Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 12 No. 1 Tahun 1997 >  MEMAHAMI DAN MENGHADAPI ROH ZAMAN INI > 
II. TIGA TAWANAN ROH ZAMAN INI 

A. Iman Tertawan Akal

Akibatnya, agama hanya tercantum di KTP tetapi tidak berkonsekuensi praktis. Praktis agama serius hanyalah pada saat pemakaman. Sebelum itu Pencipta di surga aku di bumi, keduanya hanya berurusan di batin tidak dalam realitas. Itulah ateisme praktis. Dia melumpuhkan iman sehingga tidak menjadi faktor dalam bidang seksual, financial dan profesi seseorang. Iman tanpa konsekuensi merupakan akibat penyakit ini. Iman hanya menentramkan batin, tetapi tidak menentukan perilaku; memberi perasaan tetapi tidak menentukan prinsip.

Setiap orang Kristen perlu menyimak dengan teliti peringatan Bender tentang bahaya sekularisme yang paling parah.

Manakala orang menganggap bahwa Allah bisa di manipulasi, diajak berdamai dan di rayu, maka dia akan kehilangan kapasitas untuk menyembah Allah. Kesadaran Kristen akan kasih karunia Allah selalu mencakup apresiasi yang dalam akan kebesaran Allah. Karena tidak ada yang lebih cepat mematikan kapasitas memuji, bersyukur dan menyembah dalam hati manusia daripada basa-basi di bibir tentang Allah yang bisa di reduksi menjadi antropomorfisme (Allah proyeksi ilusi manusia) sembarangan atau reka-rekaan palsu tentang Allah. Ini sekularisasi agama yang paling buruk.1167

B. Ilmu Tertawan Naturalisme

Sains modern lahir karena gagasan Kristen tentang wahyu dan penciptaan semesta.1168 Para pioner hampir semua cabang sains modern mempercayai penciptaan (menerima wahyu). Misalnya, Johann Kepler (1571-1630) dalam fisika astronomi; Blaise Pascal (1623-1622) hidrostatik; Robert Boyle (1627-1691) kimia; Isaac Newton (1642-1727) kalkulus; James Clerk Maxwell (1831-1879) termodinamika statistik; George Mendel (1822-1884) genetika dan masih banyak lagi. Awal sains modern selama 240 tabun tidak sekular tetapi sangat imani dan Alkitabiah.

Ini disebabkan oleh pengakuan bahwa kosmos adalah ciptaan Allah yang rasional, indah dan bila terkontrol. Para pendiri sains modern mendirikan Royal Society of London yang dalam anggaran dasarnya menekankan penelitian para anggotanya mesti ditujukan untuk "kemuliaan Allah dan keuntungan umat manusia." Di antara mereka tercatat nama-nama seperti Isaac Newton dan Robert Boyle. Tetapi setelah abad ke-17 mulai muncul gagasan alternatif untuk menjelaskan alam semesta oleh Deisme -- Allah ada tetapi semesta berjalan sendiri. Ini langkah awal menuju naturalisme -- "Allah tidak lagi diperlukan." Ini ditandai dengan dipublikasikannya buku Darwin, The Origin of Species, 1859. Mula-mula Darwin masih mengakui bahwa Allah yang menciptakan bentuk-bentuk kehidupan permulaan. Kemudian dia berubah agnostik sehingga Allah sebagai first cause, penyebab pertama diganti proses alam secara natural. Lalu gagasan tersebut disebarkan murid-murid Darwin paling fanatik seperti Alfred Wallace, T.H. Huxley, Herbert Spencer, Ernest Haeckel, Karl Marx, Bertrand Russell, Frederick Nietzsche, Adolf Hitler; dewasa ini maha fisikawan Stephen Hawking dan lainnya sehingga Aldous Huxley berkata bahwa kini semuanya evolusi.

Tidaklah mengherankan seorang mahasiswa menjawab pertanyaan tentang hakekat manusia berkata, "Apakah sebenarnya seorang manusia. Kalau bukan biliunan sel-sel yang bekerja sama secara harmonis?" Itulah salah satu penyebab orang tua tidak memahami mengapa anaknya tidak berdoa dan tidak lagi ke gereja. Padahal semasa di SMA dulunya aktif paduan suara gereja dan lainnya. Walau masih dibiayai orang tua, tetapi pandangan sang anak mengenai dan manusia sudah bertentangan dengan pandangan Alkitab. Sang ayah memakai kaca mata supranaturalisme sedangkan sang anak naturalisme. Manakala supranaturalisme mengangkat tangan menyembah Allah, naturalisme mengacungkan tinju ke wajah Pencipta. Dua insan di bawah satu atap dengan pemikiran yang saling berlawanan.

C. Moralitas Tertawan Privatisme

Alkitab mengajarkan asal usul semesta dan manusia secara personal, rasional dan supranatural (Kej. 1-2). Dewasa ini dengan asal usul yang non inteligen, non personal dan natural sekularisme harus merekayasa signifikan manusia sekaligus merekayasa moralitas. Artinya sekularisme harus mengarang sendiri secara privat jawaban atas pertanyaan: "Dari mana asalku?", "Untuk apa aku hidup ini ?" dan "Ke mana aku pergi setelah mati?" Tanpa jawaban supranatural absolut hanya ada suara privatisme -- Pendapatmu baik bagimu, pendapatku baik bagiku. Selesai.

Sekularisme ingin mempertahankan aspek-aspek moral Kristen dengan membuang sumbernya. Menginginkan semacam duplikat samar-samar kesepuluh penyeruan, tetapi anti Pemberi sepuluh penyeruan. Karena ingin menjadi penentu moralitas otonom dan selektif. "Jangan membunuh" diterima hanya manakala orang terdekat pada kita terbunuh. Tetapi "Jangan berzinah" ditolak. Mengapa? Salah satu dua penyebab: (1) menolak otoritas Allah dan Kitab Suci dan (2) agenda pribadi yang kontras dengan perintah tersebut.

Freud menganggap bahwa moralitas merupakan rasionalisasi ilusi yang kosong nilai. Dalam Civilization and Its Discontents, dia berkata "Hanya satu hal yang aku ketahui dengan pasti, yaitu bahwa pendapat manusia tentang nilai-nilai lahir dari keinginannya akan kebahagiaan -- nilai-nilai tersebut merupakan sebuah usaha mendukung ilusi-ilusinya dengan argumentasi-argumentasi."

Ironi era globalisasi bukan imoralitasnya yang dianggap "biasa', tetapi penolakan yang absolut. Sejak Torat diberikan dan bahkan pra-Torat sudah banyak praktek imoral. Yang baru yaitu penyangkalan akan adanya absolut moralitas. Budaya global ingin mengasuh sebuah generasi tanpa moralitas absolut. Mengapa demikian? Karena norma ditentukan sendiri secara horisontal, karena relativisme budaya. Itulah sebabnya tidak ada yang bisa menjamin bahwa yang ada sekarang tidak bisa diganti lainnya besok. "Mengapa manusia tidak boleh sekejam alam?" tanya Hitler penganut prinsip "yang paling kuat harus menang." Manakala fondasi moralitas absolut dibuang, mereka membuat resep moral yang imoral sendiri. Mao berkata, "Keadilan muncul dari moncong senapan." Siapakah yang berhak marah jikalau Hitler mengkamargaskan 12.000 insan sehari dan berkata itu "permainan baru?" Kalau tidak ada yang absolut, tidak ada yang berhak melarang.

Manakala era global mentrivialisasi manusia sekedar bilangan digit dalam komputer guna permainan ideologi, siapakah yang berhak melawan? Berdasarkan apa hal tersebut dilawan? Kita tidak berkata bahwa yang berpaham sekular humanis semuanya imoral. Tidak, yang ingin ditegaskan, yaitu: Jikalau orang sekuler bermoral dasarnya sekedar sentimen pribadi, tidak lebih. Dia tidak bisa mempertahankan tugas moral tanpa adanya hukum moral. Tidaklah sah mengakui hukum tanpa adanya Pembuat hukum moral. Pembuat hukum tersebut adalah Allah. Dialah otoritas sah moralitas. Hukum moralNya diberi dalam Kitab Suci, sudah ada bukan dicari-cari dan bukan mengada-ada. Itulah alternatif satu-satunya.

Karena itu kita diingatkan bahwa sistem asal usul pertama segala sesuatu yang bersifat personal, rasional dan berdesain pada diri Allah memberi fondasi dan makna pada siapa kita, dari manakah moralitas dan lainnya. Tetapi sekularisme hunfanis tidak mempunyai fondasi guna mempromosikan moralitas, makna, keindahan dan masa depan. Jadi manakah yang merupakan candu massa? Iman yang optimis berfondasi ataukah sekularisme pesimis tanpa fondasi?



TIP #10: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab menjadi per baris atau paragraf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA