Lagipula ia tidak melihat matahari dan tidak mengetahui apa-apa. Ia lebih tenteram dari pada orang tadi.

Adalah baik kalau engkau memegang yang satu, dan juga tidak melepaskan yang lain, karena orang yang takut akan Allah<x id="q" /> luput dari kedua-duanya.

Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat<x id="v" /> kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik.

Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.<x id="q" />

Karena seperti bunyi duri<x id="b" /> terbakar di bawah kuali, demikian tertawa<x id="c" /> orang bodoh. Inipun sia-sia.

Lihatlah, ini yang kudapati, kata Pengkhotbah:<x id="c" /> Sementara menyatukan yang satu dengan yang lain untuk mendapat kesimpulan,

Karena nasib<x id="y" /> manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain<n id="1" />. Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia.

Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur,<x id="m" /> supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya.

Sesungguhnya, semua ini telah kuperhatikan, semua ini telah kuperiksa, yakni bahwa orang-orang yang benar dan orang-orang yang berhikmat dan perbuatan-perbuatan mereka, baik kasih maupun kebencian, ada di tangan Allah; manusia tidak mengetahui apapun yang dihadapinya.<x id="w" />

Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: "Lihatlah, ini baru!"? Tetapi itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada.

Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat<x id="s" /> dan pengetahuan, kebodohan dan kebebalan.<x id="t" /> Tetapi aku menyadari bahwa hal inipun adalah usaha menjaring angin,

Maka aku berkata dalam hati: "Nasib yang menimpa orang bodoh juga akan menimpa aku. Untuk apa aku ini dulu begitu berhikmat?<x id="p" />" Lalu aku berkata dalam hati, bahwa inipun sia-sia.

Dan siapakah yang mengetahui apakah orang itu berhikmat atau bodoh?<x id="v" /> Meskipun demikian ia akan berkuasa atas segala usaha yang kulakukan di bawah matahari dengan jerih payah dan dengan mempergunakan hikmat. Inipun sia-sia.

Sebab, kalau ada orang berlelah-lelah dengan hikmat, pengetahuan dan kecakapan, maka ia harus meninggalkan bahagiannya kepada orang yang tidak berlelah-lelah untuk itu. Inipun kesia-siaan dan kemalangan yang besar.

Seluruh hidupnya penuh kesedihan dan pekerjaannya penuh kesusahan<x id="x" /> hati, bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram.<x id="y" /> Inipun sia-sia.

(5-9) Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang<n id="1" />, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia.

Janganlah mengatakan: "Mengapa zaman dulu<x id="h" /> lebih baik dari pada zaman sekarang?" Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu.

Lihatlah, hanya ini yang kudapati: bahwa Allah telah menjadikan manusia yang jujur, tetapi mereka mencari banyak dalih.

Aku melihat juga orang-orang fasik yang akan dikuburkan<x id="h" /> boleh masuk, sedangkan orang yang berlaku benar harus pergi dari tempat yang kudus dan dilupakan dalam kota. Inipun sia-sia.

Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah<x id="q" /> dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya<n id="1" />,<x id="r" /> karena ini adalah kewajiban setiap orang.<x id="s" />