Manusia masa kini semakin dalam memasuki dunia sains. Semakin hari semakin banyak individu yang melibatkan diri dalam metodologi riset. Penelitian demi penelitian kian digalakkan. Walhasil, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Pencapaian-pencapaian iptek sangat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan kita sehari-hari. Alat-alat teknik, umpamanya, amat mempermudah dan membantu manusia dalam pekerjaan. Sebut saja misalnya: mesin cuci menggantikan kerja keras ibu-ibu, pesawat terbang mempersingkat perjalanan dari satu negara ke negara lain. Sederetan panjang contoh-contoh lain bisa kita daftarkan sendiri.
Tampak adanya tendensi hidup manusia berfokus kepada materi. Berhubung bahwa memang materi itu terlihat jelas di depan mata. Ia secara langsung memenuhi kebutuhan fisik. Manusia hidup dalam ruang dan waktu. Jagat raya dengan segala isi di dalamnya merupakan manifestasi riil dari materi dan di dalamnyalah manusia menjalani hidup. Makanya, sains dengan lingkup bermainnya dalam dunia materi sangat mengiurkan sekali.
Semua itu hanya merupakan pemenuhan dari kebutuhan jasmaniah. Padahal, yang namanya makhluk manusia tidak hanya terdiri dari jasmani. Hasil karya sains menjadikan dunia materi itu dinamis. Namun sedinamis-dinamisnya, itu hanya mampu menyediakan bahan konsumsi bagi jasmani manusia.
Manusia memiliki roh. Roh manusia mempunyai kebutuhan rohaniah. Rohani manusia menuntut. Ia ingin kebutuhannya juga dipenuhi. Mengkritisi dari aspek positif, merebahnya okultisme merupakan satu manifestasi pencarian manusia untuk memenuhi kebutuhan rohaninya. Sayang sekali, pemenuhan kebutuhan rohaniah manusia yang ditawarkan dalam okultisme didapatkan dari sang roh kegelapan. Ini adalah pemenuhan kebutuhan rohaniah melalui jalan non ortodoks.
Lantas mana jalan yang ortodoks? Agama, itulah jalan yang ortodoks. Karena hakekat terdalam dari kehidupan beragama adalah membentuk persekutuan manusia dengan Tuhan, menghantar roh manusia kepada Allah yang adalah Roh. Di sinilah lembaga agama harus memainkan perannya.
Kalau demikian, mengapa masih terjadi praktek-praktek okultisme? Padahal, bukankah di dunia ini sudah hadir agama-agama, tidak hanya satu agama? Justru, dengan maraknya praktek okultisme, menjadi indikasi bahwa agama belum memainkan peranan yang sebenarnya. Ada 'sejenis hutang' dari lembaga agama kepada umatnya yang belum terbayar. Berhubung tidak adanya usaha lembaga agama untuk membayar hutang, maka okultisme hadir dan sekaligus membayar hutang itu. Tak heran kalau selanjutnya sebagian orang tertarik kepada sang pembayar hutang itu.
Hindu mengenal apa yang disebut sebagai advaita. Advaita dapat diterjemahkan menjadi non dualisme. Advaita terwujud apabila telah ada yang disebut Sat-Afman-Brahman,1545 berpadunya atman dengan Brahman. Islam mempunyai tasawuf yang dikembangkan oleh kaum Sufi. Perjalanan 'pengembaraan' kaum Sufi dalam mencari Tuhannya melewati maqamat (tahapan), tariqat (lintasan) dan akhirnya fana N Haq (bersatu).1546 Semua itu termasuk kepada unio mystica (mystical union). Maksudnya, manusia membentuk persekutuan yang begitu erat dengan Tuhannya. Persekutuan yang begitu erat menjadikan keduanya bersatu. Bentuk persatuan ini tentu tidak bersifat jasmani, tetapi rohani. Persekutuan, menuju persatuan, yang rohaniah itu sangatlah misteri untuk bisa diterangkan oleh akal dan bahasa manusia yang terbatas. Sifat persatuan yang begitu misteri itu akhirnya dinamakan persatuan mistik.
Bagaimana bentuk kongkret dari kehidupan unio mystica yang dikatakan berciri spiritual dan mistik itu? Jawaban untuk pertanyaan ini tergolong cukup sulit. Masing-masing agama punya karakteristiknya sendiri. Lagipula, dalam setiap agama masih dijumpai sejumlah jawaban yang bervariasi dari masing-masing teolognya. Cukuplah apabila dalam tulisan ini kita kutipkan ciri-ciri yang dikemukakan oleh seorang pakar psikologi agama, William James. Beliau mengatakan bahwa kehidupan mistik dalam agama-agama mempunyai empat ciri khas utama: ineffability, noetic quality, transiency, dan passivity.1547
Lantas bagaimana dengan Kristen? Sebagian teolog Kristen masih tetap mempertahankan pemakaian frase 'unio mystica'.1548 Frase ini memang masih bersifat umum sekali, berlaku pada agama agama lain juga. Oleh sebab itu sebagian teolog, memakai frase 'mistik Kristen'.1549 Tetapi mistik Kristen terkadang bisa disalahmengertikan menjadi mistik non ortodoks. Guna menghindari pemahaman yang keliru, kebanyakan teolog Kristen lebih suka memakai frase 'persatuan dengan Kristus'.1550 Frase ini dinilai memang yang terbaik dan tepat. Karena persatuan dengan Kristus langsung menjadi ciri khas dari teologi mistik Kristen.
Agama-agama seharusnya menjawab kebutuhan umatnya akan unio mystica. Demikian pula halnya dengan Kristen. Seandainya tanggung jawab itu tidak dilaksanakan tentulah ada yang kurang dalam kehidupan beragama umatnya. Sebagian umat bisa saja terus berkecimpung dalam batas-batas dunia materi. Baginya, itu sudah cukup. Menurut kelompok umat seperti ini, agama telah menjalankan tanggung jawabnya dengan menyelenggarakan ibadah, menolong fakir miskin dan mendidik umatnya hidup dalam kebenaran.
Akan tetapi, umat yang kritis menilai hanya sampai di situ belumlah cukup. Kehidupan beragama yang sedemikian cenderung legalis dan formil. Sifat legalis dan formil menjadikan kehidupan beragama statis, kalau tidak hendak dikatakan mati. Kelompok umat yang kritis ini merindukan suatu kehidupan beragama yang dinamis. Antara makhluk penyembah dengan Oknum Yang Disembah harus tercipta suatu persekutuan yang hidup. Dalam pemahaman dan penekanan kepada kehidupan beragama yang dinamis (hidup) inilah Wetness Lee menamakan unio mystica sebagai "persekutuan hayat."1551 Kehidupan beragama mesti membawa umatnya mencapai suatu kehidupan spiritual yang mistik. Tepatlah apa yang ditegaskan oleh John Murray manakala dia menguraikan unio mystica. Menurutnya, persatuan dengan Kristus mempunyai dua natur, yakni spiritual dan mistik.1552 Kehidupan beragama yang bernatur spiritual dan mistik inilah yang diidam-idamkan oleh umat beragama yang kritis tersebut.
Ada bermacam-macam motivasi yang membawa seseorang berkecimpung dalam dunia okultisme. Salah satunya, harus ditegaskan, adalah kerinduan manusia untuk menikmati pengalaman-pengalaman yang sifatnya spiritual dan mistik. Okultisme sanggup memenuhi kebutuhan ini. Maka, lambat laun okultisme menjadi semacam 'pengalaman agamawi yang terdalam' bagi orang-orang tersebut. Dari kacamata agama, okultisme merupakan praktek klenik yang terlarang; perilaku beragama yang non ortodoks. Sebagai jalan keluarnya, agama harus mampu memenuhi kebutuhan rohani umatnya dengan unio mystica yang ortodoks. Kehidupan unio mystica yang ortodoks pastilah '... enables the believer to 'taste' (sapere) God and all that relates to Him'.1553