Situasi terancam ini yang melahirkan paham hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia karena ia manusia, dan bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau negara. Manusia memilikinya karena kemanusiaannya. Dan karena manusia diciptakan oleh Tuhan, hak-hak asasi manusia berasal dari Tuhan.
Kita harus membedakan dua hal. Di satu pihak: Hak-hak asasi manusia baru menjadi efektif, apabila oleh negara diakui secara resmi dan dimasukkan ke dalam sistem hukum. Akan tetapi, di lain pihak, keberlakuan hak-hak asasi manusia, hak untuk menuntut keberlakuannya, tidak berasal dari negara, melainkan mendahuluinya. Negara dapat saja tidak mengakui hak asasi manusia, negara dapat melanggarnya, hak itu tetap ada. Orang dapat saja merampas jam tangan saya, tetapi jam itu tetap milik saya.
Hak-hak asasi manusia dapat dipahami sebagai aturan paling dasar bagaimana manusia wajib diperlakukan atau wajib tidak boleh diperlakukan. Maka dari keberlakuan hak-hak asasi manusia keberadaban dan harkat kemanusiaan dalam kehidupan bersama sebuah masyarakat dapat dinilai.
Kita dapat mengerti mengapa negara dan segala penguasa lain tidak suka dengan paham hak-hak asasi manusia. Paham itu merupakan batas terhadap kesewenangan mereka, batas hak untuk memakai kekuasaan mereka. Tidak ada yang menyukainya. Kalau kita memperhatikan siapa yang biasanya mengemukakan segala macam kritik dan keragu-raguan terhadap hak-hak asasi manusia, hampir selalu kita akan melihat bahwa itu suara para penguasa, atau elit yang sudah mengabdikan diri pada penguasa dan karena itu berkepentingan pada kekuasaan penguasa. Sedangkan dari rakyat dan masyarakat biasa jarang ada suara kritis terhadap hak-hak asasi manusia. Mereka langsung merasakan apakah hak-hak mereka itu dilindungi atau tidak.