Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 11 No. 2 Tahun 1996 >  BUDAYA POPULER > 
ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMICU BUDAYA POPULER 

Budaya populer, sama seperti bentuk-bentuk budaya lain yang tumbuh kembang amat luas di dunia ini, tidaklah terlepas dari mandat budaya yang diamanatkan Allah Sang Khalik sendiri kepada manusia. Dari sanalah, manusia yang sudah diperlengkapi Allah dengan potensi daya pikir, bertindak, berkarya dan beradab akhirnya menciptakan berbagai produk budaya. Sekalipun oleh kejatuhannya dalam dosa, manusia terkutuk oleh Allah dan diusir dari Taman Eden, mereka dibiarkan oleh Tuhan Allah untuk melanjutkan kiprah hidupnya.

Jauh hari sebelum tibanya abad informasi global, manusia sudah menemukan berbagai keahlian dan kesenian seperti halnya Kain mendirikan kota (Kej 4:17), bangsa keturunan Yabal memelihara ternak dan tinggal dalam kemah (Kej 4:20); sedangkan keturunan Yubal adalah pemain musik kecapi dan seruling (Kej 4:21); serta para keturunan Tubal-Kain ahli dalam membuat segala macam perkakas dari tembaga dan besi (Kej 4:22) dst.

Peradaban atau pencapaian manusia dalam pelbagai bidang kehidupan terus berkembang. Dari zaman yang paling kuno dan primitif hingga yang paling kini dan pascamodern. Sekalipun lonjakan kemajuan budaya yang berhasil diraih oleh umat manusia, baik di dunia Barat maupun Timur demikian mengagumkan, sejarah pun mencatat bahwa kerapkali manusia terlibat dalam kancah peperangan. Peperangan dalam skala lokal sampai yang nasional, bahkan yang multi nasional (seperti Perang Dunia I dan II) merupakan unsur perusak budaya yang paling menonjol. Setelah pertempuran dan peperangan mereda, manusia terpicu dan terpacu untuk membangun kembali puing-puing reruntuhan. Setelah sejangka masa, manusia homo homili lopus kembali bersaing, bertarung dan saling membinasakan, yang berbuntut pada penghancuran peradaban itu sendiri. Demikianlah proses perubahan itu datang silih berganti hingga pada hari ini. Tampaknya trend ini masih akan berlangsung sampai tibanya hari kiamat. Apakah ada perbedaan antara kasus pembunuhan Habil oleh Kain dengan pembunuhan terhadap seorang wartawan Harian Bernas dari Yogyakarta? Motivasi, cara-cara atau kemasannya bisa berbeda tapi akibatnya tetap sama, yakni melayangnya nyawa manusia! Inilah manifestasi pelecehan yang paling hakiki terhadap harkat dan martabat manusia selaku makhluk ciptaan imago Dei.

Berbicara dalam konteks kerangka budaya, segala pencapaian atau prestasi prestisius manusia ternyata ditandai dengan hadirnya unsur perusak yang bisa bersifat internal atau eksternal. Faktor manusia sebagai pelaku utama terhadap pembentukan budaya sangatlah dominan di samping faktor faktor pendukung lain; seperti situasi lingkungan alam, sosial dan berbagai kondisi geo politik, selain kemajemukan tataran dan tatanan masyarakat. Karena telah tercemar oleh dosa maka segala produk budaya yang dihasilkan ataupun dikembangkan oleh manusia juga menyandang cacat bawaan diwarnai oleh dosa. Sejak jatuh ke dalam dosa, Adam dan Hawa merasa malu tatkala menyadari dirinya telanjang. Lalu mereka memetik daun-daunan untuk menutupi ketelanjangan dirinya. Jadi, dapat dikatakan bahwa busana atau pakaian merupakan produk budaya paling awal setelah kejatuhan manusia. Usaha manusia pertama ini tentunya dibarengi perusakan tanaman sebelum akhirnya Allah membuatkan mereka cawat dari kulit hewan. Peristiwa di atas hanyalah contoh kecil namun dapat dianggap mewakili perusakan alam yang kelak terjadi secara besar-besaran, seiring kemajuan budaya manusia.

Seperti dinyatakan oleh Francis A. Schaeffer dalam bukunya yang terkenal "Escape From Reason", segala produk seni budaya, termasuk di dalamnya seni modern, musik, literatur dan film sudah terkena dampak kerusakan akibat dosa manusia; bahkan bidang sains, alam filsafat dan teologi pun tak luput dari imbasan dosa.

Saat ini, berbagai produk budaya populer dengan gencar ditawarkan di pasaran dunia. Salah satu diantaranya adalah musik metal. Musik keras ini begitu digandrungi kawula muda. Di seluruh dunia, ratusan juta orang yang menggandrungi musik ini. Secara bersama sepertinya penggemar dan penikmat musik ini telah membentuk suatu cita rasa dan selera tertentu yang seragam, yakni suka hura-hura dalam suasana kebisingan dan kegalauan emosi yang notabene amat potensial menyulut pelbagai tindak kekerasan. Betapa sering konser-konser musik cadas (hard rock) berakhir dengan kebrutalan yang tak terkendali, dan bermuara pada tindak perusakan, rupa-rupa wujud kebringasan dan tindakan amoral. Maka pengamatan A.W. Tozer sangatlah tepat untuk diungkapkan pada bagian ini:

"Penduniawian (proses sekularisasi) adalah salah satu bagian yang telah diterima sebagai gaya hidup masa kini. Cita rasa agamawiah kita lebih dititikberatkan pada perkara sosial daripada yang rohaniah. Kita telah kehilangan seni keindahan beribadah. Kita tidak lagi menghasilkan orang orang saleh. Model-model figur kita adalah orang-orang yang sukses dalam dunia usaha, para atlit yang digandrungi serta tokoh tokoh pribadi teatris (seperti budaya massa yang melahirkan anaknya si Jacko [sebutan untuk selebritis Michael Jackson]). Rumah-rumah kita sudah disulap menjadi teater-teater (tempat menikmati tontonan dengan iringan musik yang merdu). Bacaan-bacaan kita menjadi semakin dangkal serta himnologi (kidung pujian) kita telah terhempas pada batas-batas pencemaran terhadap yang suci, yang bernilai sakral. Dan yang celaka serta paling celaka: tampaknya jarang ada orang yang mau prihatin!" [sumber Journal Presbyterian, edisi 24 Agustus 1983, h. 15].



TIP #14: Gunakan Boks Temuan untuk melakukan penyelidikan lebih jauh terhadap kata dan ayat yang Anda cari. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA