Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 3 No. 1 Tahun 1988 >  BAPTISAN DAN KEPENUHAN ROH > 
D. PENUTUP 

Setelah dipaparkan tentang kekeliruan eksegetikal dan hermeneutikal dalam tafsiran atau praanggapan pandangan tertentu tentang baptisan dan kepenuhan Roh, mungkin timbul keberatan dari sementara fihak yang mengatakan bahwa cara pembuktian eksegetikal dan hermeneutikal tersebut merupakan cara yang dogmatis kaku, membatasi lingkup atau kebebasan karya Roh. Kita tidak boleh terpaku pada "huruf-huruf yang mati" apalagi bahasa asli dari Alkitab. Bukankah "...hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan" (2 Kor 3:6)?

Apabila yang dimaksud adalah Alkitab tidak perlu terlalu menjadi ukuran atau patokan ini itu dalam urusan rohani gereja, maka harus dipertanyakan dengan patokan apakah gereja hidup di tengah-tengah segala - rupa angin pengajaran palsu? Bagaimanakah seseorang menghindarkan dirinya dari prasuposisi subyektif di dalam mendekati segala sesuatu? Siapakah di antara para pemimpin gereja dewasa ini yang berani mengatakan "Thus saith the Lord to me" dengan isi yang lain dari keseluruhan isi Alkitab, "sui generis", hingga perkataannya berbobot sama setara dengan isi Alkitab? Jikalau kita menemukan tokoh seperti itu, maka ia boleh disebut sebagai nabi atau rasul, entah ia berasal dari Korea, Amerika Serikat, Surabaya, Jakarta, Semarang atau Depok (Bogor).

Seharusnyalah setiap orang percaya dibangun di atas kebenaran firman Tuhan, karena dari sanalah bersumber segala sistem iman Kristen. Namun, tanpa pretensi apapun, kita harus mengakui bahwa "Exegesis without presupposition is impossible". Tinggal yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana bentuk prasuposisi seseorang pada saat ia mendekati firman Tuhan? Apakah sudah terdapat kecurigaan kita bahwa Alkitab itu penuh dengan kesalahan? Apakah kita menganggap Alkitab terlalu kaku untuk dijadikan pedoman prinsip-prinsip dasar kehidupan Kristen?

Setelah tanggapan dan kritik, kiranya perlu diberikan beberapa segi positif yang timbul dari aliran yang menekankan baptisan dan kepenuhan Roh. Segi positif yang memang merupakan "blessing in disguise" ini disampaikan bukan dengan tujuan sekedar basa-basi, tetapi merupakan kenyataan yang sesungguhnya. Pertama, situasi jemaat Kristen yang mengalami kelesuan, kehilangan kuasa dan kasih menjadi dingin, seyogyanya merupakan tantangan bagi kita semua. Apakah jemaat kita telah betul-betul menghayati soal peranan pribadi Roh Kudus di dalam kehidupan individual mereka? Apakah para aktivis jemaat kita merupakan orang-orang yang penuh dengan Roh? Kedua, permasalahan di atas seharusnya membangkitkan visi kita untuk memikirkan pola pembinaan warga jemaat kita dengan pengajaran alkitabiah. Sudah seberapa jauh mereka mengenal pribadi dan pengajaran tentang Roh Kudus? Memang betul ada aliran yang terlalu ekstrim menekankan soal peranan Roh, tetapi bukankah sebaliknya cukup banyak gereja dewasa ini yang terlalu meremehkan peranan Roh di dalam kehidupan jemaat baik secara sadar maupun tidak? Biarlah kalimat-kalimat di atas menjadi "sepotong tebu manis" yang kita cicipi di tengah kekeringan tenggorokan kita. Sesudah itu, dengan semangat yang lebih baru dan positif, kita isi hari depan gereja dengan sejarah yang lebih indah lagi.



TIP #20: Untuk penyelidikan lebih dalam, silakan baca artikel-artikel terkait melalui Tab Artikel. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA