Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 2841 - 2860 dari 3108 ayat untuk sendiri (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.10) (Luk 23:33) (sh: Yesus disalib (Jumat, 9 April 2004))
Yesus disalib

Perjalanan ke penyaliban dilukiskan Lukas dengan jelas sekali (ayat 26-32). Perjalanan Yesus ke tempat penyaliban terhenti oleh dua peristiwa. Yesus sudah tidak mampu memikul kayu salib-Nya, sehingga tentara Romawi memaksa seorang bernama Simon yang berasal dari Kirene memikul salib itu (ayat 26). Peristiwa kedua adalah percakapan Yesus dengan perempuan-perempuan (ayat 28-31). Menyusul narasi perjalanan adalah narasi penyaliban (ayat 33-38), narasi dialog dua penjahat dan Yesus (ayat 39-43) dan narasi respons alam dan manusia terhadap kematian Yesus (ayat 44-49).

Di tempat penyaliban bernama 'Tengkorak' Yesus disalibkan. Bersama Yesus turut disalibkan dua orang penjahat (ayat 33). Meski disalibkan dengan tidak adil Yesus mengampuni orang-orang yang menyalibkan-Nya. Tindakan demikian merupakan demonstrasi nyata pada apa yang Yesus ajarkan sebelumnya (Luk. 6:29,35). Di bukit “Tengkorak” itu tentara-tentara memperebutkan jubah Yesus (ayat 34) dan orang banyak mengolok-olok-Nya (ayat 35-38). Tiga kali olokan yang mengejek ketidakmampuan Yesus menyelamatkan diri sendiri ditujukan kepada Yesus (ayat 35,37,39). Kebutaan rohani menyebabkan pengejek tidak melihat karya keselamatan yang dilakukan Yesus. Orang banyak tidak dapat menerima bahwa Sang Mesias harus mati di kayu salib. Ejekan ketiga datang dari salah seorang penjahat yang turut disalibkan bersama Yesus (ayat 39).

Penjahat ini setuju dengan ejekan orang banyak yang didengarnya. Penjahat yang lain menyadari bahwa Yesus disalib meski tanpa kesalahan apapun. Penjahat itu menyadari ketidakadilan yang dialami Yesus sehingga ia menegur penjahat yang mengejek Yesus. Terhadap ejekan orang banyak ia tidak memberi respons. Tetapi kepada ejekan penjahat yang satunya ia memberi respons yang tegas. Lalu, ia memohon kepada Yesus untuk mengingatnya (ayat 42).

Camkanlah: Yesus telah mendemonstrasikan kasih sempurna. Kasih yang memaksa Yesus untuk tetap tinggal di kayu salib.

(0.10) (Yoh 4:1) (sh: Yesus mengangkat harkat perempuan (Selasa, 1 Januari 2002))
Yesus mengangkat harkat perempuan

Dalam berbagai masyarakat, kaum perempuan sering tidak mendapatkan perhatian atau perlakuan yang baik. Tidak jarang mereka direndahkan bahkan dilecehkan. Mereka kerap kali tidak diperlakukan sebagai manusia, melainkan dianggap sebagai benda yang tidak memiliki hak dan martabat. Bagaimana perlakuan Tuhan Yesus terhadap perempuan?

Pada narasi sebelumnya rasul Yohanes memperhatikan secara khusus kaum laki-laki. Namun, ia tidak mengabaikan kaum perempuan. Sekarang secara khusus Yohanes menceritakan tentang seorang perempuan. Siapakah dia? Mari kita berkenalan dengannya. Tidak diberitahu kepada kita siapa namanya. Daerah asalnya kelihatan lebih penting ketimbang nama pribadinya. Ia adalah seorang perempuan dari Samaria (ayat 7,9). Kombinasi perempuan dengan Samaria merupakan dua hal yang paling tidak disukai orang Yahudi (ayat 9). Masyarakat di mana ia tinggal juga terlihat tidak menyukainya. Biasanya kaum perempuan mengambil air pada pagi hari atau sore hari secara bersama-sama. Perempuan ini mengambil air sendirian untuk menghindari orang lain (ayat 6). Mengapa? Kehidupan moralnya, tidak seperti Nikodemus, rendah sekali. Ia sekarang hidup bersama dengan seorang laki-laki tanpa nikah (ayat 18). Sebagai perempuan yang berasal dari Samaria ia tidak disukai orang Yahudi. Sebagai perempuan dengan moral yang rendah ia tidak disukai masyarakatnya sendiri. Jika demikian siapa yang menerimanya? Tuhan Yesus!

Tuhan Yesus dengan sengaja melintasi daerah Samaria untuk menemui perempuan yang sesungguhnya membutuhkan air hidup lebih dari air untuk kelangsungan hidup jasmaninya (ayat 4,7). Tuhan Yesus mengambil inisiatif membuka pembicaraan (ayat 8). Meski awalnya perempuan itu tidak memahami arti air hidup yang Yesus tawarkan kepadanya (ayat 10), dengan sabar Tuhan Yesus membimbingnya tiba pada pengertian seperti yang Tuhan maksudkan (ayat 14).

Renungkan: Tuhan Yesus memperlakukan perempuan dengan baik dan mengangkat derajat dan martabatnya. Ia tidak memberikan perlakuan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Mengapa kita masih memperlakukan perempuan seperti sebuah benda?

(0.10) (Yoh 7:37) (sh: Respons panggilan (Minggu, 17 Januari 1999))
Respons panggilan

Banyak orang mengikut Tuhan Yesus, menikmati mukjizat-Nya dan mendengar ajaran-Nya, namun mereka masih terus bertanya: "Siapakah Dia sebenarnya?" Mereka tidak mau mendengar dan menerima jawaban Tuhan Yesus, karena telah merumuskan jawaban berdasarkan pengertian mereka sendiri. Undangan penuh kasih sayang dari Tuhan Yesus (37) mendapatkan respons dari berbagai kalangan. Respons pertama pertama (40): ada yang mulai meyakini Dia adalah Mesias. Kedua (41a): ada yang berani mengungkapkan keyakinan bahwa Dia adalah Mesias. Ketiga (41b, 42): ada yang masih ragu karena salah menduga tempat kelahirannya di Galilea. Keempat (43): mereka yang berdiskusi dan berdebat tentang Dia. Kelima (44): ada yang berhasrat kuat untuk menangkap Dia, meski tidak berani. Keenam (46): sikap para penjaga Bait Allah yang mengagumi dan menghormati Tuhan Yesus, sehingga berani untuk tidak mematuhi perintah menangkap Dia. Ketujuh (47-49): kelompok Farisi yang berkeras hati dan sombong, tetap menolak Dia. Kedelapan (50): Nikodemus, yang berani menyatakan keyakinan pribadi melawan mayoritas, menunjukkan kerinduan mengenal Tuhan Yesus.

Hati yang mengalirkan air hidup. Masih ada satu kelompok lagi, yakni kelompok kesembilan, mereka yang menerima panggilan-Nya dan datang kepada-Nya. Mereka yang haus akan kasih Allah dan merindukan kebenaran-Nya. Betapa indah menerima panggilan Tuhan Yesus, yang mengundang kita secara pribadi. Dia memanggil kita supaya kita menerima kasih dan penghiburan-Nya. Dalam keterikatan kuasa dosa, hidup tanpa arti, kekeringan rohani, Sang Juruselamat menganugerahkan hidup yang mengalirkan sukacita dan damai. Betapa pun kita telah jatuh dan tenggelam dalam dosa, bila kita mau datang kepada-Nya dengan penyesalan tulus, undangan kasih dan pengampunan-Nya tersedia bagi kita.

Renungkan: Seandainya saya berada di "sana" pada waktu itu, apakah respons saya terhadap panggilan Tuhan Yesus?

(0.10) (Yoh 11:45) (sh: Sidang agama merencanakan pembunuhan (Senin, 4 Maret 2002))
Sidang agama merencanakan pembunuhan

Perikop ini merupakan kelanjutan peristiwa penampakan kuasa Yesus memberi hidup dengan membangkitkan Lazarus dari kubur. Para pelayat yang menjadi saksi mata sebagian menjadi percaya kepada Yesus (ayat 45). Tetapi, ketika sebagian mereka melaporkan peristiwa itu kepada orang-orang Farisi, Sanhedrin bersidang. Sanhedrin adalah mahkamah agama tertinggi untuk orang Yahudi, terdiri dari orang Farisi dan Saduki, para imam, dan pemuka umat. Sidang perlu diadakan sebab mereka melihat bahwa situasi yang Yesus akibatkan melalui membangkitkan Lazarus sudah menjadi krisis. Yesus semakin tenar dan semakin memiliki banyak pengikut. Hal tersebut dapat mengundang bahaya bagi keamanan apabila penjajah Roma mengetahuinya. Dua kali mereka menunjukkan keprihatinan tentang “bait Allah kita” dan “bangsa kita”. Tetapi, sebenarnya yang sedang mereka pikirkan adalah status dan popularitas mereka sendiri.

Di tengah persidangan itu Kayafas bicara. Ucapannya jelas sekali menunjukkan sikap ingin menyingkirkan semua hal yang mengganggu kekuasaan mereka, termasuk Yesus sekalipun (ayat 50-52). Tetapi, ucapannya itu sekaligus bernilai nubuat sebab dalam pengertian Yohanes, Kayafas telah menyampaikan hal tentang penyelamatan. Maksud Kayafas, membunuh Yesus berarti menyelamatkan orang Yahudi dari hukuman Roma bila gerakan para pengikut Yesus semakin besar dan diartikan sebagai pemberontakan. Tetapi, dalam sudut pandang Yohanes, yang Kayafas katakan menyangkut cara Allah menyelamatkan manusia melalui kematian Yesus. Untuk Yohanes, salib Yesus bukan saja penyataan Allah, tetapi juga penyelamatan dari Allah (bdk. 1:29). Ucapan Kayafas tentang keselamatan itu dalam catatan Yohanes menggunakan kata bangsa, bukan umat. “Umat” adalah kata untuk Israel sebagai umat pilihan Allah. Dengan tidak menggunakan istilah ini, Yohanes ingin menegaskan bahwa pikiran Kayafas politis saja sifatnya dan dengan itu, Israel memang telah berhenti dari kedudukan sebagai umat Allah.

Melalui itu, upaya memburu dan membunuh Yesus menjadi resmi dijalankan.

Renungkan: Kita perlu belajar melihat pertarungan antara kuasa Allah dan kuasa kejahatan dalam perspektif kedaulatan Allah dan kemenangan Kristus.

(0.10) (Yoh 12:44) (sh: Firman Tuhan yang menghakimi manusia (Minggu, 10 Maret 2002))
Firman Tuhan yang menghakimi manusia

Sabda Yesus yang sangat tajam disampaikan pada penampilan terakhir-Nya di muka umum. Mulai pasal 13, Ia hanya bertemu dan berbicara eksklusif dengan para murid-Nya. Seluruh ucapan terakhir-Nya ini bukan lagi undangan agar percaya, tetapi peringatan akan penghukuman Ilahi bagi mereka yang menolak Dia. Dalam bagian ini, Yesus menelanjangi dua kelompok orang tidak beriman. Pertama, mereka yang mendengar sabda-Nya, namun tidak menaatinya (ayat 47). Contohnya adalah kelompok yang mengizinkan dorongan untuk beriman dikalahkan oleh dorongan untuk diterima manusia (ayat 42-43). Kedua, mereka yang terus-menerus menolak Yesus dan ajaran-Nya (ayat 48). Mereka akan dihakimi oleh firman Yesus sendiri di akhir zaman.

Janji dan firman yang sama yang mengandung hidup adalah juga peringatan dan hakim bagi mereka yang tidak hidup di dalam-Nya. Ucapan ini sebenarnya bukan saja peringatan keras, tetapi juga menegaskan wibawa Ilahi dan kuasa kekal firman yang Yesus ucapkan. Dengan kata lain, kini penegasan akan ke-Allah-an Yesus dinyatakan di dalam peringatan tentang hukuman ini. Di akhir zaman kelak setiap mulut akan mengaku, setiap lutut akan bertelut bahwa Yesus sungguh Tuhan (Flp. 2:10), entah pengakuan itu lahir dari kesukaan iman atau karena ketakutan orang tanpa iman.

Peringatan ini bukan saja berlaku bagi orang-orang bukan Kristen. Wajib kita memeriksa diri apakah kita sudah sungguh hidup sepenuhnya dalam ketaatan pada firman-Nya.

Renungkan: Kesatuan Kristus dengan Allah membuat-Nya memiliki hak dan wibawa mengucapkan firman yang menuntut pengambilan sikap yang jelas oleh para pendengar-Nya.

Bacaan untuk Minggu Sengsara 5

Yesaya 43:16-21

Filipi 3:8-14

Lukas 22:14-30

Mazmur 28:1-3,6-9

Lagu:

Kidung Jemaat 362

PA 1

Yohanes 12:20-26

Perikop ini adalah kelanjutan dari peristiwa yang menggemparkan saat Yesus masuk kota Yerusalem. Di antara orang-orang yang akan ke Yerusalem untuk beribadah terdapat orang-orang Yunani. Mereka adalah orang-orang non-Yahudi yang sudah memeluk agama Yahudi, percaya kepada Yahweh, Allah yang hidup, dan menaati hukum Taurat. Mereka telah meninggalkan kepercayaannya yang lama, tidak lagi menyembah berhala nenek moyang mereka. Kelompok orang seperti ini dapat ditemui di PB: Kornelius perwira tentara Romawi, yang takut akan Allah (Kis. 10-11) dan Lidia penjual kain ungu yang bertemu rasul Paulus di Filipi (Kis. 16:14). Kelompok orang Yunani ini ingin sekali bertemu dengan Yesus. Mereka tidak berani langsung bertatap muka dengan-Nya. Tetapi, mereka minta pertolongan Filipus karena Filipus adalah nama Yunani. Ternyata harapan mereka tidak salah. Filipus meresponi dan menyampaikan maksud baik itu kepada Andreas. Mereka berdua lalu datang kepada Yesus.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

Siapakah orang-orang Yunani yang ingin bertemu dengan Yesus? Mengapa mereka tidak langsung bertemu dengan Yesus, tetapi harus melalui perantara, yaitu Filipus? Mengapa mereka memilih Filipus untuk menjadi penyambung lidah mereka (ayat 21)?

Bagaimana sikap Yesus terhadap permohonan orang Yunani yang disampaikan oleh Filipus dan Andreas (ayat 23-24)? Apa maksud Yesus dengan ucapan-Nya tentang sebiji gandum yang jatuh ke tanah, mati, dan berbuah banyak (ayat 24)? Apa hubungan ucapan itu dengan keberhasilan dan perluasan misi-Nya? Dengan syarat menjadi murid-Nya?

Dengan memperhatikan peristiwa-peristiwa sebelum ini, mengapa orang banyak tetap tidak paham dan tidak mengakui Yesus? Mengapa Yesus tidak memenuhi keinginan mereka agar Dia bicara lebih jelas? Pelajaran apa yang kita lihat di sini tentang prinsip pertumbuhan rohani? Tentang prinsip menghadapi penyoalan orang terhadap Injil?

Kemuliaan macam apakah yang Yesus terima? Jelaskan konsep kemuliaan dari ucapan Yesus dalam bagian ini! Apa dampak memiliki konsep seperti itu ke dalam hidup kita?

(0.10) (Yoh 18:38) (sh: Tak ada kesalahan (Kamis, 28 Maret 2002))
Tak ada kesalahan

Pilatus tak menemukan kesalahan pada Yesus karena Dia memang tak bersalah (ayat 38). Tetapi, orang Yahudi tetap meminta supaya Dia dihukum mati (ayat 40). Karena untuk Pilatus pertimbangan keamanan dan stabilitas politik jauh lebih utama maka ia rela mengambil keputusan yang bertentangan dengan kebenaran, bahkan menumpas hati nuraninya sendiri. Itulah jahatnya kuasa bila tidak dikontrol oleh kebenaran.

Maka, mulailah penyesahan itu. Yesus dicambuki, dicaci, dipermalukan. Pernahkah Anda dipermalukan dengan cara ini? Pernahkah muka Anda diludahi? Tuhan pernah! Itu semua demi untuk menyelamatkan kita. Itulah pengorbanan-Nya demi kasih-Nya kepada kita. Kita mendapatkan selamat, Tuhan yang menderita. Padahal sebenarnya tak satu pun dari kita layak beroleh kebaikan Tuhan itu. Dia rela berkorban menebus hidup orang-orang jahat seperti kita dengan sengsara-Nya. Dari kerelaan berkorban pada Yesus inilah mengalir keajaiban sikap Kristen yang bersedia berkorban untuk kepentingan dan kebaikan orang lain.

Memilih yang salah. Barabas yang salah dibebaskan, tetapi Yesus yang tidak salah harus disalibkan. Sulit dipahami, mengapa orang lebih suka memilih yang salah daripada yang benar. Tetapi, itulah kenyataan dunia. Yang salah, namun memuaskan diri, lebih disenangi daripada yang benar, tetapi tidak memuaskan nafsu angkara murka. Pilihan yang salah memang mungkin membuat kita senang, cuma kesenangannya hanya sesaat. Setelah itu kehancuran hebat akan segera menyusul. Pilihan untuk memuaskan kebanggaan diri dan pembalasan dendam selalu membawa pada pilihan yang salah.

Tetapi, di sinilah indahnya dan ajaibnya rencana dan karya Allah. Keputusan salah manusia menjadi pelaksanaan dari rencana dan keputusan Ilahi. Bila demikian halnya, apakah pengkhianatan Yudas dan keputusan jahat para pemimpin Israel dan Pilatus menjadi benar karena melalui mereka rencana Allah telah digenapi? Tidak! Rencana Allah berjalan melalui mereka, tetapi mereka sadar ketika melakukan kejahatan itu dan bertanggung jawab atasnya sebab manusia bukan boneka.

Renungkan: Kita harus menyambut rencana Allah secara aktif supaya kita menjalani rencana-Nya di pihak-Nya.

(0.10) (Yoh 21:20) (sh: Ikutlah Aku! (Minggu, 7 April 2002))
Ikutlah Aku!

Kalau sebelumnya Tuhan menubuatkan penyangkalan dan pemulihan Petrus (ayat 13:37-38), kini Tuhan menubuatkan bahwa Petrus akan menggenapi ucapan untuk sedia mati bagi Tuhan, tetapi dalam rencana dan anugerah Allah. Kini saatnya Petrus belajar taat dan mengasihi Tuhan secara penuh bahkan dengan risiko mati sekali pun. Tak seorang pun manusia mudah menerima kematian begitu saja. Petrus pun perlu anugerah dan waktu untuk dapat menerima hal tersebut. Gembalanya yang baik telah digiring ke pembantaian untuknya. Petrus pun mendapat kehormatan untuk mati karena Tuhannya. Dalam tradisi Gereja, dituturkan bahwa Petrus mati disalibkan dalam posisi terbalik, kepala di bawah kaki di atas karena merasa tidak layak disalib dalam posisi sama seperti Tuhannya.

Murid yang dikasihi Yesus tidak lain adalah Yohanes sendiri. Bila ditilik dari sejarah, maka Yohanes telah mencapai usia lanjut pada waktu itu dan mati lama kemudian sesudah uzur. Agaknya Petrus ingin tahu apa yang akan dialami oleh Yohanes di masa yang akan datang (ayat 21). Tetapi, jawaban untuk Petrus jelas, “tetapi engkau ikutlah Aku” (ayat 22). Yesus ingin mengingatkan Petrus sesudah ia dipulihkan, bahwa untuk mengikut Yesus orang tak boleh terpengaruh kondisi atau keadaan orang lain. Mungkin ada yang mengalami kehidupan mudah, sementara yang lain harus menderita. Mengikut Yesus haruslah dengan sebulat hati, apa pun risikonya. Orang juga harus setia pada tugas apa pun yang Tuhan percayakan. Petrus dipercaya sebagai ‘gembala domba’ sementara Yohanes menjadi saksi akan karya Yesus.

Renungkan: Kemuliaan kita bukan terletak pada kemudahan dalam ukuran manusia. Entah menderita sampai mati atau hidup sambil ambil bagian dalam derita, kita dipanggil untuk menjalaninya dengan suka dan setia.

Bacaan untuk Minggu Paskah 2

Kisah Para Rasul 5:12-16

Wahyu 1:9-13,17-19

Yohanes 21:1-14

Mazmur 149

Lagu:

Kidung Jemaat 408

PA 5 Yohanes 21:15-25

Tugas terberat yang harus dijalani seorang pemimpin ialah memastikan bahwa estafet kepemimpinan untuk menggenapi misi dan menjalankan tugas-tugas terkait berjalan baik. Kesulitan bisa disebabkan beberapa faktor. Faktor beratnya tugas bisa merupakan sebab pertama. Faktor kekurangmampuan orang adalah sebab lainnya. Faktor kelebihan pemimpin dalam kemampuan dan integritas dirinya pun bisa menjadi sebab sulitnya pengalihtugasan terjadi dengan baik karena kesenjangan dengan kader yang disiapkan terlalu lebar. Ketika Tuhan Yesus memandatkan penyebaran Injil keselamatan kepada para murid-Nya, ketiga faktor tersebut hadir dan dapat menyulitkan kelangsungan misi Yesus di dunia. Namun demikian, di bagian akhir catatan Yohanes, kita menyaksikan bagaimana Tuhan bertindak menyingkirkan semua masalah tadi.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

Kesenjangan apa saja yang ada antara Yesus dan kondisi para murid? Hal-hal apa dalam diri Yesus yang bisa membuat para murid-Nya sulit untuk meneruskan pola pelayanan-Nya? Hal-hal apa dalam diri para murid yang masih bisa merintangi mereka menerima misi dari Tuhan?

Bagaimana kondisi para murid waktu itu (ps. 20-21)? Pikirkan juga kondisi masing-masing murid seperti Tomas, Petrus, dan Yohanes. Hal apa yang kita pelajari tentang sifat dan cara Yesus meyakinkan mereka tentang Yesus sebagai sumber tak terbatas baik bagi kekurangan mereka maupun dalam tugas mereka kelak? Begitukah juga kita menempatkan Yesus dalam pelayanan kita?

Apa problem Petrus dan apa tugas yang Tuhan ingin percayakan kepadanya? Bagaimana isi dan cara bertanya Tuhan membimbing Petrus menuju pertobatan dan pemulihan sejati? Mengapa Yesus bertanya sampai tiga kali? Apa maksud Yesus mengubah dari kasih Ilahi dalam dua yang pertama ke kasih kodrati dalam yang terakhir? Apa yang Petrus sadari sampai ia menangis?

Bagaimana urutan prioritas yang harus Petrus jalani: mati bagi Tuhan, mengasihi Tuhan, setia mengikut Tuhan, dan menggembalakan menjalani misi dari Tuhan? Bagaimana Anda melihat para pelayan Tuhan kini melihat hal tersebut?

Pengantar Mazmur 93-111

Menurut tradisi orang Yahudi dalam Midrash Tehillim, “Seperti Musa memberi lima kitab taurat untuk Israel, demikian pun Daud memberi lima kitab mazmur untuk Israel.” Kelima bagian tersebut adalah pasal 1-41, 42-72, 73-89, 90-106, dan 107-150. Dengan demikian, bacaan kita kali ini terambil dari bagian akhir kitab IV dan permulaan kitab V. Bila struktur isi kitab I-III menegaskan kegagalan perjanjian dengan garis kerajaan Daud yang berakhir dalam pembuangan, kitab IV-V adalah respons terhadap kegagalan teresebut. Jadi, kitab IV dan V menekankan pemerintahan Allah. Di dalam tema utama inilah kita jumpai mazmur-mazmur penobatan Allah sebagai Raja dalam pasal 93-99, sedangkan pasal 100-111 terdiri dari berbagai mazmur yang juga menekankan berbagai aspek sifat dan tindakan Allah terhadap umat-Nya atau yang menyerukan berbagai respons setimpal umat terhadap sifat-sifat Allah.

Mazmur-mazmur penobatan Allah sebagai Raja menegaskan bahwa yang sesungguhnya Raja adalah Allah. Pasal 94 yang tidak secara eksplisit menyebut Allah sebagai Raja, menekankan sisi Allah sebagai Hakim dan berfungsi mengikat mazmur-mazmur penobatan Allah sebagai Raja dengan Mazmur 90-92. Hal ini penting sebab salah satu tekanan dari ke-Raja-an Allah adalah penegakan keadilan dan kebenaran. Tujuan kitab IV adalah menjawab krisis yang dialami Israel di pembuangan dan mazmur-mazmur penobatan Allah sebagai Raja menjadi pola konsep bagi pembangunan kembali umat yang pulang dari pembuangan.

Allah sang Raja sejati itu memerintah kekal, adil, benar, menaklukkan dan menghukum kejahatan, memerintah bukan saja Israel, tetapi seluruh kosmos dengan serasi. Saat Anda merenungkan mazmur-mazmur tersebut, Anda akan menemukan tema-tema tertentu yang diulang tentang sifat Allah dan sifat pemerintahan-Nya, dengan masing- masing pasal menekankan hal tertentu tentang ke-Raja-an Allah. Dengan Allah sebagai Raja, tidak saja ada harapan bagi dunia ini, tetapi juga ada kehidupan umat yang penuh pujian dan pengabdian. Kita segera sadar bahwa mazmur-mazmur ini menghidupkan pengharapan pada penggenapan eskatologis Kerajaan Allah ketika Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya kelak.

Mazmur-mazmur berikutnya adalah respons terhadap pengakuan bahwa Allah adalah Raja. Karena tema Allah sebagai Raja merupakan poros teologis seluruh mazmur, maka tema tersebut dan respons terhadapnya kita jumpai pula dalam pasal 100-111.

Mazmur 100 menggemakan pasal 2, dan mewakili seluruh mazmur berikutnya yang menyerukan penyembahan sepenuh hati kepada Allah saja. Mazmur 101-102 adalah ratapan agar ketaatan kepada Allah menjadi semangat utama para pemimpin umat. Mazmur 103-106 merefleksi balik pada model kepemimpinan Allah dalam zaman Musa. Mazmur pembuka kitab V, yaitu pasal 107, memaparkan kepada umat tentang kasih setia Allah yang kekal, sebagai tema yang juga bergema dalam sisi lainnya di pasal 108 dan 109.

Pemerintahan Allah itu beroleh wujud di dalam raja mesianis di pasal 110 dan yang diresponi dalam ucapan syukur dalam pasal 111. Respons kepada Allah itu tidak saja menekankan kelayakan Allah dalam kemuliaan dan kebaikan-Nya untuk menerima penyembahan dan pengabdian umat, tetapi sekaligus juga memberi kerangka bagi umat untuk beroleh jati diri yang benar untuk hidup tepat dalam dunia ini (bdk. pasal 103). Respons tersebut bahkan mencerminkan keteraturan dunia yang diatur Allah seperti yang secara puitis diungkapkan dalam bentuk akrostik yang sangat indah dalam pasal 111 dan 112 (baris-baris puisi dalam kedua mazmur ini dimulai dengan abjad-abjad Ibrani dalam urutannya).

Ketika Anda mendalami makna mazmur-mazmur ini, ingatlah untuk selalu mengaitkan perspektif Allah Israel dengan Allah di dalam Yesus Kristus dan kita sebagai Gereja. Ingatlah juga untuk menempatkan mazmur-mazmur ini dalam rentang waktu konteks zaman itu sambil mengikutsertakan kondisi kita kini dan pengharapan akan kedatangan Kerajaan Allah kelak.

Di dalam Kristus yang telah mati, bangkit, memerintah di surga, dan kelak akan datang kembali untuk mewujudkan pemerintahan total dan kekal Allah atas segala sesuatu, kita belajar meresponi kenyataan dunia sehari-hari kini dengan takut akan dan kasih kepada Allah, syukur dan percaya kepada-Nya, memiliki pengharapan yang hidup akan kemenangan-Nya yang mengalahkan mutlak semua anasir kejahatan. Dengan demikian, dalam perspektif tema mazmur-mazmur ini, kita sudah mulai menghayati hidup sebagai ibadah yang hidup bagi Sang Raja dalam suasana surgawi.

(0.10) (Kis 1:12) (sh: Dua belas (Sabtu, 7 Juni 2003))
Dua belas

Sebagian orang menganggap bahwa Alkitab menarik karena penuh dengan angka-angka. Bagi mereka angka-angka tersebut dapat diolah sehingga menghasilkan angka baru, misalnya tanggal kedatangan Yesus dll. Padahal, angka-angka Alkitab, selain memberikan informasi jumlah, sering bersifat simbolis, bukan untuk diutak-atik seenaknya. Mengapa para rasul merasa perlu menambahkan satu orang untuk menggantikan Yudas? Apa lagi mengingat bahwa tidak ada penggantian rasuli ketika Yakobus anak Zebedeus dibunuh dua belas pasal kemudian (Kis. 12:1). Nas ini menyediakan jawaban yang patut digali.

Pertama, bilangan kedua belas murid bukanlah penanda status, seakan- akan merekalah petinggi yang tertinggi dari gereja mula-mula setelah Yesus sendiri. Yesus memanggil mereka untuk menjadi saksi, dan bilangan kedua belas murid punya hubungan erat dengan pemahaman kedua belas suku Israel sebagai bagian dari Kerajaan Allah (bdk. janji Yesus dalam Luk. 22:30). Kedua, pemilihan pengganti Yudas mereka lakukan dalam ketaatan dan penantian. Bukan karena alasan "tidak enak rasanya kalau hanya sebelas." Matias dipilih karena kehendak Allah. Tidak ada ketergesaan dari para rasul untuk memilih pengganti Yudas, malah selama penantian Pentakosta mereka bertekun dalam doa (ayat 14). Para calon hanya mereka yang benar-benar menjadi saksi langsung pelayanan Tuhan Yesus, dari baptisan hingga kebangkitan-Nya (ayat 21-22). Proses pemilihannya pun dimulai dengan doa penyerahan kepada Allah dan melalui undi ala urim dan tumim (ayat 24-26). Karena itu, angka dua belas di dalam nas ini bukanlah angka keramat. Angka dua belas dalam nas ini adalah angka dari teladan ketaatan dan penyerahan rasuli kepada kehendak Allah.

Renungkan: Bahkan dalam hal yang kelihatannya logis dan jelas diperlukan, penting bagi kita untuk lebih dahulu mencari kehendak Allah.

(0.10) (Kis 2:22) (sh: Alasan yang terutama (Selasa, 10 Juni 2003))
Alasan yang terutama

Yesus dari Nazaret adalah Tuhan dan Kristus/Mesias (ayat 22, 36). Bagi telinga Yahudi, tidak ada lagi yang lebih vulgar dan kurang ajar dari pada kata-kata Petrus ini. Rabi Yeshua (bahasa Ibrani/Aram untuk Yesus) disamakan dengan Tuhan. Memang ia berkuasa membuat mukjizat-mukjizat (ayat 22), tetapi Tuhan? Satu lagi, apa mungkin daerah kampungan seperti Nazaret di Galilea memunculkan dari Sang Kristus atau Mesias yang lama dinantikan Israel? Namun mereka juga telah melihat apa yang terjadi kepada para murid yang percaya kepada Yesus, dan mendengar apa yang diberitakan mereka.

Inilah yang ingin diberitakan Petrus, yaitu bahwa Yesus yang telah disalibkan oleh orang-orang Yahudi sendiri itulah yang kini menggenapi janji Allah tentang seorang Mesias dari keturunan Daud (ayat 30-31). Ia yang telah mereka salibkan itu telah bangkit, dan para murid adalah saksinya (ayat 32). Allah meninggikan Dia begitu rupa, sehingga karena Yesus sang Mesias yang telah bangkit itulah Roh Kudus dicurahkan (ayat 33). Para murid mampu berkata-kata di dalam berbagai bahasa (xenolalia) karena Yesus adalah Tuhan dan Mesias.

Pemberitaan Petrus menempatkan Yesus Kristus sebagai alasan yang terutama mengapa Roh Kudus dicurahkan. Karya Roh Kudus, pemberitaan yang dilakukan oleh para murid termasuk Petrus, semuanya berujung kepada memuliakan Yesus yang telah ditinggikan oleh Allah Bapa. Karena itu, tugas Kristen sebagai murid Yesus dan penerima Roh Kudus dalam dirinya adalah bersaksi dan memuliakan nama Yesus melalui kesaksiannya. Resapi nas ini, karena ia memberi contoh bagaimana bersaksi tentang Yesus, Tuhan dan Sang Kristus.

Renungkan: Mereka yang mengasihi Kristus adalah mereka yang mengerti siapa Dia dan pengajaran-Nya, dan yang memberitakan kabar baik tentang-Nya.

(0.10) (Kis 4:32) (sh: Mengasihi Tuhan, memberi kepada sesama (Selasa, 17 Juni 2003))
Mengasihi Tuhan, memberi kepada sesama

Allah mengasihi kita, manusia berdosa, dan Ia menunjukkan kasih- Nya kepada kita melalui pengurbanan-Nya di kayu salib. Don Richardson utusan Injil ke Papua berhasil mengadaptasi budaya "anak perdamaian" masyarakat Papua untuk mengkomunikasikan kebenaran ini. Don Richardson menyampaikan berita Injil bahwa Tuhan telah memberikan putra tunggal-Nya Yesus Kristus kepada manusia untuk mendamaikan manusia dengan diri-Nya. Pengurbanan Allah yang besar merupakan wujud kasih-Nya kepada kita.

Orang Kristen mula-mula, seperti Barnabas, memiliki kasih yang besar kepada Tuhan dan sesamanya. Itu sebabnya mereka rela membagikan harta milik mereka tanpa pamrih. Tidak mudah untuk menganggap harta milik pribadi sebagai harta milik bersama karena bukankah lebih mudah jika harta bersama diperlakukan sebagai harta pribadi? Inilah sifat dosa yang tersisa dalam diri kita.

Tuhan berwawasan luas sekaligus pribadi. Ia mengasihi dan menjaga kita satu per satu, namun secara pribadi Ia berelasi dengan kita, seakan-akan di dunia ini tidak ada orang lain kecuali kita. Mata-Nya memandang semua umat manusia dan rencana keselamatan-Nya untuk semua, bukan hanya kita. Ia bekerja melalui kita untuk semua dan Ia menginginkan agar kita menjadi saluran berkat, bukan penampung berkat.

Tuhan menyenangi dan mengasihi anak-anak-Nya yang berhati luas; Ia tidak menyukai hati yang sempit. Hati yang luas adalah hati yang memandang kepada Tuhan, bukan manusia. Kadang kita tidak rela memberi sebab kita mengarahkan mata pada calon penerima; ingatlah bahwa penerima akhir pemberian kita adalah Tuhan sendiri.

Renungkan: Tuhan memberi, bukan sekadar menitipkan, namun Ia pun meminta kita untuk memberi, bukan sekadar menitipkan.

(0.10) (Kis 7:23) (sh: Menyikapi penolakan (Minggu, 6 Juni 1999))
Menyikapi penolakan

Ketika Anda berniat menunjukkan sikap peduli dan penuh perhatian kepada seseorang atau sekelompok orang, tetapi niat baik Anda tersebut ditolak, kecewakah Anda? Mungkin ya; dan setelah itu kita sulit mempertahankan sikap yang peduli dan penuh perhatian. Hati kita penuh amarah, mungkin juga dendam. Dalam situasi demikian, mampukah Anda tetap melihat panggilan Tuhan bagi diri Anda untuk menjadi alat-Nya? Kita akan melihat bagaimana Stefanus memaparkan keteguhan sikap Musa meskipun ditolak, dan bagaimana Allah tetap pada kepastian melibatkan Musa dalam rencana-Nya menyelamatkan umat-Nya.

Memperhatikan saudara sebangsa. Hidup bergelimang kemewahan dan kesenangan menjadi dambaan banyak orang. Perjalanan sejarah kehidupan manusia membuktikan bahwa hanya sedikit orang yang mau meninggalkan kemewahan atau kesenangannya demi menolong orang lain. Stefanus menyaksikan apa yang telah diperbuat Allah bagi nenek moyang Israel, Musa ketika berusia 40 tahun. Selama 40 tahun pertama hidup di istana Firaun, Musa tidak terbuai dalam kemewahan dan kesenangan yang tersedia di istana. Bahkan ia prihatin akan hidup sengsara saudara-saudaranya di luar istana (23). Sikap peduli ini sangat menonjol ketika ia harus keluar dari kehidupan mewah di istana demi membela saudara sebangsanya yang dianiaya oleh orang Mesir (24).

Penolakan manusia dan kepastian rencana Allah. Sikap peduli Musa ternyata bukan jaminan bahwa dia akan diterima dengan baik oleh saudara-saudara sebangsanya. Ini terlihat ketika niat Musa untuk yang kedua kalinya mencoba mendamaikan dua saudara sebangsanya yang sedang berkelahi ditolak. Dengan penuh kekecewaan, Musa meninggalkan Mesir, dan hidup sebagai pendatang di Midian. Mengapa Musa ditolak oleh bangsanya sendiri? Dia bukan pemimpin, dia bukan hakim bagi bangsanya. Namun, terlepas dari penolakan manusia, kepastian rencana pengutusan Allah atas Musa tidak berubah (30-34).

Doa: Tuhan, jika pelayananku ditolak orang sekelilingku, jangan biarkan aku berhenti menjadi alat-Mu.

(0.10) (Kis 7:30) (sh: Melepaskan takhta (Rabu, 25 Juni 2003))
Melepaskan takhta

Jika berbicara soal utang, mungkin bangsa Israel berutang paling besar kepada Musa. Tidak ada seorang nabi pun yang pernah mendampingi dan memimpin Israel di padang gurun selama 40 tahun. Bukan waktu yang singkat dan bukan tugas yang mudah. Namun, pada masa hidupnya, Musa tidak menerima penghargaan atas jerih payahnya, ia malah sering menerima ancaman dan celaan dari umatnya. Bukannya kepatuhan, melainkan penolakan yang acapkali diterimanya. Bangsa Israel tidak merasa berutang, baik kepada Musa maupun kepada Tuhan yang telah membebaskan mereka dari penindasan Mesir.

Dari mulut Musalah keluar nubuat tentang kedatangan Mesias, "Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh Tuhan Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan" (Ul. 18:15). Namun, perkataan nabi Tuhan ini seperti angin lalu di telinga orang Israel. Alih-alih mendengarkan nubuat Musa untuk masa yang akan datang, mendengarkan perkataan Musa untuk masa itu saja sudah sulit. Kecenderungan mereka adalah menolak Allah dan kesenangan mereka ialah menyembah dewa-dewa lain.

Mengapakah sukar bagi mereka, mungkin juga bagi kita untuk mematuhi Allah? Kuncinya terletak pada kata "menyembah" yang berarti menundukkan diri di bawah kuasa dan kehendak obyek yang kita sembah. Menyembah mengandung makna mengosongkan diri dan menyerahkan hak atas diri kepada obyek yang kita sembah sehingga pada akhirnya kita berubah menjadi obyek dan Ia menjadi subyek. Kita sering tergoda untuk lebih percaya pada pertimbangan sendiri. Tuhan meminta kita untuk mempercayai-Nya dan menyerahkan takhta hidup kita kembali kepada-Nya. Di sinilah penyembahan menemukan makna sejatinya.

Renungkan: Percaya dan patuh tetap merupakan resep yang tidak pernah usang untuk hidup bahagia dalam Kristus.

(0.10) (Kis 9:1) (sh: Pembalikan keadaan (Senin, 30 Juni 2003))
Pembalikan keadaan

Ini sering terjadi pada olahraga tinju. Sang juara dunia memasuki gelanggang dengan lagak arogan, keyakinan tinggi, iringan musik megah, sabuk di pinggang dan bayaran lebih mahal. Namun pada saat ia kalah, ia keluar dengan muka bengap yang disembunyikan tudung, sembunyi-sembunyi, penuh sesal dan malu.

Keadaan seperti ini juga dialami oleh Saulus. Sebelum penampakan Yesus Kristus kepada dirinya (kristofani), ia pergi ke Damsyik dengan hati yang berkobar-kobar untuk menganiaya orang-orang Kristen, dan dengan kekuasaan dan kekuatan (ayat 1,2). Tetapi kemudian keadaan berbalik, ia memasuki dan tinggal di Damsyik sebagai orang yang tidak makan dan minum selama tiga hari (ayat 9), sebagai orang yang tidak dapat melihat, dan harus dituntun orang lain. Saulus juga berangkat ke Damsyik sebagai orang yang membenci para pengikut Tuhan (ayat 1-2), tetapi kemudian ia memanggil Yesus sebagai Tuhan (ayat 5; dalam tradisi kerabian Yahudi, suara dari langit selalu berkonotasi teofani/penyataan diri Tuhan). Ia berangkat ke Damsyik dengan rencana matang apa yang harus ia lakukan di sana (ayat 2), tetapi kemudian memasuki Damsyik dengan penantian perintah selanjutnya dari Tuhan tanpa mengetahui apa yang akan terjadi (ayat 6).

Pertobatan Saulus diawali oleh suatu pembalikan keadaan. Arogansi dan keyakinannya bahwa ia sedang melakukan sesuatu yang menyenangkan hati Allah hanya dapat dihancurkan melalui peristiwa ini. Secara dramatis Saulus disadarkan bahwa apa yang dilakukannya justru merupakan penganiayaan terhadap diri Tuhan sendiri, tidak hanya kepada Tuhan. Dari sinilah jalan pertobatan Saulus dimulai.

Renungkan: Allah memakai keterpurukan dan pembalikkan keadaan yang dialami seseorang untuk menuntunnya kepada pertobatan.

(0.10) (Kis 10:1) (sh: Mukjizat (Kamis, 3 Juli 2003))
Mukjizat

Banyak sekali mujizat yang terjadi dalam kehidupan jemaat perdana. Dalam teks ini kita menjumpai peristiwa-peristiwa mukjizat yang Petrus lakukan. [1]. Petrus menyembuhkan Eneas yang sudah terbaring delapan tahun dalam kelumpuhan. [2]. Petrus membangkitkan Dorkas atau Tabita yang sudah mati. Di zaman modern ini, tidak sedikit orang yang meragukan cerita seperti itu, bahkan menganggap bahwa itu hanya fiksi atau mungkin juga terlalu dilebih-lebihkan. Namun, kita tidak perlu mempersoalkan keraguan tersebut karena di balik peristiwa-peristiwa mukjizat ini ada sebuah pesan yang sangat indah terkandung dalam cerita ini.

Di mana saja Kristus yang bangkit itu hadir pasti terjadi perubahan- perubahan besar dalam kehidupan. Dan itulah yang dimaksudkan dengan mukjizat. Akan ada satu kekuatan dahsyat yang mampu memenangkan dan menyingkirkan hambatan-hambatan atau kendala- kendala kehidupan, bagaimanapun besar dan beratnya kendala itu. Mukjizat seperti itu sudah pernah terjadi, dan sekarang terjadi, demikian juga ia akan terus-menerus terjadi di masa-masa yang akan datang.

Sebuah persekutuan kristiani dimana tidak lagi terjadi mukjizat dalam pengertian di atas adalah persekutuan yang kehilangan identitas, dan yang barangkali telah kehilangan kehadiran Yesus. Sebuah persekutuan dimana tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan, karena dicengkeram oleh dahsyatnya kematian di segala bidang kehidupan. Tugas orang Kristen ialah di mana saja berada seharusnya ia membawa tanda-tanda kehadiran Kristus. Yang juga menarik di dalam teks ini, bahwa semua perubahan itu tidak membuat orang-orang mencari atau mengejar-ngejar Petrus. Tetapi, karena mukjizat itu banyak orang percaya kepada Tuhan.

Renungkan: Mukjizat untuk kemuliaan Tuhan dan pembuat mukjizat tidak boleh merampok kemuliaan Tuhan bagi dirinya sendiri.

(0.10) (Kis 15:1) (sh: Hai gereja, bersatulah! (Minggu, 11 Juni 2000))
Hai gereja, bersatulah!

Kesatuan umat Kristen di Indonesia bisa dikatakan semakin memprihatinkan, karena di tengah tantangan dan penganiayaan, Kristen justru saling berbakuhantam karena perbedaan doktrin/teologi. Kecenderungan gereja hanya peduli untuk mempertahankan warna Kristennya dari 'invasi' warna Kristen lainnya, dibandingkan peduli terhadap ancaman dan tantangan lain yang lebih menakutkan dan bersifat destruktif.

Gereja mula-mula nampaknya juga mengalami hal serupa. Di satu sisi ancaman penyiksaan terus membayangi pertumbuhan gereja, di sisi lain di dalam gereja sendiri timbul konflik teologi. Orang-orang Kristen Yahudi dari Yudea mengajarkan doktrin yang lain kepada Kristen di Antiokhia. Mereka mengatakan bahwa doktrin mereka lebih benar dan membawa kepada keselamatan sejati. Tentu saja teologi ini ditentang keras oleh Paulus dan Barnabas dan akhirnya menimbulkan perdebatan sengit dan menyeret gereja pada keadaan kritis yaitu perpecahan. Untuk mengatasi krisis ini, diadakan pertemuan di Yerusalem.

Di dalam pertemuan inilah dapat ditemukan dasar-dasar persatuan gereja. Tiga rasul, Petrus, Paulus, dan Yakobus yang nampaknya mempunyai teologi saling berseberangan, secara bergiliran berbicara. Dari pembicaraan mereka dapat disimpulkan bahwa pengalaman mereka dan firman Tuhan saling bersesuaian. Hal ini memimpin mereka pada kesimpulan bahwa Injil yang satu yaitu bahwa keselamatan berdasarkan anugerah Allah, berlaku bagi semua manusia. Injil yang satu inilah yang mempersatukan mereka (19-20), mempersatukan gereja. Dengan demikian Kristen tetap utuh dan satu.

Renungkan: Kita bisa mulai mempromosikan kesatuan Kristen di Indonesia dengan mengaplikasikan dalam kehidupan bergereja, apa yang pernah diucapkan oleh John Newton: "Paulus adalah buluh untuk hal-hal yang tidak penting, namun pilar besi untuk hal-hal yang pokok."

Bacaan untuk Hari Pentakosta:

1Korintus 12:4-13 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/1Ko/T_1Ko12.htm#12:4 Kisah Para Rasul 2:1-13 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Kis/T_Kis2.htm#2:1 Yohanes 14:15-26 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Yoh/T_Yoh14.htm#14:15 Mazmur 104:1-4,24-33 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Maz/T_Maz104.htm

Lagu: Kidung Jemaat 256

(0.10) (Kis 15:6) (sh: Anugerah yang menyelamatkan (Minggu, 22 Mei 2005))
Anugerah yang menyelamatkan


Apakah tradisi, upacara, dan peraturan agama bisa dijadikan syarat untuk manusia mendapatkan anugerah Allah? Bolehkah kemurahan keselamatan-Nya ditanggapi sebagai milik bangsa tertentu saja? Pertanyaan-pertanyaan ini ternyata sudah setua usia gereja di dunia ini.

Persidangan para pemimpin jemaat di Yerusalem mengenai harus tidaknya orang Kristen nonyahudi disunat, dimulai dengan ketidaksepakatan di antara mereka sendiri. Sampai akhirnya Petrus pun berbicara. Pertama, Petrus mengingatkan bahwa melalui dirinya Allah menyatakan keselamatan kepada bangsa-bangsa lain dengan memberikan Roh Kudus kepada mereka. Berarti Allah menghendaki agar bangsa-bangsa lain pun diterima menjadi umat-Nya (ayat 7-8). Terlebih lagi Injil pun telah disambut mereka dan mukjizat-Nya juga dinyatakan-Nya di tengah-tengah mereka (ayat 12). Karena Allah telah menyucikan hati mereka dengan iman maka orang percaya Yahudi pun harus menerima mereka menjadi bagian umat Allah.

Kedua, ketika umat Yahudi percaya pada Yesus sebagai Mesias mereka dibebaskan dari tuntutan Hukum Taurat yang tidak mampu mereka tanggung. Jadi, mereka pun diselamatkan oleh kasih karunia Allah (Rm. 6:14). Dengan demikian orang percaya nonyahudi yang sudah percaya pada Allah pun tidak seharusnya dituntut melaksanakan Hukum Taurat itu (ayat 10-11).

Iman kepada Yesus Kristus adalah syarat seseorang diterima Allah menjadi umat-Nya, bukan karena ia berhasil memenuhi syarat-syarat agamawi. Pengorbanan Yesus bagi kita adalah harga penebusan dosa yang terbayar lunas dan tidak dapat dibatalkan. Hari ini gereja dan orang Kristen harus terbuka menerima siapa pun yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus sebagai saudara seiman.

Renungkan: Oleh karena kita telah menerima kepastian anugerah keselamatan maka marilah kita menghargainya dan dengan setia melakukan firman-Nya.

(0.10) (Kis 15:22) (sh: Bijaksana dan peka (Senin, 12 Juni 2000))
Bijaksana dan peka

Itulah penilaian seorang tokoh kristen tentang surat yang dibuat oleh para rasul di Yerusalem kepada jemaat-jemaat non-Yahudi di luar Yerusalem. Oleh karena itu tidaklah heran bila akhirnya jemaat-jemaat itu mendapat berkat dari surat tersebut (31). Itu juga merupakan kunci sukses dari pengimplementasian keputusan pertemuan di Yerusalem. Para pemimpin sering kali menganggap bahwa setelah kesepakatan dibuat maka selanjutnya adalah tugas bawahan untuk melaksanakannya. Padahal untuk memahami suatu keputusan tidaklah mudah, mereka harus menafsir dan menjabarkan sendiri ke dalam bentuk-bentuk yang lebih praktis. Itulah sebabnya di tingkat bawahan, kesalah-pahaman dan konflik sering terjadi.

Para rasul agaknya memahami hal ini. Karena itulah mereka mengambil berbagai langkah untuk menjamin suksesnya pengimplemen-tasian kesepakatan Yerusalem, agar kesatuan Kristen tidak hanya terjadi di kalangan para rasul, namun juga seluruh Kristen dimana pun mereka berada. Mereka memberikan informasi yang jelas dan tuntas kepada jemaat-jemaat tentang keputusan Yerusalem, secara tertulis dan lisan melalui orang-orang yang berkualitas (22), untuk menjamin kesahihan dan keobyektifan informasi. Kemudian mereka menegaskan posisi mereka tentang tuntutan sunat (24).

Penegasan ini penting bagi Kristen di Antiokhia sebagai suatu konfirmasi dan peneguhan atas doktrin yang sudah mereka yakini selama ini. Dan itu tidak dilakukan hanya dengan pernyataan lisan, namun keputusan Roh Kudus. Allah melegitimasi keputusan itu karena itulah keputusan resmi dan berlaku bagi semua jemaat di sepanjang zaman. Bagaimanakah dampak yang ditimbulkan? Setelah jemaat Antiokhia membaca surat itu dan bertemu dengan para utusan rasul dari Yerusalem, mereka bersuka cita, terhibur, dan dikuatkan (31-32). Ini merupakan bukti bahwa keputusan dan pengimplementasiannya telah dilakukan secara bijak dan sehat. Ini merupakan bukti bahwa gereja mula-mula mempunyai manajemen yang baik.

Renungkan: Manajemen yang sehat sebuah gereja manapun antar gereja memang diperlukan, agar jemaat mengalami penghiburan, sukacita, penguatan, dan tetap dipersatukan dalam menghadapi segala macam tantangan dan ancaman yang semakin meranggas.

(0.10) (Kis 16:1) (sh: Rekan kerja dan Roh Kudus (Kamis, 26 Mei 2005))
Rekan kerja dan Roh Kudus


Kesuksesan dalam pelayanan bukan dihasilkan semata-mata oleh kemampuan diri sendiri meskipun seseorang memiliki talenta. Ada faktor-faktor lain yang berperan, misalnya rekan kerja yang sehati. Jelas, faktor yang terpenting adalah pimpinan Roh Kudus.

Perjalanan pewartaan Injil telah membawa Paulus ke Kota Listra. Itulah kota asal Timotius. Dari latar belakang dan kesaksian hidup Timotius, Paulus segera menyadari potensi anak muda itu sebagai rekan kerjanya (ayat 1-2). Paulus segera merekrut Timotius (ayat 3). Dengan rekan kerja baru, pelayanan pewartaan Injil dapat lebih diperluas. Injil segera diwartakan dari kota ke kota (ayat 4-5). Semua keberhasilan itu tentu dikarenakan kepekaan dan ketaatan Paulus dan rekan-rekannya akan pimpinan Roh Kudus. Demikian juga mereka taat ketika Roh Kudus memberikan penglihatan baru. Roh Kudus melarang mereka masuk ke Asia, sebaliknya mengarahkan mereka melihat ke daratan Eropa (ayat 6-9). Ketaatan mereka akan membawa Injil masuk ke daratan Eropa. Kelak Injil akan tiba di Kota Roma. Roma saat itu adalah pintu gerbang menuju seluruh dunia. Dengan demikian langkah ketaatan pada visi Makedonia ini adalah langkah pasti menuju ke penggenapan nubuat Tuhan Yesus, "... kamu akan menjadi saksi-Ku... sampai ke ujung bumi" (Kis. 1:8).

Panggilan untuk mengabarkan Injil sampai ke ujung bumi masih sangat relevan untuk Gereja masa kini. Masih banyak daerah, suku, bangsa, dan bahasa yang belum mendengar Injil. Tuaian masih sangat banyak sementara pekerja terlalu sedikit (Mat. 9:37). Untuk itu, kita perlu meminta kepada Tuhan rekan-rekan kerja yang sehati dan sepanggilan. Kemudian dengan berdoa sungguh-sungguh dan merenungkan firman-Nya, kita meminta pimpinan Roh yang jelas ke mana Tuhan mau utus kita pergi.

Tekadku: Aku mau menjejakkan kakiku untuk mengabarkan Injil ke tempat-tempat di mana karya salib-Mu belum didengar orang.

(0.10) (Kis 16:13) (sh: Antara gereja dan diskriminasi (Kamis 15 Juni 2000))
Antara gereja dan diskriminasi

Diakui atau tidak, praktek diskriminasi masih dapat ditemui di berbagai bidang kehidupan di negara kita atau di negara mana pun. Praktek ini sulit dihapuskan karena pihak yang menjalankan diskriminasi tidak mau kehilangan keuntungan. Sedangkan pihak yang terkena diskriminasi, karena biasanya terus-menerus dieksploitasi (dimanfaatkan), mereka tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk menentang sistem ini. Sistem ini jelas bertentangan dengan iman Kristen karena bagi Allah semua individu sama dan layak menerima kasih dan anugerah-Nya.

Karena itu gereja seharusnya tidak mengenal sistem ini sebab Injil Yesus Kristus mempunyai kekuatan untuk mempersatukan (bukan menghilangkan) perbedaan antara individu-individu. Ini dibuktikan dengan lahirnya gereja di Filipi. Dua perempuan dalam kisah ini merupakan dua pribadi yang tidak hanya berbeda namun saling bertolak belakang dari berbagai spektrum sosial. Lidia adalah seorang pengusaha perempuan yang mempunyai tingkatan sosial-ekonomi tinggi dan mempunyai kebutuhan intelektual. Seperti dikatakan bahwa ia mendengarkan ceramah Paulus. Kemudian Tuhan membuka hatinya (pikirannya) sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan Paulus. Ia pun termasuk seorang perempuan yang terhormat karena kehidupan beribadahnya.

Sedangkan hamba perempuan itu secara tingkatan sosial-ekonomi tidak mempunyai tingkatan sama sekali. Karena sebagai hamba apalagi seorang perempuan, ia tidak mempunyai hak atas apa pun termasuk hak atas dirinya sendiri. Bahkan uang yang dihasilkan dari kegiatannya tidak dapat ia nikmati. Secara kebutuhan ia mempunyai kebutuhan psikologis yang mendesak. Memang roh yang merasuk dirinya sudah diusir, namun konsekuensi psikologisnya pasti belum hilang. Dia telah kehilangan identitas, kepribadian sebagai seorang manusia. Namun Allah memilih mereka sebagai pendiri gereja di Filipi, karena Allah ingin menyatakan bahwa di dalam Kristus semua itu dapat dipersatukan. Dari awal, diskriminasi tidak mendapat tempat dalam jemaat Filipi.

Renungkan: Dalam masyarakat yang dikriminatif ini, gereja-gereja harus memberikan teladan komunitas yang tidak diskriminatif, namun yang menyapa, merangkul, dan memenuhi kebutuhan setiap individu dari segala spektrum sosial.

(0.10) (Kis 16:25) (sh: Penderitaan yang tidak sia-sia (Sabtu, 28 Mei 2005))
Penderitaan yang tidak sia-sia


Ada dua penyebab derita dalam pelayanan yaitu diri sendiri dan akibat bersaksi. Menderita karena bersaksi berarti Tuhan mengizinkan Iblis menghambat pelayanan. Dalam kendali Tuhan, penderitaan itu justru memajukan pekabaran Injil karena menghasilkan pertumbuhan iman pewarta Injil dan membuka hati pendengar Injil.

Sikap Paulus dan Silas ketika menghadapi penderitaan dalam pelayanan bukan bersungut-sungut dan menyesali panggilan Tuhan. Sebaliknya, mereka memuliakan Tuhan dengan puji-pujian (ayat 25). Kita tidak tahu pasti apa pujian yang mereka nyanyikan. Ada dua bagian surat Paulus yang bercerita tentang Kristus dengan makna teologis yang dalam, yaitu Kolose 1:15-20 dan Filipi 2:6-11. Keduanya merupakan kutipan nyanyian Kristen purba. Mungkin nyanyian inilah yang dipujikan Paulus dan Silas. Melalui nyanyian, Paulus dan Silas menyaksikan iman mereka bahwa Tuhan berdaulat atas apa pun yang terjadi dalam hidup mereka.

Iman ini terbukti ketika Tuhan mengirimkan gempa bumi yang membongkar semua belenggu para tahanan dan membuka seluruh pintu penjara, mereka tidak memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk melarikan diri (ayat 28). Sikap mereka itu menjadi kesaksian yang membuat kepala penjara dan seisi rumahnya bertobat (ayat 30-34). Sebaliknya Paulus memanfaatkan peristiwa pemenjaraan mereka untuk melindungi jemaat Filipi agar tidak mengalami hal serupa. Mereka menuntut permintaan maaf dari para pejabat kota yang sudah menganiayanya. Hal ini dimungkinkan sebab sebagai warga negara Roma, mereka berhak memperoleh perlakuan adil dalam hukum (ayat 35-40).

Saat Anda sedang menderita karena melayani Tuhan, ingatlah bahwa ketekunan dan kesetiaan Anda merupakan kesaksian bagi orang lain. Upah dari kesaksian penderitaan Anda adalah jiwa-jiwa yang bertobat.

Renungkan: Orang yang menabur firman dengan cucuran air mata akan menuai jiwa-jiwa baru dengan sukacita.



TIP #28: Arahkan mouse pada tautan catatan yang terdapat pada teks alkitab untuk melihat catatan ayat tersebut dalam popup. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA