Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 13 No. 2 Tahun 1998 >  MERAYAKAN HIDUP BERSAMA > 
I. AMBIGUITAS HIDUP MODERN 

"Every great work of civilisation is at the very same time a work of barbarism." Kalimat Walter Benjamin tersebut sebenarnya sedang menggugat pandangan dunia modern yang ambigu, khususnya dengan pameo "kembali pada subjek" (turn to the subject); di satu sisi ia memang berniat emansipatoris, dengan desakannya pada kehidupan demokratis dan modem; namun di sisi lain ia pun menjebak manusia pada kesewenangan. Modernisme telah menyuguhkan suatu hidangan seragam dalam peradaban manusia, tanpa sajian beragam dari banyak entitas. Kebenaran dikuasai oleh satu budaya lokal yang diglobalisasikan dan menguasai budaya-budaya lokal lainnya.

Kita mencatat pada aras global, bagaimana menjadi anak muda modern berarti memakai jeans cowboy, berarti makan ayam goreng Kentucky, berarti menghabiskan waktu bersama MTV, berarti mengikatkan diri dengan internet, berarti memboroskan energi otak dengan menghafalkan semua pemain NBA.

Maka muncul beberapa istilah untuk mencirikan gejala ini: McWorld (Barber: McDonald's, Macintosh, McGyver, dan Mc-Mc lainnya), Californianization (Ohmae), McDonaldization (Ritzer), atau juga Coca Colonization (Schreiter)

Pada aras nasional, kita pun mencatat, suatu masyarakat yang dijawanisasikan, suatu masyarakat yang menyukai penyeragaman, suatu masyarakat yang menuturkan secara ideal emansipasi antar agama dan antarras namun yang secara real mensahkan bahkan mengerjakan diskriminasi.

Pada aras gerejawi, kita tak mungkin melupakan kecenderungan pejabat gereja untuk mengutuk semua pemahaman iman anggota jemaat yang "melenceng," umat yang menuntut perubahan warna ibadah digembalakan secara khusus, anggota yang menemukan tapak spiritualitas yang lain di sidik atas nama "Ajaran Resmi Gereja."

Satu entitas sungguh-sungguh sudah menjadi patron bagi entitas lain dan entitas yang majemuk dianggap berkualitas lebih rendah ketimbang yang lainnya. Dan karenanya pantas disakiti dan dilecehkan. Bangsa kits memang tak pernah mau belajar dengan sungguh apa artinya perbedaan dan menerima realitas itu dengan dewasa. Bahkan kita cuma mau belajar bagaimana caranya menyeragamkan kenyataan hidup bersama yang beragam. Ketika penyeragaman menjadi sukar terjangkau karena perbedaan yang terlanjur menyolok (rasial atau agamawi atau sosio ekonomis) maka harus ada yang dikorbankan demi kelangsungan proses penyeragaman dan penyamaan itu tadi.



TIP #10: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab menjadi per baris atau paragraf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA