Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 14 No. 1 Tahun 1999 > 
EKONOMI KERAKYATAN MENURUT KITAB AMSAL 
Penulis: Risnawaty Sinulingga
 PENGANTAR

Sejumlah 40% lebih rakyat Indonesia dewasa ini menderita kelaparan, jumlah ini masih akan terus bertambah, kecuali kalau consolidated democracy tercipta dalam masyarakat Indonesia.15 Disepakati bahwa dalam keadaan seperti ini, khususnya pada era reformasi, ekonomi kerakyatan perlu direalisasikan. Kebijakan ekonomi hendaknya memberi peluang bagi terbebasnya rakyat dari kemiskinan.

Sebagai sumber nilai-nilai etis, perlu dipertanyakan apa komentar Alkitab, khususnya kitab Amsal tentang hal ini. "Keadilan personal dibutuhkan untuk mengangkat status sosial ekonomi rakyat," inilah ide pokok kitab Amsal mengenai ekonomi kerakyatan. Berbeda dengan kitab Amsal para nabi abad ke-8 SM, seperti Amos dan Hosea banyak berbicara tentang "keadilan sosial" yang harus diperjuangkan bagi rakyat banyak yang miskin.16 Kalau kitab Amsal mengemukakan kemiskinan menurut ideologi konservatif, bahwa orang yang miskin umumnya dinilai bodoh, malas, tidak punya motivasi berprestasi yang tinggi, maka para nabi tersebut di atas memperlihatkan kemiskinan berdasarkan ideologi liberal, yaitu orang miskin menjadi miskin karena orang kaya menjadi kaya dan karena penguasa mendukung orang kaya.17

Mengapakah literatur hikmat, dalam hal ini kitab Amsal, berbeda pandangan dengan kitab para nabi, khususnya yang berasal dari abad ke-8 SM, padahal keduanya berada pada kitab yang sama yaitu Perjanjian Lama? Nilai-nilai etis apa yang bisa dipedomani orang Kristen dari ekonomi kerakyatan pada kitab Amsal ini? Inilah pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah yang akan dijawab dalam tulisan ini. Untuk itu pertama-tama dalam tulisan ini diberikan pengenalan singkat kitab Amsal khususnya status sosial guru hikmat, berikutnya situasi sosial ekonomi, bangsa Israel pada sekitar abad ke-8, kemudian pandangan teologis etis kitab Amsal tentang ekonomi kerakyatan dan analisis terhadapnya serta refleksinya bagi orang Kristen di Indonesia.

 SEKILAS TENTANG KITAB AMSAL DAN GOLONGAN ATAS YANG MELATARBELAKANGINYA

Peredaksian kitab Amsal tidak mungkin selesai sebelum masa raja Hizkia (lih. Ams 25:1). Lagi pula pada umumnya Amsal 1 hingga 9 diterima tidak berasal dari masa Kerajaan tetapi bersumber dari masa sesudah pembuangan (sekitar abad ke-5 SM). Dan khususnya berdasarkan hubungan yang ditemukan ada secara langsung antara Amsal 8 dengan kitab Sirakh (kitab ini dari abad ke-3 SM),18 dapatlah dikatakan bahwa peredaksian akhir kitab ini dilakukan antara abad ke-5 hingga ke-3 SM. Walaupun peredaksian atas kitab Amsal secara keseluruhan dilakukan baru pada masa sesudah pembuangan, banyak materi kitab Amsal, baik secara lisan maupun tulisan sudah ada sebelum peredaksian kitab itu sendiri, bahkan cukup banyak yang berasal dari masa sebelum Kerajaan.

Bagian kitab Amsal dari masa sebelum Kerajaan ini tadinya merupakan materi pendidikan yang dipergunakan orangtua dalam keluarga untuk mendidik orang muda agar mereka mengetahui nilai-nilai etis tradisional dan mampu melaksanakan fungsi mereka dalam masyarakat dengan baik. Pada masa ini pun sudah ada sekolah, yang mendidik adalah orang-orang yang profesional dalam pendidikan, tetapi pendidikan seperti ini berlaku hanya bagi golongan masyarakat atas yang sangat minoritas.19 Tetapi pendidikan di sekolah umumnya merupakan respon bagi kebutuhan golongan atas, yaitu kerajaan. Materi pendidikan, selain dari etika tradisional, adalah teknik berbicara di depan umum, bernegosiasi dengan negara asing, dan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan administrasi. Khususnya pada abad ke-8 SM, yaitu pada masa raja Hizkia di bawah pengontrolan kalangan istana, dilaksanakan kegiatan penulisan, pengumpulan, dan peredaksian materi pendidikan secara besar-besaran. Pada masa ini diselesaikan kebanyakan dari bagian tertua kitab Amsal, yaitu Ams 10:1-22:16; 25-29. Kemungkinan kegiatan ini sudah dimulai sejak masa raja Salomo.20 Dapat dipahami bahwa kegiatan pendidikan, penulisan, pengumpulan, peredaksian ini dilakukan oleh golongan masyarakat atas. Golongan masyarakat minoritas ataslah yang mempunyai kualifikasi untuk melaksanakan kegiatan ini. Pandangan mereka sebagai masyarakat golongan atas tentu mempengaruhi materi pengajaran hikmat.

Tidak dibatasi kemungkinan adanya pendidik yang berasal dari golongan masyarakat menengah dan bawah. Sebagai golongan masyarakat menengah dan bawah tentulah mereka memiliki kesadaran yang lebih besar mengenai masalah-masalah kemasyarakatan, seperti ketidakadilan yang berlaku di antara golongan kaya dan golongan miskin, khususnya yang berkaitan penyebab kemiskinan dan pembebasan dari kemiskinan tersebut.21 Dan amat menarik bahwa pengajaran tentang ekonomi kerakyatan bertumpu pada bagian ini. Hampir seluruh materi pengajaran tentang ekonomi kerakyatan berada di sini, bahkan seluruh konsep ekonomi kerakyatan juga berada dalam bagian ini. Pada bagian lain tidak banyak memberi bahasan yang sama, dan tidak memberi konsep yang berbeda dengan konsep yang ada. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pengajaran tentang ekonomi kerakyatan pada Ams 10:1-22:16; 24-29 menggambarkan konsep pengajaran tentang hal yang sama di seluruh kitab Amsal. Oleh karena itu pembahasan tema akan dilakukan atas perikop ini.

 LATAR BELAKANG SOSIAL EKONOMI ISRAEL PADA MASA SEBELUM DAN SESUDAH ABAD KE-8 SM

Walaupun peredaksian terakhir kitab Amsal berlaku pada sekitar abad ke-5 hingga ke-3 SM, materi pendidikan pada kitab ini ada yang berasal dari masa sebelum Kerajaan (abad ke-13 SM), tetapi penulisan, pengumpulan, dan pengeditan besar-besaran atas materi ini baru dilakukan pada abad ke-8 SM. Lagi pula materi pada kitab Amsal yang paling banyak memberikan bahasan mengenai ekonomi kerakyatan adalah bagian yang berasal dari masa ini. Oleh karena itu pembahasan tentang latar belakang sosial ekonomi Israel akan diberikan berdasarkan masa pada sekitar abad ke-8 SM.

Ketika orang Israel hidup dalam periode semi nomadik pada abad ke 13 SM, sangatlah diutamakan kesatuan dari setiap anggota masyarakat. Kesatuan ini berorientasi pada kepala keluarga, didasarkan kepada pengakuan bahwa harta milik adalah kepunyaan bersama, dan diperoleh melalui perjuangan bersama (dalam peperangan?) yang sebenarnya merupakan berkat Tuhan.22 Dalam masyarakat yang seperti ini tentulah masalah kemiskinan bukan masalah ketidakadilan sosial, tetapi masalah prestasi pribadi, dan tidak ada penekanan dilakukan oleh si kaya terhadap si miskin. Kehidupan semi nomadik ini kemudian beralih kepada kehidupan persekutuan suku yang nilai kesatuannya menjadi pudar, karena persekutuan ini tidak Lagi berorientasi pada kepala keluarga tetapi pada kelompok per daerah dan kota-kota kecil, sesuai dengan apa yang diterima dalam pembagian atas tanah Kanaan. Dalam masyarakat ini mulai timbul persaingan yang individualistis. Kemiskinan yang pada mulanya bersifat kebetulan (misalnya karena kebetulan mendapat tanah yang kurang subur), dilanjutkan oleh faktor lain (seperti modal yang kurang), keadaan ini menghasilkan garis pemisah yang cukup tajam di antara golongan miskin dan golongan kaya.23

