Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 2861 - 2880 dari 3106 ayat untuk telah luput (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.01) (1Kor 7:1) (sh: Kewajiban dalam pernikahan (Rabu, 10 September 2003))
Kewajiban dalam pernikahan

Pergumulan orang tua, sekolah dan gereja menghadapi bahaya seks bebas di kalangan jemaat saat ini, haruslah disikapi dengan serius. Bahaya yang sama juga menjadi pergumulan Paulus ketika ia melayani jemaat Korintus. Kondisi ini merupakan sinyal bagi kita, orang Kristen di masa kini, bahwa bahaya percabulan selain telah melintasi zaman, dan melintasi usia, juga mengancam keharmonisan keluarga atau pasangan Kristen. Dan harus disadari bahwa orang Kristen tidak memiliki kekebalan terhadap godaannya.

Itu sebabnya Paulus begitu memperhatikan perihal ini: pertama, ia menasihatkan orang yang tidak menikah baik pria atau wanita, kalau merasa tidak dapat tahan terhadap godaan tersebut, sebaiknya ia menikah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">2). Kedua, kepada para duda dan janda, bila tidak tahan, lebih baik menikah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">8-9). Namun, tidak berarti orang yang sudah menikah aman dari gangguan itu. Ada godaan besar melanda pasangan Kristen yang salah mengerti makna seks dalam pernikahan. Ada anggapan bahwa seks itu dosa, sehingga hubungan seks suami isteri pun juga dosa. Akibatnya baik pihak suami maupun isteri saling menahan diri. Hati-hati, sebab Iblis memanfaatkan kesempatan ini untuk menjatuhkan salah satu atau keduanya ke dalam dosa percabulan (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">5b). Untuk mereka, Paulus menasihatkan agar setiap pihak menyadari kewajibannya (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">3-4), dan hanya dengan kesepakatan bersama untuk alasan tertentu, dan untuk waktu terbatas mereka boleh tidak berhubungan (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">5a).

Nasihat Paulus ini memberikan pelajaran penting, yaitu bahwa pernikahan Kristen menjadi kudus bukan karena tidak berhubungan, bukan karena masing-masing pihak menjalankan kewajiban, tetapi karena kasih. Sehingga setiap pasangan Kristen mengerti bahwa pernikahan mereka diberkati Tuhan.

Renungkan: Setia pada kewajiban dalam pernikahan, menolong kita dan pasangan kita hidup kudus, terhindar dari dosa percabulan.

(0.01) (1Kor 7:7) (sh: Kudusnya pernikahan (Kamis, 11 September 2003))
Kudusnya pernikahan

Paulus kembali menegaskan kepada jemaat Korintus bahwa pernikahan itu kudus. Karena kekudusan sebuah perkawinan itulah maka perceraian tidak diperbolehkan, dengan alasan apa pun (ayat 10- 11). Atau bila perceraian itu telah terjadi, kepada mereka yang sudah terlanjur bercerai, Paulus minta agar masing-masing pihak tidak menikah lagi bahkan dianjurkan untuk hidup berdamai dengan mantan pasangannya.

Kepada mereka yang memiliki pasangan yang tidak seiman, Paulus mengajukan alasan teologis mengapa pernikahan harus dipertahankan. Harus diingat terlebih dahulu, bahwa ketidakseimanan pasangan yang dimaksudkan oleh Paulus adalah keduanya belum menjadi Kristen ketika menikah, lalu pada suatu waktu, salah seorang di antara mereka menjadi Kristen.

Alasan teologis itu adalah bahwa pihak yang beriman akan menguduskan pasangannya yang tidak seiman (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">14). Oleh karena itu dengan mempertahankan pernikahan itu, siapa tahu pihak yang tidak beriman itu menjadi beriman karena kesetiaan dan kasih dan doa- doa pasangannya (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">16). Tetapi hal-hal ini haruslah terjadi bukan dalam tekanan atau paksaan. Maksudnya, kalau pihak yang tidak seiman menuntut perceraian, maka pasangan yang beriman tidak terikat untuk mempertahankannya (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">15).

Di zaman modern ini, kita diperhadapkan pada dunia yang dengan mudahnya menemukan orang kawin - cerai - kawin lagi, orang-orang Kristen sebagai anak-anak Tuhan dipanggil untuk menjadi model pernikahan kudus. Justru Tuhan bekerja melalui pernikahan anak- anak-Nya untuk menyelamatkan pasangannya yang belum percaya. Tetapi hati-hati! Perikop ini bukan untuk dijadikan dalih untuk menikah dengan orang yang tidak seiman.

Renungkan: Berapa pernikahan bisa diselamatkan dari kehancuran dan perceraian bila anak-anak Tuhan menunjukkan keteladanan pernikahan yang kudus?

(0.01) (1Kor 10:14) (sh: Satu atau dua Tuan? (Kamis, 18 September 2003))
Satu atau dua Tuan?

Penyembahan berhala menjadi ekspresi utama dari agama di Korintus. Ada beberapa kuil di kota tersebut yang sangat terkenal. Orang-orang yang terlibat dalam penyembahan itu percaya bahwa dewa-dewa yang mereka sembah mampu memberikan cuaca yang baik, panen berlimpah dan anak. Kegiatan penyembahan berhala seperti ini wajar jika dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal Kristus. Penyembahan berhala menjadi tidak wajar jika dilakukan oleh orang-orang yang percaya kepada Kristus.

Paulus mengajak jemaat Tuhan untuk menyikapi masalah ini dengan serius. Sejak pertama kali Allah yang hidup itu memberikan sepuluh hukum kepada umat Israel, Allah melarang umat menyembah allah lain (Kel. 20:3). Allah yang hidup dan konsisten pada perintah-Nya itu telah berinkarnasi dalam diri Yesus Kristus. Melalui Dialah umat masa kini bergantung, dan berserah penuh.

Sebagai orang-orang Kristen masa kini, kita tidak hanya percaya kepada Yesus Kristus, tetapi kita hidup di dalam Kristus; kita satu dengan Kristus. Hal ini mengingatkan bahwa tidak mungkin kita yang sudah menyembah, hidup dan satu dalam Kristus, mempersilakan allah lain menggerecoki kesatuan yang harmonis ini!

Penyembahan berhala harus disikapi dengan serius. Sebab kegiatan ini masih terus terjadi di kalangan orang-orang percaya. Hanya saja tampil dalam bentuk yang berbeda-beda. Berhala-berhala itu dikemas dalam situasi modern, dan membaur dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Bahkan seringkali berhala-berhala tersebut dikemas dalam simbol-simbol kekuasaan, kesenangan, kemewahan yang kita junjung tinggi. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi hal-hal tersebut.

Renungkan: Allah kita adalah Allah yang pencemburu. Sudahkah kita menjadikan Kristus sebagai satu-satunya Tuan dalam seluruh hidup kita?

(0.01) (1Kor 15:1) (sh: Yang sangat penting. (Minggu, 26 Oktober 1997))
Yang sangat penting.

Apa hal penting yang menduduki peringkat pertama dalam hidup kita pribadi, menentukan jatuh bangunnya gereja, bahkan menentukan nasib kekal manusia? Yang sangat penting itu ialah Injil Yesus Kristus. Banyak hal mendesak yang orang anggap penting untuk segera dibereskan dalam dunia masa kini. Ambillah contoh berikut ini: soal lingkungan hidup, soal perdamaian dunia, kerukunan, pengadaan perumahan rakyat, peningkatan pendidikan, pengadaan lapangan kerja, dlsb. Semuanya itu memang mendesak bahkan penting, namun bukan sangat penting. Hanya Injil Yesus Kristus yang sangat penting sebab Injil menentukan hidup kekal manusia yang akan mempengaruhi total radikal kehidupan setiap manusia baik kelak maupun kini di dunia ini. Gereja yang berdiri teguh ialah gereja yang tidak melupakan fondasinya yaitu Injil Yesus Kristus. Gereja ada karena Injil Yesus diberitakan dan disambut dalam iman. Bila hal yang sangat penting itu dilupakan, gereja dan kehidupan Kristen kita terancam bahaya. Oleh Injil itulah kita diselamatkan. Kematian dan kebangkitan-Nya telah melepaskan kita dari kuasa dosa dan dari murka Allah. Hal-hal mendesak yang tiap hari harus kita hadapi seharusnya kita perhadapkan di bawah terang Injil dan bukan membuat keyakinan kita akan Injil menjadi goyah!

Kasih karunia Allah. Banyak orang meragukan kebenaran Injil. Rupanya hal itu sudah terjadi bahkan sejak zaman Paulus. Benarkah Yesus saja satu-satunya jalan? Benarkah Dia bangkit dari kematian? Banyak lagi pertanyaan orang ajukan terhadap kebenaran Injil, namun yang terutama ialah kebenaran tentang kebangkitan-Nya. Paulus sebenarnya tidak pernah berjumpa Yesus sewaktu Yesus hidup. Untuk apa ia mati-matian menjadi penganjur dari Orang yang tidak pernah dikenalnya bahkan pernah dimusuhinya, bila ia tidak benar-benar pernah mengalami sesuatu dari Yesus ini?

Renungkan: Bersaksi adalah akibat dari fakta bahwa Yesus sungguh hidup dalam diri seseorang.

(0.01) (1Kor 15:12) (sh: Pengharapan yang akan datang (Rabu, 1 Oktober 2003))
Pengharapan yang akan datang

Perbedaan pandangan tentang kebangkitan orang mati dalam masyarakat pluralis di Korintus bisa saja mempengaruhi lunturnya iman percaya jemaat Tuhan. Namun, Paulus jeli dalam mengantisipasi masuknya pandangan yang tidak sesuai dengan iman Kristen ke dalam kehidupan jemaat. Paulus menegaskan penolakannya terhadap dua pandangan yang berbeda. Jemaat harus menyimak dengan saksama, jika tidak ingin menjadi orang yang paling malang dari segala manusia (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">19).

Pertama, Paulus menolak pandangan orang Saduki dan orang Yahudi yang sangat dipengaruhi konsep Yunani bahwa tidak ada kebangkitan orang mati. Jemaat Korintus pun seharusnya menolak pandangan itu. Dengan gaya retoris, Paulus berargumen bagaimana mungkin ada di antara jemaat yang mengatakan tidak ada kebangkitan orang mati (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">12). Pertanyaan Paulus jelas mendorong mereka untuk menerima kebangkitan orang-orang percaya karena mereka sudah setuju dengan Paulus bahwa Yesus telah dibangkitkan (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">12-16).

Kedua, Paulus menolak pandangan Yunani tentang imortalitas jiwa tanpa kebangkitan tubuh, sebagaimana orang Farisi. Kebangkitan Kristus tidak hanya mencakup aspek kehidupan iman percaya masa kini tetapi juga pengharapan akan kehidupan masa yang akan datang; pada kehidupan yang akan datang kita akan dibangkitkan bersama Kristus dengan tubuh sorgawi (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">18-19; bdk. telah+luput&tab=notes" ver="">15:35-49; Dan. 12:2). Jemaat Korintus seharusnya tidak hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus (ayat 19).

Pandangan-pandangan yang bertentangan dengan kebangkitan Yesus patut ditolak demi menjamin kepercayaan yang tidak sia-sia, hidup dalam pengampunan dosa dan hidup dalam pengharapan yang akan datang.

Renungkan: Iman yang berlandaskan pada kebangkitan Yesus menjamin pengharapan akan kehidupan yang akan datang.

(0.01) (1Kor 15:35) (sh: Kebangkitan tubuh rohani (Jumat, 3 Oktober 2003))
Kebangkitan tubuh rohani

Masih ada orang yang belum memahami tentang arti kebangkitan orang mati. Persoalannya, apa substansi tubuh kebangkitan itu. Andai saja orang mati tenggelam di laut, jatuh dari pesawat terbang, atau terbakar api, bukankah tubuh mereka akan rusak, tak berbentuk bahkan terpecah-pecah? Akankah tubuh mereka dibangkitkan tidak sempurna? Mengerikan! Tetapi 'bodoh' orang yang berandai-andai demikian.

Untuk menjawab kebingungan jemaat tentang kebangkitan, Paulus menjelaskan bahwa kebangkitan orang mati yang adalah kebangkitan tubuh rohaniah dari kematian tubuh alamiah, harus dipandang dari dua sudut yang berbeda. Pertama, Paulus menjelaskan dengan perumpamaan. Kebangkitan tubuh rohaniah diibaratkan seumpama menabur biji, tetapi yang tumbuh adalah tubuh tanaman. Tubuh duniawi, tubuh sorgawi, matahari, bulan, bintang-bintang mempunyai kemuliaan masing-masing yang berbeda. Daging manusia lain dari daging binatang. Kebangkitan orang mati ditabur dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan; ditabur dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan; ditabur dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan; yang ditabur tubuh alamiah, yang dibangkitkan tubuh rohaniah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">35-44). Kedua, Paulus menggunakan analogi. Tubuh alamiah analog dengan Adam pertama yang berasal dari debu tanah, bersifat jasmaniah, menjadi makhluk hidup. Tubuh rohaniah analog dengan Adam terakhir yang berasal dari sorga: bersifat rohaniah, menjadi roh yang menghidupkan. Kita telah memakai rupa dari yang alamiah, kita juga akan memakai rupa dari yang sorgawi, yaitu tubuh rohaniah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">45-49).

Memahami bahwa yang akan binasa, daging dan darah tidak mendapat bagian dalam yang tidak akan binasa yaitu Kerajaan Allah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">50), seyogyanya kita menjadi manusia baru di dalam Kristus Yesus.

Renungkan: Tak perlu takut karena meski tubuh alamiah akan mati, tetapi tubuh sorgawi akan dibangkitkan bersama Kristus.

(0.01) (2Kor 7:2) (sh: Allah menyebabkan dukacita? (Minggu, 13 September 1998))
Allah menyebabkan dukacita?

Dukacita, dari Allah atau dari dunia? Mungkin kita bertanya bukankah Allah itu sumber keselamatan? Bukankah keselamatan itu berarti sukacita dan damai sejahtera? Bagaimana mungkin Allah menyebabkan dukacita? Hari ini Alkitab mengajak kita memahamai tempat dukacita dalam kehidupan umat yang ditegur keras oleh hamba Allah. Kalau Paulus menegur mereka dengan keras dalam suratnya pertama tentang berbagai hal yang tidak beres, bukan berarti Paulus mengecilkan mereka. Sebaliknya Paulus tetap bangga akan jemaat satu ini yang jelas adalah hasil pelayanannya juga (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">2-4). Sebagai hamba Tuhan sejati, Paulus tak pernah akan melupakan berbagai dukungan yang telah diperlihatkan jemaat ini dalam keterlibatan mereka mendukung pelayanan Paulus (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">5-7). Justru karena kasih dan merasa diri akrab itulah Paulus rela menimbulkan kepedihan dan dukacita dalam jemaat itu.

Suka mendukakan orang? Paulus tidak sadis, ketika ia bersuka bahwa jemaat Korintus itu mengalami dukacita yang dalam. Paulus bisa diumpamakan seorang ayah yang bersuka melihat teguran atau hajarannya atas kenakalan anaknya menghasilkan penyesalan yang tulus. Anugerah Tuhan tidak boleh diperlakukan secara obralan. Pengampunan Tuhan bagaikan kesembuhan yang hanya terjadi bila orang melalui proses pengobatan yang pedih, sakit, pahit.

Dalam pelayanan kita ingin segera melihat orang menyambut janji-janji Allah dengan sukacita. Itu tidak benar. Sukacita sejati karena mengalami pengampunan dan pemulihan dari Allah hanya diterima oleh mereka yang mengalami berbagai aspek pertobatan seperti: kesungguhan yang besar, keinginan berubah, kemarahan terhadap dosa, takut akan Allah, semangat yang benar, mengakui dosa sebagaimana adanya (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">11).

Renungkan: Kasih sejati tidak lembek, membiarkan orang dalam dosa melainkan tegas menegur, menasihati, menyatakan kesalahan, membimbing dengan kuasa ilahi.

(0.01) (Gal 1:11) (sh: Pemberita Injil sejati (Minggu, 5 Juni 2005))
Pemberita Injil sejati


Ada orang yang senang memakai perhiasan imitasi untuk bergaya. Ada juga orang lain yang senang mengimitasi tokoh terkenal. Orang seperti ini biasanya mengenal tokoh yang ditirunya sebatas lahiriah saja, artinya ia tidak tahu motivasi dan hakikat dari perilaku tokoh yang dilakoninya. Paulus bukanlah orang yang sedemikian. Ia menjadi pemberita Injil bukan dengan cara meniru para rasul pendahulunya.

Paulus sadar perkataan kerasnya di perikop sebelum ini harus didukung dengan kewibawaan rasulinya. Maka ia telah menegaskan sejak permulaan bahwa ia menjadi rasul dan pemberita Injil bukan karena kehendak manusia, melainkan karena kehendak Allah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">1). Sekarang ia menegaskan bahwa sumber Injilnya bukan dari manusia, melainkan dari Allah sendiri melalui penyataan Yesus Kristus (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">11-12). Riwayat hidupnya membuktikan kedua hal tersebut. Pertama, ia dahulu seorang Yahudi saleh yang sekaligus penganiaya jemaat Tuhan. Namun, Tuhan yang memilih dia sejak semula, secara langsung menugaskannya untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa nonyahudi (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">13-16). Kedua, Paulus belajar Injil langsung dari Allah di tanah Arab, sebelum ia bertemu dengan rasul Petrus dan tokoh gereja di Yerusalem, Yakobus (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">17-19). Ketiga, pelayanan Paulus di seluruh daerah Siria dan Kilikia menggema sampai ke jemaat di Yudea, sehingga mereka memuliakan Allah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">21-24).

Pertemuan pribadi dengan Tuhanlah yang mengubah Paulus dari penganiaya jemaat menjadi pemberita Injil sejati. Kita juga harus demikian. Jangan mengandalkan dan meniru para tokoh gereja atau pengabar Injil semata-mata. Kita boleh meneladani hal-hal yang baik dari mereka, namun hal-hal itu tidak boleh menggantikan hubungan pribadi kita dengan Tuhan dalam doa dan firman.

Renungkan: Efektivitas pemberitaan Injil tidak bergantung pada kehebatan kata-kata, tetapi pada otoritas Allah pada si pemberita Injil dan pada hidupnya yang sudah diubahkan.

(0.01) (Gal 3:6) (sh: Perjanjian Lama mengajarkan iman (Kamis, 9 Juni 2005))
Perjanjian Lama mengajarkan iman


Kita mungkin sering mendengar pernyataan bahwa Perjanjian Lama mengajarkan seseorang diselamatkan karena melakukan hukum Taurat; sebaliknya Perjanjian Baru mengajarkan keselamatan adalah anugerah yang harus diterima dengan iman.

Paulus mematahkan pandangan yang keliru ini dengan menyajikan kebenaran langsung dari Perjanjian Lama. Pertama, Perjanjian Lama mengajarkan bahwa Abraham dibenarkan oleh karena imannya (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">6; Kej. 15:6). Jadi, setiap orang yang percaya dengan iman seperti halnya Abraham adalah anak-anak Abraham yang juga dibenarkan (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">7-9). Kedua, hukum Taurat tidak diberikan untuk menyelamatkan orang berdosa. Sebaliknya hukum Taurat diberikan untuk menyatakan keberdosaan manusia karena tidak seorang pun mampu melakukan semua perintah hukum Taurat (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">10-12). Oleh karena itu, Kristus telah mati untuk menebus dosa manusia supaya manusia dilepaskan dari kutuk hukum Taurat. Kematian Kristus menjadi jalan bagi bangsa-bangsa nonyahudi untuk dapat menerima keselamatan dengan cara beriman kepada-Nya (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">13-14). Jadi, Perjanjian Lama tidak bertentangan dengan Perjanjian Baru. Keduanya mengajarkan hal yang sama, yaitu seseorang diselamatkan karena percaya kepada karya penyelamatan Kristus dan bukan karena melakukan perintah Taurat.

Salah satu alasan mengapa ajaran-ajaran seperti itu masih bisa memperdaya orang-orang Kristen masa kini adalah karena kita jarang membaca apalagi membaca-gali Perjanjian Lama. Perjanjian Lama adalah firman Tuhan yang benar dan sama berotoritas dengan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama memperlihatkan sisi kebutuhan manusia berdosa akan juruselamat yang bisa membebaskan mereka dari kutuk hukum Taurat. Perjanjian Baru menunjuk langsung kepada Yesus Kristus sebagai satu-satunya juruselamat itu.

Tekadku: Belajar Alkitab dengan benar dan bersandar penuh kepada kebenaran supaya tidak digoyahkan oleh ajaran sesat.

(0.01) (Gal 3:15) (sh: Kebahagiaan orang Kristen (Jumat, 10 Juni 2005))
Kebahagiaan orang Kristen


Di jemaat Galatia terdapat orang-orang yang mengajarkan bahwa iman di dalam Kristus merupakan langkah awal dan iman itu harus disempurnakan dengan melakukan Taurat. Jadi, mereka mengajarkan iman plus melakukan Taurat sebagai syarat keselamatan

Namun dalam nas ini Paulus memisahkan iman sejati dari keharusan melaksanakan hukum Taurat. Untuk itu ia menjelaskan sejarah keselamatan. Janji kepada Abraham bagaikan sebuah surat wasiat yang memiliki keabsahan yang tak dapat dibatalkan, Paulus menjelaskan bahwa janji Allah kepada Abraham tidak dapat dibatalkan oleh hukum Taurat (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">15). Pertama, janji Allah kepada Abraham itu sah secara hukum maka tidak dapat dibatalkan (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">17a). Kedua, hukum Taurat baru diberikan empat ratus tiga puluh tahun kemudian sehingga tidak mungkin bisa membatalkan yang telah ada terlebih dahulu (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">17b).

Dengan dua alasan inilah Paulus menghancurkan kesimpulan bahwa janji Allah kepada Abraham harus ditambah dengan hukum Taurat supaya orang-orang Yahudi Kristen di Galatia mengalami janji berkat dari Allah. Konsep Mesias dari Paulus juga sangat jelas, yaitu bahwa keturunan yang Allah janjikan kepada Abraham itu menunjuk kepada Kristus (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">16). Jadi, janji berkat Allah melalui Abraham kepada orang percaya bukan didapatkan dengan menjalankan Taurat, tetapi ada di dalam Kristus sebagai penggenapan dari Taurat. Dengan beriman kepada Kristus saja orang percaya mendapatkan dan menikmati penggenapan janji keselamatan itu.

Kalau kebahagiaan orang Kristen didasarkan pada ketaatan melakukan hukum Taurat atau ajaran-ajaran kebajikan lainnya, maka dapat dipastikan kita akan frustasi. Sebaliknya dengan bersandar kepada janji Allah di dalam Kristus, kita dimungkinkan untuk hidup berkemenangan melawan kedagingan dan hawa nafsu duniawi.

Renungkan: Janji-Nya pasti ditepati. Jangan biarkan ajaran-ajaran lain mengacaukan iman kita kepada-Nya.

(0.01) (Gal 4:21) (sh: Hamba atau orangmerdeka? (Selasa, 14 Juni 2005))
Hamba atau orangmerdeka?


Tak seorang pun yang bangga menjadi hamba karena seorang hamba tidak memiliki hak apa pun untuk hidupnya sendiri. Semua orang ingin merdeka. Orang Yahudi membanggakan kemerdekaan mereka sebagai keturunan lahiriah Abraham. Namun, Paulus justru menunjukkan bahwa tidak semua anak-anak lahiriah Abraham adalah orang-orang merdeka sejati!

Paulus memakai ilustrasi Hagar dan Sara untuk menunjukkan dua macam kehidupan (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">22-26). Keduanya memang melahirkan anak-anak bagi Abraham, namun status mereka berbeda. Hagar melambangkan hidup perhambaan. Memang ia melahirkan anak pertama bagi Abraham menurut urutan waktu. Namun, Hagar tetap seorang hamba yang statusnya tidak pernah diubah menjadi istri. Jadi, keturunannya pun tidak akan mewarisi janji Allah bagi Abraham. Hagar melambangkan gunung Sinai, yaitu orang-orang yang hidup di luar anugerah keselamatan, yaitu mereka yang hidupnya menggantungkan diri pada usaha sendiri (=melakukan Taurat). Hagar melambangkan Yerusalem duniawi (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">25). Sara melambangkan hidup oleh kasih karunia. Ia mandul, namun oleh anugerah Allah ia menjadi ibu bagi anak-anak perjanjian. Sara melambangkan Yerusalem surgawi, yaitu tempat anugerah Allah dicurahkan (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">26-27). Jadi, anak-anak yang lahir dari Sara adalah ahli waris janji-janji Allah semata-mata oleh karena anugerah-Nya (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">28). Tidak mengherankan kalau anak-anak Tuhan akan selalu mendapat aniaya dan dengki dari anak-anak hamba yang tidak mendapat hak (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">29-30).

Mengandalkan apa pun yang disejajar dengan karya penyelamatan Kristus berakibat pada perhambaan. Orang Kristen menjalankan perintah-perintah Allah bukan sebagai hamba, melainkan sebagai orang merdeka. Ketaatan hamba terpaksa, ketaatan orang merdeka adalah ucapan syukur.

Renungkan: Orang yang sudah dimerdekakan dalam Kristus, namun berpaling lagi kepada perhambaan dosa, menginjak-injak dan menghina Kristus yang telah menebusnya.

(0.01) (Gal 5:1) (sh: Tetap merdeka atau menjadi hamba? (Rabu, 15 Juni 2005))
Tetap merdeka atau menjadi hamba?


Apa daya tarik ajaran yang menjadikan usaha menaati hukum Taurat sebagai jalan keselamatan yang membuat orang berpaling dari Injil anugerah? Jawabannya: Gengsi. Menerima anugerah berarti mengaku tidak berdaya. Sebaliknya dengan melakukan Taurat berarti bisa membanggakan diri telah mengerjakan keselamatan untuk diri sendiri!

Paulus menghimbau jemaat Galatia untuk kembali setia kepada ajaran Injil sejati dan menolak injil palsu yang mau memperhamba diri mereka pada Taurat (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">1). Orang yang kembali kepada hukum Taurat akan menerima konsekuensi sbb. Pertama, ia ada dalam bahaya di luar keselamatan karena menolak karya Kristus di salib (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">2,4). Baginya Kristus tidak dapat menyelamatkan dirinya. Hanya ia sendiri yang dapat menyelamatkan diri melalui menaati hukum Taurat. Kedua, hukum Taurat menjadi alat pendakwa dirinya karena keselamatannya bergantung penuh kepada kemampuannya menaati secara sempurna hukum tersebut (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">3-4). Jemaat Galatia sudah memiliki anugerah keselamatan itu, maka mereka seharusnya tidak membiarkan diri disesatkan (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">6-9). Namun, Paulus yakin bahwa jemaat Galatia tidak akan murtad. Sebaliknya, mereka akan berjuang melawan penyesat-penyesat itu. Penyesat-penyesat itu harus dibasmi karena kalau tidak mereka akan merusak keharmonisan gereja. Paulus yakin mereka akan dihukum Tuhan (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">10).

Gereja harus berani bertindak tegas terhadap orang-orang yang memaksakan berbagai peraturan sebagai syarat untuk diselamatkan. Kalau hal ini dibiarkan akan menimbulkan kekacauan. Akan ada orang-orang yang menyombongkan diri oleh karena mereka sudah taat melakukan peraturan-peraturan tersebut. Sebaliknya juga akan banyak orang merasa bersalah dan berdosa karena tidak dapat dengan sempurna melakukannya.

Camkan: Setiap ajaran yang menekankan perbuatan menambahi atau bahkan menggantikan kasih karunia hanya akan membuahkan kesombongan dan perpecahan dalam gereja!

(0.01) (Ef 1:1) (sh: Bagaimana bentuk relasi rasul-jemaat? (Kamis, 3 Oktober 2002))
Bagaimana bentuk relasi rasul-jemaat?

Paulus adalah rasul terhadap jemaat Efesus. Lebih dari itu, Paulus menjadi rarul bukan karena diutus oleh jemaat, bukan karena sukarela menawarkan diri untuk pelayanan, melainkan karena kehendak Allah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">1). Kerasulannya menjadi dasar isi surat dan sekaligus menyatakan sifat resmi surat yang ditulisnya. Hubungan Paulus dengan jemaat didasarkan pada relasi formal yakni rasul dan jemaat. Sementara itu jemaat yang menerima surat dilukiskan Paulus sebagai kudus dan percaya. Kudus karena menjadi milik Allah melalui iman pada Yesus. Jemaat Efesus juga dinyatakan sebagai percaya karena memiliki relasi dengan Yesus. Jemaat Efesus telah mendasarkan hidupnya pada Yesus. Dua ciri utama jemaat adalah kudus dan percaya.

Paulus adalah rasul, sedang jemaat adalah kudus dan percaya. Ini dua keadaan dan status yang berbeda. Bagaimana relasi keduanya? Paulus menjelaskan bahwa keduanya terkait karena memiliki dasar yang sama yakni Yesus Kristus. Yesus mempersatukan Paulus dan jemaat Efesus. Paulus dan jemaat masing-masing memiliki dasar yang sama. Paulus adalah rasul Yesus Kristus, sementara jemaat Efesus adalah jemaat Yesus Kristus. Juka Kristus menjadi dasar relasi manusia, maka setiap perbedaan merupakan berkat. Tanpa Kristus setiap perbedaan status, gender, ras, atau etnis dapat menjadi sumber konflik. Di samping itu ada factor lain penghubung Pauus dan jemaat yakni Allah yang dikenal sebagai Bapa. Allah adalah Bapa oleh karena Yesus Kristus. Bapa adalah sumber anugerah dan damai baik kepada Paulus maupun jemaat Efesus. Anugerah adalah inisiatif perbuatan Allah untuk menciptakan damai. Sementara damai adalah bentuk perbuatan Allah yakni menciptakan damai antarmanusia dan manusia dengan Allah.

Kebenaran ini tidak saja menghubungkan Paulus dengan jemaat Efesus, tetapi juga dengan kita kini. Oleh karena Yesus Kristus dan pilihan Bapa atau Paulus, maka kini kita mengakui otoritas surat ini.

Renungkan: Sebagai apakah kita ingin dikenal oleh orang lain? Bagaimana sehari-hari kita mempersepsikan diri kepada orang lain? Apakah kita sudah menjadikan Kristus sebagai dasar relasi dengan orang lain?

(0.01) (Ef 1:11) (sh: Menjadi umat Allah (Sabtu, 5 Oktober 2002))
Menjadi umat Allah

Siapakah umat Allah itu? Paulus menegaskan bahwa umat Allah terdiri dari etnis Yahudi dan juga etnis nonYahudi. Hal ini dijelaskan Paulus dengan mempergunakan pronomia ‘kami dan kamu’. Pronomina ‘kami’ menunjuk pada etnis Yahudi dimana Paulus adalah anggotanya. Sementara pronominal ‘kamu’ menunjuk pada semua etnis di luar etnis Yahudi. Paulus menulis ‘di dalam Dialah kami ... supaya kami (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">11, 12). Kemudian Paulus menulis ‘di dalam Dia kamu juga’ (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">13). Kedua etnis yang berbeda sekarang tidak hanya memiliki dasar yang sama yakni Yesus Kristus (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">11,13), tetapi juga sama-sama berada dalam Kristus, memiliki warisan yang sama dan Roh Kudus yang sama (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">14). Keduanya menjadi satu umat Allah.

Sekarang pertanyaannya bagaimana menjadi umat Allah? Paulus menyebut dua hal yang kelihatannya bertolak belakang. Pertama, kehendak Allah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">5,9,11). Manusia dari segala etinis menjadi umat Allah karena dan oleh kehendak Allah. Persatuan dua etnis yang bertentangan bukanlah keinginan atau hasil usaha manusia. Kedua, pemberitaan Injil (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">13). Tanpa pemberitaan Injil iman tidak mungkin lahir. Jika tidak ada yang memberitakan Injil tidak mungkin etnis Yahudi dan nonYahudi memiliki iman pada Yesus. Injil ini disebut Paulus sebagai Injil keselamatan (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">13). John Stott dengan indah merumuskan relasi kehendak Allah dan pemberitaan Injil: “Pemberitaan Injil adalah satu-satunya sarana yang ditetapkan Allah dalam melepaskan manusia dari kebutaan dan perbudakan mereka yang dipilih-Nya dalam Kristus sebelum dunia dijadikan, membebaskan mereka untuk percaya pada Yesus, dan dengan demikian kehendak-Nya terjadi”. Jelas bahwa memberitakan Injil berarti memberlakukan kehendak Allah. Juga memberitakan Injil menghasilkan persekutuan umat manusia menurut cara yang tidak dapat dibuat oleh usaha-usaha manusia.

Renungkan: Jika umat Allah melintasi semua batas etnis, mengapa di dalam gereja masih dipisahkan tembok etnis? Jika Kristus telah merubuhkan tembok etnis, mengaja gereja justru melakukan tindakan sebaliknya?

(0.01) (Ef 4:1) (sh: Disatukan oleh Kristus (Jumat, 7 November 2003))
Disatukan oleh Kristus

Bhinneka tunggal jika adalah asas yang dianut bangsa kita sebagai upaya untuk mempersatukan keragaman budaya di negeri ini. Jika negara kita disatukan oleh satu asas, apakah yang mempersatukan orang-orang Kristen yang jumlahnya milyaran dengan beragam karakter? Melalui tulisan ini, kita mendapatkan jawaban menarik bahwa orang Kristen dipersatukan oleh panggilan Allah yang dialaskan pada satu tubuh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">4-6). Semua faktor internal dalam kehidupan orang-orang Kristen mengimplikasikan bahwa manusia yang harkat kemanusiaannya yang lama telah rusak, kini berada dalam pendamaian dan penyatuan di dalam Kristus. Jelas bahwa seharusnya tidak ada perpecahan dalam gereja karena itu bertentangan dengan panggilan Allah. Allah memanggil kita untuk menjadi satu, dan kesatuan itu harus dinyatakan dalam praktik hidup kita sehari-hari (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">1-3). Namun, dalam kenyataannya sulit sekali mencegah terjadinya perpecahan di dalam gereja. Sebenarnya, pemicu perpecahan tersebut adalah ketidakseriusan kita memahami arti panggilan Allah. Berbagai perbedaan karakter dan kepentingan dalam jemaat tidak dilihat sebagai “kekayaan umat” yang mempersatukan tetapi dilihat sebagai “kekayaan pribadi” yang mengancam. Paulus mengingatkan dan mengimbau supaya setiap orang Kristen memiliki kehidupan yang berpadanan dengan panggilan-Nya (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">1). Artinya, orang Kristen harus menerapkan sikap rendah hati, lemah lembut, sabar, serta menunjukkan kasihnya terhadap sesama dalam menjalankan kehidupannya baik di tengah-tengah persekutuan gereja maupun di tengah-tengah masyarakat (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">2). Bisa dibayangkan betapa indahnya kehidupan seperti ini bila terjadi di dalam gereja.

Renungkan: Sudahkah hidup kita mencerminkan perpadanan serasi dengan panggilan Allah sehingga Kristus terlihat nyata di dalamnya?

(0.01) (Ef 4:7) (sh: Kesucian umat Allah (Selasa, 15 Oktober 2002))
Kesucian umat Allah

Orang yang percaya pada Yesus harus hidup sesuai dengan panggilannya sebagi umat Allah. Paulus menasihatkan mereka untuk tidak lagi hidup seperti orang yang tidak mengenal Allah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">17). Bagaimanakah hidup orang yang tidak mengenal Allah? Hati mereka yang keras mengakibatkan pikiran sia-sia (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">17), pengertian gelap dan kebodohan, serta jauh dari Allah mengakibatkan mereka hidup di bawah murka Allah. Sehingga hidup mereka serba kacau yang nampak dari pikiran yang tumpul. Dikuasai hawa nafsu dan serakah berbuat cemar (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">19).

Sebagai umat Allah, orang percaya harus hidup suci, karena orang yang percaya Yesus telah belajar mengenal Yesus Kristus, mendengar Kristus dan menerima pengajaran dalam Kristus (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">21). Sentralitas Kristus terlihat jelas. Ini berarti orang percaya menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru, setiap hari dibarui dalam roh dan pikiran (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">23). Tidak ada artinya menyatakan diri sebagai ciptaan baru namun tabiat dan kebiasaan lama masih terus dilakukan. Semua tabiat lama harus dibuang karena manusia lama sudah dibuang. Sekarang orang percaya harus membuang dusta dan berkata benar (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">25). Kebohongan menghancurkan persekutuan umat Allah. Orang percaya harus menguasai diri (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">26-27). Boleh marah, tetapi jangan menjadi angkuh, dendam dan benci. Boleh marah, namun jangan dipelihara dan berkembang tidak terkendali. Boleh marah, tetapi saat marah jangan membiarkan iblis mengubah kemarahan menjadi kekerasan dan kebencian. Orang percaya jangan mencuri tetapi bekerja keras dan jujur (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">28). Jangan mengambil hak dan milik orang lain. Orang percaya mempergunakan mulut untuk membangun sesama (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">29), bukan untuk menghancurkan orang lain (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">30). Orang percaya jangan memiliki relasi yang pahit, geram, marah, pertikaian, dan fitnah dengan sesama orang percaya. Sebaliknya, dalam persekutuan umat hendaklah ada keramahan, kasih dan pengampunan (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">31-32).

Renungkan: Adakah tabiat lama yang harus dibuang hari ini? Mengapa terus memelihara tabiat lama, bila itu berarti menyebabkan kematian?

(0.01) (Ef 5:1) (sh: Hidup sebagai anak terang (Rabu, 16 Oktober 2002))
Hidup sebagai anak terang

Sebagai anak-anak terang, umat Allah hidup dengan meneladani Allah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">1). Sama seperti Yesus yang meneladani Allah demikian juga umat-Nya. Paulus juga mendorong orang percaya untuk meneladani Kristus (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">2). Hidup dalam kasih merupakan bukti nyata meneladani Kristus. Secara khusus, anak-anak terang harus menjauhi perbuatan seksual. Seks adalah pemberian Tuhan dan hanya boleh dinikmati dalam konteks pernikahan. Sehingga setiap perbuatan seks di luar pernikahan harus dihindari.

Tidak hanya perbuatan seks yang dibuang, juga perkataan vulgar dan kotor (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">4). Mengapa? Ada 4 alasan.

1. Orang yang amoral dan vulgar akan dihukum. Segera bertobat untuk menerima pengampunan.

2. Berkaitan dengan hakikat sebagai anak-anak terang (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">8-14). Anak-anak terang tidak pantas berlaku amoral dan vulgar (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">11). Menjauhi perbuatan jahat tidak berarti membuang orang yang melakukannya. Jika orang percaya menjauhi orang jahat, bagaimana ia bisa percaya pada Yesus dan diperbarui? Jika tidak ada yang mengasihi orang yang amoral dan vulgar, siapa yang akan menelanjangi perbuatan tersebut? Perbuatan dan orang yang berbuat adalah dua hal yang berbeda. Perbuatannya harus ditelanjangi agar orangnya bertobat dan datang pada Yesus untuk menerima pengampunan.

3. Anak-anak terang memiliki hikmat untuk hidup sebagai anak-anak terang (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">15-17). Menjadi orang berhikmat berarti mengutamakan kehendak Allah di dalam seluruh hidup (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">17). Perbuatan amoral dan vulgar bukan kehendak Allah.

4. Berhubungan dengan Roh Kudus (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">18-21). Anak-anak terang telah dipenuhi Roh. Ini berakibat lahirnya suatu persekutuan dimana pujian dominan. Dipenuhi Roh berarti dipenuhi ucapan syukur.

Renungkan: Hakikat menentukan fungsi. Artinya, tentara hidup sebagai tentara, atlit hidup sebagai atlit, dan dokter hidup sebagai dokter. Terlihat aneh jika artis hidup sebagai tentara. Adalah tidak benar bila anak-anak terang hidup sebagai anak-anak gelap.

(0.01) (Ef 5:3) (sh: Catatan waktu (Selasa, 11 November 2003))
Catatan waktu

“Waktu” adalah kata yang sulit untuk di definisikan. Akan tetapi, waktu adalah pencatat tercepat yang ada di dunia ini. Waktu mencatat detik demi detik setiap peristiwa sekecil apa pun yang dikerjakan oleh anak-anak terang atau anak-anak gelap. Dengan kesadaran waktu yang sangat tinggi, Paulus memberikan perbandingan kontras antara anak-anak terang dan anak-anak gelap berkaitan dengan moral dan etika mereka yaitu hidup dalam percabulan dan pencemaran dengan hidup sebagai orang kudus (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">3); Hidup dalam berbagai perkataan kotor dengan hidup penuh ucapan syukur (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">4); Hidup seperti orang bebal dengan hidup seperti orang arif (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">15); Hidup dalam pengaruh anggur yang memabukkan dengan hidup yang penuh dengan Roh (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">18). Melalui perbandingan ini Paulus memberitahukan bahwa orang-orang durhaka atau anak-anak yang hidup dalam kegelapan mendapatkan murka Allah, dan anak-anak terang mendapatkan bagian dalam kerajaan Kristus dan Allah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">5-6). Apakah tujuan dari perbandingan ini? Pertama, Paulus tidak ingin jemaat di Efesus tercatat oleh waktu sebagai anak-anak terang yang hidup dalam kegelapan. Kedua, Paulus ingin agar jemaat Efesus menebus waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat. Yaitu, dalam pengertian menggunakan waktu dengan efisien dan efektif untuk pekerjaan dan pelayanan Tuhan, bukan untuk hidup dalam berbagai kecemaran dosa yang menyesatkan dan membawa kepada kebinasaan.

Waktu terus berjalan. Ingatlah bahwa apa yang telah kita perbuat pasti tercatat dalam waktu dan tidak mungkin dapat dihapus oleh siapapun juga.

Renungkan: Apa yang sedang dan akan Anda perbuat atau kerjakan dalam hidup kini? Mintalah kepada Tuhan agar Anda dibimbing-Nya ke arah hidup yang bijaksana sehingga Anda dapat mengerti kehendak Tuhan dalam kehidupan Anda.

(0.01) (Ef 6:1) (sh: Mendidik dan melayani (Kamis, 13 November 2003))
Mendidik dan melayani

Jika kita mencermati keadaan di sekitar kita, masih banyak peristiwa-peristiwa mengenaskan yang terjadi karena ketidakharmonisan relasi dalam keluarga. Misalnya, seorang anak laki-laki tidak menyesal telah membunuh ayah kandungnya. Alasannya, karena ia marah melihat sikap ayahnya yang selalu menyiksa ibu yang dicintainya. Peristiwa ini menginformasikan kepada kita bahwa ternyata ketidakharmonisan hubungan suami isteri berdampak pada sikap anak terhadap orang tua. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya taat dan hormat kepada mereka. Keinginan ini hanyalah ambisi orang tua semata jika anak-anak tidak dididik atau diberitahu caranya. Agar keinginan ini menjadi proyek keluarga, Paulus memaparkan tugas orang tua. Pertama, orang tua, khususnya bapak, bertugas mendidik karena bapak adalah kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Mendidik anak bukan tugas yang mudah, sehingga Paulus memperingatkan supaya didikan orang tua tidak menimbulkan amarah bagi anak-anak (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">4). Anak bukan robot yang hanya menerima dan mengerjakan hal-hal yang yang diinginkan orang tua. Hendaklah para orang tua memperlakukan anak-anak mereka seperti Yesus memperlakukan umat yang Ia kasihi. Begitu pula antara tuan (atasan) dengan hamba (karyawan). Seorang hamba haruslah taat dan melayani tuannya. Sikap seperti hamba inilah yang seharusnya menjadi sikap orang Kristen terhadap Kristus: taat dan melayani Kristus (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">5-7). Sebaliknya, seperti Allah memperlakukan kita, hamba-Nya dengan baik, seperti itu pulalah, tuan-tuan harus memperlakukan para hamba mereka dengan adil dan layak. Dengan demikian tidak akan ada perlakuan sewenang-wenang terhadap para pekerja (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">9).

Renungkan: Didiklah anak-anak kita dalam kasih Allah sebagai pribadi yang utuh. Perlakukanlah pembantu, pekerja, karyawan kita dengan adil dan layak.

(0.01) (Ef 6:10) (sh: Awal kehidupan Kristen (Jumat, 14 November 2003))
Awal kehidupan Kristen

Akhir dari perjalanan seorang anak menyelesaikan pendidikannya di tingkat SD, merupakan awal baginya untuk menempuh jenjang pendidikan SLTP. Di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kesulitan yang dihadapinya pun akan lebih tinggi, begitu seterusnya. Demikian juga bagi seseorang yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan atas hidupnya, pertobatan hanyalah awal dari kehidupannya bersama Kristus. Ia masih harus bertahan hingga mencapai garis akhir dalam menghadapi peperangan rohani.Pada bagian akhir surat Efesus ini Paulus secara tidak langsung mengatakan bahwa mereka baru ada pada awal kehidupan Kristen. Oleh karena itu, orang Kristen dianjurkan untuk mengenakan perlengkapan senjata Allah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">11,13). Mengapa? Oleh karena kita akan berjuang menghadapi musuh yang utama yaitu pemerintah-pemerintah, penguasa-penguasa, penghulu-penghulu dunia yang gelap ini dan roh-roh jahat di udara (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">12). Tujuannya adalah supaya orang Kristen dapat berdiri sampai akhir dalam peperangan rohani ini (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">13). Akan tetapi, kita harus ingat bahwa kita tidak berjuang sendiri. Seluruh komunitas Kristen akan berjuang bersama. Oleh karena itu selain mengenakan perlengkapan senjata Allah (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">14-18), kita harus berdoa dengan konsisten baik untuk diri sendiri maupun untuk mendukung yang lainnya (ayat telah+luput&tab=notes" ver="">18-19). Doa adalah bentuk komunikasi kita dengan Allah. Berdoa menunjukkan kebergantungan kita kepada Allah, dan kebergantungan ini memberikan kekuatan untuk kita memenangkan peperangan ini. Kapan peperangan rohani kita dimulai? Ketika kita percaya kepada Kristus. Kapan peperangan rohani ini berakhir? Ketika Tuhan Allah mengatakan “Hamba yang setiawan, mari masuklah” itulah akhir peperangan rohani kita.

Renungkan: Awal kehidupan Kristen Anda adalah peperangan melawan penguasa-penguasa kegelapan. Bersama dengan Kristus, menangkan peperangan rohani Anda dari hari ke hari.



TIP #04: Coba gunakan range (OT dan NT) pada Pencarian Khusus agar pencarian Anda lebih terfokus. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA