Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 10 No. 2 Tahun 1995 >  TORONTO BLESSING: SUATU TINJAUAN PENGALAMAN RELIGIUS > 
SUBYEKTIVITAS DAN OBYEKTIVITAS 

Di dalam pengalaman religius manusia adalah subyek yang mengalami dan Yang Ilahi dialami sebagai obyek.778 Dari segi ini, pengalaman religius memiliki segi subyektif dan obyektif779 Ditinjau dari obyek pengalaman, pengalaman religius terjadi berkat ada realitas Ilahi di luar diri manusia.

Ditinjau dari subyek yang mengalami pengalaman religius merupakan sebuah proses psikologis yang terjadi di dalam diri seseorang. Tanpa realitas obyektif di luarnyapun seseorang bisa "merasa" mengalami seperti pada kasus halusinasi. Oleh karena itu, sulit sekali kita membantah seseorang yang mengklaim bahwa ia mempunyai pengalaman religius seperti mendapat visi atau beban khusus dari Tuhan. Karena bisa saja sebuah pengalaman religius begitu subyektifnya, sehingga pengalaman itu sebenarnya bukan lahir dari kontak subyek dengan realitas Ilahi obyektif di luarnya.

Dalam karyanya yang amat termasyur Das Heilige Rudolf Otto menggambarkan pengalaman religius sebagai sebuah pengalaman yang paradoks, di satu pihak menggentarkan, namun di lain pihak mempesonakan. Di dalam Yang Ilahi ada sesuatu yang ambigu, yaitu antara hal yang mendahsyatkan dan sekaligus menarik hati manusia untuk mendekati-Nya. Struktur Numinosum seperti ini merupakan obyek dari perasaan-perasaan religius yang terdiri alas dua kutub. Kedua kutub ini serentak dialami. Jauh namun juga terasa dekat. Asing namun juga akrab. Harmoni dari pertentangan struktur rangkap ini merupakan dasar pengalaman religius. Dalam filsafat agama kedua kutub ini muncul dalam faham transendensi dan imanensi Allah. Sedangkan di dalam teologi hal ini nyata dalam keadilan Tuhan yang menghakimi namun sekaligus merahmati.

Pertama, manusia mengalami Allah sebagai mysterium tremendum (misteri yang mendahsyatkan).780 Yang Ilahi dialami sebagai sebuah misteri.781 Arti misteri adalah bahwa Yang Ilahi dirasakan sebagai Ada yang berada di luar jangkauan pemahaman manusia dan sama sekali asing tak dikenal. Yang Ilahi sama sekali berbeda dari manusia dan segala yang duniawi Dialah Yang Mahalain (The Wholly Other). Berhadapan dengan Yang Maha lain ini manusia merasa tercengang dan bingung. Ini bukan cuma karena akal budi kita terbatas, melainkan karena juga memang Yang Ilahi bukan sesuatu yang terdapat di dalam dunia biasa (supernatural). Yang Ilahi bukan apa-apa, yang dalam kepercayaan Budhisme disebut sunyata (kekosongan). Maka, Tersteegen bisa mengatakan, "Em begriffener Gott ist kem Gott" (Allah yang bisa dimengerti adalah bukan Allah). Yang Ilahi dialami sebagai yang mendahsyatkan dan tak terhampiri (Latin. tremendum). Pengalaman akan Yang Ilahi seperti itu menimbulkan rasa takut di dalam diri manusia.

Kegentaran ini dikarenakan manusia memiliki apa yang disebut sebagai kesadaran sebagai makhluk yang fana (creature feeling).782 Creature feeling ini berasal dari creaturehood (Jerman, Geschoplichkeit), yakni kesadaran eksistensial dari seorang yang berhadapan dengan Yang Mahakuasa dan Mahamulia dan bukan berasal dari createness (Jerman, Geschaffenheit) yaitu kesadaran seseorang bahwa dirinya terbatas sebagai makhluk ciptaan.783 Creature feeling adalah semacam emosi yang menguasai manusia tanpa terbendung ketika dirinya berhadapan dengan kemahaan dari Yang Ilahi (overpoweringness, majesty), sehingga ia merasa dirinya bukan apa-apa, kecil, tak berarti dan tak berdaya (bdk. Kej 18:27, MZm 8:4-5; Yes 6:3,5).

Kedua, rasa takut akan Yang Ilahi ini tidak berjalan sendiri. Suatu pengalaman lain menyertai rasa takut itu sehingga manusia berani mencari Yang Ilahi. Inilah rasa tertarik yang mendorong orang yang sama untuk mendekati Allah (Latin, fascinans/fascinosum).784 Wujud dari perasaan fascinans ini misalnya adalah rasa bergantung sebagai makhluk ciptaan yang menenteramkan hati manusia yang gelisah. rasa kasih, rasa merindukan, rasa percaya, rasa bahagia dan damai yang melampaui segala akal (bdk. Flp 4:7). Seseorang bersaksi demikian,

Untuk sesaat tiada lain yang tinggal tetap selain sukacita dan kegembiraan yang meluap-luap tak terlukiskan. Mustahil untuk menggambarkan seluruh pengalaman itu seperti efek dari karya orkes yang agung ketika semua nada yang terpisah berpadu membantu sebuah harmoni yang semakin membesar yang membuat pendengar cuma menyadari bahwa jiwanya sedang dibawa naik dengan emosi yang hampir meletup.785

Perasaan-perasaan seperti ini juga dialami orang Kristen, misalnya, pada kejadian-kejadian istimewa seperti pertobatan dan kelahiran kembali, di mana ia dibebaskan dari rasa bersalah dan belenggu dosa.



TIP #28: Arahkan mouse pada tautan catatan yang terdapat pada teks alkitab untuk melihat catatan ayat tersebut dalam popup. [SEMUA]
dibuat dalam 0.02 detik
dipersembahkan oleh YLSA