Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 421 - 440 dari 493 ayat untuk berdoa [Pencarian Tepat] (0.002 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.10251365540541) (Mat 26:36) (sh: Berjaga-jagalah dengan Aku (Minggu, 5 April 1998))
Berjaga-jagalah dengan Aku

Berjaga-jagalah dengan Aku
Tidak jauh dari tempat itu, Yesus sedang bergumul. Dunia dengan segala isinya sedang dipertaruhkan. Ia berjuang sekuat tenaga menggumuli berbagai konsekuensi dahsyat yang harus ditanggung-Nya yang sebenarnya tidak mungkin dipahami seorang pun, apalagi ditanggung bersama dengan-Nya. Ia ingin sekali melepaskan hal yang disebut-Nya cawan pahit itu, tetapi Ia harus meminumnya sampai tetes-tetes yang terakhir. Ironisnya tidak jauh dari tempat di mana Yesus sedang bergumul, murid-murid-Nya malahan tertidur lelap. Pada saat yang sedemikian mendebarkan dimana nasib seluruh isi dunia termasuk ketiga murid itu sedang genting, mereka malah tidak berjaga-jaga bersama Yesus. Syukurlah Yesus berjaga terus, bergumul terus sampai menang bulat dalam penaklukkan diri penuh kepada rencana penyelamatan Allah untuk manusia. Untuk kita para manusia yang tak sanggup bersiaga rohani sendiri.

Kehendak-Mu jadilah. Yesus tidak berdoa supaya yang diinginkan-Nya menjadi kenyataan. Yesus tidak memutlakkan kehendak-Nya, tetapi berserah kepada kehendak Tuhan. Bukan kepentingan sendiri yang diperjuangkan, tetapi kepentingan Tuhan dan kepentingan umat manusia. Tiga kali ia mendoakan hal yang sama, tanda begitu serius Ia menggumuli, memohonkan, menghayati apa yang didoakan-Nya itu. Tiap kali Ia mendoakan, Ia sadar benar akan dahsyatnya penderitaan yang harus ditanggung-Nya. Tiap kali Ia mendoakan, Ia mengakui ketakutan dan keinginan diri-Nya. Tiap kali pula Ia mempersegar komitmen-Nya untuk tunduk penuh kepada kehendak Bapa, betapa pun sulit dan dahsyat hal itu. Tiap kali pula Ia makin mempertautkan diri kepada rencana Allah. Kemenangan Yesus di Getsemani itulah yang menghasilkan Golgota, Gunung Batu Keselamatan kita.

Renungkan: Jika kita gagal dalam Getsemani kita, kita tak akan pernah menjadi instrumen rencana Allah bagi dunia ini.

Doa: Kiranya nafas hidupku serasi dengan doa Yesus: Jangan kehendakku bapa, kehendak-Mu jadilah.

(0.10251365540541) (Mat 26:36) (sh: Ketaatan Yesus (Sabtu, 19 Maret 2005))
Ketaatan Yesus

Ketaatan Yesus
Getsemani adalah kebun zaitun yang terletak di sebelah Timur Kidron. Di Taman Getsemani inilah Yesus mengungkapkan segala bentuk perasaan-Nya seperti kesedihan-Nya karena penolakan yang dilakukan bangsa-Nya; kengerian dari kematian yang dialami-Nya, meskipun tujuan dari kematian dan kebangkitan tersebut adalah untuk menebus manusia dari belenggu dosa. Karena itu logis jikalau Yesus membutuhkan penyertaan manusia dalam saat-saat penderitaan-Nya.

Peristiwa yang Yesus alami mengingatkan kita bahwa Yesus sendiri sebagai manusia akan menghadapi persoalan-persoalan yang berat. Semula Yesus berharap agar para murid bersikap sebagai pendamping diri-Nya (ayat 38). Akan tetapi, ungkapan daging lemah (ayat 41) menyadarkan Yesus bahwa ternyata di saat Ia berjuang menggumuli berbagai konsekuensi dahsyat yang harus ditanggung-Nya, para murid justru tertidur lelap tanpa beban. Jika kita mengamati pergumulan Yesus di Taman Getsemani ini, ada saat di mana Ia ingin sekali melepaskan hal yang disebut-Nya sebagai cawan pahit (ayat 39,42,44). Sikap Yesus mengajarkan kepada kita tentang bagaimana Dia bersikap terhadap pergumulan yang sangat berat dalam hidup-Nya, yaitu berdoa, mempersiapkan hati sehingga dengan hati yang tulus tunduk pada kehendak Bapa.

Apa yang Yesus lakukan di Taman Getsemani bukan sedang bernegosiasi dengan Allah, melainkan untuk menegaskan bahwa Dia berserah penuh pada Allah. Yesus tahu bahwa apa yang akan dilakukan-Nya, yaitu menderita dan mati di salib bukanlah untuk kepentingan diri-Nya sendiri, tetapi untuk menggenapi rencana keselamatan Allah bagi umat manusia.

Renungkan: Hal yang memampukan Yesus tunduk pada kehendak Allah adalah hubungan yang erat dengan Bapa. Ini yang membuat Dia mampu menghadapi pergumulan berat yang menimpa-Nya.

(0.10251365540541) (Mrk 9:14) (sh: Sebuah kebergantungan (Sabtu, 22 Maret 2003))
Sebuah kebergantungan

Sebuah kebergantungan. Pengalaman hidup kerohanian kita, doktrin yang kita miliki, prestasi yang telah kita capai kadang membuat kita tidak peka lagi terhadap kerohanian yang sesungguhnya. Kehidupan rutin keagamaan sering kali menumpulkan kita, dan kita terhanyut oleh rutinitas yang hampa, namun berjubah mengkilap.

Para murid mengalami keadaan seperti ini. Mereka bingung karena gagal mengusir setan dari seorang yang kelihatannya diserang ayan, tetapi akibat kerasukan. Mereka merasa bahwa otoritas dan kuasa ada dalam genggaman mereka, sama dengan sang pengutus, dalam hal ini Kristus. Tetapi, yang terjadi adalah mereka dipermalukan -- mereka gagal, dan akibatnya otoritas dan kuasa Yesus pun dipertanyakan oleh banyak orang.

Apa yang keliru di sini? Yang keliru adalah bahwa para murid hanya bersandarkan kekuatan diri mereka sendiri. Mereka mengingat kejadian-kejadian lampau ketika mereka berhasil mengusir setan, dan merasa bahwa mereka bisa melakukannya lagi. Namun, tentu saja mereka tidak begitu pasti dengan apa yang mereka lakukan. Maka, di sana terdapat keraguan juga -- dan para murid tidak berdoa kepada Allah untuk mendapatkan kekuatan. Mereka bergantung kepada diri mereka sendiri.

Reaksi para murid sangat kontras dengan apa yang dikatakan oleh ayah sang anak (ayat 24). Ia menyatakan dengan jujur bahwa ia ingin percaya kepada Yesus, dan ia menyerahkan ketidakpercayaannya kepada Yesus. Iman yang seperti ini merupakan iman yang hidup, iman yang peka, iman yang jujur kepada diri sendiri, kepada orang lain, dan kepada Tuhan. Inilah permulaan dari spiritualitas yang sejati: suatu pemilahan yang jelas akan kemurnian hubungan kita dengan Tuhan.

Renungkan: Periksalah hubungan Anda dengan Tuhan. Apakah suatu kebergantungan mutlak atau sekadar memori yang indah.

(0.10251365540541) (Mrk 11:20) (sh: Memindahkan gunung (Selasa, 1 April 2003))
Memindahkan gunung

Memindahkan gunung. Bagi orang Kristen, ini mungkin sudah biasa. Iman yang sanggup memindahkan gunung adalah slogan dari banyak orang Kristen. Sayang, kadang iman dimengerti secara sangat simpel, "percaya saja!" Nas ini mengajak kita untuk merenungkan, iman seperti apa yang sanggup memindahkan gunung.

Pohon ara yang mengering karena kutukan Yesus menjadi batu loncatan bagi diskusi tentang apa arti dari kepercayaan kepada Allah. Pertama tentu saja adalah kepercayaan penuh kepada kuasa Allah. Bahkan, iman ini (Yun.: pistis) dapat memindahkan gunung ke dalam laut. Tidak ada yang tidak mungkin untuk terjadi bagi orang yang meminta dan berdoa kepada Allah.

Tetapi ada hal penting lain yang tidak boleh dilupakan. Seseorang yang beriman kepada Allah juga harus mempunyai hubungan yang baik pula dengan sesamanya. Iman yang dapat memindahkan gunung tidak terpisahkan dari perbuatan yang dapat meruntuhkan tembok- tembok pemisah. Yesus dengan spesifik menunjuk kepada mengampuni kesalahan sesama. Di dunia yang penuh dengan kemajuan teknologi ini, kadang sungguh-sungguh lebih mudah memindahkan sebuah bukit ke dalam laut untuk menguruk sebuah teluk ketimbang meruntuhkan tembok maya berupa kebencian antara sesama manusia. Karena itu, pengampunan kepada sesama sebenarnya merupakan salah satu tanda iman yang penting. Bahkan bisa dikatakan, seseorang belum benar- benar beriman kepada Allah, dan kepada karya pengampunan-Nya, bila ia belum dapat mengampuni sesamanya. Ingin memindahkan gunung, dan melakukan hal-hal besar lain bagi Allah dalam iman dan ketaatan kepada kehendak-Nya? Saling mengampunilah karena Allah.

Renungkan: Hal terpenting bukan bahwa gunung pindah, tetapi demi rencana kasih dan kemuliaan Siapa sang gunung pindah karena iman?

(0.10251365540541) (Mrk 12:35) (sh: Tampang Kerajaan Allah (Senin, 7 April 2003))
Tampang Kerajaan Allah

Tampang Kerajaan Allah. Akhir-akhir ini kita melihat suatu perubahan strategi pemasaran yang menarik dari sebuah produk minuman ringan. Sebelumnya iklan-iklan produk itu menampilkan kesan yang eksklusif (baca: kalangan terbatas): remaja dengan skateboard bermerk dan berwalkman ria, keluarga yang bertamasya dengan riang di samping mobil SUV mereka dll. Kini produk yang sama menampilkan iklan dengan penggambaran yang berbeda: pemuda yang berdiri di bus kota, tukang becak, remaja mandi di kali dll. Pendeknya, makin merakyat.

Sayang, tren penghayatan Kerajaan Allah justru berkembang terbalik. Awalnya adalah seperti yang Yesus gambarkan. Tampang Kerajaan Allah adalah tampang seorang janda miskin, kemalu-maluan menghampiri peti persembahan karena minder dengan jumlah persembahan yang ia bawa (ayat 41-44). Tampang merakyat. Yang dihargai adalah pengorbanan sang janda, yang walaupun nilai nominalnya kecil, tetapi lebih besar dari yang lain karena itu adalah seluruh nafkahnya. Tampang Kerajaan Allah, demikian Yesus, bukanlah tampang rohaniwan dan eksklusif dari para ahli Taurat. Bukan wajah-wajah yang fasih menuntut penghormatan. Bukan wajah mereka yang sangat fasih berdoa tetapi juga fasih menangguk keuntungan dari orang-orang kecil.

Di Indonesia, wajah kekristenan makin kurang menunjukkan kesan merakyat. Bagi banyak orang di luar kekristenan, kata "gereja" lebih kena disandingkan dengan gambaran tempat ibadah yang fully air conditioned, parkiran mobil-mobil mewah di halaman gereja, galadinner penggalangan dana, dll. Megah, terhormat, dan menuntut penghormatan. Perintah Kristus jelas, kita dipanggil untuk meneladani sang janda miskin, bukan para ahli Taurat.

Renungkan: Panggilan seorang murid Kristus adalah memberikan seluruh hidupnya bagi Tuhan, bukan menjadi "murid yang terhormat."

(0.10251365540541) (Luk 5:27) (sh: Sang pembaharu memperbaharui total (Kamis, 6 Januari 2000))
Sang pembaharu memperbaharui total

Sang pembaharu memperbaharui total. Segala macam bentuk kejahatan semakin merajalela: kerusuhan, penjarahan, pembunuhan, pelecehan seksual, penyalahgunaan hukum, penindasan hal orang lain, ketidakadilan dlsb., terjadi di mana-mana, hampir disetiap kota di Indonesia. Berbicara masalah pembaharuan di tengah kondisi seperti ini tampaknya hanyalah impian belaka. Bila memungkinkan terjadinya pembaharuan di tengah kondisi seperti ini tampaknya hanyalah impian belaka. Bila memungkinkan terjadinya pembaharuan, harus dimulai darimana, dan bagaimana caranya, dan siapa yang berinisiatif, dan .? Mungkin akan muncul beragam pertanyaan lainnya. Sikap dan tindakan Yesus, Sang Pembaharu hidup merupakan jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan ini.

Lewi Dianggap "buruk" dalam pandangan umum, karena jabatannya sebagai pemungut cukai. Kesan kebanyakan orang sepertinya mengisolir Lewi dari kehidupan sosialisasinya. Maka mereka menyingkiri sikap Yesus yang menerima undangan Lewi untuk singgah ke rumahnya dan makan sehidangan dengannya dan para pemungut cukai lainnya. Di awal pertemuan Yesus dan Lewi, Ia mengajak Lewi untuk mengikuti Dia, dan Lewi memberikan respons yang positif dan total. Lewi tidak berlambat-lambat mempertimbangkan tawaran-Nya, ia segera meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus.

Sikap orang banyak sangat kontras dengan sikap Yesus terhadap Lewi. Orang banyak menganggap Lewi sebagai manusia kelas dua, mereka sama sekali tidak mau bergaul dengan Lewi. Sebaliknya Yesus menyambut Lewi tanpa membedakan status sosial. Orang banyak menganggap bahwa Lewi tidak mungkin memiliki status yang sama dengan mereka. Yesus memulihkan status Lewi dari "orang sakit" menjadi "orang sehat", dari status direndahkan menjadi status sama dengan yang lain. Yesus, Sang Pembaharu mampu mengadakan pembaharuan total dalam diri Lewi. Pembaharuan yang dilakukan Yesus dalam diri Lewi berakar dari pembaharuan, pusat kehidupan manusia.

Renungkan: Masyarakat Indonesia membutuhkan pembaharuan total: pengentasan kemiskinan, pemulihan status sosial, penegakkan hukum dan keadilan, jaminan keamanan, berpendapat, kebebasan beragama, pemimpin-pemimpin yang berjiwa revolusioner dengan visi jelas, dlsb. Berdoa dan berkaryalah bagi perwujudan pembaharuan-Nya di tengah masyarakat Indonesia ini!

(0.10251365540541) (Luk 9:28) (sh: Jangan menunggu logika dipuaskan baru percaya! (Senin, 2 Februari 2004))
Jangan menunggu logika dipuaskan baru percaya!

Jangan menunggu logika dipuaskan baru percaya! Sulit menerima kenyataan bahwa orang yang kita harapkan dapat menjadi tumpuan kehidupan masa depan kita harus menderita. Hal inilah yang dirasakan dan dialami para murid. Kemungkinan besar sesudah mendengar berita bahwa Yesus harus menderita, mereka tidak hanya kehilangan harapan tetapi menjadi ragu-ragu akan kemesiasan Yesus. Menurut mereka apalah arti kedatangan-Nya jika ternyata Sang Pembebas, harus menderita. Bagaimana mungkin mereka mengalami pembebasan jika Dia yang diharapkan dapat memberikan kebebasan ternyata tidak dapat mengelak dari penderitaan. Apa yang bisa mereka harapkan dari-Nya? Kekuatiran ini ditangkap jelas oleh Yesus.

Delapan hari sesudah Yesus dengan penuh kesabaran mengajar para murid tentang hal ini, Ia mengajak Petrus, Yohanes, dan Yakobus naik ke atas gunung untuk berdoa (ayat 29). Para murid melihat Yesus dimuliakan. Lukas memunculkan peristiwa “pemuliaan” ini seakan-akan ingin menunjukkan suatu tanda kepada para murid bahwa Yesus yang kemesiasan-Nya sempat diragukan, ternyata adalah sungguh-sungguh Mesias yang mulia.

Dia akan membebaskan umat dalam konteks yang lebih luas, bukan dalam konteks dan konsep sempit para murid yang orang-orang Yahudi. Namun, tugas itu harus didahului oleh penderitaan. Kehadiran Musa yang mewakili Taurat, dan Elia yang mewakili nabi-nabi, bersama-sama dengan Yesus merupakan bukti tergenapinya nubuatan Perjanjian Lama dalam diri Yesus Kristus.

Akhirnya, Allah Bapa meneguhkan secara langsung kemesiasan Yesus, “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia”. Walaupun Petrus dan rekan-rekannya tetap belum mengerti, sudah seharusnya mereka percaya kepada Firman Allah Bapa.

Renungkan: Banyak orang baru mau percaya pada Yesus dan penyelamatan-Nya melalui salib bila logikanya dipuaskan.

(0.10251365540541) (Luk 22:31) (sh: Dua pesan (Jumat, 2 April 2004))
Dua pesan

Dua pesan. Dalam perjamuan terakhir Yesus memberi dua buah pesan: pesan pertama ditujukan kepada Petrus tanpa mengabaikan murid-murid lainnya. Kata 'kamu' dalam ayat 31 ditulis dalam bentuk jamak sehingga tidak menunjuk hanya pada Petrus tetapi juga kepada para murid lainnya. Iblis menuntut agar Petrus dan murid-murid lain “ditampi” seperti gandum (ayat 31). “Ditampi” artinya dipisahkan.

Iblis merasa bila Petrus gagal, maka murid lain juga akan mengikuti jejak Petrus. Situasi demikian disadari sepenuhnya oleh Yesus. Bagaimana Yesus menghadapinya? Yesus berdoa. Dalam doa-Nya Yesus tidak mendoakan agar Petrus tidak mengalami kegagalan, tetapi Yesus justru mendoakan agar kegagalan tersebut tidak mengubah imannya. Artinya, Petrus akan menerima pelajaran yang sangat berharga dari kegagalannya, yaitu bahwa Petrus dimampukan untuk mengerti tentang arti pemulihan. Pelajaran inilah yang kelak memampukan Petrus untuk menguatkan murid-murid lain (ayat 32).

Pesan kedua diberikan kepada murid-murid lain termasuk juga Petrus (ayat 35). Yesus mengingatkan agar mereka mempersiapkan diri secara fisik dan rohani. Persiapan fisik dilambangkan dengan istilah pundi-pundi, sedang persiapan rohani disimbolkan dengan istilah pedang. Akan tetapi mereka memahaminya secara harafiah. Tentu saja pemahaman seperti ini salah. Yesus mengkoreksi pemahaman demikian. Yesus mengatakan perlu membeli pedang (ayat 36), tetapi kemudian mengatakan tidak perlu pedang (ayat 38). Jelas yang dimaksud bukan pengertian secara harfiah. Yesus menegaskan dengan bahasa metafora perlunya persiapan rohani. Mereka perlu pedang rohani. Pedang rohani ini lebih penting dari persiapan fisik (ayat 36).

Renungkan: Ketika kita mengalami kegagalan, kita akan mengerti tentang arti keberhasilan. Pahamilah bahwa gagal dengan kekuatan sendiri membuat kita mengerti tentang arti doa yang bergantung pada Allah.

(0.10251365540541) (Kis 2:1) (sh: Roh Kudus tercurah (Minggu, 23 Mei 1999))
Roh Kudus tercurah

Roh Kudus tercurah Sebelum terangkat ke sorga, Yesus berjanji akan mencurahkan Roh Kudus untuk meneruskan dan mewujudkan misi-Nya di dunia -- yaitu menelanjangi dosa, menobatkan, memeteraikan, menguduskan dan mewujudkan persatuan Kristiani. Langkah awal perwujudan misi ini nampak ketika Roh Kudus memampukan para rasul berbicara dalam berbagai bahasa bahasa yang digunakan dan dibutuhkan saat itu, sehingga setiap orang dari berbagai daerah mengerti kesaksian para rasul tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.

Salah mengartikan. Roh Kudus telah mengawali suatu pembentukan kehidupan umat Kristiani yang bersekutu dan berdoa. Bila gerak awal Roh Kudus itu diimbangi dengan aktivitas umat Kristiani secara baik dan bertanggung jawab, tentu Kristen akan merasakan suatu gerak rohani yang sangat bermanfaat dalam rangka saling menguatkan keimanan. Namun kenyataan yang ada saat ini justru muncul banyak perselihan paham yang mempertentangkan dan membatasi kehadiran Roh Kudus. Kelompok yang satu menuduh kelompok yang lain tidak memiliki Roh, sebaliknya yang satu menuduh yang lain terlalu berlebihan. Bukankah perselisihan paham ini menunjukkan bahwa kita telah menyelewengkan tujuan kehadiran Roh Kudus?

Makna Pentakosta. Dalam Perjanjian Lama, Pentakosta adalah perayaan umat Israel purba yang dirayakan pada hari ke lima puluh sesudah Paskah (Pesah = 'keluarnya bangsa Israel dari perbudakan di tanah Mesir'). Pada hari itu umat merayakan dua hal yaitu kebaikan Allah karena panen yang berhasil dan pemberian hukum Taurat kepada Musa.

Dalam Perjanjian Baru, ketika tiba hari Pentakosta Roh Kudus turun tercurah kepada para murid Yesus, yang sedang berkumpul di Yerusalem dan mengaruniakan hidup baru, kekuasaan baru, dan berkat yang disebut Petrus sebagai penggenapan nubuat nabi Yoel.

Doa: Tuhan, terima ksih untuk Roh Kudus yang Kau utus. Curahkanlah Roh Kudus-Mu ke atas kami, agar kami semakin layak menyaksikan perbuatan-perbuatan-Mu yang besar dan ajaib.

(0.10251365540541) (Kis 7:54) (sh: Memang seharusnya terjadi (Jumat, 27 Juni 2003))
Memang seharusnya terjadi

Memang seharusnya terjadi. Bagian firman Tuhan yang baru saja kita baca ini merupakan salah satu kisah yang paling mengharukan. Ada beberapa hal yang membuat kisah ini begitu menyayat hati. Pertama, pembunuhan ini dilakukan atas nama Tuhan. Mereka beranggapan bahwa Stefanus menghujat Allah maka, selayaknyalah ia dihukum rajam. Kedua, pada saat meregang nyawa, Stefanus masih sempat berdoa agar Tuhan tidak menanggungkan dosa ini atas para pembunuhnya.

Keduanya mengakui berbuat atas nama Tuhan, tetapi berbeda motivasi. Orang Yahudi mengkambinghitamkan Tuhan untuk melampiaskan kebencian mereka, dan melahirkan pembunuhan. Sedangkan Stefanus mengalami ini karena keyakinannya akan kebenaran sejati yaitu Yesus Kristus, melahirkan pengampunan.

Di mata manusia, kematian Stefanus adalah peristiwa tragis karena tidak seharusnya terjadi. Namun, di mata Tuhan kematian Stefanus tidak tragis dan tidak sia-sia. Kematian Stefanus adalah bagian dari rencana Allah yang tidak sepenuhnya kita pahami namun sekurangnya bisa kita mengerti kendati hanya sebagian. Pada saat Stefanus dirajam, ada seorang pemuda yang menyaksikan kebrutalan para pembunuh itu, namanya Saulus, yang belakangan kita kenal sebagai Paulus. Di kemudian hari Paulus menjadi Stefanus yang baru, sebagai pengikut Kristus yang merisikokan hidupnya demi Yesus Tuhan. Seperti Stefanus, Paulus pun pernah dilempari batu; Paulus memahami makna menderita dan mati bagi Kristus sebab ia pernah melihat kematian Stefanus yang mulia.

Bila Tuhan memakai kematian Stefanus sebagai prelude untuk memanggil Paulus, tidak tertutup kemungkinan Ia memakai peristiwa yang sedang kita hadapi ini sebagai prelude untuk menghantar kita masuk ke dalam kehendak-Nya yang lain.

Renungkan: Apa yang tidak seharusnya terjadi mungkin adalah tangan Allah yang sedang memindahkan kita ke dalam rencana-Nya.

(0.10251365540541) (Kis 8:4) (sh: Masih ada manusia lama (Sabtu, 28 Juni 2003))
Masih ada manusia lama

Masih ada manusia lama. Kitab Kisah Para Rasul dapat pula kita sebut Kisah Karya Roh Kudus sebab pemeran utama kisah dalam kitab ini sebenarnya adalah Roh Kudus, bukan para rasul. Roh Kudus memakai para rasul untuk melaksanakan pekerjaan-Nya dan bukan sebaliknya. Para rasul tidak memakai Roh Kudus untuk mencapai tujuannya. Sangat disayangkan karena Simon, salah seorang petobat baru di Samaria, tidak memahami hal ini. Ia mengira, ia bisa membeli karunia Roh Kudus agar ia pun dapat melakukan mukjizat seperti para rasul. Simon sangat keliru!

Walau Simon telah bertobat dan mengikut Filipus dalam pelayanannya, ia masih membawa manusia lamanya. Alkitab mencatat bahwa sebelum pertobatannya, Simon adalah seseorang yang merasa diri "sangat penting" (Kis. 8:9). Bahkan orang lain pun memandangnya dengan takjub dan memanggilnya, "Kuasa Besar" (Kis. 8:10), berhubung kekuatan sihir yang dimilikinya. Dengan kata lain, sebelum bertobat, Simon terbiasa menjadi pusat perhatian dan kekaguman orang di sekelilingnya. Sudah tentu setelah bertobat, Simon tidak lagi bisa dan tidak boleh bergaul dengan kuasa gelap dan itu berarti tamatlah riwayat sihirnya. Sekarang Simon tidak lagi "berkuasa" dan rupanya di sinilah letak persoalannya. Ia tidak terbiasa menjadi orang biasa dan tetap rindu menjadi orang besar sampai-sampai ia berani membayar para rasul untuk memberinya kuasa Roh Kudus. Syukurlah, ia masih mau mendengar teguran Petrus yang keras itu.

Perjalanan hidup kita, dari titik pertobatan sampai berjumpa kembali dengan Kristus kelak, merupakan sebuah proses pengudusan yang panjang. Tuhan akan terus membentuk kita agar makin serupa dengan-Nya.

Renungkan: Orang yang kudus adalah orang yang menyadari bahwa rohnya penurut namun dagingnya lemah; itu sebabnya ia terus berdoa dan berjaga-jaga.

(0.10251365540541) (Kis 9:32) (sh: Pelawatan dimasa Damai (Minggu, 13 Juni 1999))
Pelawatan dimasa Damai

Pelawatan dimasa Damai Ketika penganiayaan terjadi, para rasul memilih untuk tetap tinggal di Jerusalem (8:1b). Setelah keadaan damai tercipta (31), Petrus menggunakan waktu yang indah untuk berjalan keliling. Tujuannya tidak hanya untuk mengabarkan Injil, namun juga mengunjungi orang Kristen yang ada di Lida, serta mengajar dan menguatkan mereka. Ternyata kunjungan ini berdampak bagi pekabaran Injil yang lebih luas (35,42). Salah satu kegiatan pelayanan yang sering terabaikan adalah visitasi (pelawatan). Banyak alasan dapat dikemukakan untuk mendukung hal pernyataan tersebut. Petrus sebagai rasul dan pemimpin gereja saat itu memberikan contoh yang baik. Petrus memperlihatkan bahwa pelawatan adalah salah satu bentuk pelayanan yang efektif. Melalui efektifitas pelayanan pelawatan, gereja akan menjumpai jemaat yang membutuhkan bimbingan dan pertolongan.

Berpusat pada Kristus. Pusat setiap gerak pelayanan Petrus adalah Yesus Kristus. Ada tiga bukti yang mendukung pemahaman ini: pertama, Petrus mencontoh apa yang pernah dilakukan Yesus dalam melakukan mukjizat (34; 40 ); kedua, semua mukjizat itu dilakukan dalam nama Yesus "Yesus Kristus menyembuhkan engkau" (34); lalu ia berlutut dan berdoa (40); ketiga, mukjizat yang dikerjakan oleh Petrus hanya untuk memuliakan Yesus (35, 42). Tanda-tanda mukjizat yang dilakukan oleh Petrus itu mempunyai tujuan untuk menguatkan dan mengilustrasikan berita keselamatan di dalam Yesus. Petrus juga ingin menunjukkan bahwa di dalam kematian dan kebangkitan-Nya, maut dan penyakit dipatahkan-Nya. Kesaksian keajaiban karya Kristus membawa orang mendengar berita Injil, melihat mukjizat dan menjadi percaya.

Mungkin kita tidak mempunyai karunia seperti Petrus untuk melakukan banyak mukjizat, namun prinsip "pelayanan berpusat pada Kristus" harus selalu kita pegang teguh.

Pola ini merupakan kunci mengapa Gereja mula-mula terus bertumbuh di tengah-tengah masa penderitaan dan di masa damai (ay. 31).

(0.10251365540541) (Kis 13:13) (sh: Selalu siap berbagi (Minggu, 15 Mei 2005))
Selalu siap berbagi

Selalu siap berbagi
Menurut Anda perlukah gereja dan orang Kristen aktif bersaksi tentang Yesus Kristus? Anda percaya bahwa Yesus sudah mati untuk dosa manusia dan bangkit dari kematian sebagai Tuhan? Jika jawaban Anda positif pada pertanyaan kedua, pasti Anda setuju pula bahwa kita semua perlu bersaksi. Namun, bagaimana caranya?

Kita perlu belajar dari teladan pelayanan Paulus dan Barnabas. Pertama, mereka tidak menunggu orang datang untuk bertanya. Mereka berprakarsa melibatkan diri dan mencari kesempatan (ayat 13-14). Kedua, mereka ikut dalam ibadat hari Sabat. Paulus memanfaatkan kebiasaan orang Yahudi waktu itu untuk berbagi hasil perenungan ayat yang dibacakan (ayat 15,16). Ketiga, Paulus menyesuaikan isi ucapannya dengan konteks pendengar. Ia menekankan prakarsa, penyertaan, dan kesabaran Allah. Pemaparan anugerah Allah itu sekaligus membukakan kegagalan dan kedegilan hati orang Israel. Paulus juga memaparkan bahwa rencana Allah terfokus pada keturunan Daud (ayat 22-23). Ia memperlihatkan keakrabannya dengan kisah-kisah penting Israel. Itu sebabnya, khotbah Paulus ini berbeda dengan khotbahnya kepada orang Yunani (pasal 17).

Semangat dan komitmen mengabarkan Injil Yesus Kristus dan kesadaran tentang kebutuhan tiap orang akan keselamatan perlu kita pelihara nyalanya. Namun, konteks Indonesia berbeda dari konteks zaman Paulus. Kita perlu berdoa agar Roh Kudus memberi kita hikmat bagaimana mengadakan pendekatan yang tepat dan bagaimana menyampaikan kesaksian Injil sesuai kondisi dan kebutuhan pendengar kini. Terutama dalam kondisi yang potensi ketegangan SARA-nya tinggi, kita perlu memelihara komitmen akan visi-misi dan hikmat berstrategi dalam bersaksi.

Renungkan: Allah ingin agar orang diselamatkan melalui pewartaan Injil. Kita perlu bergantung pada Roh-Nya agar diberi-Nya kepekaan dan kemampuan bersaksi yang peduli akan konteks pendengar kini.

(0.10251365540541) (Kis 15:35) (sh: Sikap menghadapi konflik (Rabu, 25 Mei 2005))
Sikap menghadapi konflik

Sikap menghadapi konflik
Konflik dapat dialami semua orang maupun kelompok. Dampaknya biasanya akan menghancurkan persatuan. Itu sebabnya, konflik dianggap negatif oleh sebagian orang. Meski demikian, terjadinya konflik tidak selalu menunjukkan siapa benar siapa salah. Lalu, apa yang harus kita lakukan jika terjadi konflik dalam kerjasama tim pelayanan?

Konflik antara Paulus dan Barnabas dalam perikop ini terjadi setelah mereka berjuang bersama mengabarkan Injil kepada bangsa-bangsa nonyahudi. Persahabatan dan kerjasama mereka dengan dasar kasih Kristus telah teruji melewati waktu. Namun, mereka tetap mengalami konflik mengenai perbedaan prinsip menghadapi rekan sepelayanan yang pernah mundur (lihat 13:13). Akibatnya mereka berpisah dan mengambil jalannya masing-masing (ayat 15:39). Sayang, Paulus dan Barnabas tidak mengatasi konflik di antara mereka dengan baik sebagaimana mereka menyelesaikan permasalahan di jemaat Antiokhia (ayat 15:22). Meski demikian, Tuhan mengizinkan hal ini terjadi supaya Injil justru tersebar lebih luas lagi. Kitab Kisah Para Rasul tidak menceritakan apa yang terjadi dengan pelayanan Barnabas dan Yohanes Markus kemudian. Namun, di dalam beberapa surat Paulus kita menemukan Yohanes Markus kembali melayani bersama dengan Paulus (Kol. 4:10; 2Tim. 4:11). Sedangkan Paulus membentuk tim pelayanan yang baru bersama Silas dan diutus jemaat Antiokhia untuk melanjutkan pekabaran Injilnya (Kis. 15:41).

Apabila konflik terjadi maka yang perlu dilakukan adalah: Pertama, berdoa mohon kepekaan dari Tuhan supaya kita melihat masalah dengan benar. Kedua, jangan menyerang pribadi pihak lawan. Ketiga, libatkan orang yang dewasa rohani untuk menjadi penengah. Keempat, berinisiatiflah untuk menyelesaikan konflik itu.

Doaku: Ya Roh Kudus, sucikanlah hatiku agar ketika aku terlibat konflik, motivasiku terdalam adalah tetap untuk menyenangkan Tuhan.

(0.10251365540541) (Kis 16:1) (sh: Semangat kebersamaan penting bagi Gereja (Rabu, 14 Juni 2000))
Semangat kebersamaan penting bagi Gereja

Semangat kebersamaan penting bagi Gereja. Siapakah yang akan pertama kali Anda lihat dan perhatikan dalam sebuah foto, dimana Anda pun ada dalam foto tersebut? Diri Anda sendirikah? Mengapa? Dapat dikatakan bahwa manusia selalu ingin diperhatikan, dinomorsatukan, dan dianggap lebih penting dari yang lain. Sifat demikian sebenarnya tidak akan merugikan orang lain atau masyarakat, sejauh hanya sebagai kecenderungan ketika melihat foto. Namun jika sifat ini terus dibawa dalam kehidupan bergereja, apa yang akan terjadi?

Semangat kebersamaan nampaknya sangat dijunjung tinggi oleh Paulus. Kebersamaan ini bukan berarti individu-individu yang berkumpul bersama dalam satu gedung gereja, menyanyi bersama, berdoa bersama, dan mendengarkan firman Tuhan bersama. Kebersamaan tidak sama dengan bersama-sama. Kebersamaan berarti mempunyai dan menghormati tujuan yang sama, berjalan ke arah tujuan yang sama, dan berkomitmen penuh untuk mencapai tujuan itu secara bersama-sama. Kepentingan pribadi tidak mempunyai tempat dalam semangat ini.

Ketika menyuruh menyunatkan Timotius yang masih mempunyai darah Yahudi, Paulus tidak bermaksud mengkompromikan kebenaran Injil Kristus, namun untuk menjaga kesatuan jemaat dan menjunjung tinggi keputusan pertemuan di Yerusalem. Di sini kita melihat bahwa Paulus mempunyai jiwa besar, tidak kaku pada hal-hal yang praktis, dan mampu menjabarkan suatu prinsip menjadi hal-hal praktis yang penting bagi kesatuan jemaat. Semangat kebersamaan Paulus juga dimanifestasikan ketika ia mau berkeliling dari satu kota ke kota lain, hanya untuk menyampaikan keputusan rasul dan para penatua di Yerusalem, serta mendorong jemaat untuk menaatinya. Paulus berkomitmen penuh terhadap hal ini. Hasilnya tidak hanya persatuan gereja tercapai, namun juga mereka diteguhkan dan jumlahnya bertambah. Semangat kebersamaan ini pun Paulus terapkan ketika harus mengambil keputusan apakah menyeberang ke Makedonia atau tidak. Paulus mendapatkan penglihatan namun ia tidak memaksa Silas untuk mengikuti keputusannya, sebaliknya ia mendiskusikannya terlebih dahulu.

Renungkan: Semangat kebersamaan ini harus dipupuk dan diwujudnyatakan, karena ini penting bagi penguatan dan perkembangan gereja, baik secara kualitas maupun kuantitas.

(0.10251365540541) (Kis 16:1) (sh: Visi dan pimpinan Roh Kudus (Rabu, 2 Juni 2010))
Visi dan pimpinan Roh Kudus

Judul: Visi dan pimpinan Roh Kudus
Pola pelayanan Kristen berbeda dengan pola yang ada di dunia ini. Organisasi atau perusahaan melakukan aktivitasnya berdasarkan aturan yang sudah baku. Sedangkan pelayanan Kristen berdasarkan pada visi dan dinamika pimpinan Roh Kudus.

Berdasarkan bagian Alkitab ini kita mendapatkan urut-urutan prinsip pelayanan Kristen, yaitu: visi, manusia, organisasi, dan seterusnya (fasilitas, dana). Seringkali kita membalik urutan perencanaan pekerjaan Tuhan, yaitu berdasarkan dana, fasilitas, atau organisasi lebih dulu. Padahal yang pertama harus ada adalah visi Tuhan.

Roh Kudus memimpin pelayanan Paulus dan Silas dari kota ke kota. Di Listra Paulus merekrut Timotius (1-3) sebagai rekan kerjanya. Dalam perjalanannya, Paulus dan Silas menyampaikan keputusan-keputusan yang diambil para rasul dan para penatua di Yerusalem, serta mendorong jemaat untuk menaatinya (4). Melalui ini semua, jemaat semakin diteguhkan dalam iman dan bertambah banyak jumlahnya (5). Ini semua disebabkan kepekaan dan ketaatan Paulus dan teman-temannya akan pimpinan Roh Kudus. Ketika Roh Kudus memberikan visi baru, mereka taat walaupun belum sepenuhnya mengerti. Roh Kudus mencegah mereka masuk ke Asia, sebaliknya mengarahkan mereka ke daratan Eropa (6-9). Oleh karena ketaatan mereka, maka Injil masuk ke daratan Eropa hingga sampai ke Roma, yang adalah pintu gerbang menuju ke seluruh dunia.

Gereja masa kini harus tetap taat pada visi Tuhan untuk mengabarkan Injil. Masih banyak suku, etnis, dan bangsa yang belum mendengar Injil. Jangan sampai karena keterbatasan dana, fasilitas, dan organisasi, maka Gereja tidak mengabarkan Injil. Ingatlah bahwa ini merupakan perintah Tuhan bagi umat-Nya.

Renungkan: Visi Tuhan mendahului program dan organisasi gereja. Visi Tuhan memimpin program dan organisasi gereja sehingga gereja taat pada pimpinan Roh Kudus.

(0.10251365540541) (Kis 16:19) (sh: Hukum, politik, dan kuasa Allah (Jumat, 16 Juni 2000))
Hukum, politik, dan kuasa Allah

Hukum, politik, dan kuasa Allah. Di Indonesia, banyak Kristen yang buta permasalahan hukum dan politik. Konsekuensinya: (1)Kristen seringkali dilecehkan oleh pihak lain, (2) Gereja tidak berdaya untuk memberdayakan jemaatnya berkiprah di bidang ini, (3) Gereja 'mengagungkan' kuasa Tuhan secara ekstrim sehingga mengharamkan segala bentuk pemberdayaan intelektual demi kepentingan gereja. Paulus memberikan teladan bagi gereja dalam mengkombinasikan kuasa Allah yang menyertainya dengan hukum dan politik yang ia kuasai.

Paulus dan Silas dijebloskan ke dalam penjara di Filipi karena kelicikan para tuan hamba perempuan yang sudah bertobat itu, yang mengangkat hukum sebagai isu utama untuk menutupi isu ekonomi (21). Dakwaan yang dijatuhkan sudah memenuhi aspek legal, karena hukum Romawi melarang warga negaranya menjalankan tata ibadah sebuah agama yang belum disahkan oleh pemerintah setempat, namun biasanya ada toleransi sejauh agama itu tidak menimbulkan gejolak sosial dan politik (20-21). Di penjara, Paulus dan Silas tetap berdoa seperti yang diajarkan oleh Yesus (Luk. 18:1) dan memuji Tuhan sebagai tanda sukacita. Kesukacitaan di tengah penderitaan yang tidak seharusnya dialami, memanifestasikan keselamatan sejati yang selalu mengatasi segala keadaan. Kuasa kesaksian mereka diperkuat oleh Allah dengan gempa bumi yang mendobrak pintu penjara dan belenggu mereka. Peristiwa ini dan firman Tuhan yang diberitakan Paulus membawa kepala penjara dan seluruh keluarganya kepada keselamatan.

Mengapa mereka tidak segera keluar dan mengapa baru sekarang mereka menggugat (37)? (1) mereka ingin menegaskan bahwa kuasa Allah melebihi segala kekuatan hukum yang dimilikinya sebagai warga negara Romawi, yang tidak boleh didera dan dipenjara tanpa proses pengadilan. (2) ia ingin mengajar para pejabat pemerintah bahwa orang Kristen tidak bisa diremehkan dan dilecehkan begitu saja secara hukum dan politik karena mereka 'melek' hukum. (3) agama Kristen bukanlah agama 'murahan' karena dianut oleh warga negara Romawi yang terhormat.

Renungkan: Nyatakanlah bahwa Kristen Indonesia tidak bisa dilecehkan secara hukum dan politik. Wartakanlah bahwa agama Kristen bukanlah agama kelas 'kacangan' yang dianut oleh orang-orang yang mudah dilecehkan.

(0.10251365540541) (Kis 17:10) (sh: Sikap hati terhadap Injil (Senin, 30 Mei 2005))
Sikap hati terhadap Injil

Sikap hati terhadap Injil
Mengapa ada orang merespons Injil lalu bertobat, sebaliknya ada pula orang yang menutup diri terhadap Injil? Jawabnya terletak pada sikap hati seseorang!

Bila sebagian orang Yahudi di Tesalonika menutup diri terhadap Injil sehingga mereka membenci kekristenan, maka orang-orang Yahudi di Berea sebaliknya. Mereka memang tidak langsung percaya, namun mereka tidak menolak. Mereka justru menyelidiki Perjanjian Lama untuk mengetahui apakah ajaran Paulus benar. Sikap hati seperti itu membawa dampak ganda. Pertama, kebenaran tentang Yesus dalam Injil mereka terima sehingga pertobatan pun terjadi (ayat 12a). Kedua, kesediaan menerima Injil menjadi kesaksian bagi orang-orang non Yahudi. Akibatnya orang-orang nonyahudi pun menjadi percaya dan bertobat (ayat 12b). Sayangnya, sukacita ini terusik oleh perbuatan oknum dari Tesalonika. Provokasi mereka menjadikan penduduk Berea curiga akan maksud Paulus memberitakan Injil (ayat 13). Mungkin orang percaya Berea mengetahui peristiwa di Tesalonika, sehingga mereka pun mengungsikan Paulus. Paulus akhirnya meninggalkan Berea, namun Silas dan Timotius tetap tinggal untuk membina kerohanian mereka (ayat 14). Ini membuktikan kesungguhan hati orang percaya Berea yang rindu untuk bertumbuh dalam Tuhan.

Banyak orang menyambut Injil bila disampaikan sebagai janji pengampunan dan berkat semata-mata. Karena itu, saat kita mengabarkan Injil hendaknya juga disertai penggalian firman yang benar dan tepat. Para pendengar Injil harus mendengar perintah untuk bertobat sebelum mendapatkan anugerah keselamatan. Dengan demikian akan nyata sikap hati yang sesungguhnya, yaitu apakah terbuka untuk bertobat dan mau diselamatkan atau menolak Injil dan mencemooh kebenaran.

Berdoa: Mohonlah agar Roh Kudus menyiapkan hati orang yang akan Anda injili hari ini, supaya mereka terbuka dan menerima kebenaran.

(0.10251365540541) (Rm 8:9) (sh: Hidup Kristen yang sejati (Minggu, 31 Mei 1998))
Hidup Kristen yang sejati

Hidup Kristen yang sejati
Seseorang sungguh Kristen, pengikut Kristus sejati bila Roh Kudus diam di dalamnya (ayat 9). Menerima Roh dan didiami Roh adalah hak semua orang Kristen. Kristen menerima hak itu tatkala menyerahkan diri kepada Kristus dan mempersilakan Kristus menyelamatkan kita. Tentu saja pengalaman dipenuhi Roh berulang terus sepanjang hidup sebab kita memang harus terus dipimpin oleh-Nya. Namun hak itu bukan hak segelintir Kristen yang telah mengalami hal istimewa tertentu, tetapi hak semua orang beriman. Apabila kita tidak memiliki Roh Kudus, sama dengan mengatakan kita belum di dalam Kristus (ayat 9b).

Hidup rohani. Hidup dalam Roh itu pasti membawa dampak yang harus kita perhitungkan dan jalani. Pertama, kita menyadari bahwa akibat dosa, hidup di dalam tubuh itu menjadi sesuatu yang fana (ayat 10). Begitu kita dilahirkan ke dalam dunia ini, kita ditempatkan ke dalam perjalanan hidup menuju kematian. Nafas yang pertama kita hirup tatkala dilahirkan akan berakhir dalam nafas yang kita hembuskan saat kematian. Namun oleh Roh kini kita memiliki hidup rohani. Hidup rohani itu membuat kita dikuatkan dari ke hari dengan harapan bahwa kelak tubuh fana kita ini akan diganti oleh tubuh kebangkitan. Kita akan mengalami itu kelak sebab kini Roh yang telah membangkitkan Yesus hidup di dalam kita (ayat 11).

Hidup merdeka. Bila sungguh Roh Allah telah memerdekakan kita kita akan aktif melawan dosa (ayat 13). Menyalibkan sifat dosa adalah suatu tindakan aktif. Persis seperti ucapan Tuhan tentang mencungkil mata, mengerat tangan bila hal-hal itu membuat kita menuju neraka. Tentu saja kita tidak dapat melawan dosa dengan kekuatan sendiri. Kita butuh Roh Allah. Tetapi kita sendiri harus aktif dan tegas menolak dosa dan menyerahkan semua kelemahan yang bisa menjerat kita berdosa kepada Tuhan. Kristen berhutang untuk hidup kudus kepada Roh Kudus (ayat 12)

Renungkan: Adakah ciri Kristen dalam diri Anda? Di dalam Roh: 1) hidup dalam kesucian, 2) bebas dari ketakutan akan hukuman, 3) bebas berdoa kepada Bapa, 4) adalah pewaris Kerajaan Allah.

(0.10251365540541) (1Kor 11:2) (sh: Kebebasan (Sabtu, 20 September 2003))
Kebebasan

Kebebasan. "Wanita dijajah pria sejak dulu ...." Syair lagu ini menggambarkan bahwa perempuan hidup dalam bayang-bayang kekuasaan laki-laki. Baik budaya yang berlaku dalam masyarakat Yahudi maupun masyarakat di Korintus, status perempuan sangat direndahkan. Dalam masyarakat Yahudi, hanya laki-laki yang diperkenankan memimpin doa dalam sinagoge, sedangkan di Korintus, khususnya dalam penyembahan kepada dewi kesuburan di kuil-kuil penyembahan, para perempuan dijadikan pelacur bakti untuk menarik orang kepada penyembahan berhala. Dalam tradisi orang Yahudi pun, perempuan tidak memiliki hak dan kebebasan yang sama dengan laki- laki.

Namun, dalam perikop ini, Paulus memberikan kebebasan kepada perempuan di dalam gereja. Hal ini tampak dari diperbolehkannya mereka melayani -- berdoa dan bernubuat -- dalam gereja. Namun, di samping kebebasan itu, Paulus memberikan persyaratan yaitu bahwa dalam kebebasan untuk melayani, perempuan harus mengenakan tudung (ayat 7). Mengapa? Pertama, rambut perempuan menjadi pusat dari nafsu laki-laki pada dunia kuno Mediterania. Bagi mereka yang sudah menikah, jika tidak menudungi kepalanya itu menandakan ketidaksetiaannya kepada suaminya, dan sedang mencari laki-laki lain. Mereka akan menjadi sama para perempuan tunasusila yang memang sedang mencari laki-laki. Kedua, dalam dunia Yunani dan Yahudi suami adalah kepala dari isteri (ayat 3,8). Sehingga ketika istri tidak menudungi kepalanya, ia menghina suaminya. Itulah sebabnya Paulus menginginkan suatu perbedaan yang sangat hakiki bagi perempuan yang melayani, yaitu bahwa dia adalah perempuan yang setia terhadap suami, dan menghormati suaminya.

Renungkan: Pengajaran Paulus mengingatkan kita bahwa kebebasan yang Allah berikan kepada kita untuk melayani, haruslah digunakan untuk menyinarkan kemuliaan kepala kita, yaitu Allah.



TIP #26: Perkuat kehidupan spiritual harian Anda dengan Bacaan Alkitab Harian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA