Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 12 No. 1 Tahun 1997 >  PETA PERUBAHAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN DAMPAKNYA BAGI PELAYANAN PADA ABAD XXI > 
VI. DAMPAK BAGI PELAYANAN KHUSUS DI INDONESIA 

Indonesia dikenal untuk berbagai hal yang khas. Pertama, Indonesia adalah kerumunan manusia. Seratus sembilan puluh juta (saat ini telah mencapai angka dua ratus juta., red.) manusia tersebar dengan tidak teratur di negara ini, di mana hampir 80% mungkin bertumpuk di pulau Jawa yang kian bergerak ke tengah kota-kota. Manusia-manusia ini juga mencerminkan pluralitas atau keberbagaian corak yang membuat Indonesia seakan sepiring rujak raksasa. Pluralitas tadi dapat berupa pluralitas orientasi nilai, pola hidup, kekuatan ekonomi dan etnis serta pluralitas dalam bidang spiritual. Pengaruh perubahan trend yang telah kita bahas akan dirasakan berbeda di berbagai kelompok yang ada. Namun jumlah orang yang merasa keder dan tercabut akar semakin nyata -- hal mana sering terlihat dalam menumpuknya jumlah orang yang meminta pelayanan pastoral counseling. Mereka kehilangan dunia stabil yang dulu mereka huni secara kejiwaan, sedangkan dunia baru begitu beragam dan mungkin mereka belum memiliki tempat di dalamnya.

Dari sudut perubahan komunikasi, ketika sebagian besar rakyat meloncat dari pola lisan langsung ke komunikasi televisi tanpa menguasai komunikasi tertulis, goncangan besar terasa. Yang pasti, perbedaan antara kota besar dan kecil serta desa akan semakin terasa.

Bagi pelayanan Kristiani, kesulitan yang diakibatkan oleh pluralitas tadi luar biasa. Dari pengamatan penulis, agaknya bagi lingkup antar gereja, kecenderungan untuk menghasilkan kepelbagian sama kuatnya dengan kecenderungan untuk mencari bentuk kesatuan atau keesaan. Sifat individualis yang diakibatkan oleh pendidikan kita juga membuat orang sulit bekerja sama dan memiliki wawasan yang luas. Kalaupun dipaksakan keesaan tadi, seringkali totalitarianisme yang tersamar serupa dengan yang terjadi di masyarakat feodal kuno menjadi modus kerja.

Kedua, situasi politik dan budaya Indonesia menunjukkan suatu pergeseran yang serius. Keenam sentra kuasa politis sedang bergerak saling mempengaruhi secara lebih aktif. Keenam sentra tadi adalah kuasa lembaga presiden, birokrat, ABRI, massa Islam, para pelaku bisnis, dan lain-lain. Media massa juga menonjolkan istilah demokratisasi, suatu proses pemberian dan penyadaran kuasa kepada lebih banyak orang yang semakin popular dituntutkan, bertentangan dengan kecenderungan pemusatan kuasa yang juga meningkat. Internet semakin memungkinkan falsafah ini tersebar luas. Apakah pelimpahan kuasa tadi sejalan dengan perkembangan kesiapan orang banyak untuk memikul tanggung jawab yang lebih kompleks, tentu dapat dipertanyakan. Dunia bisnis memberikan contoh bahwa perusahaan yang menekankan struktur organisasi raksasa dan serupa piramid mengalami kerugian yang serius sedangkan beberapa dari mereka yang berpedoman pada ukuran yang ramping, network yang luas, serta pendekatan hi-tech dan hi-touch mengalami pesatnya pertumbuhan. Namun seringkali banyak perusahaan yang membelah diri ke dalam sentra-sentra yang lebih kecil malah ambruk karena empowerment tidak sejalan dengan pembinaan pelaku-pelakunya, sehingga mereka tidak siap secara mental dan keterampilan untuk mengikuti strategi yang lebih lincah dan organisasi yang lebih ramping. Di pihak lain angin demokratisasi tadi berhembus di berbagai negara dengan sangat kuatnya. Khusus untuk Indonesia agaknya masih perlu di kaji akibat kemungkinan trend ini berhadapan langsung dengan trend penyatuan kuasa bisnis, teknologi, dan komunikasi bersama aparat-aparat pemerintah.

Ketiga, gereja-gereja di Indonesia terus bertumbuh, namun dibandingkan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, serta pertumbuhan di kalangan Budha, Hindu serta Islam, mungkin pertumbuhan gereja tidak menimbulkan dampak makro secara nasional dan berjangka panjang. Dialog eksternal sering dilaksanakan secara sporadis, namun dialog internal di dalam kelompok sendiri malah lebih sulit dijalankan dengan tulus. Antar tiga unsur perubahan di dalam organisasi menurut teori Vijay Sathe, yaitu kepemimpinan, struktur organisasi, serta iklim kerja atau budaya organisasi gereja dan lembaga-lembaganya tidak bergerak seirama.

Dengan kata lain, di dalam pelayanan berbagai terobosan harus terjadi sesuatu yang menghasilkan dampak pada generasi yang akan datang. Di sini, pada dasarnya memang kita perlu mengkaji apakah perubahan di bidang komunikasi serta pergerakan manusia ke kota-kota di Indonesia merupakan alat Tuhan untuk memberikan kita kesempatan membuat terobosan serupa itu atau merupakan ancaman yang dapat menyulitkan kita.



TIP #23: Gunakan Studi Kamus dengan menggunakan indeks kata atau kotak pencarian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA