar kebenaran firman Tuhan, tetapi tidak mau melakukannya, seperti saudara-saudara Yesus. Mereka beranggapan bahwa pengajaran-pengajaran Yesus itu bukan untuk mereka tetapi untuk umat. Anggapan ini didasarkan pada kedekatan hubungan dengan Yesus. Tetapi Yesus sendiri mengecam anggapan itu, sebab menurut Dia hanya orang-orang yang mendengar dan melakukan firman Tuhan dalam hidup yang menjadi saudara-saudara-Nya. banyak Kristen merasa telah mengenal Yesus Kristus hanya dengan mengaku dan mendengarkan firman Tuhan. Akan tetapi percaya itu tidak direalisasikan dalam hidup dan dirasakan oleh orang lain secara nyata, akan menjadi sia-sia.

Renungkan: Bila Kristen hanya mendengar firman tetapi tidak melakukan ia akan cenderung menutupi dan mungkin menyangkali imannya, saat berada di tengah-tengah mereka yang tidak seiman. Sebenarnya sikap demikian tidak mungkin terjadi bila Kristen memiliki keyakinan iman yang hidup.

(0.12) (Luk 8:26) (sh: Bebas dari belenggu setan (Rabu, 28 Januari 2004))
Bebas dari belenggu setan

Ada berbagai macam manifestasi orang dibelenggu setan, simak saja acara-acara misteri alam gaib televisi Anda. Ada yang berbicara dengan suara orang lain, ada yang sakit tanpa sebab medis, dan sederetan contoh lainnya. Tontonan semacam ini bukan hal baru yang terjadi di dunia modern ini. Setan sudah bekerja sejak manusia pertama jatuh dalam dosa. Dalam pelayanan Yesus bersama murid-murid-Nya di Gerasa pun, Yesus didatangi seorang laki-laki yang dirasuk setan (ayat 26-27). Apa yang dilakukan Yesus?

Pertama, Yesus menyelamatkan (ayat 27b-37). Yesus tidak akan membiarkan orang dalam kondisi dirasuk setan. Belas kasihan-Nya kepada orang yang dirasuk “Legion” nampak ketika Ia memerintahkan roh jahat itu keluar dari orang itu. Setan jelas tahu bahwa Yesus Anak Allah yang Mahatinggi itu lebih berkuasa dari mereka, karena itu wajar bila setan-setan memohon agar jangan menyiksanya dan jangan memerintahnya masuk ke dalam jurang maut. Yesus memperkenankan setan-setan itu masuk ke dalam babi-babi, yang kemudian mati lemas karena terjun ke danau. Tentu saja peristiwa ini menyebabkan Gerasa gempar. Meski telah melihat keajaiban keselamatan pada orang yang dirasuk menjadi waras, banyak orang ketakutan dan Yesus pun melanjutkan perjalanan pelayanan-Nya.

Kedua, Yesus menyuruh bersaksi (ayat 38-39). Respons orang yang telah dibebaskan dari belenggu setan ditunjukkan dengan kesediaannya mengikut Yesus. Namun, Yesus memberi tanggung jawab yang lebih besar daripada sekadar menyertai-Nya. Orang itu disuruh-Nya menyaksikan perbuatan Allah bukan di tempat lain tetapi di tempat asalnya sendiri. Dengan mengemban tugas mulia, orang itu pun menjadi saksi perbuatan Yesus atas dirinya di seluruh kota Gerasa.

Renungkan: Keindahan hidup bebas dari belenggu setan hanya dapat dinikmati bila berjumpa dengan Yesus Kristus, Sang Juruselamat.

(0.12) (Luk 9:28) (sh: Jangan menunggu logika dipuaskan baru percaya! (Senin, 2 Februari 2004))
Jangan menunggu logika dipuaskan baru percaya!

Sulit menerima kenyataan bahwa orang yang kita harapkan dapat menjadi tumpuan kehidupan masa depan kita harus menderita. Hal inilah yang dirasakan dan dialami para murid. Kemungkinan besar sesudah mendengar berita bahwa Yesus harus menderita, mereka tidak hanya kehilangan harapan tetapi menjadi ragu-ragu akan kemesiasan Yesus. Menurut mereka apalah arti kedatangan-Nya jika ternyata Sang Pembebas, harus menderita. Bagaimana mungkin mereka mengalami pembebasan jika Dia yang diharapkan dapat memberikan kebebasan ternyata tidak dapat mengelak dari penderitaan. Apa yang bisa mereka harapkan dari-Nya? Kekuatiran ini ditangkap jelas oleh Yesus.

Delapan hari sesudah Yesus dengan penuh kesabaran mengajar para murid tentang hal ini, Ia mengajak Petrus, Yohanes, dan Yakobus naik ke atas gunung untuk berdoa (ayat 29). Para murid melihat Yesus dimuliakan. Lukas memunculkan peristiwa “pemuliaan” ini seakan-akan ingin menunjukkan suatu tanda kepada para murid bahwa Yesus yang kemesiasan-Nya sempat diragukan, ternyata adalah sungguh-sungguh Mesias yang mulia.

Dia akan membebaskan umat dalam konteks yang lebih luas, bukan dalam konteks dan konsep sempit para murid yang orang-orang Yahudi. Namun, tugas itu harus didahului oleh penderitaan. Kehadiran Musa yang mewakili Taurat, dan Elia yang mewakili nabi-nabi, bersama-sama dengan Yesus merupakan bukti tergenapinya nubuatan Perjanjian Lama dalam diri Yesus Kristus.

Akhirnya, Allah Bapa meneguhkan secara langsung kemesiasan Yesus, “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia”. Walaupun Petrus dan rekan-rekannya tetap belum mengerti, sudah seharusnya mereka percaya kepada Firman Allah Bapa.

Renungkan: Banyak orang baru mau percaya pada Yesus dan penyelamatan-Nya melalui salib bila logikanya dipuaskan.

(0.12) (Luk 20:1) (sh: Awas! Penyalahgunaan kekuasaan dalam Gereja. (Senin, 10 April 2000))
Awas! Penyalahgunaan kekuasaan dalam Gereja.

Tindakan pengusiran para pedagang dari rumah ibadah yang dilakukan oleh    Yesus membuka aib para imam kepala, ahli Taurat, serta para    pemuka bangsa Israel. Selama ini merekalah yang berkuasa atas    seluruh aktifitas dan penggunaan bait Allah. Karena itulah dalam    usahanya untuk memberikan serangan balasan, mereka mengajukan    pertanyaan: "Siapa yang memberimu kuasa untuk melakukan semua    itu?" (20:2) Menurut pandangan mereka Yesus tidak mempunyai    kekuasaan yang resmi. Jika Ia mengakui, maka mudah bagi mereka    untuk menangkap Yesus.

Pertanyaan mereka itu mengungkapkan konsep kekuasan mereka yang    salah, yaitu mereka lebih menghargai kekuasaan lembaga.    Pertanyaan yang ditujukan kepada Yesus seharusnya adalah:    "Apakah tindakan penyucian bait Allah secara moral dan rohani    benar?; dan "Apakah tindakan-Nya berdasarkan firman-Nya?"    (19:46; Yes. 56:7) Yesus menjawab mereka dengan sebuah    pertanyaan yang berhubungan dengan baptisan Yohanes. Karena    tidak mau memberikan jawaban yang sebenarnya, mereka mengatakan    tidak tahu (ayat 5-7). Sekarang jika benar mereka tidak mempunyai    kemampuan secara moral dan rohani untuk memutuskan perkara yang    sangat penting (baptisan Yohanes), berarti mereka tidak    mempunyai kualifikasi untuk memimpin. Namun ketidaktahuan mereka    hanyalah pura-pura, dan ini berarti mereka mengingkari secara    sengaja tugas suci sebagai pemuka agama yang resmi. Pertimbangan    mereka hanyalah untuk mempertahankan kedudukan dan kekuasaannya.    Agama hanya dijadikan kendaraan politik.

Yesus meresponi kepura-puraan mereka dengan sebuah perumpamaan    (ayat 9-19). Inti perumpamaan Yesus mengingatkan masyarakat Yahudi    bahwa pemimpin mereka mulai melakukan penyalahgunaan    kekuasaannya, dengan mengatakan bahwa penggarap yang diberikan    wewenang untuk mengolah tanah justru sepakat untuk    menyalahgunakan kekuasaannya demi mendapatkan kekuasaan yang    lebih tinggi dengan membunuh anak pemilik kebun anggur sendiri.

Renungkan: Wewenang yang kita miliki baik di dalam gereja    maupun dalam lembaga lain haruslah memberikan kita kebebasan    untuk menyatakan kebenaran berdasarkan firman-Nya. Jika tidak,    maka telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan.

(0.12) (Luk 21:5) (sh: Penderitaan dan penganiayaan (Sabtu, 27 Maret 2004))
Penderitaan dan penganiayaan

Bait Allah adalah tempat ibadah yang menjadi kebanggaan bangsa Yahudi. Kebanggaan yang dibarengi dengan kemegahan Bait Allah memberi kesan bahwa ia akan bertahan selama-lamanya sehingga mustahil untuk runtuh atau diruntuhkan.

Tetapi Yesus mengejutkan mereka yang memuji kemegahan Bait Allah (ayat 5). Bait Allah akan hancur (ayat 6). Yesus menyampaikan nubuatan yang akan terjadi pada tahun 70. Jika peristiwa penyaliban Yesus terjadi pada tahun 33, maka kehancuran Yerusalem masih menunggu 37 tahun lagi. Sebelum keruntuhan Yerusalem terjadi pada tahun 70 ada beberapa tanda yang terjadi. Akan muncul mesias-mesias palsu (ayat 8). Ini berarti murid-murid perlu waspada dan tidak disesatkan. Akan terjadi peperangan dan pemberontakan (ayat 9). Akan terjadi gempa bumi, penyakit dan kelaparan serta tanda-tanda alam lainnya (ayat 11). Dengan ringkas, penderitaan menanti di depan. Di samping itu, penganiayaan secara khusus akan dialami murid-murid (ayat 12).

Di tengah situasi yang demikian, murid-murid tidak perlu cemas, gentar, dan tawar hati. Semua penderitaan dan penganiayaan berada di bawah kendali dan kuasa Allah. Murid-murid harus terus melakukan tugas dan tanggung jawabnya yakni bersaksi bagi Kristus (ayat 13). Allah akan memelihara mereka. Rambut orang yang percaya pada Yesus tidak akan hilang sehelaipun dari kepalanya (ayat 18). Ini menunjukkan perlindungan yang sempurna. Namun tidak berarti bahwa mereka tidak mungkin kehilangan nyawa seperti yang dikatakan dalam ayat 16. Yesus membukakan kepada murid-murid hal-hal yang akan terjadi di masa depan. Ketika hal yang dikatakan Yesus terjadi mereka tidak perlu gentar dan kecewa. Mereka tahu hal-hal itu telah dikatakan Yesus sebelumnya.

Renungkan: Penganiayaan merupakan bagian tidak terpisahkan dari menjadi murid Yesus. Namun serentak dengan itu penghiburan dan penyertaan Yesus menjadi sisi lain dari penganiayaan.

(0.12) (Luk 23:1) (sh: Di hadapan Pilatus (Rabu, 7 April 2004))
Di hadapan Pilatus

Mahkamah Sanhedrin memutuskan untuk menghukum mati Yesus. Tetapi mereka tidak memiliki kekuatan hukum untuk melakukannya. Hukuman mati adalah hak pemerintah. Inilah alasannya mengapa mereka membawa Yesus ke pada Pilatus. Tetapi apa tuduhannya? Jika tuduhan teologis tentu Pilatus tidak mau campur tangan. Akhirnya, pemimpin agama Yahudi membawa Yesus ke hadapan Pilatus dengan tiga tuduhan: Pertama, menyesatkan bangsa Yahudi. Dengan tuduhan ini pemimpin agama Yahudi melaporkan kepada Pilatus bahwa telah terjadi kekacauan dan ketidakpastian di tengah masyarakat. Mereka melaporkan adanya kegelisahan masyarakat. Masalah agama sedikit banyak berpengaruh pada stabilitas politik.

Kedua, melarang membayar pajak pada kaisar Tiberius. Tuduhan ini berkaitan dengan relasi Yesus dan negara. Menurut mereka Yesus mengajarkan masyarakat untuk tidak membayar pajak. Tugas utama Pilatus sebagai wakil kaisar adalah memungut pajak dan menyerahkan pada pemerintah Romawi. Relasi Pilatus dan kaisar Tiberius diekspresikan melalui pajak. Semakin banyak pajak disetor, semakin tinggi loyalitas pada kaisar. Tetapi tuduhan ini tidak benar. Dalam 20:25 Yesus tidak menolak pembayaran pajak kepada kaisar.

Ketiga, pengakuan Yesus bahwa Dia adalah Raja (ayat 2). Tuduhan ini berhubungan dengan relasi Yesus dan Pilatus. Tuduhan politis ini dilontarkan agar Pilatus merasa terancam sehingga bersedia menjatuhkan hukuman mati pada Yesus. Sebenarnya tuduhan ketiga ini terlalu mengada-ada karena Pilatus tidak menerima laporan tentang munculnya pemberontakan. Meski demikian Pilatus perlu mengkonfirmasi Yesus apakah benar Ia Raja Yahudi (ayat 3). Pada akhirnya Pilatus menyimpulkan bahwa ketiga tuduhan itu tidak dapat dibuktikan kebenarannya (ayat 4).

Renungkan: Kebencian agama sering diplintir menjadi masalah politik.

(0.12) (Yoh 1:19) (sh: Identitas diri yang teguh. (Minggu, 27 Desember 1998))
Identitas diri yang teguh.

Serentetan pertanyaan diajukan orang-orang utusan para imam dan para Lewi kepada Yohanes tentang dirinya. Mungkin dia dianggap seorang pengganggu, karena berada di luar sistem agama Yahudi saat itu, apalagi dia tidak memegang jabatan tertentu dalam pelayanan di rumah ibadah orang Yahudi. Kehadirannya dipertanyakan, kiprah pelayanannya disepelekan, dan kuasa yang dimilikinya untuk membaptis diragukan. Semua ini ditimbulkan oleh kelompok orang yang menyebut diri sebagai kelompok "elite rohani". Yohanes sama sekali tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meninggikan dirinya, atau mencatut nama Mesias demi keuntungan dan kepentingan pribadi. Justru kondisi tanya ini dia manfaatkan untuk menjelaskan siapa dirinya dan siapa Mesias yang dinanti-nantikan itu.

Misi Yohanes. Yohanes sadar betul akan tugas panggilan dan misi yang diembannya, yaitu memusatkan pelayanan dan kesaksiannya pada sang Mesias, yaitu Yesus Kristus. Dia hanyalah utusan dari Allah untuk sang Mesias. Dan Yohanes Pembaptis telah membuktikan bahwa seorang utusan yang baik tidak akan pernah berpikir apalagi bertindak berani untuk merebut kemuliaan Tuhan yang dilayaninya.

Misi Anak Domba Allah. Julukan Yohanes kepada Yesus yang baru saat itu ditemuinya sebagai "Anak Domba Allah", "yang menghapus dosa dunia," "yang telah mendahului aku." Kemungkinan besar julukan Yohanes ini mengacu kepada Anak Domba Paskah yang darahnya meluputkan tiap anak sulung Israel di Mesir. Dengan misi yang diemban-Nya jelas bahwa Yesuslah yang mampu mengangkut dosa kita hingga kita luput dari cengkeraman dosa dan akibatnya yang mematikan.

Renungkan: Pelayanan dan kesaksian hidup yang berpusatkan pada Sang Mesias, Yesus Kristus, akan menjaga kita dari kejatuhan, merebut kemuliaan Tuhan.

Doa: Tuhan berilah kepada kami hati yang penuh dengan kasih dan kepekaan terhadap panggilan-Mu agar kami menyaksikan pada dunia tentang keselamatan-Mu yang agung.

(0.12) (Yoh 1:35) (sh: Maju tak gentar, menyaksikan yang benar (Kamis, 27 Desember 2001))
Maju tak gentar, menyaksikan yang benar

Pada kesaksian sebelumnya, tidak ada yang menerima pemberitaan Yohanes. Apakah ia mundur dari tugas kesaksian? Tidak! Pada hari berikutnya, Yohanes kembali bersaksi (ayat 35-36). Ia mengulangi kesaksian yang sama, yakni Yesus adalah Anak Domba Allah. Yohanes terus bersaksi meski pada kesaksian-kesaksian sebelumnya tidak dijelaskan apakah ada yang percaya. Ternyata hasil bukanlah tujuannya. Meski tanpa hasil, Yohanes terus bersaksi. Ia tidak patah semangat atau putus asa. Tujuan hidupnya jelas. Ia adalah saksi bagi Kristus. Kesadaran inilah yang membuatnya tidak lekas patah semangat atau putus asa. Meskipun tidak ada yang percaya, Yohanes tetap merasa tidak perlu mengganti isi kesaksian yang berpusat pada Kristus.

Apakah di kemudian waktu ada yang menerima kesaksiannya? Setelah mengulang kesaksian, barulah kelihatan ada murid-murid Yohanes yang mulai tertarik. Dua orang muridnya segera meninggalkannya dan mengikuti Yesus. Yohanes tidak berkecil hati atau protes saat ia kehilangan murid-murid. Pertemuan murid-murid Yohanes dengan Yesus mengakibatkan mereka menjadi percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Mereka yang percaya ini segera bersaksi dan Andreas membawa Petrus ke Yesus (ayat 41). Yesus menyatakan pada Petrus bahwa Ia mengenal masa lalu dan masa depan Petrus (ayat 42). Rantai kesaksian tidak terputus. Filipus yang bertemu Yesus segera bersaksi kepada Natanael (ayat 45) dan juga mengajaknya bertemu Yesus (ayat 47). Kepada Natanael, Yesus mengungkapkan kemahatahuan-Nya (ayat 47-48). Natanael yang bertemu Yesus segera menyembah- Nya (ayat 49). Kepada mereka yang percaya, Yesus menjanjikan bahwa pengenalan mereka akan bertumbuh semakin dalam (ayat 50-51).

Renungkan: Percaya pada Yesus dan menjadi saksi-Nya merupakan mata rantai yang tidak terpisahkan. Percaya pada Yesus seharusnya secara alamiah menghasilkan kesaksian tentang Yesus. Tidak mungkin orang mengatakan percaya pada Yesus, tetapi tidak mau bersaksi tentang Yesus. Berdoalah agar Anda diberikan ketaatan untuk menjadi saksi Kristus!

(0.12) (Yoh 21:20) (sh: Ikutlah Aku! (Minggu, 7 April 2002))
Ikutlah Aku!

Kalau sebelumnya Tuhan menubuatkan penyangkalan dan pemulihan Petrus (ayat 13:37-38), kini Tuhan menubuatkan bahwa Petrus akan menggenapi ucapan untuk sedia mati bagi Tuhan, tetapi dalam rencana dan anugerah Allah. Kini saatnya Petrus belajar taat dan mengasihi Tuhan secara penuh bahkan dengan risiko mati sekali pun. Tak seorang pun manusia mudah menerima kematian begitu saja. Petrus pun perlu anugerah dan waktu untuk dapat menerima hal tersebut. Gembalanya yang baik telah digiring ke pembantaian untuknya. Petrus pun mendapat kehormatan untuk mati karena Tuhannya. Dalam tradisi Gereja, dituturkan bahwa Petrus mati disalibkan dalam posisi terbalik, kepala di bawah kaki di atas karena merasa tidak layak disalib dalam posisi sama seperti Tuhannya.

Murid yang dikasihi Yesus tidak lain adalah Yohanes sendiri. Bila ditilik dari sejarah, maka Yohanes telah mencapai usia lanjut pada waktu itu dan mati lama kemudian sesudah uzur. Agaknya Petrus ingin tahu apa yang akan dialami oleh Yohanes di masa yang akan datang (ayat 21). Tetapi, jawaban untuk Petrus jelas, “tetapi engkau ikutlah Aku” (ayat 22). Yesus ingin mengingatkan Petrus sesudah ia dipulihkan, bahwa untuk mengikut Yesus orang tak boleh terpengaruh kondisi atau keadaan orang lain. Mungkin ada yang mengalami kehidupan mudah, sementara yang lain harus menderita. Mengikut Yesus haruslah dengan sebulat hati, apa pun risikonya. Orang juga harus setia pada tugas apa pun yang Tuhan percayakan. Petrus dipercaya sebagai ‘gembala domba’ sementara Yohanes menjadi saksi akan karya Yesus.

Renungkan: Kemuliaan kita bukan terletak pada kemudahan dalam ukuran manusia. Entah menderita sampai mati atau hidup sambil ambil bagian dalam derita, kita dipanggil untuk menjalaninya dengan suka dan setia.

Bacaan untuk Minggu Paskah 2

Kisah Para Rasul 5:12-16

Wahyu 1:9-13,17-19

Yohanes 21:1-14

Mazmur 149

Lagu:

Kidung Jemaat 408

PA 5 Yohanes 21:15-25

Tugas terberat yang harus dijalani seorang pemimpin ialah memastikan bahwa estafet kepemimpinan untuk menggenapi misi dan menjalankan tugas-tugas terkait berjalan baik. Kesulitan bisa disebabkan beberapa faktor. Faktor beratnya tugas bisa merupakan sebab pertama. Faktor kekurangmampuan orang adalah sebab lainnya. Faktor kelebihan pemimpin dalam kemampuan dan integritas dirinya pun bisa menjadi sebab sulitnya pengalihtugasan terjadi dengan baik karena kesenjangan dengan kader yang disiapkan terlalu lebar. Ketika Tuhan Yesus memandatkan penyebaran Injil keselamatan kepada para murid-Nya, ketiga faktor tersebut hadir dan dapat menyulitkan kelangsungan misi Yesus di dunia. Namun demikian, di bagian akhir catatan Yohanes, kita menyaksikan bagaimana Tuhan bertindak menyingkirkan semua masalah tadi.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

Kesenjangan apa saja yang ada antara Yesus dan kondisi para murid? Hal-hal apa dalam diri Yesus yang bisa membuat para murid-Nya sulit untuk meneruskan pola pelayanan-Nya? Hal-hal apa dalam diri para murid yang masih bisa merintangi mereka menerima misi dari Tuhan?

Bagaimana kondisi para murid waktu itu (ps. 20-21)? Pikirkan juga kondisi masing-masing murid seperti Tomas, Petrus, dan Yohanes. Hal apa yang kita pelajari tentang sifat dan cara Yesus meyakinkan mereka tentang Yesus sebagai sumber tak terbatas baik bagi kekurangan mereka maupun dalam tugas mereka kelak? Begitukah juga kita menempatkan Yesus dalam pelayanan kita?

Apa problem Petrus dan apa tugas yang Tuhan ingin percayakan kepadanya? Bagaimana isi dan cara bertanya Tuhan membimbing Petrus menuju pertobatan dan pemulihan sejati? Mengapa Yesus bertanya sampai tiga kali? Apa maksud Yesus mengubah dari kasih Ilahi dalam dua yang pertama ke kasih kodrati dalam yang terakhir? Apa yang Petrus sadari sampai ia menangis?

Bagaimana urutan prioritas yang harus Petrus jalani: mati bagi Tuhan, mengasihi Tuhan, setia mengikut Tuhan, dan menggembalakan menjalani misi dari Tuhan? Bagaimana Anda melihat para pelayan Tuhan kini melihat hal tersebut?

Pengantar Mazmur 93-111

Menurut tradisi orang Yahudi dalam Midrash Tehillim, “Seperti Musa memberi lima kitab taurat untuk Israel, demikian pun Daud memberi lima kitab mazmur untuk Israel.” Kelima bagian tersebut adalah pasal 1-41, 42-72, 73-89, 90-106, dan 107-150. Dengan demikian, bacaan kita kali ini terambil dari bagian akhir kitab IV dan permulaan kitab V. Bila struktur isi kitab I-III menegaskan kegagalan perjanjian dengan garis kerajaan Daud yang berakhir dalam pembuangan, kitab IV-V adalah respons terhadap kegagalan teresebut. Jadi, kitab IV dan V menekankan pemerintahan Allah. Di dalam tema utama inilah kita jumpai mazmur-mazmur penobatan Allah sebagai Raja dalam pasal 93-99, sedangkan pasal 100-111 terdiri dari berbagai mazmur yang juga menekankan berbagai aspek sifat dan tindakan Allah terhadap umat-Nya atau yang menyerukan berbagai respons setimpal umat terhadap sifat-sifat Allah.

Mazmur-mazmur penobatan Allah sebagai Raja menegaskan bahwa yang sesungguhnya Raja adalah Allah. Pasal 94 yang tidak secara eksplisit menyebut Allah sebagai Raja, menekankan sisi Allah sebagai Hakim dan berfungsi mengikat mazmur-mazmur penobatan Allah sebagai Raja dengan Mazmur 90-92. Hal ini penting sebab salah satu tekanan dari ke-Raja-an Allah adalah penegakan keadilan dan kebenaran. Tujuan kitab IV adalah menjawab krisis yang dialami Israel di pembuangan dan mazmur-mazmur penobatan Allah sebagai Raja menjadi pola konsep bagi pembangunan kembali umat yang pulang dari pembuangan.

Allah sang Raja sejati itu memerintah kekal, adil, benar, menaklukkan dan menghukum kejahatan, memerintah bukan saja Israel, tetapi seluruh kosmos dengan serasi. Saat Anda merenungkan mazmur-mazmur tersebut, Anda akan menemukan tema-tema tertentu yang diulang tentang sifat Allah dan sifat pemerintahan-Nya, dengan masing- masing pasal menekankan hal tertentu tentang ke-Raja-an Allah. Dengan Allah sebagai Raja, tidak saja ada harapan bagi dunia ini, tetapi juga ada kehidupan umat yang penuh pujian dan pengabdian. Kita segera sadar bahwa mazmur-mazmur ini menghidupkan pengharapan pada penggenapan eskatologis Kerajaan Allah ketika Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya kelak.

Mazmur-mazmur berikutnya adalah respons terhadap pengakuan bahwa Allah adalah Raja. Karena tema Allah sebagai Raja merupakan poros teologis seluruh mazmur, maka tema tersebut dan respons terhadapnya kita jumpai pula dalam pasal 100-111.

Mazmur 100 menggemakan pasal 2, dan mewakili seluruh mazmur berikutnya yang menyerukan penyembahan sepenuh hati kepada Allah saja. Mazmur 101-102 adalah ratapan agar ketaatan kepada Allah menjadi semangat utama para pemimpin umat. Mazmur 103-106 merefleksi balik pada model kepemimpinan Allah dalam zaman Musa. Mazmur pembuka kitab V, yaitu pasal 107, memaparkan kepada umat tentang kasih setia Allah yang kekal, sebagai tema yang juga bergema dalam sisi lainnya di pasal 108 dan 109.

Pemerintahan Allah itu beroleh wujud di dalam raja mesianis di pasal 110 dan yang diresponi dalam ucapan syukur dalam pasal 111. Respons kepada Allah itu tidak saja menekankan kelayakan Allah dalam kemuliaan dan kebaikan-Nya untuk menerima penyembahan dan pengabdian umat, tetapi sekaligus juga memberi kerangka bagi umat untuk beroleh jati diri yang benar untuk hidup tepat dalam dunia ini (bdk. pasal 103). Respons tersebut bahkan mencerminkan keteraturan dunia yang diatur Allah seperti yang secara puitis diungkapkan dalam bentuk akrostik yang sangat indah dalam pasal 111 dan 112 (baris-baris puisi dalam kedua mazmur ini dimulai dengan abjad-abjad Ibrani dalam urutannya).

Ketika Anda mendalami makna mazmur-mazmur ini, ingatlah untuk selalu mengaitkan perspektif Allah Israel dengan Allah di dalam Yesus Kristus dan kita sebagai Gereja. Ingatlah juga untuk menempatkan mazmur-mazmur ini dalam rentang waktu konteks zaman itu sambil mengikutsertakan kondisi kita kini dan pengharapan akan kedatangan Kerajaan Allah kelak.

Di dalam Kristus yang telah mati, bangkit, memerintah di surga, dan kelak akan datang kembali untuk mewujudkan pemerintahan total dan kekal Allah atas segala sesuatu, kita belajar meresponi kenyataan dunia sehari-hari kini dengan takut akan dan kasih kepada Allah, syukur dan percaya kepada-Nya, memiliki pengharapan yang hidup akan kemenangan-Nya yang mengalahkan mutlak semua anasir kejahatan. Dengan demikian, dalam perspektif tema mazmur-mazmur ini, kita sudah mulai menghayati hidup sebagai ibadah yang hidup bagi Sang Raja dalam suasana surgawi.

(0.12) (Kis 2:22) (sh: Alasan yang terutama (Selasa, 10 Juni 2003))
Alasan yang terutama

Yesus dari Nazaret adalah Tuhan dan Kristus/Mesias (ayat 22, 36). Bagi telinga Yahudi, tidak ada lagi yang lebih vulgar dan kurang ajar dari pada kata-kata Petrus ini. Rabi Yeshua (bahasa Ibrani/Aram untuk Yesus) disamakan dengan Tuhan. Memang ia berkuasa membuat mukjizat-mukjizat (ayat 22), tetapi Tuhan? Satu lagi, apa mungkin daerah kampungan seperti Nazaret di Galilea memunculkan dari Sang Kristus atau Mesias yang lama dinantikan Israel? Namun mereka juga telah melihat apa yang terjadi kepada para murid yang percaya kepada Yesus, dan mendengar apa yang diberitakan mereka.

Inilah yang ingin diberitakan Petrus, yaitu bahwa Yesus yang telah disalibkan oleh orang-orang Yahudi sendiri itulah yang kini menggenapi janji Allah tentang seorang Mesias dari keturunan Daud (ayat 30-31). Ia yang telah mereka salibkan itu telah bangkit, dan para murid adalah saksinya (ayat 32). Allah meninggikan Dia begitu rupa, sehingga karena Yesus sang Mesias yang telah bangkit itulah Roh Kudus dicurahkan (ayat 33). Para murid mampu berkata-kata di dalam berbagai bahasa (xenolalia) karena Yesus adalah Tuhan dan Mesias.

Pemberitaan Petrus menempatkan Yesus Kristus sebagai alasan yang terutama mengapa Roh Kudus dicurahkan. Karya Roh Kudus, pemberitaan yang dilakukan oleh para murid termasuk Petrus, semuanya berujung kepada memuliakan Yesus yang telah ditinggikan oleh Allah Bapa. Karena itu, tugas Kristen sebagai murid Yesus dan penerima Roh Kudus dalam dirinya adalah bersaksi dan memuliakan nama Yesus melalui kesaksiannya. Resapi nas ini, karena ia memberi contoh bagaimana bersaksi tentang Yesus, Tuhan dan Sang Kristus.

Renungkan: Mereka yang mengasihi Kristus adalah mereka yang mengerti siapa Dia dan pengajaran-Nya, dan yang memberitakan kabar baik tentang-Nya.

(0.12) (Kis 7:30) (sh: Melepaskan takhta (Rabu, 25 Juni 2003))
Melepaskan takhta

Jika berbicara soal utang, mungkin bangsa Israel berutang paling besar kepada Musa. Tidak ada seorang nabi pun yang pernah mendampingi dan memimpin Israel di padang gurun selama 40 tahun. Bukan waktu yang singkat dan bukan tugas yang mudah. Namun, pada masa hidupnya, Musa tidak menerima penghargaan atas jerih payahnya, ia malah sering menerima ancaman dan celaan dari umatnya. Bukannya kepatuhan, melainkan penolakan yang acapkali diterimanya. Bangsa Israel tidak merasa berutang, baik kepada Musa maupun kepada Tuhan yang telah membebaskan mereka dari penindasan Mesir.

Dari mulut Musalah keluar nubuat tentang kedatangan Mesias, "Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh Tuhan Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan" (Ul. 18:15). Namun, perkataan nabi Tuhan ini seperti angin lalu di telinga orang Israel. Alih-alih mendengarkan nubuat Musa untuk masa yang akan datang, mendengarkan perkataan Musa untuk masa itu saja sudah sulit. Kecenderungan mereka adalah menolak Allah dan kesenangan mereka ialah menyembah dewa-dewa lain.

Mengapakah sukar bagi mereka, mungkin juga bagi kita untuk mematuhi Allah? Kuncinya terletak pada kata "menyembah" yang berarti menundukkan diri di bawah kuasa dan kehendak obyek yang kita sembah. Menyembah mengandung makna mengosongkan diri dan menyerahkan hak atas diri kepada obyek yang kita sembah sehingga pada akhirnya kita berubah menjadi obyek dan Ia menjadi subyek. Kita sering tergoda untuk lebih percaya pada pertimbangan sendiri. Tuhan meminta kita untuk mempercayai-Nya dan menyerahkan takhta hidup kita kembali kepada-Nya. Di sinilah penyembahan menemukan makna sejatinya.

Renungkan: Percaya dan patuh tetap merupakan resep yang tidak pernah usang untuk hidup bahagia dalam Kristus.

(0.12) (Kis 10:1) (sh: Mukjizat (Kamis, 3 Juli 2003))
Mukjizat

Banyak sekali mujizat yang terjadi dalam kehidupan jemaat perdana. Dalam teks ini kita menjumpai peristiwa-peristiwa mukjizat yang Petrus lakukan. [1]. Petrus menyembuhkan Eneas yang sudah terbaring delapan tahun dalam kelumpuhan. [2]. Petrus membangkitkan Dorkas atau Tabita yang sudah mati. Di zaman modern ini, tidak sedikit orang yang meragukan cerita seperti itu, bahkan menganggap bahwa itu hanya fiksi atau mungkin juga terlalu dilebih-lebihkan. Namun, kita tidak perlu mempersoalkan keraguan tersebut karena di balik peristiwa-peristiwa mukjizat ini ada sebuah pesan yang sangat indah terkandung dalam cerita ini.

Di mana saja Kristus yang bangkit itu hadir pasti terjadi perubahan- perubahan besar dalam kehidupan. Dan itulah yang dimaksudkan dengan mukjizat. Akan ada satu kekuatan dahsyat yang mampu memenangkan dan menyingkirkan hambatan-hambatan atau kendala- kendala kehidupan, bagaimanapun besar dan beratnya kendala itu. Mukjizat seperti itu sudah pernah terjadi, dan sekarang terjadi, demikian juga ia akan terus-menerus terjadi di masa-masa yang akan datang.

Sebuah persekutuan kristiani dimana tidak lagi terjadi mukjizat dalam pengertian di atas adalah persekutuan yang kehilangan identitas, dan yang barangkali telah kehilangan kehadiran Yesus. Sebuah persekutuan dimana tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan, karena dicengkeram oleh dahsyatnya kematian di segala bidang kehidupan. Tugas orang Kristen ialah di mana saja berada seharusnya ia membawa tanda-tanda kehadiran Kristus. Yang juga menarik di dalam teks ini, bahwa semua perubahan itu tidak membuat orang-orang mencari atau mengejar-ngejar Petrus. Tetapi, karena mukjizat itu banyak orang percaya kepada Tuhan.

Renungkan: Mukjizat untuk kemuliaan Tuhan dan pembuat mukjizat tidak boleh merampok kemuliaan Tuhan bagi dirinya sendiri.

(0.12) (Kis 13:13) (sh: Karya penyelamatan sempurna (Minggu, 20 Juni 1999))
Karya penyelamatan sempurna

Rupanya ada cukup banyak orang-orang bukan Yahudi yang berasal dari lingkungan kafir mulai menaruh perhatian pada agama Yahudi. Mereka mengikuti ibadah-ibadah di dalam rumah sembahyang. Kehadiran dan ketertarikan mereka pada agama Yahudi dimanfaatkan Paulus untuk menjelaskan kedudukan istimewa bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah. Paulus mengajak para pendengar ajaran Injil itu melihat perbuatan-perbuatan Allah yang besar. Bahwa bukan dengan kekuatan senjata, Israel berhasil keluar dari Mesir tetapi karena kuasa Allah. Allah pun berpanjang sabar mendidik, membangun, dan mengampuni dosa umat-Nya. Tetapi Allah juga kasih, Dia menerima pertobatan umat-Nya dan mengampuninya. Pada intinya pengajaran Paulus ini ingin memperlihatkan bahwa meskipun pilihan Israel itu adalah karya penyelamatan, namun kuasa penyelamatan Allah baru mewujud sempurna di dalam diri Yesus.

Kesempatan penginjilan. Tugas "penginjilan" seringkali tidak kita laksanakan karena merasa tidak ada kesempatan yang terbuka. Sebenarnya bila kita pandai membawa diri dan tahu memanfaatkan keadaan, akan ada cukup kesempatan terbuka. Kemauan dan keyakinan akan Injil akan menciptakan kreativitas menemukan kesempatan penginjian.

Tiap hari kita berjumpa dengan banyak orang dalam situasi yang berbeda-beda. Pernahkah Anda merenungkan bahwa keselamatan yang kita miliki sekarang ini sedemikian penting dan tak ternilai harganya? Bila kita pernah merasakan bahwa makanan yang pernah kita makan di suatu tempat sangat enak, tempatnya nyaman, pelayanannya memuaskan, dan harganya terjangkau, maka ketika kita bertemu dengan saudara atau teman, dengan rasa puas kita ingin menceritakannya kepada mereka agar mereka pun mencobanya. Kita telah menerima anugerah keselamatan yang hanya dinyatakan melalui Yesus Kristus yang telah mati dan bangkit bagi kita. Hidup yang telah diselamatkan selayaknya menjadi persembahan bagi-Nya. Bagikanlah anugerah keselamatan itu! Apakah Anda rindu membagikan kesukacitaan setelah menerima anugerah keselatan?

(0.12) (Kis 15:22) (sh: Bijaksana dan peka (Senin, 12 Juni 2000))
Bijaksana dan peka

Itulah penilaian seorang tokoh kristen tentang surat yang dibuat oleh para rasul di Yerusalem kepada jemaat-jemaat non-Yahudi di luar Yerusalem. Oleh karena itu tidaklah heran bila akhirnya jemaat-jemaat itu mendapat berkat dari surat tersebut (31). Itu juga merupakan kunci sukses dari pengimplementasian keputusan pertemuan di Yerusalem. Para pemimpin sering kali menganggap bahwa setelah kesepakatan dibuat maka selanjutnya adalah tugas bawahan untuk melaksanakannya. Padahal untuk memahami suatu keputusan tidaklah mudah, mereka harus menafsir dan menjabarkan sendiri ke dalam bentuk-bentuk yang lebih praktis. Itulah sebabnya di tingkat bawahan, kesalah-pahaman dan konflik sering terjadi.

Para rasul agaknya memahami hal ini. Karena itulah mereka mengambil berbagai langkah untuk menjamin suksesnya pengimplemen-tasian kesepakatan Yerusalem, agar kesatuan Kristen tidak hanya terjadi di kalangan para rasul, namun juga seluruh Kristen dimana pun mereka berada. Mereka memberikan informasi yang jelas dan tuntas kepada jemaat-jemaat tentang keputusan Yerusalem, secara tertulis dan lisan melalui orang-orang yang berkualitas (22), untuk menjamin kesahihan dan keobyektifan informasi. Kemudian mereka menegaskan posisi mereka tentang tuntutan sunat (24).

Penegasan ini penting bagi Kristen di Antiokhia sebagai suatu konfirmasi dan peneguhan atas doktrin yang sudah mereka yakini selama ini. Dan itu tidak dilakukan hanya dengan pernyataan lisan, namun keputusan Roh Kudus. Allah melegitimasi keputusan itu karena itulah keputusan resmi dan berlaku bagi semua jemaat di sepanjang zaman. Bagaimanakah dampak yang ditimbulkan? Setelah jemaat Antiokhia membaca surat itu dan bertemu dengan para utusan rasul dari Yerusalem, mereka bersuka cita, terhibur, dan dikuatkan (31-32). Ini merupakan bukti bahwa keputusan dan pengimplementasiannya telah dilakukan secara bijak dan sehat. Ini merupakan bukti bahwa gereja mula-mula mempunyai manajemen yang baik.

Renungkan: Manajemen yang sehat sebuah gereja manapun antar gereja memang diperlukan, agar jemaat mengalami penghiburan, sukacita, penguatan, dan tetap dipersatukan dalam menghadapi segala macam tantangan dan ancaman yang semakin meranggas.

(0.12) (Kis 20:13) (sh: Cuti hamba Tuhan (Senin, 26 Juni 2000))
Cuti hamba Tuhan

Susahnya menjadi seorang pendeta adalah majikannya terlalu banyak karena seluruh jemaat merasa mempunyai hak untuk meminta waktu dan pelayanannya. Fakta ini menyebabkan jam kerja seorang pendeta menjadi 36 jam/hari. Bahkan waktu liburnya pun yang biasanya jatuh pada hari Senin seringkali harus dikorbankan, karena ada jemaat yang membutuhkan pelayanannya. Mengapa seorang pendeta begitu sibuk? Apakah beban pekerjaannya terlalu banyak? Ataukah ada semacam konsep yang diyakini oleh jemaat bahwa seorang pendeta harus selalu melayani, selalu siap berkorban, dan tidak boleh mempunyai waktu untuk kepentingan pribadi?

Perjalanan Paulus dari Troas ke Miletus menggambarkan bahwa menikmati kesendirian dan kebersamaan dengan teman-teman sepelayanan di dalam sebuah perjalanan; dan merindukan untuk merayakan sebuah hari raya Kristen bersama sesama rasul jauh dari tugas dan kewajiban pelayanan untuk satu waktu tertentu; adalah hak seorang hamba Tuhan yang mempunyai hidup pribadi dan membutuhkan waktu istirahat. Dalam perjalanan dari Troas ke Miletus, tidak satu pun pelayanan yang dilakukan oleh Paulus dan timnya kecuali pertemuan dengan tua-tua Efesus. Paulus menempuh perjalanan dari Troas ke Asos (30 km) dengan berjalan kaki, sehingga Paulus mempunyai waktu untuk menikmati kesendiriannya, dimana ia mempunyai kesempatan untuk melakukan refleksi dan kontemplasi atas hidupnya. Dua kegiatan ini penting agar ia selalu memfokuskan kehidupannya kepada panggilan-Nya.

Selain kesendirian, Paulus juga menikmati kebersamaan secara informal dengan anggota tim pelayanannya selama beberapa hari dalam perjalanan laut dari Asos menuju ke Miletus. Maka terciptalah kesatuan dan kesehatian yang semakin kokoh di dalam tim pelayanan mereka. Yang terakhir, Paulus pun perlu mengikuti dan menikmati ibadah pada hari raya Pentakosta. Kalau pun dipaparkan bahwa Paulus mengatur pertemuan dengan tua-tua Efesus, semata-mata timbul karena kasih dan perhatian seorang gembala kepada jemaatnya yang begitu meluap. Paulus menyadari itu sehingga ia pun tidak mau singgah di Efesus.

Renungkan: Perhatikan kehidupan pribadi pendeta atau gembala sidang di gereja Anda. Apa yang dapat Anda lakukan agar pendeta Anda dapat menikmati apa yang dinikmati oleh Paulus?

(0.12) (Kis 20:17) (sh: Paulus yang profesional (Selasa, 27 Juni 2000))
Paulus yang profesional

Para top eksekutif perusahaan besar berhasil mencapai segudang prestasi di dalam bidangnya karena mereka menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan profesionalisme yang tinggi. Bagaimanakah seorang dikatakan profesional? Pertama, ia mempunyai wawasan, pengetahuan, dan pemahaman yang mendalam dan luas dalam bidang yang ditekuni. Kedua, ia dapat menterjemahkan pengetahuan yang dimiliki ke dalam ketrampilan yang berguna untuk berkarya. Ketiga, ia mempunyai integritas yang tinggi yang diakui oleh kolega (teman sejawat) dan masyarakat dimana ia berkarya.

Bila dibandingkan dengan para top eksekutif, Paulus tidak kalah. Sebagai pelayan Tuhan, ia mempunyai profesionalisme yang tinggi sesuai standar masa kini. Ceramah Paulus di depan para penatua Efesus secara tidak langsung mengungkapkan bahwa Paulus adalah seorang profesional sejati. Ia mempunyai integritas yang tinggi, dibuktikan dengan hidupnya yang transparan di hadapan jemaatnya (18b, 34). Integritas ini meliputi setia terhadap tujuan hidupnya yaitu melayani Tuhan, tetap setia dan taat mengemban misi dan tanggung jawabnya walaupun situasi dan kondisi tidak mendukung (19-220, 23-24), tuntas dalam menjalankan tugasnya (26), kesungguhannya (31), bersih dan jujur dalam soal keuangan (34). Siapa yang meragukan bahwa Paulus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang Injil dan doktrin-doktrin Kristen.

Tidak hanya itu, ia juga mempunyai wawasan yang luas sehingga ia tahu apa yang akan dihadapi oleh jemaat Efesus dan ia pun tahu Siapa yang dapat mendukung dan menopang mereka (31-32). Di dalam setiap pelayanan yang ia lakukan, Paulus tidak pernah menggunakan hanya satu metode pendekatan dan pengajaran. Ia memberitakan dan mengajar baik dalam kelompok besar maupun kelompok kecil (20), bersaksi (21), menasehati (28), memperingati (31), membimbing, dan memimpin kepada sumber kasih karunia yaitu Allah. Tiga Faktor inilah yang selalu mewarnai setiap gerak dan langkah pelayanannya. Karena itulah Paulus pun mempunyai 'segudang prestasi'.

Renungkan: Bagaimana jika setiap pelayan Tuhan baik mereka yang melayani penuh waktu maupun yang melayani sebagai majelis, aktivis gereja dan kampus, tidak memilih tiga faktor ini?

(0.12) (1Kor 1:10) (sh: Bukan jasaku (Sabtu, 30 Agustus 2003))
Bukan jasaku

Perasaan diri sebagai yang paling besar dan benar sering membuat perpecahan dalam suatu kelompok yang semula rukun. Kita mengetahui bahwa perpecahan mendatangkan ketidaknyamanan bagi seluruh anggota. Inilah yang terjadi pada tahap-tahap awal terbentuknya jemaat Korintus.

Beberapa orang dari keluarga Kloe merasakan hal itu dan menyampaikannya kepada Paulus. Paulus menjawab sekaligus mengajarkan suatu pokok yang penting. Paulus menyebut bahwa masalah tersebut sebagai 'perselisihan di antara kamu' (ayat 11). Masalah itu ditanggapinya dengan jelas. Namun, Paulus sendiri menolak untuk dijadikan pemimpin salah satu kelompok.

Sebaliknya, ia menegaskan bahwa Kristus sebagai pusat pemberitaan Kabar Baik, pusat yang mempersatukan; dan demi Nama yang diberitakan itu, jemaat tidak boleh terkotak-kotak (ayat 10). Bahkan Paulus menegaskan bahwa pusat pemberitaan pemberita Injil adalah Kristus yang disalib dan bangkit. Tugas ini akan sulit dijalankan jika tidak mengandalkan campur tangan Tuhan (ayat 17- 25). Mereka yang mendengar tentang pemberitaan keselamatan oleh Kristus mungkin menolak untuk percaya dengan alasan seperti yang disampaikan oleh orang Yahudi, "mukjizat dulu, baru percaya", atau menertawakannya seperti orang Yunani (ayat 18-23). Paulus menekankan bahwa pusat semua kegiatan pekabaran Injil kepada manusia berdosa adalah karya penyelamatan Allah (ayat 24,25).

Paulus memberikan teladan kepada kita, bagaimana potensi-potensi perpecahan dalam kumpulan orang percaya perlu dikenali, diungkapkan, dan kemudian diarahkan kepada pusat perhatian gereja yaitu Tuhan Yesus Kristus. Suatu hal yang hanya dapat diterima karena panggilan dan kekuatan dari Allah.

Renungkan: Para pemimpin umat jangan menghimpun pengikut untuk diri sendiri, melainkan dengan rendah hati minta hikmat dan kekuatan Allah untuk mengabarkan Kristus secara benar.



TIP #09: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab dan catatan hanya seukuran layar atau memanjang. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA