Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 12 No. 1 Tahun 1997 >  PETA PERUBAHAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN DAMPAKNYA BAGI PELAYANAN PADA ABAD XXI > 
V. DAMPAK: MENUJU VIRTUAL OFFICE, VIRTUAL SCHOOL DAN VIRTUAL HOME 

Apa dampak pergeseran di atas bagi kejiwaan anggota masyarakat dan gereja? Pertama, dengan komunikasi lisan, kita tidak terpisah secara batin dari orang yang kita ajak bicara. "Kau dan aku diikat dengan kata-kata dan bisikan." Realita dan diri kita tergabung jadi satu dalam harmoni. Emosi dan nalar tidak terpisah. Kita belajar berkomunikasi dengan sabar. Kita belajar menyimak dengan baik.

Dengan manusia berkomunikasi secara lisan serta pula masuk ke dunia tulis menulis, manusia belajar untuk menata kompleksnya realita ke dalam format yang rapi, tersusun, dan terkendali. Entah kiri ke kanan, entah dari atas ke bawah, atau dari kanan ke kiri, manusia dibiasakan untuk membuat realita terpilah dan tersusun. Hubungan antar manusia pun mulai mengambil dua bentuk. Bentuk lisan yang tradisional, serta bentuk tulisan. Di dalam dunia tulisan, anehnya, semua harus rapi. Realita diwakilkan sebagai hal yang tersusun. Apa yang ambivalen segera dianggap sebagai anomali (kelainan). Kelekatan dan kedekatan emosi semakin longgar. Nalar semakin menjadi pendominasi ulung. Maka abad pencerahan pada abad XIX pun muncullah. Manusia cenderung mengagungkan diri, merasa semakin rasional bahkan sering menjadi pongah dalam menangani hidupnya, sampai muncullah perang dunia pertama. Di situ manusia menyadari bahwa dirinya tidak hanya makhluk rasional tetapi realita juga tidak dapat disterilkan ke dalam format yang ia buat.

Pergeseran ke dunia elektronis membuat manusia menjadi lebih pasif. Menurut Jacques Ellul, televisi terutama membuat manusia menikmati realitas yang telah dipilihkan oleh sang penyiar. Televisi yang mulanya dianggap sebagai alat penerima informasi kini menjadi alat untuk berekreasi. Manusia segan menelaah secara kritis, tapi lebih suka menikmati dan meminta variasi lebih. Hal ini terlihat dengan munculnya para pembosan yang sebentar-sebentar mencari saluran dan acara televisi yang lain.

Khusus untuk Indonesia, terutama masyarakat kota besar dan masyarakat yang tidak sepenuhnya melek huruf, agaknya komunikasi elektronis rekreasional membuat dampak yang sangat kuat, entah untuk beberapa lama sampai keseimbangan tercapai. Apa yang disampaikan di media elektronik, terutama televisi didifusikan, diadopsikan dan jadi bagian hidup. Orang belajar dengan suka rela dari apa saja yang televisi sampaikan selama bobot rekreasinya tinggi karena kecepatan belajar dan kecepatan menyerap hal baru sangat meningkat bila orang merasa menikmati hal itu.

Dengan kata lain, pergeseran pola komunikasi umum di masyarakat, membuat manusia cenderung semakin tak mampu menyimak, meneliti, dan mengamati untuk waktu yang panjang, apalagi hal-hal yang ia tidak minati. Orang menjadi pembosan dan semakin kompleks dalam dirinya.

Selain itu, manusia lebih suka berkecimpung di dalam dunia kesan daripada memperhatikan pesan yang ada. Selama pesan tidak dikemas secara mengesankan (kalau perlu secara dramatis, berdarah, sadis dan seksi), pesan tidak diperhatikan. Tingkat kekritisan menurun tajam. Inilah pop-culture secara global.

Internet sebagai hal baru mungkin belum terasa dampak massalnya, namun jelas akan merambah dengan cepat. Bila pada tahun 1994, Indonesia memiliki satu service provider, kini telah tercatat 22 provider walaupun baru 9 yang memiliki izin operasional. Service provider terbesar dan pemimpin pasar (Rahajasa Media Internet) mendapatkan pelanggan 450 orang per bulan secara non stop sejak dibukanya pada bulan Mei 1995. Pendatang baru, CBN net, mengalami hal yang sama, sejak Januari 1996 sampai kini mereka berhasil mendapatkan 1500 pelanggan. Perkiraan kasar menunjukkan sekitar 25.000 orang telah menjadi pengakses internet. Hasil riset yang kami lakukan menunjukkan bahwa 87% pengguna aktif (28-40 jam per bulan) adalah orang yang berusia 19-30 tahun dengan mayoritas para penyandang gelar S1. Mereka menggunakan akses internet terutama dalam rangka berekreasi dan mencari data (n=364, studi dilakukan di Jakarta selama bulan Februari sampai awal Mei 1996). Keseluruhannya mencerminkan bahwa internet sangat dibutuhkan karena merupakan kesempatan menelusuri pilihan-pilihan yang beragam. Semangat individualistis dan post-modernism semakin nyata.

Apakah ada dampak positif yang menyeluruh dari perkembangan pola komunikasi yang bergeser dan tumpang tindih? Pergeseran-pergeseran di atas membuat manusia menjadi semakin belajar untuk mengenal cara berkomunikasi yang berbeda-beda. Mereka belajar berbagai cara berkomunikasi serta sekaligus mengenali kompleksitas masing-masing. Manusia semakin mengeluarkan potensinya untuk berkomunikasi dalam berbagai mode.

Secara praktis, beberapa kemungkinan baru jadi muncul seperti terlihat dari ilustrasi ini. Pada saat ini saya masih memimpin sebuah kantor dengan 15 staf di dalamnya. Menghitung biaya yang dikeluarkan setiap bulan untuk membayar listrik, air, AC, telepon, kebersihan, uang keamanan, dan sejenisnya, serta pusingnya menghadapi staf yang saling bersaing, atau bersinggungan secara antar pribadi tentunya bukan cuma monopoli kami. Belum lagi risaunya kita mengamati staf wanita yang baru memiliki bayi kecil yang sudah harus ditinggalkannya di rumah dengan baby sitter. Mereka bekerja dengan hati yang terpecah dua. Tapi bayangkan kemungkinan seperti ini: Semua staf diizinkan bekerja di rumah. Masing-masing memiliki sebuah telepon selular, komputer notebook dengan modemnya. Seminggu sekali atau dua kali, kami akan berjumpa di hotel atau restoran untuk menentukan pembagian tugas. Bagi para staf, tentunya hal tadi sangat menyenangkan. Anak-anak mereka yang biasanya tumbuh di bawah pengaruh pembantu, kini masih bisa melihat ibunya di rumah secara rutin. Waktu perjalanan dari dan ke kantor yang setiap hari menyita dua jam lebih dapat dipergunakan untuk hal-hal lain. Biaya pemeliharaan kantor dapat dipakai untuk biaya telekomunikasi per telepon dan modem yang semakin murah. Selanjutnya, para staf terpaksa belajar untuk berkomunikasi lebih efektif, yaitu menyimak dan memberi instruksi atau memberi laporan secara singkat, padat, dan efektif. Lebih menarik lagi, bila kantor kami tadi kami sewakan atau jual, tidakkah akan dana berlebih? Inilah gejala yang dikenal dengan nama virtual office atau kantor maya. Hal tadi secara potensial dapat dilakukan dengan tersedianya teknologi informasi dan komunikasi. Namun, apakah hal ini dapat diterapkan di Indonesia sepenuhnya? Banyak prasyarat yang perlu disimak. Teknologi yang tersedia sudah pasti memungkinkan penekanan biaya overhead dan operasional untuk menjalankan sebuah kantor, atau sebuah percetakan, bahkan sebuah rumah sakit.

Pendidikan jarak jauh juga dapat terjadi. Gelar-gelar dan kursus-kursus tidak terlokalisir di satu tempat saja. Bahkan dapat dibuat perguruan tinggi bermodalkan sebuah ruko atau gedung sederhana, namun dengan jangkauan sedunia dan akses data serta pengajar secara luas.

Yang pasti, kehadiran komputer yang semakin murah dengan sejumlah aksesorisnya di Asia Tenggara telah mulai menjadi bagian hidup. Sebuah komputer dapat memainkan musik, film/laser, menjadi alat memasuki jaringan internet, alat ngobrol bahkan dapat diprogram untuk mengatur listrik, dan berbagai alat di rumah kita. Jangan lupa, kitapun dapat membeli dan menjual barang melalui komputer serta kartu kredit. Dengan alat itu, pencarian informasi dan berbagai keputusan dapat dimulai di rumah. Lebih lanjut lagi, kalkulator akan digantikan dengan komputer saku yang setiap anak SD pun akan membawanya. Alat inipun akan berfungsi sebagai telepon tangan, jam, serta alarm-clock. Jadi alat yang tadinya merupakan alat pengolah informasi, ternyata menjadi alat yang serba bisa, budak yang penurut dan setia selama kita memperlakukannya dengan baik dan benar.

Semuanya hanya menyiratkan satu hal bagi keluarga kita, yaitu, dunia yang tadinya didominasi oleh ciptaan alamiah (biosphere) kini mulai didominasi dengan alat-alat buatan manusia (techno-sphere). Banyak alat komunikasi dan informasi tadi sudah demikian canggihnya, kita tidak mengerti cara kerjanya, namun toh dapat menggunakannya. Mulailah kita semakin tergantung padanya. Bila hal ini membuat manusia lebih menyukai hubungan dengan alat daripada hubungan antarpribadi secara nyata, jumlah manusia yang kesepian akan semakin bertambah. Kecenderungan ini akan membuat pola hubungan suami istri semakin steril. Demikianpun dengan anak. Keluarga sangat rentan terhadap penyakit kehilangan kehangatan emosi. Jadilah dikenal dengan apa yang dinamakan virtual home atau virtual family. Namanya saja masih satu keluarga, namun kebersamaan selalu jarang terjadi, semua penataan keluarga berjalan secara remote/jarak jauh.



TIP #17: Gunakan Pencarian Universal untuk mencari pasal, ayat, referensi, kata atau nomor strong. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA