Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 2301 - 2320 dari 3296 ayat untuk greek:17 [Pencarian Tepat] (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.15428855172414) (Im 17:10) (sh: Darah yang sakral dan hidup yang suci (Kamis, 19 September 2002))
Darah yang sakral dan hidup yang suci

Darah yang sakral dan hidup yang suci. Sistim pegorbanan dalam Perjanjian Lama merupakan pemberian Tuhan yang penuh anugrah kepada UmatNya. Walaupun anugrah ini diberikan dengan cuma-cuma, namun tidaklah boleh diperlakukan dengan sembarangan. Tuntutan untuk memiliki pola hidup yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain, merupakan padanan dari anugrah tersebut.

Hal inilah yang mendasari mengapa Tuhan melarang Israel memakan darah. Melalui peraturan ini, Tuhan mengajarkan beberapa hal kepada Israel: [1] menghargai kesakralan kehidupan yang adalah milik Tuhan. Karena itu tidak memakan atau meminum darah merupakan penghargaan terhadap kehidupan dan penciptanya; [2] menghargai makna penebusan yang terkandung dalam penumpahan darah hewan korban. Darah merupakan lambang penebusan bagi nyawa manusia (ayat 11). Darah anak domba yang tidak bersalah haruslah ditumpahkan untuk menggantikan kesalahan manusia. Lambang dan makna penebusan ini akan dirusakkan jika Israel memakan atau meminum darah; [3] menghargai anugrah Tuhan melalui gaya hidup yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Memakan darah merupakan kebiasaan praktik-praktik penyembahan berhala pada masa itu. Israel sebagai umat kudus Allah telah dipisahkan dan dibedakan dari bangsa-bangsa asing disekitar mereka

Peraturan yang memberikan perhatian terhadap kesakralan darah ini memiliki makna spiritual yang penuh bagi Kristen. Prinsip ini digenapi oleh kematian Kristus yang menggantikan dosa manusia (Rom 5:11). Kristen dibenarkan, diampuni dan diselamatkan melalui darah Kristus (Rom. 5:9; Ef. 1:17). Melalui darahNya kita memperoleh akses langsung dengan Allah (Ibr. 10:19–22), mengalamai kemenangan atas yang jahat (Wah. 12:10-11), dan berdiri melayani Tuhan dihadapan kemuliaanNya yang kekal (Wah. 7:14-15).

Renungkan: Pemahaman Teologis yang benar merupakan bagian esensial dalam kehidupan umat Tuhan, namun belumlah memadai jikalau tak diiringi oleh praktek hidup yang suci. Pemahaman yang teraplikasi melalui kehidupan praktis yang suci merupakan identitas umat Tuhan.

(0.15428855172414) (Ul 17:8) (sh: Sikapi masalah keadilan dengan serius! (Kamis, 22 Mei 2003))
Sikapi masalah keadilan dengan serius!

Sikapi masalah keadilan dengan serius! Keadilan tidak bisa ditangani secara sembarangan. Proses peradilan harus betul-betul mencerminkan keadilan dan menjamin akan menghasilkan keadilan yang adil. Karena itu para hakim harus mengakui keterbatasannya dalam menangani sebuah perkara. Ketika mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan peradilan, mereka harus menyerahkannya kepada lembaga peradilan yang lebih tinggi yaitu para imam dan hakim-hakim di sekitar para imam (ayat 8,9). Melalui perantaraan para imam, Allah akan memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Itulah keputusan yang benar dan tidak boleh diselewengkan oleh siapa pun. Tujuannya ialah agar kejahatan dihapus dari tengah-tengah umat Allah. Mungkin waktu itu para hakim terlalu berani menentang keputusan para imam dan mengikuti kehendak sendiri yang tidak mencerminkan keadilan Allah. Keputusan-keputusan yang mereka ambil tidak berorientasi kepada keadilan dan kebenaran Allah, sehingga banyak orang menjadi korban ketidakadilan. Keadilan benar-benar menyangkut hidup mati orang banyak.

Ulangan 17:14-20 menegaskan bahwa pemimpin bangsa selain pelayan keadilan adalah juga pelayan Tuhan. Karena itu kebijakan- kebijakan yang diambilnya haruslah berisi muatan keselamatan dan kasih Allah, dan orientasi kepada firman mengatasi perhatian kepada kepentingan sendiri bahkan kepentingan orang banyak. Perhatian pemimpin harus pada bagaimana ia dapat menjadi alat Tuhan penyelamat bangsa dan bukan penyelamat posisi serta kekuasaan. Kekuasaan itu penting. Tetapi kekuasaan tanpa keadilan adalah pemerintahan yang lalim. Keadilan tanpa kekuasaan adalah pemerintahan yang idealistis.

Renungkan: Kita tidak hidup dalam masyarakat yang semua anggotanya sekepercayaan. Karena itu kita terpanggil menjadi hukum-hukum Allah tertulis dalam hidup kita bagi masyarakat ini.

(0.15428855172414) (1Sam 5:1) (sh: Tangan Allah (Minggu, 3 Agustus 2003))
Tangan Allah

Tangan Allah. Tulisan-tulisan PL sering menggambarkan Allah secara antropomorfis, "seperti manusia", untuk mempermudah penceritaan tindakan dan sifat Allah yang sulit untuk dijelaskan dengan kata- kata. Pada nas ini, Allah dinyatakan sebagai bertangan, dan tangan-Nya itu sangat ditakuti, termasuk oleh orang Filistin. Sebelumnya mereka telah mengakui riwayat kedahsyatan tangan Tuhan di Mesir (ayat 4:8). Kini mereka akan mendapatkan penegasan tentang kedahsyatan "tangan" Allah kepada mereka (ayat 6,9). Tulah Mesir yang mereka takutkan itu, kini mereka alami.

Seorang penafsir menyatakan bahwa motivasi orang Filistin menaruh tabut Allah di kuil Dagon adalah untuk menghormati "dewanya Israel", yang walaupun kalah dari kekuatan dewa-dewa mereka, tetap saja ilahi. Ternyata, Tamu Khusus dari Israel ini justru berlaku "tidak hormat", sampai dua kali (ayat 3-4)! Pemenggalan kepala (dan tangan, ay. 4) adalah sesuatu yang wajar dalam peperangan (bdk. Daud vs. Goliat, 17:51). Ini (ayat 4) bermakna bahwa dalam pertempuran boleh saja Filistin mengalahkan Israel, tetapi Allahlah yang berjaya atas Dagon yang tersungkur, tanpa pertempuran! Tidak hanya itu, kesia-siaan dewa-dewi Filistin dipertegas dengan tulah kepada kota-kota yang disinggahi tabut Allah itu (ayat 6-12). Tidak ada dewa yang menolong. Bahkan, mereka akan mengembalikan tabut itu ke Israel (ayat 11). Allah tetap berkuasa dengan dahsyat, walau umat-Nya terpuruk dalam dosa dan kekalahan.

Renungkan: Bersyukurlah bahwa tangan yang dahsyat itu adalah juga tangan yang terulur dalam kasih melalui Yesus Kristus, Tuhan kita.


Bacaan untuk Minggu ke-9 sesudah Pentakosta

II Samuel7:18-22; Roma 8:18-25; Matius 13:24-35; Mazmur 86:11-17

Lagu KJ 8

(0.15428855172414) (1Sam 17:1) (sh: Ketika Daud vs. Goliat masih Daud vs. Goliat (Selasa, 5 Agustus 2003))
Ketika Daud vs. Goliat masih Daud vs. Goliat

Ketika Daud vs. Goliat masih Daud vs. Goliat. Maksudnya, ketika Daud vs. Goliat masih berarti remaja gembala ingusan Israel tanpa pengalaman tempur sama sekali, hanya sesekali mengantar ransum roti dan keju (ayat 17-19) kepada kakak-kakaknya yang serdadu, versus Goliat, tinggi: 288 cm, pekerjaan: serdadu dan pendekar profesional TNKF (Tentara Nasional Konfederasi Filistin). Lupakan dulu cerita sekolah minggu yang penuh kejayaan Daud itu. Hayati nas hingga Anda gentar, segentar jika Anda berhadapan langsung dengan tank raksasa Amerika bila Anda serdadu Irak. Narasi dari 1-25 berturut-turut memberikan gambaran seperti apakah Goliat (ayat 1- 11) dan Daud (ayat 12-25) agar para pembaca dapat berhitung: apa mungkin Daud mengalahkan Goliat? Kemungkinan ini terabaikan oleh Israel dan Saul, karena mereka sangat takut; takut kepada Goliat dan takut diperhamba (ayat 8-11).

Respons Israel sebenarnya adalah respons yang sebenarnya rasional dan manusiawi berdasarkan apa yang mereka ketahui di atas. Sayang ada satu hal yang tidak mereka ingat: Allah. Ketakutan dan kecemasan mereka yang amat sangat (ayat 11, 27) membuktikan bahwa Israel lebih "percaya" kepada mata tombak seberat 60-an kg dan badan raksasa ketimbang kuasa Allah. Sayang juga bahwa yang mengingatkan mereka justru adalah seorang remaja gembala bernama Daud. Daudlah yang pertama kali menyadari kebenaran ini; ketika Goliat mencemooh orang Israel, ia sebenarnya mencemooh Allah Israel (bdk. 25 dan 26). Tidak hanya sadar, Daud pun juga dipenuhi keyakinan bahwa Goliat tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Allah (ayat 26, "siapakah..."). Iman Daud (bdk. Ibr. 11:32) menjadikannya contoh nyata kedahsyatan kuasa Allah yang memakai orang yang percaya kepada-Nya.

Renungkan: Ingat selalu akan Allah, bahkan ketika keadaan menjadi sulit dan kelihatannya tidak mungkin bagi kita untuk bersikap sebagai umat- Nya! Kekuatan kita adalah Allah sendiri (Mzm. 46:2).

(0.15428855172414) (1Sam 18:17) (sh: Tentang bersaksi (Jumat, 8 Agustus 2003))
Tentang bersaksi

Tentang bersaksi. Kita masih terus mengikuti kisah Saul dan Daud. Saul membenci Daud karena menurut anggapannya, Daud begitu bernafsu merebut takhtanya. Saul sama sekali belum mengetahui bahwa Daud telah diurapi Samuel secara diam-diam (ayat 16:13), dan dengan demikian ia juga tidak mengetahui bahwa Tuhan ingin agar Daud menggantikannya sebagai raja. Namun demikian, dari peristiwa demi peristiwa, terungkaplah situasi yang sebenarnya, sebab Saul akhirnya menyadari bahwa Tuhan beserta dengan Daud. Peristiwa- peristiwa apakah yang dimaksud?

Pertama, Saul akan memberikan Merab sebagai isteri Daud. Dikatakan bahwa Merab akan diberikan kepada Daud (ayat 17) sebagai upaya Saul agar Daud nantinya mati terbunuh dalam perang melawan orang Filistin. Namun, akhirnya Saul tidak jadi memberikan Merab kepada Daud. Terlihatlah jelas bahwa rencana Saul belum matang.

Kedua, Saul akan memberikan Mikhal kepada Daud (ayat 20). Kali ini Mikhal memang jatuh cinta kepada Daud. Saul menyodorkan tawarannya: Daud boleh menjadi menantunya dan menuntut mas kawin 100 kulit khatan orang Filistin. Idenya sederhana: Daud dianggap tidak mampu dan kemungkinan besar akan mati di pertempuran. Saul lupa bahwa Daud begitu berani dan cerdas. Sebelum tenggat waktu pengumpulan kulit khatan itu, Daud telah membawa dua kali lipatnya. Saul menyadari bahwa memang Tuhan menyertai Daud (ayat 28), dan ia mengakui bahwa kekuasaan dan popularitasnya mulai bocor.

Terakhir, Daud disebutkan sebagai panglima yang paling berhasil menaklukkan orang-orang Filistin dibandingkan para pegawainya yang lain. Saul makin takut dan Daud makin populer.

Renungkan: Lakukan pekerjaan Anda dengan taat dan setia, meskipun di tengah- tengah situasi yang sangat tidak ideal. Kesuksesan Anda bisa jadi merupakan alat kesaksian untuk menyatakan bahwa Allah yang hidup menyertai Anda.

(0.15428855172414) (1Raj 3:1) (sh: Tujuan Menghalalkan Prioritas (Sabtu, 29 Januari 2000))
Tujuan Menghalalkan Prioritas

Tujuan Menghalalkan Prioritas. Prioritas yang diambil dalam kehidupan seseorang sudah dapat menggambarkan kehidupan macam apakah yang akan dipunyainya kelak. Dengan kata lain penentuan prioritas adalah sangat vital bagi kehidupan seseorang. Dalam perikop ini kita bisa melihat bahwa prioritas yang diambil oleh Salomo merupakan preseden yang buruk walaupun karunia Allah tetap menyertainya.

Setelah tindakan pembersihan musuh-musuh dari dalam tahta dan pemerintahan Salomo menjadi kuat dan kokoh (2:13-46). Namun demikian, Salomo terus memprioritaskan untuk terus memperkokoh tahta dan pemerintahannya. Karena itulah seluruh keputusan dan tindakannya selalu bermotivasikan hal itu. Hubungan luar negeri yang baik penting untuk memperkokoh tahta karena itu ia menggalang aliansi dengan Mesir dengan menjadi menantunya. Lalu sesuai dengan 'kunci' yang diberikan Daud, Salomo juga menunjukkan kehidupan kerohanian yang indah di mana kasihnya kepada Tuhan dimanifestasikan lewat hidup yang taat kepada-Nya. Kemudian, menyadari bahwa ia mendapat tahta karena kasih karunia-Nya, ia masih sangat muda dan betapa kompleksnya memimpin bangsa yang besar, maka ia pun memprioritaskan untuk meminta hikmat untuk memimpin bangsa ini yang kemudian dengan sendirinya tahta dan pemerintahannya semakin kokoh.

Sangat jelas terlihat bahwa prioritas Salomo adalah campur aduk antara bergantung kepada keterlibatan Allah dan manusia sebagai faktor yang sama-sama dominan. Ia bergantung kepada manusia ketika menjalin aliansi dengan Mesir karena firman Allah telah melarangnya untuk mempunyai banyak istri (Ulangan 17:17) mengingat bahwa putri Firaun bukanlah istri pertama Salomo. Disamping itu ia juga melupakan kerohanian bangsanya karena mereka dan ia sendiri masih mempersembahkan di bukit-bukit pengorbanan. Walau kasih karunia Allah masih menyertai Salomo terbukti dengan dikabulkannya permohonan Salomo dan bahkan diberkati oleh banyak hal yang tidak ia minta, namun tindakan Salomo ini merupakan suatu awal yang buruk. Karena setelah itu Salomo cenderung mempunyai lebih banyak istri yang akhirnya membawa pada kehancurannya.

(0.15428855172414) (1Raj 11:1) (sh: Judul: Baca Gali Alkitab 2 (Selasa, 14 Juli 2015))
Judul: Baca Gali Alkitab 2
Salomo menaburkan benih-benih keterpisahan dengan Allah dan firman-Nya pada masa-masa awal pemerintahannya. Ini terjadi karena kelemahan dan dosa-dosanya. Benih itu kemudian bertumbuh dan berbuah pahit kemudian.

Apa saja yang and abaca?

1. Apa yang menjadi kelemahan Salomo (1-5)?

2. Apa yang menjadi perbedaan Salomo dengan Daud menurut penulis 1 Raja-raja (6)?

3. Apa yang dilakukan Salomo dalam ibadahnya kepada dewa-dewa sesembahan istri-istrinya (7-8)?

4. Bagaimana reaksi Tuhan menyaksikan semua perbuatan Salomo tersebut (9-10)?

5. Hukuman apa yang dijatuhkan Tuhan terhadap Salomo (11)?

6. Mengapa Tuhan memperlunak hukuman terhadap Salomo? Apa yang Tuhan janjikan (12-13)?

Apa pesan yang Allah sampaikan kepada anda?

1. Menurut anda, apa kelemahan dasar Salomo?

2. Mengapa hikmat Salomo yang terkenal itu tidak menyelamatkan dia dari kelemahannya?

3. Mengapa Salomo berpaling dari Allah pada masa tuanya?

4. Mengapa perkawinan antar agama dilarang oleh hukum Taurat (Ul. 7:1-4)?

Apa respons anda?

1. Apakah ada kelemahan anda yang merusak relasi anda dengan Allah?

2. Apa sajakah hal-hal yang membuat anda berpaling dari Allah atau setidaknya, menduakan Allah?

3. Menurut anda, bagaiman acara agar anda terhindar dari hal-hal itu?

4. Bagaimana pandangan anda tentang perkawinan antar agama untuk zaman sekarang ini?

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2015/07/12/

(0.15428855172414) (1Raj 17:1) (sh: Yang berkhianat dan yang taat (Jumat, 20 Agustus 2004))
Yang berkhianat dan yang taat

Yang berkhianat dan yang taat. Ahab dan Elia, keduanya adalah umat Tuhan, tetapi berbeda dalam ketaatan. Ahab, raja Israel, telah mengalami pertolongan Tuhan dalam peperangan. Akan tetapi, ia tetap tidak taat. Sedangkan Elia taat menyuarakan penghukuman Allah, meski taruhannya adalah nyawanya.

Ahab tetap menyembah Baal, dewa pemberi hujan dan kesuburan. Maka lewat Elia, Allah menyatakan kuasa-Nya, yaitu hujan dan embun tidak akan turun sampai Elia mengatakannya (ayat 1). Ini mengakibatkan kerajaan Israel terancam masa kekeringan yang berlanjut dengan masa paceklik. Melalui masa kekeringan ini Ahab dapat melihat siapakah yang sesungguhnya berkuasa atas alam semesta, Allah atau Baal. Mampukah Baal menghalau kekeringan dan memberi hujan?

Elia yang taat dilindungi oleh Allah secara ajaib. Allah memerintahkan Elia agar bersembunyi di tepi Sungai Kerit (ayat 2-3). Ia terpelihara dari bencana yang melanda negerinya karena minum air Sungai Kerit dan memperoleh makanan dari burung gagak yang mengantarnya setiap hari (ayat 4-6). Saat air sungai kering, Allah melanjutkan pemeliharaan-Nya melalui seorang janda di Sarfat (ayat 7-10). Janda ini hanya memiliki persediaan makanan yang terakhir untuk dia dan anaknya (ayat 11-12). Akan tetapi, karena taat maka ia melakukan permintaan Elia sehingga janda itu dan anaknya terpelihara (ayat 13-15). Allah memelihara hidup keluarga janda di Sarfat ini secara ajaib (ayat 16). Bahkan anak janda yang mati karena sakit keras, dihidupkan kembali oleh Allah (ayat 17-24).

Ahab berlaku tidak taat sehingga mendapat hukuman, sedangkan Elia dan janda di Sarfat berlaku taat sehingga mendatangkan berkat atas diri serta keluarganya. Tuhan menghendaki kita berlaku taat, meski dalam menjalani ketaatan kepada Tuhan, terkadang kita perlu berkorban. Tuhan menghargai anak-Nya yang taat kepada-Nya dengan pemeliharaan yang ajaib. Pemeliharaan Allah yang ajaib tetap berlaku pada masa kini.

Renungkan: Ingatlah bahwa ketaatan dalam melakukan perintah Tuhan mendatangkan berkat Tuhan atas diri dan keluarga Anda.

(0.15428855172414) (1Raj 17:7) (sh: Perhatian Allah di waktu perang (Rabu, 1 Maret 2000))
Perhatian Allah di waktu perang

Perhatian Allah di waktu perang. Dalam suatu perang dapat dipastikan bahwa para penguasa tidak mungkin lagi memperhatikan dan memberikan perlindungan sepenuhnya terhadap masing-masing individu, karena masing-masing penguasa sibuk dengan rencana dan strateginya untuk memenangkan perang. Bahkan tidak sedikit individu-individu tersebut justru dijadikan perisai oleh para penguasa untuk kepentingannya sendiri. Contohnya Sadam Husein. Ia menggunakan rakyatnya sebagai perisai untuk melindungi kedudukannya. Namun tidak demikian dengan Allah ketika 'sedang dalam peperangan' menghadapi Iblis.

Perpecahan antara kerajaan Yehuda - Israel dan peperangan yang terjadi di antara kedua kerajaan tersebut hanyalah merupakan latar belakang bagi konflik yang sesungguhnya. Yaitu peperangan yang telah berlangsung sejak lama antara kerajaan Allah dan kerajaan Iblis. Pasal 17-22 memfokuskan kepada peperangan tersebut, dimana nabi Elia mewakili kerajaan Allah sedangkan raja Ahab mewakili kerajaan Iblis. Dalam keadaan yang sedemikian, Allah tidak terlalu sibuk atau egois dengan rencana dan strateginya, sehingga melupakan individu-individu yang terkena dampak dari peperangan tersebut.

Allah dengan kuasa-Nya telah menghentikan hujan selama beberapa tahun. Kekeringan pun melanda Israel bahkan sampai Sidon. Ketika sungai Kerit mulai kering, Allah mengirim Elia ke Sarfat. Di sana secara mukjizat Allah memelihara dan memenuhi kebutuhan pangan Elia melalui janda Sarfat dan anaknya. Bukan hanya Elia yang mendapatkan berkat, janda Sarfat pun merasakan pemeliharaan-Nya. Bahkan ketika anak laki-laki janda Sarfat itu mati, Allah melalui Elia membangkitkannya. Ini semua memperlihatkan bahwa di dalam "peperangan" melawan kerajaan kegelapan itu, di dalam bencana nasional dan internasional yang dahsyat karena penghakiman-Nya, Allah tetap memperhatikan dan memelihara individu-individu.

Renungkan: Seberapa pun gentingnya situasi dimana Gereja tenggelam dan seberapa sibuknya Gereja menghadapi dan mengatasi permasalahan yang dihadapi secara umum, Gereja tidak seharusnya melupakan atau mengabaikan individu-individu yang terkena dampak dari permasalahan atau situasi tersebut.

(0.15428855172414) (1Raj 18:1) (sh: Maksud Allah di balik kesulitan (Sabtu, 21 Agustus 2004))
Maksud Allah di balik kesulitan

Maksud Allah di balik kesulitan. Pada saat kita mengalami kesulitan, kita cenderung memikirkan diri sendiri atau mencari cara untuk mengatasinya dengan usaha sendiri. Akibatnya, kita tidak dapat mengerti maksud Allah di balik kesulitan tersebut. Itulah yang terjadi pada diri Ahab.

Ahab, raja Israel jatuh ke dalam dosa penyembahan berhala (ayat 16:30-33). Dosa yang dilakukan Ahab menyebabkan kerajaan dan rakyat yang dipimpinnya mengalami penghukuman Allah yakni bencana kekeringan dan kelaparan (ayat 17:1). Bencana kekeringan dan kelaparan itu terjadi selama tiga tahun (ayat 18:1). Selama itu juga, Ahab dan bangsa Israel menyembah Baal. Ahab tidak mencari Allah, melainkan berupaya mencari cara mengatasinya dengan usaha sendiri. Sikap Ahab ini nampak ketika ia ingin menyelamatkan nasib hewan miliknya (ayat 5). Sebagai raja, Ahab lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan rakyat.

Allah ingin menyatakan kepada Ahab dan umat-Nya bahwa Ia adalah Allah Israel (ayat 2). Melalui Obaja, Elia meminta untuk memanggil Ahab agar menemuinya (ayat 7-16). Ahab yang telah meninggalkan Allah untuk menyembah Baal, beranggapan bahwa bencana kekeringan dan kelaparan yang terjadi itu karena Elia (ayat 17). Ia menganggap bahwa perkataan Elia menyebabkan Baal membuat hujan tidak turun dan tanah menjadi kering. Elia mengingatkan Ahab bahwa bencana kekeringan dan kelaparan terjadi karena dia telah menyembah Baal dan telah meninggalkan Allah Israel (ayat 18). Meski demikian, Allah tetap mengasihi umat-Nya. Ia mempunyai rencana untuk umat-Nya di Gunung Karmel dan akan menurunkan hujan (ay. 1,19,45).

Jika kita mengalami kesulitan, itulah saatnya kita mengadakan koreksi diri. Mungkin kesulitan itu adalah peringatan Tuhan agar kita menyadari perilaku yang salah. Kesulitan dan masalah hidup dapat menjadi suara Allah untuk memanggil kita kembali kepada-Nya.

Renungkan: Maksud Tuhan mempersulit kita ketika berdosa adalah untuk menuntun kita kembali kepada-Nya, kembali kepada berkat-Nya.

(0.15428855172414) (2Raj 10:1) (sh: Dosa harus dibersihkan sampai tuntas (Rabu, 22 Juni 2005))
Dosa harus dibersihkan sampai tuntas

Dosa harus dibersihkan sampai tuntas
Pernahkah Anda menonton film yang menceritakan suatu geng yang sangat ditakuti? Mereka terkenal melakukan berbagai perbuatan jahat dan kejam yang terkadang tak berperikemanusiaan. Namun, pada akhirnya muncul seorang pahlawan pembasmi kejahatan yang menumpas mereka.

Keluarga Ahab terkenal di Israel karena kejahatan mereka. Kehadiran Yehu bagaikan seorang jagoan yang menghabisi musuh yang kejam dan yang meresahkan masyarakat itu. Itu sebabnya, pembunuhan Yoram dan Ahazia pun tersebar di kalangan pembantu keluarga Ahab (ayat 4). Kegentaran terhadap Yehu pun kini menguasai bangsa Israel sebab mereka mengetahui bahwa Allahlah yang menyuruhnya. Yehu pun memanfaatkan ini dengan menantang sisa keturunan Ahab berperang melawannya (ayat 1-3). Bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya, anak-anak Ahab yang tersisa kini sendirian sebab tidak seorang pun yang berani berdiri memihak mereka dalam menghadapi Yehu (ayat 5-8).

Sungguh mengherankan tak ada aral sedikit pun dalam usaha Yehu memunahkan seluruh keluarga Ahab! Ketakutan akan penghukuman Allah pada keluarga Ahab sangat dirasakan oleh bangsa Israel. Itu sebabnya, Yehu leluasa melakukan tugasnya bahkan ia juga melenyapkan semua orang yang "dekat" dengan keluarga Ahab, yakni mereka yang pernah bersekutu dengan Ahab dan yang pernah turut menikmati kekuasaan Ahab (ayat 9-11,17). Ironisnya, pembantaian dahsyat ini tak didengar oleh keluarga Ahazia yang datang seperti mengantarkan nyawa mereka sendiri (ayat 12-14).

Dosa bagaikan penyakit kanker yang mematikan dan berdampak fatal pada tubuh. Dosa dapat mengerdilkan iman dan menghancurkan kehidupan rohani kita. Untuk membabatnya maka kita harus bertindak drastis, yaitu menghancurkan dosa sampai ke akar-akarnya!

Camkan: Waspadailah gerakan dosa! Cepatlah bertobat dan berpaling kepada-Nya sebelum hukuman-Nya jatuh pada Anda!

(0.15428855172414) (1Taw 28:1) (sh: Penugasan Salomo untuk pembangunan Bait Suci (Minggu, 24 Februari 2002))
Penugasan Salomo untuk pembangunan Bait Suci

Penugasan Salomo untuk pembangunan Bait Suci. Salomo ditunjuk sebagai penerus Daud untuk membangun Bait Suci. Hal ini menegaskan kembali janji Allah kepada Daud (ayat 1Taw. 17; lih. juga 2Sam. 7). Pertama, takhta Daud akan tetap selama-lamanya (ayat 17:14), kerajaan Daud akan kokoh seterusnya (ayat 28:7a). Kedua, Salomo menjadi anak perjanjian. "Aku telah memilih dia menjadi anak-Ku dan Aku akan menjadi bapanya." Bahasa yang mirip dipakai dalam perjanjian yang diadakan antara Yahweh dengan Israel (lihat Yer. 31:33; Yeh.l 36:28). Syarat yang diberikan adalah ". jika ia bertekun melakukan segala perintah dan peraturan-Ku .." (ayat 28:7b). Ketiga, Salomolah yang akan membangun rumah bagi Tuhan.

Bagaimana tindakan Daud dalam penugasan Salomo ini? Pertama, ia memperkenalkan Salomo kepada para pemimpin Israel, bawahan-bawahan Daud, sekaligus menyatakan bahwa Salomo adalah orang pilihan Allah. Tujuannya adalah agar mereka mengakui dan mendukung Salomo (ayat 2-7). Kedua, ia "menahbiskan" Salomo di depan jemaat agar Salomo sadar akan tugas dan tanggung jawabnya di hadapan Allah, juga di hadapan umat Allah (ayat 8).

Ketiga, ia menasihati Salomo agar setia kepada Allah dan menjalankan tugas pendirian rumah-Nya dengan benar (ayat 9-10). Ia juga meneguhkan Salomo agar bersandar penuh kepada Allah (ayat 20-21). Keempat, Daud telah menyediakan segala keperluan pembangunan itu terlebih dahulu. Sekarang ia menyerahkannya ke tangan Salomo untuk dipakai dalam pembangunan bait Suci tersebut (ayat 11-19).

Renungkan: Mengemban tugas suci merupakan pilihan dan panggilan Allah, bukan inisiatif sendiri. Bila Anda merasa terpanggil untuk melayani Dia, yakinkanlah bahwa itu bukan karena Anda merasa melainkan karena sadar akan anugerah dan kedaulatan-Nya.

(0.15428855172414) (2Taw 28:1) (sh: Makin terdesak, makin berubah setia (Selasa, 2 Juli 2002))
Makin terdesak, makin berubah setia

Makin terdesak, makin berubah setia. Ahas membalikkan segala hal baik yang telah dilakukan oleh Yotam, ayahnya. Untuk semua tindakan tersebut hanya penilaian terburuk yang bisa diberikan penulis Tawarikh. Kehidupan Ahas, yang menghidupkan kembali pengurbanan manusia dan anak ala bangsa Kanaan (ayat 3), dipersamakan dengan "kelakuan raja-raja Israel" (ayat 2). Akibatnya, berturut-turut dan bergantian, Allah menyerahkan Yehuda ke tangan Aram (ayat 5a), Israel utara (ayat 5b), Edom dan Filistin (ayat 17-19). Bahkan Asyur yang dimintai bantuan pun malah "menyesakkan" Ahas (ayat 20). Bagi penulis Tawarikh, semua yang terjadi jelas merupakan akibat dari dosa Ahas dan Yehuda (ayat 6, juga 19). Pada masa inilah untuk pertama kali sebagian penduduk Yehuda harus mengalami pembuangan ke negeri lain (ayat 17-19). Para pembaca pertama kitab Tawarikh mengerti bahwa peristiwa pembuangan yang mereka alami bermula dari keadaan bangsa dan kerohanian yang seperti ini.

Semua penghukuman itu tidak juga menyebabkan Ahas berbalik dari kesalahan-kesalahannya. Ahas justru "malah semakin berubah setia kepada TUHAN" (ayat 22). Ahas mencari dewa sembahan baru (ayat 23), dan makin kehilangan rasa hormat terhadap Allah dan bait-Nya. Penghukuman yang dialami Ahas tidak membuatnya bertobat. Ahas malah makin menenggelamkan dirinya ke dalam dosa yang lebih keji dan konyol.

Kebejatan Ahas makin menonjol dengan ironi yang muncul pada pasal 28 ini. Tindakannya dipersamakan dengan kebejatan raja-raja Israel utara (ayat 2a). Namun, pada ayat 9-15, justru orang Israel Utara yang mau mendengar peringatan seorang nabi TUHAN (ayat 9), dan memberi respons yang tepat dengan mengakui keberdosaan mereka dan melakukan kehendak Allah. Mereka tidak seperti Ahas, anak Yotam, keturunan Daud "bapa leluhurnya" (ayat 1b), yang justru "menyakiti hati TUHAN, Allah nenek moyangnya" (ayat 25).

Renungkan: Orang yang berkeras hati tetap tinggal teguh di dalam dosa, menolak jauh-jauh ketetapan Allah, berarti juga menjauhi Allah. Padahal Allah sajalah satu-satunya sumber pertolongan terpercaya untuk hidup.

(0.15428855172414) (Ayb 4:1) (sh: Ia memukul, namun juga menyembuhkan (Sabtu, 20 Juli 2002))
Ia memukul, namun juga menyembuhkan

Ia memukul, namun juga menyembuhkan. Teman-teman Ayub mempunyai keyakinan yang sama tentang kekuasaan Tuhan. Itu sebabnya Elifas, teman Ayub, beranggapan bahwa musibah yang menimpa Ayub memang merupakan rancangan Tuhan dan bukan sesuatu yang terjadi di luar kehendak-Nya. Namun, kali ini rancangan Tuhan untuk Ayub ialah menghukumnya dan penyebabnya jelas: Ayub telah berdosa (ayat 4:17). Elifas terus berusaha menasihati Ayub untuk tetap bersabar (ayat 5:2-6), memasrahkan diri ke dalam tangan Allah, sebab Dia berkuasa mengubah segala sesuatu (ayat 8). Asal saja Ayub sabar, penderitaan ini dapat juga merupakan disiplin (ayat 5:17). Bahkan Elifas mengatakan bahwa "Dia yang melukai ... juga yang membebat" (ayat 18).

Semua nasihat Elifas ini benar. Tetapi, hal itu tidak menjawab pergumulan Ayub. Pada akhir kitab ini, kita dapat membaca bahwa kesimpulan Elifas keliru. Menurut Elifas penderitaan Ayub merupakan ganjaran Allah atas kejahatan yang Ayub lakukan. Elifas memutlakkan hukum sebab-akibat. Akibatnya, ia tidak berhasil meringankan derita Ayub, tetapi justru tambah membebaninya.

Dari kisah ini, kita belajar beberapa hal penting mengenai pemahaman Kristen tentang penderitaan. Pertama, Kristen harus belajar untuk tidak melihat penderitaan dari satu sudut pandang saja. Misalnya, walaupun fakta di sekeliling kita menunjukkan bahwa penderitaan mengganggu keserasian ciptaan Allah, namun Allah mengizinkan penderitaan itu terjadi untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Kedua, selama Kristen berada di dunia, maka kemungkinan kita akan mengalami penderitaan. Itu bukan karena dosa atau salah kita. Misalnya, bencana alam dan sakit. Ketiga, Kristen harus menentukan sikap yang tepat ketika mengalami penderitaan, yaitu menyerahkan diri kepada Tuhan, mohon kekuatan untuk mengerti makna yang terkandung di dalamnya.

Renungkan: Kekuatan serta penghiburan diberikan Tuhan padaku. Tiap hari aku dibimbing-Nya; tiap jam dihibur hatiku. Dan sesuai dengan hikmat Tuhan 'ku dib'rikan apa yang perlu. Suka dan derita bergantian memperkuat imanku (KJ. 332). Ketika Anda berada dalam penderitaan, hayati syair lagu ini.

(0.15428855172414) (Ayb 7:1) (sh: Paradoks dalam kehidupan manusia (Kamis, 2 Desember 2004))
Paradoks dalam kehidupan manusia

Paradoks dalam kehidupan manusia. Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk paradoksal. Sejak dalam kisah penciptaan sifat paradoks itu sudah terlihat. Di satu sisi manusia dibuat dari unsur debu tanah, menekankan kefanaan dan kehinaan manusia. Di sisi lain manusia dihidupkan oleh hembusan nafas Allah sendiri. Ini menegaskan keistimewaan manusia sampai-sampai Allah menyebut manusia gambar dan rupa-Nya sendiri; satu-satunya ciptaan Allah yang memiliki hakikat dan kedudukan sangat mulia. Paradoks itu menjadi masalah berat bagi hidup manusia terutama karena dosa merusakkan keserasian manusia.

Menurut Ayub penderitaannya kini terkait dengan fakta paradoks tersebut. Di satu pihak ia menyadari dirinya adalah makhluk yang terbelenggu oleh waktu (ayat 2, 3), tidak bersifat abadi, hidup dalam realitas yang keras (ayat 4-6). Jiwa dan raganya mengalami keresahan dan kesakitan. Untuknya manusia seperti hembusan nafas yang singkat saja (ayat 7-10, bandingkan dengan ucapan pemazmur (Mzm. 90:5-6). Sesudah mati, ia pun dilupakan. Namun, di pihak lain ia menyadari bahwa sebenarnya manusia agung di mata Tuhan (ayat 17). Cinta kasih dan kesetiaan Tuhan seolah tercurah penuh kepada makhluk yang satu ini. Cita-cita Allah menjadikan manusia menjadi agung serasi dengan kemuliaan-Nya, menjadi motivasi mengapa Allah menjaga (ayat 12), mendatangi sampai manusia terkejut (ayat 13), memperhatikan (ayat 17), menyertai (ayat 18), dan menyoroti sepak terjangnya (ayat 19). Perhatian Allah sebesar itu bagi manusia menjadi beban tak tertanggungkan. Kemuliaan itu terlalu berat bagi makhluk fana ini. Cita-cita ilahi itu terlalu tinggi, sedangkan kebebasan yang manusia dapat tanggung terlalu rendah dibanding kebebasan yang Tuhan inginkan.

Wawasan Ayub ini dalam, perlu kita tangkap dan tanggapi dengan benar. Semua kita terbatas, ada kekurangan, dan memiliki banyak simpul-simpul rapuh. Akan tetapi, Allah memiliki rencana agung untuk setiap kita.

Renungkan: Ingin hidup di tingkat biasa-biasa saja mudah tak perlu menderita. Ingin menjadi seperti bintang cemerlang perlu keberanian untuk dirubah Tuhan melalui proses yang berat.

(0.15428855172414) (Ayb 16:1) (sh: Bawalah Perkaramu kepada Allah (Jumat, 16 Oktober 2015))
Bawalah Perkaramu kepada Allah

Judul: Bawalah Perkaramu kepada Allah
Siapakah yang paling saudara andalkan dalam kehidupan ini? Ketika saudara mengalami kondisi sulit dalam hidup, kepada siapa saudara berpaling? Ketika orang-orang terdekat ternyata adalah bagian dari masalah itu, kepada siapa saudara berpaling? Ketika Tuhan adalah bagian dari masalah itu, kepada siapa lagi saudara berpaling?

Kesulitan hidup membuat tatanan dan prioritas kehidupan kita menjadi nyata. Ada orang yang aktif pelayanan di gereja selama puluhan tahun, tetapi ketika dia hendak membuatkan pesta pernikahan untuk anaknya di lapangan terbuka, dia tidak bisa membendung kekhawatirannya akan turun hujan, maka seorang pawang hujan pun disewa. Menjalani kehidupan religius jauh lebih mudah daripada sungguh-sungguh mengandalkan Tuhan di tengah masalah yang nyata.

Ayub mengalami kesulitan yang melibatkan Tuhan. Kebangkrutan total, kematian anggota keluarga, sakit pada tubuh, kejatuhan status sosial dan seterusnya. Bagi orang yang percaya kepada Tuhan, bagaimana ia dapat melihat semua ini terjadi di luar pengetahuan dan izin Tuhan? Bagi banyak orang, jelas ini karma. Bagi Ayub, iman dan integritas dirinya jelas: ini semua terjadi bukan karena kesalahannya. Dalam kesulitan semacam itu, kepada siapa lagi Ayub harus mengadu?

Dua pasal hari ini membawa kita kepada satu momen terobosan yang luar biasa dalam pergumulan Ayub. Masih ada satu harapan bagi Ayub: Tuhan sendiri! Orang yang percaya karma melihat bahwa Ayub pasti seorang pendosa yang belum bertobat. Dalam integritas dan imannya, Ayub mengadu kepada Tuhan agar membela dirinya. Ia membawa perkaranya kepada Tuhan (16:19-21, 17:3)!

Pada bagian terakhir (17:11-16), Ayub melihat bahwa impiannya telah menguap, masa depannya kelam, dan tiga kali ia bicara tentang ketiadaan harapan (13-15).Kalau harapan itu ada, harapan itu akan ditemukan di dalam Tuhan. Betapa pun berat masalah yang kita hadapi, di dalam Kristus kita akan selalu menemukan harapan yang baru. [AKI]

(0.15428855172414) (Ayb 23:1) (sh: Bukan "Allah" yang Kukenal (Jumat, 23 Oktober 2015))
Bukan "Allah" yang Kukenal

Judul: Bukan "Allah" yang Kukenal
Dua pasal ini menggambarkan iman, kejujuran, integritas, dan kegamangan Ayub. Dalam pasal 23 kita menjumpai bahwa Ayub percaya Tuhan berdaulat, bahkan atas kondisinya yang tak menyenangkan; Tuhan adil dan tidak berubah dan Ia akan mendengar perkaranya. Melalui berbagai pencobaan berat, Ayub tetap memiliki iman yang kokoh kepada Tuhan yang disembahnya.

Dalam baris yang sama kita melihat bahwa iman Ayub ternyata bukan iman gampangan yang keluar dari buku teks. Kita jumpai juga bahwa Ayub bergumul dengan misteri Tuhan, sementara ia berpegang pada Firman Tuhan (23:6-12). Di tengah kesulitan yang tak bisa ia pahami, Ayub tetap berintegritas di hadapan Tuhan. Ketika Tuhan yang dia kira dikenalnya mengizinkan kejutan-kejutan besar dan kepahitan hidup, dia tetap percaya pada karakter Tuhan. Namun di sisi lain, penderitaannya membawa kegamangan hatinya kepada Tuhan (16-17).

Sikap Ayub berbeda sekali dengan ketiga temannya yang secara membabi buta berpegang pada iman mereka yang mungkin canggih tetapi lugu. Mereka tak kuasa berhadapan dengan kenyataan hidup, sehingga penilaian dan sikap hidup mereka menjadi tidak sinkron dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Beda dengan Ayub yang sadar bahwa iman, pengetahuan, pengalaman hidupnya, tidaklah seberapa. Karena itu, ia izinkan Tuhan membentuknya, walaupun ia sendiri tidak mengerti apa dan dimana letak kesalahannya.

Dalam pasal 24, Ayub memaparkan serangkaian peristiwa yang tak ia pahami. Entah kenapa, Tuhan membiarkan kejahatan terjadi atas hidupnya. Kendati pun ia tetap beriman, dalam kematangan perjalanan imannya ia menemukan semakin lama semakin banyak pertanyaan yang muncul dan semakin sedikit jawaban yang ia punyai.

Terkadang Tuhan membawa kita melalui puncak, lembah, dan kelokan yang tak terduga dan sama sekali asing. Itulah saatnya iman bertumbuh akan pengenalan terhadap Tuhan. [AKI]

(0.15428855172414) (Ayb 42:7) (sh: Kemenangan Ayub (Kamis, 22 Agustus 2002))
Kemenangan Ayub

Kemenangan Ayub. Yahweh kini berbicara kepada teman-teman Ayub, pertama kepada Elifas yang kemungkinan adalah juru bicara mereka, lalu kepada mereka bertiga sekaligus. Meskipun Ayub tidak lagi diajak bicara, namun Yahweh terus menyebut Ayub sebagai "hamba-Ku", sebuah sebutan yang jarang dipakai, yang menunjukkan perkenanan Yahweh kepadanya. Yahweh menghakimi baik Ayub maupun teman-temannya berdasarkan tuduhan yang dilontarkan mereka kepada-Nya (ayat 7-9). Ia murka karena ucapan-ucapan itu (ayat 7) dan menyebutnya "bodoh" (ayat 8). Istilah yang tidak muncul dalam terjemahan bahasa Indonesia ini bukan hanya berarti bodoh, namun kejahatan seksual seperti perkosaan. Mereka yang berbicara dengan "bodoh" telah berbicara bohong dan menyesatkan umat Allah. Karena itu, mereka harus menaikkan kurban pendamaian. Berbicara keliru tentang Allah, bagi penulis kitab Ayub, layak mendapatkan hukuman mati.

Apa kekeliruan sahabat-sahabat Ayub? Mereka merasa tahu tentang Allah dan bahkan membela Allah. Di sini terjadi sesuatu yang ironis: teman-teman Ayublah yang justru disalahkan Allah, dan Ayub yang dibela. Ternyata sahabat-sahabat Ayub belum mengenal Allah dengan lebih dalam. Mereka hanya melihat bahwa orang yang menderita pasti adalah orang jahat yang dihukum Allah. Ini bukan hanya keliru, tetapi juga penghujatan. Mereka yang memiliki pemahaman seperti ini justru adalah orang-orang yang benar-benar berdosa.

Mereka akhirnya minta Ayub mendoakan mereka agar dilepaskan dari hukuman. Yahweh mengabulkan permohonan Ayub. Ayub pun dipulihkan. Kini nyatalah bahwa Allah pun memiliki belas kasihan. Ayub menang, ia tidak seperti yang dituduhkan Iblis kepadanya (ps. 1-2). Pemulihan Ayub mengandung hal yang ironis (ayat 11-17). Kini semua yang telah meninggalkannya kembali dan memberikan penghiburan dan bantuan. Hal ini sebenarnya keliru karena ia tidak lagi memerlukannya. Ayub digambarkan memiliki kebahagiaan ganda, lebih dari sebelumnya.

Renungkan: Anda dapat menemukan hidup Anda kembali melalui kehilangan dan sikap rendah hati di hadapan Allah.

(0.15428855172414) (Mzm 83:1) (sh: Apa arti sebuah nama? (Jumat, 2 November 2001))
Apa arti sebuah nama?

Apa arti sebuah nama? Perang 6 hari Israel-Arab pada bulan Juni 1967 menyebabkan dataran tinggi Golan direbut Israel. Waktu itu, dengan kemampuan badan intelijennya yang luar biasa dan peralatan perang yang tergolong canggih, Israel dapat memenangkan perang, padahal negara-negara Arab seperti Suriah, Mesir, dan Yordania bergabung dan mencoba mengepung.

Keadaan Israel yang digambarkan dalam Mazmur 83 ini mirip dengan situasi ketika Israel dikepung bangsa-bangsa Arab tahun 1967. Bedanya, Israel saat itu belum memiliki persenjataan yang canggih dan belum mengembangkan dinas rahasianya seperti waktu perang 6 hari. Akibatnya, mereka begitu gentar karena merasa tidak berdaya dan tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang amat menjepit. Sedangkan, bangsa- bangsa sekitarnya siap menyerbu Israel dan melenyapkan nama mereka dari muka bumi (ayat 5-9).

Satu hal yang perlu kita pelajari di sini adalah mengenai konsep "nama", baik nama Israel (ayat 5) maupun nama Yahweh (ayat 17, 19). Dalam kebudayaan Timur Tengah kuno, nama bukan hanya sebutan belaka, tetapi memiliki arti yang juga mencakup keberadaan, karakter, dan reputasi seseorang. Nama Israel sedang berusaha dihapuskan, ini berarti keberadaan bangsa Israel pun dengan sendirinya akan lenyap. Namun, bangsa Israel tidak bersandar pada kekuatan diri mereka, tetapi bersandar pada nama Yahweh yang tidak mungkin guncang dan hilang.

Bangsa Israel menyadari bahwa dalam kelemahan, mereka memiliki Allah yang menyayangi mereka, Yahweh yang hidup dan setia pada perjanjian-Nya. Yahweh tidak akan diam kala umat-Nya berseru di dalam kesesakan (ayat 2). Bangsa Israel bisa berharap pada Yahweh karena Ia telah membuktikan keperkasaan- Nya menghancurkan musuh-musuh umat-Nya (ayat 10-13). Kini bangsa Israel berdoa lagi agar para musuh mereka dikacaubalaukan oleh Tuhan (ayat 14-16) agar nama Yahweh dimuliakan, dan semua bangsa tunduk pada Dia (ayat 17-19).

Renungkan: Apakah arti nama Yahweh dalam hidup Anda? Sudahkah Anda merasakan kehadiran dan karya-Nya secara kongkret dalam hidup Anda setiap hari?

(0.15428855172414) (Mzm 102:1) (sh: Doa di dalam penderitaan (Rabu, 17 April 2002))
Doa di dalam penderitaan

Doa di dalam penderitaan. Dalam penderitaan, orang beriman tidak saja boleh meratap, tetapi berhak berdoa dan berharap kepada Tuhan yang kekal memerintah (ayat 12), dan berbelas kasih (ayat 13). Mazmur ini sekaligus berisikan hal-hal tersebut dan merupakan jalinan identifikasi antara doa pribadi dan doa umat. Besar kemungkinan doa pribadi yang mengidentifikasikan diri dengan umat ini dipanjatkan oleh raja walau bisa juga oleh orang biasa. Dalam doa ini, kita melihat gerak timbal balik semacam dialog antara pendoa menyadari keadaan dirinya (ayat 1-11,23-24) dan pendoa menyadari hal-hal tentang diri Allah (ayat 12-22,25-28). Inilah doa yang benar. Pendoa tidak tenggelam dalam masalahnya saja, tetapi membuka diri bagi sorotan kebenaran tentang diri dan maksud Allah.

Pemazmur mulai dengan menaikkan permohonan (ayat 1-2) agar Allah mendengarkan ratapannya. Kekekalan Allah bukan kekekalan yang membuat-Nya tidak peduli akan apa yang terjadi di dunia ini. Keterlibatan Allah membuat pemazmur bisa memohon agar Allah mendengarkan, tidak menyembunyikan wajah-Nya (ayat 13:1, 69:17, 88:14), menyendengkan telinga-Nya (ayat 17:6). Di hadapan Allah, pemazmur menyadari singkat dan terbatasnya hidup yang fana dan berdosa ini, seperti asap, dan rumput yang bersifat sangat sementara (ayat 4,5). Selain kefanaan, masalah lebih berat adalah keberdosaannya yang digambarkannya dalam berbagai bentuk penderitaan akibat dosa (ayat 6-12). Dosa telah membuat jiwanya merana, tubuhnya sakit, hubungan sosialnya terganggu. Di dalam pergumulan doa itulah pemazmur mengalami perubahan, yaitu ketika perspektifnya berganti dari terfokus kepada keadaan diri dan umat dalam kefanaan dan akibat dosa, kepada Allah di dalam kekekalan kuasa dan kasih setia-Nya (ayat 12-17). Semua hal yang menekan kehidupannya kini disoroti di dalam terang sifat Allah yang kontras dari semua itu. Allah berkuasa, kekal, murah hati. Sifat- sifat tersebut menjadi dasar bagi pengharapan pembaruan dan penyelesaian masalah yang digumuli pemazmur. Lebih dari itu, Allah adalah Allah yang memandang dari ketinggian-Nya yang kudus, yang mendengar keluhan, dan membebaskan (ayat 20-22). Dengan menempatkan keadaannya di bawah sorotan sifat-sifat Allah, pemazmur boleh berharap lagi (ayat 26-29).

Renungkan: Semuanya tidak saja fana, tetapi juga akan binasa, kecuali mereka yang berharap pada kasih setia kekal Allah.



TIP #25: Tekan Tombol pada halaman Studi Kamus untuk melihat bahan lain berbahasa inggris. [SEMUA]
dibuat dalam 0.17 detik
dipersembahkan oleh YLSA