Munculnya kemiskinan oleh ketidakadilan sosial dimulai pada masa Kerajaan karena adanya garis kebijakan yang nasionalis dan centralis. Garis kebijakan ini memunculkan orang-orang pusat yang menjadi penguasa, sekaligus pengusaha bagi perusahaan-perusahaan yang disentralisir. Olehnya golongan pusat bertambah lama bertambah kuat, sedangkan rakyat jelata bertambah lemah. Sebagai akibatnya tentulah jurang pemisah antara golongan kaya dan miskin bertambah dalam. Pada masa pertengahan pertama abad ke-8 SM, Kerajaan Israel Utara dan Selatan mengalami perubahan-perubahan yang begitu dramatis sehingga kedua kerajaan ini berada pada puncak kekuasaan dan kekayaan.24 Dengan kekuasaan dan kekayaannya kedua kerajaan ini memajukan perdagangan internasional dengan Fenisia dan Arabia Selatan. Tetapi perdagangan internasional ini rupa-rupanya hanya menguntungkan golongan "elit" yang mampu mempengaruhi penguasa negara sehingga mereka menggunakan kuasa mereka untuk menindas rakyat jelata demi kepentingan golongan minoritas tersebut. Dengan penindasan ini rakyat jelata bertambah miskin karena golongan "elit" ini bertambah kaya. Rakyat jelata sampai begitu miskin dan lemah sehingga tidak mungkin mampu melepaskan dirinya sendiri dari penindasan dari kemiskinan. Mereka dianggap hina, tak mempunyai hak yang sama dengan golongan "elit", bahkan sah-sah saja bila diperas.25

Pada masa pertengahan kedua dari abad ke-8 SM, kejahatan dan ketidakadilan sosial semakin menjadi jadi dalam kedua kerajaan ini. Dalam kedua kerajaan ini muncul komplotan-komplotan yang saling bertentangan dan menghancurkan kesatuan yang sudah sangat rapuh. Undang-undang dan peraturan-peraturan formal tidak lagi berwibawa. Kehidupan dan kekayaan tidak lagi aman.26 Kedua kerajaan ini menjadi amat lemah, siap untuk dihancurkan oleh bangsa asing, yaitu Asyur dan Babilonia. Dan kehancuran itu memang terjadi.

 KONSEP KEMISKINAN DAN PEMBEBASAN YANG KONSERVATIF

Ekonomi kerakyatan pada Ams 10:1-22:16; 24-29 sangat bersifat konservatif.27 Hal itu dapat dilihat dari 4 ide pokok yang berkaitan dengan kemiskinan dan pembebasan dari kemiskinan pada perikop ini. Pertama, kemiskinan dikemukakan tidak sebagai akibat kesalahan kelompok lain, misalnya kelompok kaya atau penguasa, tetapi kesalahan kelompok miskin sendiri. Orang menjadi miskin karena berlaku fasik, merusak, malas, dan bodoh. Konsep sebab akibat sangat kental dalam kitab ini. Dengan demikian kekayaan diperlihatkan sebagai akibat dari kerja keras kelompok si kaya. Orang menjadi kaya karena hidup benar, jujur, rajin, dan berhikmat. Sebagai contoh:

"Tuhan tidak membiarkan orang benar menderita kelaparan, tetapi keinginan orang fasik ditolaknya. Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya" (Ams 10:4-5).

Ayat lain berisi konsep kemiskinan yang sama dapat dilihat di dalam Ams. 11:24-25,27; 13:4,18; 15:19; 18:9; 20:13; 24:30-34. Berkaitan dengan konsep ini, orang miskin dianggap berstatus hina, sementara itu orang kaya berstatus mulia. Sebagai contoh:

"Juga oleh temannya orang miskin itu dibenci, tetapi sahabat orang kaya itu banyak" (Ams 14:20).

Konsep yang sama dapat dilihat pada Ams 21:20; 28:11. Tetapi dalam perikop ini juga ditemukan sikap yang menolak pemujaan terhadap kekayaan, karena dianggap bersifat sementara. Bahkan di sini dapat ditemukan cukup banyak kritik sangat keras terhadap orang kaya yang mengumpulkan kekayaannya dengan cara fasik (Ams 10:2; 11:14,28; 13:11; 21:5,6; 22:2; 28:6).

Kedua, konsep sebab akibat yang sama juga berlaku dalam hal kekuasaan dan penindasan. Dikemukakan bahwa kemalasan tidak hanya berkaitan langsung dengan kemiskinan tetapi juga mengakibatkan penindasan atau kerja paksa. Sementara itu kekuasaan diperoleh bukan dari kekerasan, melainkan dari kerajinan. Sebagai contoh:

"Tangan orang rajin memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa" (Ams 12:24).

Ketiga, berkaitan dengan konsep pertama, pembebasan terhadap orang miskin dapat terjadi melalui pembinaan bagi kelompok yang sama. Orang miskin perlu didik untuk menjadi orang yang hidup benar, rajin, dan berdisiplin. Sebagai contoh:

"Janganlah menyukai tidur, supaya engkau tidak jatuh miskin, bukalah matamu dan engkau akan makan sampai kenyang" (Ams 20:14).

Keempat, selain pembinaan bagi kelompok orang miskin, tindakan pembebasan bagi diri mereka agar lepas dari kemiskinan juga membutuhkan tindakan keadilan. Tindakan keadilan yang dibicarakan di sini adalah tindakan keadilan personal, yaitu setiap orang khususnya orang kaya harus melakukan tindakan yang adil terhadap orang miskin. Dalam hal ini orang kaya harus menolong orang miskin, orang kaya tidak boleh memperbanyak uang dengan riba, memeras, menindas orang miskin, dan tidak boleh merampas tanah orang miskin. Sebagai contoh:

"Siapa menindas orang yang lemah menghina Penciptanya, tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin memuliakan Dia" (Ams 14:31).

Ayat-ayat lain yang memberikan konsep yang bersamaan adalah Ams 15:22; 17:5; 22:28. Tindakan atau kewajiban melakukan keadilan ini dikaitkan dengan motif religius. Orang kaya yang tidak berlaku adil terhadap orang miskin akan menerima hukuman dari Tuhan. Sebagai contoh:

"Janganlah merampasi orang lemah karena ia lemah, dan Janganlah menginjak-injak orang yang berkesusahan di pintu gerbang. Sebab Tuhan membela perkara mereka, dan mengambil nyawa orang yang merampasi mereka" (Ams 22:22-23; bdk. 23:10-11).

Tetapi pembebasan sosial, yaitu perubahan struktur masyarakat, seperti penolakan terhadap pemerintah yang berlaku tidak adil terhadap rakyat jelata yang miskin dan lemah,28 tak pernah dianjurkan. Sebaliknya komentar tentang raja selalu positif bahkan bila ia mempergunakan kuasa dengan merusak. Materi pendidikan tentang ekonomi kerakyatan tak menganjurkan suatu perlawanan tetapi menaati dia. Sebagai contoh:

"Kegentaran yang datang dari raja adalah seperti raung singa muda, siapa membangkitkan marahnya membahayakan dirinya" (Ams 20:2).

Konsep yang sama tentang hal ini dapat dilihat di dalam Ams 22:29; 29:14.

 SUATU ANALISIS DAN REFLEKSI BAGI EKONOMI RAKYAT DI INDONESIA

Ayat-ayat yang berbicara tentang ekonomi kerakyatan di atas kebanyakan berasal dari masa Kerajaan, walau tak disangkal sebagian mungkin saja berasal dari masa sebelum Kerajaan. Tetapi semuanya itu dikumpulkan dan di edit pada masa kerajaan, khususnya pada abad ke-8 SM, yaitu pada masa raja Hizkia. Telah dikemukakan pula bahwa konteks kemiskinan pada masa tersebut adalah kemiskinan struktural, dalam hal mana pembebasan kemiskinan yang dibutuhkan adalah pembebasan dari ketidakadilan sosial, termasuk kritik yang keras bagi pemerintahan. Tetapi ternyata kitab Amsal tidak mencantumkan konsep kemiskinan dan pembebasan yang seperti itu melainkan konsep kemiskinan konservatif dan pembebasan personal. Mengapa demikian? Kemungkinan besar karena yang melakukan penulisan, pengumpulan, dan peredaksian materi pendidikan kitab Amsal yang berbicara tentang ekonomi kerakyatan adalah kelompok masyarakat atas. Sebagai masyarakat golongan atas mereka memiliki pandangan yang konservatif tentang kemiskinan, yaitu bahwa orang miskin bisa bebas dari kemiskinan kalau mereka dibebaskan dari kemalasan dan kebodohan. Masyarakat golongan atas ini puas dengan keadaan status quo, oleh karenanya mereka tidak menghendaki adanya perubahan; apalagi secara radikal dan berisiko tinggi, misalnya dengan melawan pemerintah. Ayat-ayat yang berisi kritik terhadap ketidakadilan orang kaya kepada orang miskin kemungkinan merupakan refleksi sikap hidup dan pengajaran guru-guru hikmat yang berasal dari golongan bawah.

Situasi sosial ekonomi kita dewasa ini memiliki banyak kemiripan dengan situasi sosial ekonomi bangsa Israel pada abad ke-8 SK Dalamnya jurang pemisah antara golongan kaya dengan rakyat jelata pada kitab Amsal sama dengan luasnya jurang pemisah antara pemilik kuasa dan modal dengan rakyat (kaum buruh dan petani) di Indonesia. Sejat zaman penjajahan Belanda, penjajah dan pemilik modal asing merendahkan para buruh dan petani tradisional secara politis dan ekonomis,29 dan situasi ini terus berlanjut ke zaman Orde Baru yang cenderung bersifat kapitalis liberal dengan mengesahkan Undang-undang Penanaman Modal Asing pada tahun 1967. Dengan amat cepat modal-modal asing yang berguna bagi suatu strategi industrialisasi membanjiri Indonesia, dan dalam strategi ini perekonomian rakyat kembali tergencet, kemiskinan bertambah merajalela. Permasalahan kemiskinan pertama-tama terjadi di kalangan kaum pekerja. Eksploitasi terjadi pada mereka dengan rendahnya upah, dipotongnya hak-hak buruh (seperti hak untuk berorganisasi secara mandiri), angka pengangguran amat tinggi, dan penguasa dapat berbuat hampir-hampir semaunya sebab hukum "melindungi" mereka.30 Penekanan juga terjadi pada kaum petani. Melalui strategi Revolusi Hijau, gerakan dari organisasi-organisasi petani amat dibatasi, jurang pemisah antara petani kaya yang mendapat fasilitas dengan petani miskin tanpa fasilitas, bertambah lama bertambah dalam. Oleh karenanya petani kaya bertambah kaya sedangkan petani miskin semakin miskin. Pertambahan jumlah petani yang tidak lagi memiliki tanah menjadi berlipat ganda.31 Jurang pemisah di antara golongan kaya dengan rakyat jelata ini terus bertambah dalam sampai lengsernya Soeharto sebagai pengusaha tertinggi dari pemerintahan Orde Baru. Jurang pemisah ini menghadirkan banyak perselisihan dan kerusuhan. Perselisihan dan kerusuhan yang terjadi memperlihatkan bahwa hukum dan undang-undang pun telah kehilangan wibawanya. Situasi ini sangat berbahaya bagi utuhnya kesatuan dan persatuan bangsa.

Berdasarkan pembahasan di atas jelas bahwa kemiskinan di Indonesia adalah kemiskinan struktural yang membutuhkan pembebasan struktural. Kebijakan ekonomi yang dibutuhkan adalah kebijakan yang mendukung dan memberi kesempatan serta kemampuan kepada rakyat untuk bebas dari kemiskinan. Struktur yang menghambat serta menghalangi terlaksananya kebijakan ini, seperti yang telah dipaparkan di atas harus dikikis. Tetapi materi pendidikan kitab Amsal tentang ekonomi kerakyatan memperlihatkan kepada kita bahwa selain dari pembebasan struktural, dibutuhkan pula pembinaan moral kepada golongan miskin dan golongan kaya yang terpisah. Dalam hal inilah gereja dan orang Kristen dapat berperan. Melalui pembinaan moral dan pendidikan kedua golongan ini dapat digiring menjadi anggota "masyarakat yang manusiawi," masyarakat yang solider, sejahtera dan adil. Yang dapat dilakukan gereja, antara lain:

- Gereja dapat memberikan pembinaan moral agar kedua golongan ini memiliki rasa persatuan, terutama agar golongan kaya solider dengan golongan miskin, sehingga dapat terjadi pertukaran informasi tentang masalah kemiskinan yang dihadapi dan memungkinkan diskusi untuk mencarikan solusinya.

- Gereja dapat memberikan pembinaan moral dan pendidikan kepada golongan miskin (orang-orang yang tinggal di desa, yang terkena PHK, para gelandangan, tuna susila, anak-anak yatim piatu, para tahanan, orang tua lanjut usia, dan lain-lain) agar mereka memiliki bukan saja kepercayaan diri, tetapi kemauan dan kemampuan untuk berbenah diri, menuju kepada kehidupan yang sejahtera.

- Pembinaan moral yang sama dapat diberikan gereja kepada golongan kaya (pengusaha kaya, pedagang kaya, pejabat kaya, dan lain-lain) agar mereka mau membantu golongan miskin, baik secara langsung (membagi-bagikan sembako misalnya) atau tidak langsung di dalam menanggulangi permasalahan mereka (misalnya mendirikan sekolah, rumah-rumah sakit di desa-desa, meningkatkan modal orang desa melalui kegiatan diakonia sosial jemaat Kristen di desa tersebut), sehingga golongan miskin juga merasa sejahtera, bahkan gereja sendiri dapat langsung melakukan pelayanan-pelayanan sosial untuk mensejahterakan mereka.

- Pembinaan moral lain yang dapat dilakukan gereja kepada golongan kaya adalah agar mereka bersedia memperlakukan golongan miskin ini dengan adil, sehingga perbedaan tingkat kesejahteraan golongan dengan golongan miskin semakin tipis.32

 KESIMPULAN

Alkitab yang terdiri dari banyak kitab, dengan motif dan latar belakang yang berbeda-beda, memberikan konsep kemiskinan dan pembebasan dari kemiskinan yang beraneka ragam. Satu dari sekian banyak kitab itu (kitab Amsal) mengajarkan konsep kemiskinan yang khusus, yang menurut pemahaman ekonomi modern, diberi nama "kemiskinan tradisional" dan pembebasan dari kemiskinan melalui "keadilan personal" Materi pengajaran pada kitab Amsal tentang menyampaikan kehendakNya kepada orang Kristen. Yang mau dinyatakan Allah melalui kitab ini adalah agar orang Kristen atau gereja mendukung ekonomi kerakyatan bagi masyarakat Indonesia bukan semata melalui pembenahan struktural tetapi melalui pembinaan moril agar golongan miskin dapat berbenah diri dan meningkatkan kemampuannya dan agar golongan kaya peduli, berlaku adil, serta rela memberikan pertolongan kepada golongan miskin.



TIP #31: Tutup popup dengan arahkan mouse keluar dari popup. Tutup sticky dengan menekan ikon . [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA