sekantong uang dibawanya, ia baru pulang menjelang bulan purnama."

Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku,<x id="f" /> dan kepada perintahmu<x id="g" /> seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu.<x id="h" />"

Pada suatu kali, setelah mereka habis makan dan minum di Silo, berdirilah Hana, sedang imam Eli duduk di kursi dekat tiang pintu bait suci<x id="r" /> TUHAN,

Dibuatnya juga Balai Singgasana, tempat ia memutuskan hukum,<x id="e" /> balai pengadilan, yang ditutupi dengan kayu aras dari lantai sampai ke balok langit-langit.<x id="f" />

Di atas cakrawala yang ada di atas kepala mereka ada menyerupai takhta<x id="h" /> yang kelihatannya seperti permata lazurit;<x id="i" /> dan di atas yang menyerupai takhta itu ada yang kelihatan seperti rupa manusia<n id="1" />.<x id="j" />

Lalu Ehud masuk mendapatkan dia, sedang ia duduk sendirian di kamar atas di rumah peranginannya.<x id="e" /> Berkatalah Ehud: "Ada firman Allah yang kubawa untuk tuanku." Lalu bangunlah ia berdiri<x id="f" /> dari tempat duduknya.

Ketika ia sampai, Eli<x id="h" /> sedang duduk di kursi di tepi jalan menunggu-nunggu, sebab hatinya berdebar-debar karena tabut Allah itu. Ketika orang itu masuk ke kota dan menceritakan kabar itu, berteriaklah seluruh kota itu.

Ketika disebutnya tabut Allah itu, jatuhlah Eli telentang dari kursi di sebelah pintu gerbang, batang lehernya patah dan ia mati. Sebab telah tua dan gemuk orangnya. Empat puluh tahun<x id="l" /> lamanya ia memerintah<x id="m" /> sebagai hakim atas orang Israel.