Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1 - 20 dari 40 ayat untuk sahabatnya [Pencarian Tepat] (0.000 detik)
Pindah ke halaman: 1 2 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(1.00) (Est 5:13) (jerusalem: para orang arif bijaksana) Harafiah: orang-orang arif bijaksananya. Dalam terjemahan Yunani terbaca: sahabat-sahabatnya
(1.00) (Ayb 27:13) (jerusalem) Bagian ini sukar diletakkan di mulut Ayub, sebab bertentangan dengan apa yang biasanya diuraikan Ayub, sedangkan sesuai dengan pikiran sahabat-sahabatnya. Karena itu sementara ahli berpendapat bahwa bagian ini sebenarnya dari sebuah uraian sahabat-sahabat Ayub, agaknya Zofar.
(0.80) (Za 13:6) (jerusalem: pada badanmu) Harafiah: di antara tanganmu, artinya: pada dadamu. Nabi-nabi di zaman dahulu memang menoreh-noreh badannya, bdk 1Ra 18:28, dll. Orang yang pada badannya ada parut-parut semacam itu dituduhkan bahwa ia seorang nabi. Ia membela dirinya dengan berkata bahwa bekas-bekas luka itu berasal dari perkelahian dengan saudara-saudaranya (atau: sahabat-sahabatnya).
(0.80) (Ayb 17:1) (sh: Bolehkah membela diri? (Minggu, 12 Desember 2004))
Bolehkah membela diri?

Kepada siapa anak Tuhan yang menderita boleh berpaling? Tentu kepada Allah, apalagi jika penderitaan itu terjadi bukan karena dosa-dosanya.

Ayub yakin bahwa penderitaannya itu diakibatkan Tuhan menekan dirinya, bukan karena kesalahannya. Sementara para sahabatnya terus menyalahkan dan memojokkan dia. Sekarang Ayub melanjutkan lagi keluhannya terhadap para sahabatnya seraya meminta pembelaan Allah. Ayub percaya Ia akan membela dirinya karena yang dikatakan teman-temannya itu salah. Ayub berani meminta Tuhan menjamin kebenaran dirinya dan menyatakan para sahabatnya bersalah, sebab mereka telah memfitnah dia (ayat 3-5). Di sini Ayub meminta kepada Tuhan agar tudingan dosa itu dibalikkan kepada mereka. Oleh karena, tuduhan itu tidak terbukti, maka merekalah yang harus ganti dituduh! Jadi, walaupun keadaan Ayub yang dituding berdosa itu membuat orang lain menganggap dia hina (ayat 6), bahkan orang jujur tidak dapat mengerti dirinya (ayat 8), namun sebagai orang benar, Ayub tak tergoyahkan (ayat 9). Maka Ayub mengajukan argumentasi ke sahabatnya yang berubah menjadi lawannya itu (ayat 10).

Bagi Ayub, kalau ia menyerah kepada tuduhan, itu sama dengan menyerahkan harapannya kepada dunia orang mati, maka ia akan tenggelam dan habis (ayat 13). Sebaliknya, karena Ayub yakin akan ketidakbersalahannya dalam penderitaan, dan percaya akan keadilan Tuhan, maka ia berjuang membela dirinya.

Renungkan: Anak Tuhan tidak perlu membela diri ketika dituduh, karena Kristus sudah membelanya.

(0.78) (Ams 27:1) (sh: Memelihara persahabatan (Jumat,3 November 2000))
Memelihara persahabatan

Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang meletihkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah. Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya. (The Book of Virtues 1).

Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang, seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya (17). Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan- dikecewakan, didengarkan-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian. Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya (5). Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah (6). Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dan kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita datang menemuinya (10). Persahabatan tidak dimulai dari seorang yang memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan, dan pernyataan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya. Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.

Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya. Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya. Beberapa hal seringkali menjadi penghancur persahabatan antara lain: masalah bisnis, masalah UUD (ujung- ujungnya duit), ketidakterbukaan, kehilangan kepercayaan, perubahan perasaan antara lawan jenis, dan ketidaksetiaan. Tetapi penghancur persahabatan ini telah berhasil dipatahkan oleh sahabat-sahabat yang teruji kesejatian motivasinya.

Renungkan: Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri.

(0.70) (Kej 19:8) (full: AKU MEMPUNYAI DUA ORANG ANAK PEREMPUAN. )

Nas : Kej 19:8

Sulit dipercaya bahwa Lot rela menyerahkan kedua putrinya untuk diperkosa oleh sekelompok penyesat seksual supaya melindungi dua orang yang tidak pernah dijumpainya sebelumnya. Mungkin dalam keadaan terjepit ia mencoba mengulur waktu, karena percaya bahwa sahabat-sahabatnya tidak akan membiarkan keluarganya diperlakukan dengan begitu kejam.

(0.70) (Ayb 27:11) (sh: Pengajaran Ayub (Rabu, 7 Agustus 2002))
Pengajaran Ayub

Mulai ayat 11 ini, berbalik Ayub menempat-kan dirinya sebagai pengajar. Pasal 28 banyak dianggap sebagai ucapan Zofar atau Bildad kembali. Namun, mengingat nada pasal ini teduh dan tidak berapi-api, anggapan tersebut kurang tepat. Andaikan pasal 28 bukan ucapan Ayub, paling tidak idenya yang berbicara tentang hikmat masih merupakan kelanjutan dari bagian kedua pasal 27 ini.

Sekilas tidak ada perbedaan antara yang Ayub ucapkan tentang nasib orang fasik dari apa yang teman-temannya telah ucapkan sebelum ini. Beberapa bagian seolah bertolak belakang dengan apa yang Ayub nyatakan sebelumnya (ayat 14, bdk. 21:7-9). Bedanya terletak dalam dua hal. Pertama, Ayub kini tidak sedang berbicara tentang orang fasik pada umumnya, tetapi tentang ketiga sahabatnya itu sendiri yang karena telah menuduh Ayub sembarangan tanpa belas kasihan, telah berbuat jahat. Kemungkinan kedua, Ayub memfokuskan penghakiman Allah bukan pada fakta-fakta kemalangan materialistis seperti yang dipikirkan ketiga sahabatnya. Menurut Ayub penghakiman itu akan berbentuk "milik pusaka" orang-orang lalim (ayat 13b). Ayub berpikir secara eskatologis tentang penghakiman akhir dari Allah terhadap orang fasik.

Pasal 28 seolah adalah persiapan bagi kebenaran-kebenaran yang kelak akan Allah sendiri nyatakan kepada Ayub. Sesudah menjawab para sahabatnya tentang penghakiman Allah atas orang fasik, kini Ayub masuk lebih dalam ke pertanyaan soal hikmat. Intinya jelas, para sahabatnya tahu banyak konsep tetapi tidak berhikmat. Jadi, "di manakah hikmat boleh didapatkan?" (ayat 12,20).

Keahlian, ilmu, teknologi seperti yang dikenal pada zaman Ayub memungkinkan manusia menggali potensi-potensi bumi dan membangun dunia (ayat 28:1-11). Namun, hikmat tidak bisa didapat kan melalui kepandaian tersebut. Hikmat tidak pula dapat dibeli atau didapatkan di mana pun, sebab pada hakikatnya hikmat bukan berasal dari dunia ini (ayat 12-19).

Renungkan: "Tetapi kepada manusia Ia berfirman: Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi" (ayat 28).

(0.61) (Ayb 21:1) (sh: Kenyataan hidup ini rumit adanya (Jumat, 2 Agustus 2002))
Kenyataan hidup ini rumit adanya

Sebenarnya yang dapat menolong orang yang sedang dalam penderitaan adalah sahabat yang sedia sama menanggung dan mendengarkan, bukan mengecam dan menghakimi (ayat 2).

Dengan terus terang Ayub menyatakan bahwa hatinya "terhenyak" oleh ketiadaan empati para sahabatnya itu (ayat 5). Karena inti kecaman para sahabatnya berkisar di dua hal: bahwa penderitaan Ayub adalah akibat dosa dan bahwa penderitaan itu berasal dari Tuhan yang menghukum, kini Ayub mengajukan gigih bantahannya di sekitar dua hal itu pula. Pertanyaan Ayub adalah kebalikan dari argumen-argumen Zofar, dan dua sahabatnya lainnya, Bildad dan Elifas. Sebaliknya dari mendukung kesimpulan bahwa Allah menghukum orang berdosa, Ayub kini mengajukan fakta-fakta tentang orang berdosa yang justru tidak sedikit pun memperlihatkan adanya hukuman Tuhan atas hidup mereka (ayat 9b). Berlawanan dari pendapat Zofar yang mengatakan bahwa orang berdosa akan mati muda (ayat 20:11), ternyata mereka panjang umur bahkan semakin uzur semakin bertambah kuat (ayat 7). Keturunan mereka bukannya menderita (ayat 20:10), tetapi bertambah-tambah dan berhasil (ayat 8). Mereka tidak merana miskin, tetapi ternak mereka berkembang biak dan membuat mereka semakin kaya (ayat 10-11). Bahkan sebaliknya dari mengalami penderitaan dan ketidakbahagiaan, hidup mereka penuh dengan keceriaan perayaan (ayat 12-13). Tuhan bahkan tidak berbuat apa pun dalam kenyataan dunia sementara ini, bahkan terhadap orang-orang yang membuang Dia (ayat 14-16).

Ayub mengajukan fakta-fakta ini tidak untuk meragukan keadilan Tuhan, tetapi ia berpendapat bahwa tidak selalu Tuhan langsung menghukum di dunia ini secara langsung (ayat 17-21). Keadilan Allah atas orang fasik dan atas orang benar mungkin sekali baru terjadi pada penghakiman kekal di akhir zaman nanti (ayat 30).

Renungkan: Banyak masalah dan pergumulan iman kita tidak dapat dijawab dengan pikiran dan ide yang sempit dan pendek. Masalah pelik harus disoroti dari perspektif kekal dan lingkup kebenaran menyeluruh. Bila tidak, bukan hiburan, tetapi ocehan hampa makna yang orang akan dapatkan.

(0.60) (Ayb 42:8) (full: HAMBA-KU AYUB. )

Nas : Ayub 42:8

Allah menyebut Ayub "hamba-Ku" (ayat Ayub 42:7-8) dan dua kali menyatakan bahwa doanya diterima (ayat Ayub 42:8-9). Ayub dipulihkan sepenuhnya kepada perkenan Allah dan diberikan kekuasaan rohani dengan Allah. Allah akan mendengar doa syafaat Ayub bagi ketiga sahabatnya karena kedudukan Ayub yang benar di hadapan Allah (ayat Ayub 42:8-9).

(0.60) (2Tim 1:4) (full: AKU INGIN MELIHAT ENGKAU. )

Nas : 2Tim 1:4

Paulus kini adalah seorang tahanan di Roma yang menantikan saat kematiannya, ditinggalkan oleh banyak sahabatnya (ayat 2Tim 1:15; 2Tim 4:16), dan rindu untuk melihat Timotius sekali lagi. Dia memohon teman sekerjanya tetap setia pada kebenaran Injil dan datang secepatnya untuk bersama dia sementara hari-hari terakhir hidupnya di bumi ini (2Tim 4:21).

(0.60) (Ayb 2:12) (jerusalem: menaburkan debu di kepala) Ini tanda pertobatan dan terutama tanda perkabungan, Yos 7:6; 2Sa 13:19; Yeh 27:30. Ketiga sahabatnya menganggap Ayub sudah mati
(0.60) (Ayb 32:1) (jerusalem: Maka ketiga orang...) tiba-tiba (dalam bab 32-37) muncul seorang tokoh baru, Elihu, yang dalam pembicaraan Ayub dengan ketiga sahabatnya sekali-kali tidak tersinggung dan dalam bagian penutup kitab, bab 38-42, tokoh ini juga tidak berperan lagi. Dalam jalan pikirannya, peristilahan dan gaya bahasanya tokoh ini menyilang pembicaraan-pembicaraan lain yang tampil dalam kitab Ayub. Ada bagian dalam uraiannya yang mendahulukan apa yang nanti dikatakan Tuhan. Nampaknya pidato-pidato Elihu ini diselipkan ke dalam kitab Ayub setelah selesai dikarang: penulisnya lain dari penulis Ayub
(0.50) (Ayb 2:11) (full: KETIGA SAHABAT AYUB. )

Nas : Ayub 2:11

Setelah mendengar tentang kemalangan Ayub, tiga orang sahabatnya datang untuk menyatakan simpati dan menghiburnya. Kitab Ayub mencatat dialog mereka dengan penderita itu. Pandangan mereka merupakan teologi yang populer tetapi tidak lengkap, karena mereka beranggapan bahwa orang saleh hanya mengalami hal-hal yang baik sedangkan penderitaan senantiasa menunjukkan adanya dosa di dalam kehidupan seseorang. Mereka sungguh-sungguh berusaha menolong Ayub dengan mendorongnya untuk mengakui adanya dosa yang hebat. Pada akhirnya Allah menegur mereka karena kesalahan itu (Ayub 42:7).

(0.49) (Ayb 6:1) (sh: Berani mati yang seperti apa? (Rabu, 1 Desember 2004))
Berani mati yang seperti apa?

Menerima tuduhan semena-mena atau penilaian keliru tentu menimbulkan beban penderitaan Ayub semakin berat. Kini Ayub menuduh balik para sahabatnya sebagai tidak sungguh menyadari kedalaman derita Ayub (ayat 2). Juga, sikap dan komentar mereka memperlihatkan bahwa merekalah yang sebenarnya gentar menghadapi penderitaan (ayat 21). Jujur ia menggambarkan derita itu sebagai kesakitan ganda. Bukan saja karena ia harus menanggung kemalangan bertubi-tubi, tetapi juga karena kemalangan itu dalam tafsiran para sahabatnya sebagai tindakan Allah langsung melawan Ayub. Bila itu benar, Ayub melihatnya sebagai anak panah dan racun dari Allah menciptakan kedahsyatan dalam hidupnya (ayat 4).

Ucapan Ayub memohon kematian memang terasa biasa kita dengar dari orang-orang yang sedang menderita hebat. Namun, ada perbedaan antara permintaan untuk mati kebanyakan orang dari yang Ayub ucapkan ini. Bagi Ayub kematian bukanlah ungkapan keputusasaan tetapi ungkapan iman tentang kebahagiaan yang akan dimasukinya di balik kematian bersama Tuhan. Memang hal ini belum diungkapkan sampai pasal 19. Kematian adalah fakta kefanaan manusia (ayat 11-12). Tetapi lebih daripada itu, kematian merupakan kegirangan sebab ia tahu bahwa dirinya benar (ayat 10).

Kini Ayub sendiri mengulang komentar penutur kisah dan komentar Allah. Dalam kata-kata Ayub sendiri, ia tidak pernah meminta uang suap (menjauhi kejahatan -- 22), jujur (ayat 25), tidak berdusta atau curang (ayat 28, 30), saleh dalam hubungan sosialnya (ayat 23, 24). Ternyata ia low profile, penilaian penutur dan Allah jauh melampaui penilaiannya sendiri tentang dirinya. Integritas moral dan spiritualnya membuat ia menatap kematiannya dengan keberanian bahkan kegirangan. Sekali lagi bukan sebagai pelarian dari dunia yang jahat dan penuh derita ini, tetapi sebagai saat kegembiraan terjadi. Perasaan itu tidak mungkin dimiliki oleh orang yang berdosa sebab kematian pasti menimbulkan kengerian.

Ingat: Orang yang hidupnya berintegritas tidak takut apa pun dan siapa pun. Karena hanya Allah saja yang ia takuti, kematian sekali pun tidak membuatnya gentar.

(0.49) (Ayb 13:1) (sh: Ketika tidak ada yang membela (Rabu, 8 Desember 2004))
Ketika tidak ada yang membela

Pernahkah Anda merasa sendirian menghadapi masalah? Teman dan kerabat tidak bersimpati karena mereka menganggap Anda sendiri penyebab masalah itu. Bahkan Anda merasa Tuhan pun sepertinya tidak peduli.

Kekecewaan dan kemarahan terasa oleh kita dalam ucapan Ayub terhadap para sahabatnya. Ayub menuduh mereka sebagai tabib-tabib palsu yang tidak menolong kesakitan Ayub, sebab tuduhan-tuduhan mereka adalah dusta (ayat 4). Sebaiknya mereka tutup mulut saja (ayat 5). Ayub merasa bahwa teman-temannya telah mencatut nama Allah untuk meneguhkan pandangan mereka akan keberdosaan dirinya (ayat 7-8). Oleh sebab itu, ia balik mengingatkan para temannya itu bahwa Allah tidak bisa ditipu. Mereka sendiri akan diminta pertanggungjawaban oleh Tuhan atas tuduhan yang tak mendasar itu (ayat 9-11). Sesudah menegur keras sahabat-sahabatnya, Ayub menantang mereka untuk berhenti berbicara, lalu mendengarkan pembelaan yang akan Ayub buat sendiri di hadapan Allah (ayat 12-18).

Nada bicara Ayub terhadap Allah bercampur antara marah, pengakuan iman, permohonan, kepahitan. Di satu pihak Ayub yakin bahwa dirinya benar (ayat 22-23). Di lain pihak Ayub menganggap Allah telah memperlakukannya secara tidak adil (ayat 24,26), terlalu keras (ayat 25), tidak sesuai dengan daya tahan manusia yang sangat terbatas (ayat 27). Tidak ada hal lain yang diharapkannya selain keadilan Allah. Allah yang melihat kehidupan Ayub yang tidak bersalah pastilah akan menyelamatkannya. Itulah iman dan keterbukaan Ayub di hadapan-Nya. Ia meminta Allah menyatakan kesalahannya dan tidak hanya berdiam diri (ayat 24-25).

Mari kita belajar dari Ayub. Ketika teman tidak peduli bahkan menyerang kita, bahkan Allah pun sepertinya bungkam, kita harus terus mencari wajah-Nya. Meski ada pertanyaan pelik dan kebingungan, Ayub tidak menjauhi Allah. Ia menujukan pertanyaan dan permohonannya kepada Sang Pembela sejati.

Renungkan: Manusia bisa salah mengerti kita. Allah sempurna mengenal kita. Dialah pembela sejati kita.

(0.49) (Ayb 16:1) (sh: Penghibur sialan kamu! (Sabtu, 11 Desember 2004))
Penghibur sialan kamu!

Itulah ungkapan kekesalan Ayub terhadap ketiga sahabatnya. Oleh karena mereka bukannya mendukungnya untuk menanggung penderitaannya sebaliknya mereka mencerca Ayub dengan tuduhan keji. Seandainya keadaan terbalik, mereka ada pada posisi Ayub, mereka akan merasakan bagaimana rasanya dinasihati dengan kata-kata bermulut manis tetapi tanpa sungguh-sungguh mengasihi (ayat 4-5)

Sekali lagi Ayub membela dirinya dari tuduhan kejam para sahabatnya. Dengan tegas ia menyatakan bahwa semua penderitaan ini bersumber dari Allah sendiri (ayat 7-17). Allahlah yang membuat hidupnya dan keluarganya berantakan oleh musibah (ayat 7-8). Allah memperlakukan dan menghajar Ayub seolah ia musuh (ayat 9-10). Allah memakai orang-orang fasik untuk menyiksa Ayub (ayat 11-12). Allah menyiksa fisik maupun batin Ayub (ayat 13-16). Secara fisik Ayub menderita dari ujung kepala sampai ujung kaki (ayat 2:7-8). Secara batin Ayub menderita karena dirinya tidak bersalah (ayat 17). Maka Ayub membalas tuduhan jahat teman-temannya itu dengan membawa perkaranya itu kepada Allah. Ia memanggil bumi dan surga sebagai saksi cemoohan teman-temannya terhadapnya (ayat 18-19). Ia meminta perlakuan adil dan setimpal dijatuhkan atas niat busuk teman-temannya, supaya terbuktilah bahwa tuduhan mereka salah, dan dirinyalah yang benar (ayat 20-21). Ayub mengharapkan keadilan itu dengan segera terlaksana sebelum ia meninggal akibat dari penderitaannya itu (ayat 22).

Memang sulit untuk melihat dengan tepat akan pergumulan dan penderitaan orang lain, kalau seseorang sudah memiliki prasangka-prasangka tertentu. Ia akan menjadi buta terhadap fakta. Ia akan menjadi bersikap keras dan kejam dan tidak sensitif sama sekali akan pergumulan orang lain itu. Tepat sekali makian Ayub bahwa orang yang sedemikian adalah penghibur sialan. Oleh sebab itu, kita perlu dua hal untuk dapat menjadi penghibur yang baik. Mengenal fakta dengan benar, dan memiliki hati yang penuh kasih.

Renungkan: Penghiburan sejati adalah kata-kata berisikan kebenaran yang keluar hati yang penuh belas kasih.

(0.49) (Ayb 19:1) (sh: Teman tak berkuasa, Tuhan berkuasa (Rabu, 31 Juli 2002))
Teman tak berkuasa, Tuhan berkuasa

Ayub tidak hanya kehilangan harta benda, anak-anak, dan kesehatannya. Ia juga kehilangan teman dan respek. Ayub meratap bahwa ia sekarang dikucilkan oleh saudara, kenalan, kaum kerabat, dan kawan-kawannya. Tidak berhenti di situ, ia pun diasingkan oleh anak semang dan budaknya (ayat 13-16) dan bahkan oleh istrinya sendiri (ayat 17). Ejekan tidak saja diterimanya dari teman karibnya, tetapi juga dari anak-anak kecil (ayat 18-19). Tidak heran pada akhirnya dengan memelas Ayub memohon kepada ketiga sahabatnya itu, "Kasihanilah aku, kasihanilah aku, hai sahabat-sahabatku."

Dalam penderitaan, kita membutuhkan dukungan dari orang-orang yang mengasihi kita. Seberat apa pun permasalahan yang kita hadapi, kalau kita masih mendapatkan kepercayaan dan kekuatan dari mereka, kita akan lebih sanggup menghadapinya. Namun, ironisnya, dalam kesusahan kita cenderung memilih untuk sendirian, mengucilkan diri dari keramaian. Kita menangis sendirian dan kita menderita sendirian, sepi dari sapaan teman dan kerabat.

Namun, meskipun Ayub bergumul sendirian, ia menghampiri Tuhan. Itu sebabnya ia tetap berkata dengan yakin, "Tetapi aku tahu: Penebusku hidup dan Ia akan bangkit di atas debu." (ayat 25). Ayub datang kepada Pribadi yang tepat: Tuhan sendiri. Ia membawa ketidakmengertian dan kekecewaannya kepada Tuhan. Sekarang Ayub tidak sendirian lagi. Meski sahabat-sahabatnya tidak memahami keadaannya, Tuhan mengerti.

Ada masalah yang dapat kita bagikan dan ceritakan kepada teman. Namun, ada juga masalah yang tidak bisa kita ceritakan kepada siapa pun. Akhirnya kita hanya dapat datang kepada Tuhan yang mengerti kepedihan kita bahkan sebelum kita mengucapkan sepatah kata pun.

Renungkan: Teman mengerti sebagian tentang diri kita, tetapi Tuhan mengerti seluruhnya. Teman mengasihi, memperhatikan kita, tetapi Tuhan mengurbankan nyawa-Nya buat kita. Dialah satu-satunya tempat kita mendapatkan kasih sayang dan pertolongan.

(0.40) (Ibr 13:13) (full: KARENA ITU MARILAH KITA PERGI KEPADA-NYA. )

Nas : Ibr 13:13

Menjadi pengikut Kristus berarti pergi di "luar perkemahan". Bagi orang-orang Kristen Yahudi yang menerima surat ini, perkemahan tersebut melambangkan agama Yahudi. Bagi kita perkemahan itu dunia dengan semua kenikmatan dosa, nilai-nilai yang tidak kudus dan sasaran-sasaran yang bersifat sementara. Kita harus ikut menanggung kehinaan Kristus agar dapat mengikut Dia, berbagi rasa dengan Dia, menjadi sahabat-Nya, manunggal dengan-Nya, dan menyatakan kepada dunia keputusan kita untuk tunduk kepada patokan-patokan dan maksud-maksud-Nya. Dengan pergi ke luar pintu gerbang, kita menjadi orang-orang asing di bumi (ayat Ibr 13:14; 11:13). Sekalipun demikian kita bukan tanpa kota karena kita mencari kota yang akan datang, kota yang "mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah" (Ibr 11:10,14,16; 13:14).

(0.40) (2Sam 9:1) (sh: Kasih persahabatan. (Senin, 22 Juni 1998))
Kasih persahabatan.

Persahabatan Daud dengan Yonatan dinampakkan juga kepada anak Yonatan, Mefibosyet. Kebiasaan saat itu, seorang raja yang menang, membunuh semua anggota keluarga raja yang dikalahkannya. Mereka diangap ancaman karena dapat saja suatu saat memberontak. Bagi Daud, membagikan kasih Allah dan memelihara kesetiakawanan adalah lebih utama daripada keinginan mempertahankan takhta kerajaan. Kasih Allah itulah yang mendasari persahabatannya dengan Yonatan. Persabahatan Kristen yang benar dan langgeng pun didasarkan pada kasih Allah.

Kasih menjadi nyata. Kasih Allah ini dinampakkan Daud bukan hanya dengan cara tidak membunuh Mefiboset, tetapi ia memberikan seluruh milik Saul kepadanya dan mengijinkannya makan semeja dengan Daud. Yang diterima oleh Mefiboset ini adalah sesuatu yang luar biasa. Mefisboset merasa ia hanya layak diperlakukan seperti bangkai anjing, tetapi Daud memberikan kehormatan yang luar biasa. Kasih sejati seperti yang dinyatakan oleh Daud dengan memberikan yang istimewa, bukan sesuatu yang bekas dan tidak berharga.

Renungkan: Persahabatan yang didasari kasih Allah menjadi berkat yang besar bagi sahabat kita.

Doakan: orang-orang yang dikhianati sahabatnya.

(0.40) (Ayb 3:1) (sh: Bukan manusia luar biasa (Minggu, 28 November 2004))
Bukan manusia luar biasa

Ucapan Ayub mengutuki hari kelahirannya, mungkin mengubah penilaian kita terhadap kesalehan Ayub.

Sejak ps. 1 kitab Ayub sampai sebelum nas ini, kita hampir menyimpulkan bahwa Ayub adalah manusia luar biasa. Ia tidak saja berhasil dalam segala segi hidupnya (ayat 1:1-3), tetapi ia juga berhasil menerima penderitaan bertubi-tubi dengan sikap yang benar di hadapan Tuhan (ayat 1:13-22; 2:7-10). Ayub membuktikan bahwa tidak dengan menganut "teologi sukses" seseorang dapat hidup saleh, takut akan Allah, jujur, dan menjauhi kejahatan. Bahkan saat istrinya menganjurkan untuk mengutuki Allah, kesalehannya masih mengagumkan. Pada nas ini boleh kita menyimpulkan bahwa si penutur kisah Ayub ingin sekadar memaparkan apa adanya Ayub, yakni manusia biasa seperti Anda dan saya. Ayub bukan manusia sempurna karena tekanan derita yang amat berat, tidak lagi dapat ditanggungnya. Reaksi wajar Ayub terungkap sesudah para sahabatnya berempati. Meskipun begitu, Ayub tidak menghujat Tuhannya!

Keluh, ratap, tangis adalah ungkapan wajar dari orang yang menderita. Alkitab tidak membenarkan dan tidak menyalahkan. Hanya jika sikap ini dilakukan dengan tidak beriman atau melawan Tuhan, barulah berdosa. Sebaliknya, jika disertai pengakuan kedaulatan Tuhan, justru menjadi pernyataan iman. Untuk dapat beriman saat menderita, Tuhan tidak menuntut kita menjadi manusia luar biasa.

Renungkan: Masa-masa Adven kita isi dengan mensyukuri tindakan Tuhan yang datang menjenguk kita yang rentan dan tidak berdaya.



TIP #20: Untuk penyelidikan lebih dalam, silakan baca artikel-artikel terkait melalui Tab Artikel. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA