Penyiapan SDM yang peka akan lingkungan perkotaan dan punya kepedulian sosial perlu dimulai sedini mungkin di sekolah-sekolah Teologia. Perlu digali kembali teologia alkitabiah yang seutuhnya yang tidak hanya bersifat vertikalis tetapi juga tidak hanya bersifat horisontalis, tetapi yang sekaligus bersifat vertikalis dan horisontalis.
Mata kuliah-mata kuliah yang menunjang termasuk Sosiologi, Pelayanan Perkotaan (Urban Ministry), maupun studi mengenai Yayasan-Yayasan Sosial Kristen perlu dikembangkan dan dipelajari agar dapat ditemukan pelayanan seutuhnya mencakup pelayanan sosial yang merupakan buah-buah kasih Kristiani.
Mata kuliah Konseling Kristen selama ini hanya dibatasi pada konseling dan bimbingan psikologi saja, padahal masalah manusia yang perlu dibimbing, bukan sekedar bimbingan kejiwaan, tetapi termasuk juga bimbingan sosial, ekonomi, bahkan hukum. Konseling Kristen perlu dikembangkan mencakup apa yang disebut dengan "advocacy" termasuk bantuan hukum. Bimbingan untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga, mencari pekerjaan, masalah PHK dan masalah pengadilan perlu diantisipasi dalam pelayanan Konseling.
Pelayanan gereja perlu diperluas bukan hanya terbatas pada pelayanan diakonia untuk lingkungan sendiri saja, tetapi perlu mencakup pelayan kasih kepada sesama manusia, termasuk kepada non jemaat. Pelayanan-pelayanan Kasih dapat berbentuk:
1. Pelayanan "karitatif", yang memberikan pertolongan pertama dan darurat bagi mereka yang membutuhkan pertolongan. Berikan ikan pada yang lapar.
2. Pelayanan "pengembangan", yang memberikan ketrampilan dan bekal agar seseorang dibekali dengan kemampuan untuk memperoleh hasil. Berikan kail agar ia dapat mengail ikan.
3. Pelayanan "pembebasan", yang membantu melepaskan seseorang dari penindasan dan keterikatan yang berada di luar kemampuan mereka. Seseorang bisa mempunyai kail tetapi tidak dapat mengail karena air sungai sudah dikotori polusi pabrik industri.
Gereja-gereja dapat membuka klinik pelayanan, lembaga-lembaga bantuan maupun yayasan-yayasan sosial Kristen sebagai perpanjangan gereja. Dengan demikian gereja melayani bukan hanya dengan kata-kata tetapi juga dengan perbuatan. Khotbah-khotbah harus berani membicarakan secara terus terang isu-isu kontemporer yang dihadapi masyarakat perkotaan secara umum dan anggota jemaat secara khusus, dengan demikian isi khotbah tidak hanya melayang-layang di udara, tetapi mendarat di bumi yang nyata. Ada kalanya masalah ekonomi sosial justru ditimbulkan oleh pelaku yang adalah anggota gereja, dalam hal ini gereja perlu berani ikut berbicara menegakkan kebenaran dan mengingatkan yang salah.
Berita Injil perlu diterjemahkan dalam konteks kontemporer, sehingga Injil bahkan merupakan "kabar baik" yang hanya bersifat puitis, tetapi juga perlu bersifat "aksi". Dalam sidang Dewan Gereja Dunia di Upsala (1968) ada demonstran membawa poster berbunyi "No Tracts but Tractor". Traktat tanpa traktor itu ibarat roh tanpa tubuh, sedang traktor tanpa traktat itu ibarat tubuh tanpa roh (Yakobus 2), tetapi manusia membutuhkan baik traktat berisi kabar baik sekaligus traktor untuk mengisi perutnya. Benar bahwa Yesus mengatakan bahwa "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah" (Matius 4:4), tetapi ingat bahwa Yesus tidak mengatakan bahwa kita "tidak membutuhkan roti", artinya roti juga dibutuhkan!
Sudah saatnya gereja tidak hanya membentuk "kerajaan dunia dengan segala isinya" (gedung dan aset gereja, mobil, sekolah dan lain-lain), tetapi perlu menyisihkan sebagian harta miliknya untuk pelayanan kepada sesama kita, dan menyisihkan dana yang cukup untuk pengembangan Sumber Daya Manusia yang justru sangat diperlukan dalam PJP-II. Cara-cara pengelolaan, keuangan gereja di masa lalu; perlu disesuaikan dengan tuntutan PJP-II