Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 10 No. 1 Tahun 1995 >  PENGANTAR KEPADA TEOLOGI HIKMAT > 
TEOLOGI HIKMAT 

Natur yang luas dan komprehensif dari kitab-kitab hikmat tidak memungkinkan untuk memaparkan teologinya secara tuntas dalam ruang yang amat terbatas ini. Sekalipun demikian, kita masih bisa mengenali garis-garis kontur teologisnya secara umum dari pendekatan terhadap skop hikmat yang luas. Karena teologi Alkitabiah harus bisa menerangkan apa yang dimaksud oleh teks bagi para penerimanya pada masa lampau dan juga menjelaskan apakah arti teks tersebut bagi kita pada masa kini, maka kedua pertanyaan ini perlu dibahas bersama-sama.

1. Apa yang diartikan oleh teologi kitab hikmat pada masa lalu

a. Menunjukkan satu-satunya Allah yang berdaulat dalam konteks doktrin mengenai Allah. Salah satu dari atribut mendasar tentang Allah yang tercantum dalam hikmat Alkitabiah adalah kuasa kreatif dan kegiatan karya Allah (Ayb 28:23; 25-27; 38:4-39:30; Ams 3:19- 20; 8:22-34).

b. Menunjukkan suatu humanitas (kemanusiaan) yang bertanggung jawab. Nilai-nilai kemanusiaan secara individu maupun kolektif dipertimbangkan dalam literatur hikmat. Dalam tatanan masyarakat, perilaku insan individu turut bersumbangsih bagi tercapainya suatu kestabilan sosial. Pada hakekatnya setiap manusia tidak dapat menyangkali dan menghindarkan dirinya dari rasa tanggung jawab yang dituntut daripadanya.

c. Menunjukkan suatu alam semesta yang teratur. Prinsip universal yang mendasar dalam hikmat Alkitabiah menyatakan bahwa mengandung arti bahwa dalam urusan tindakan (perbuatan) manusia, perkara yang baik akan diberi pahala, dan perkara yang jahat akan dihukumkan. Lihatlah prinsip Ams 10:30.

d. Menunjukkan adanya immortalitas yang dapat dikenali. Doktrin mengenai alam maut, dunia kematian dan hidup sesudah kematian dapat dipelajari dalam kitab-kitab hikmat. Bahkan konsep mengenai kebangkitan juga terdapat dalam Ayb 19:25-27. Demikian pula konsep mengenai firdaus ataupun gambaran tentang sorga yang kekal tidaklah aneh bagi pembaca kitab hikmat (Mzm 23:3 dan 139:24).

2. Apa yang diartikan oleh teologi kitab hikmat pada masa kini

a. Humanisme Alkitabiah dibangun di atas dasar dua lingkaran teologi PL, yakni lingkaran dalam pewahyuan diri Allah dalam sejarah dan catatan firman-Nya, serta lingkaran luar hikmat PL. Manusia dapat mengenali status dan potensi dirinya sebagai makhluk yang diciptakan oleh sang Khaliknya. Karena itu humanisme Alkitabiah berfokus pada kehidupan manusiawi, moralitas, dan tata aturan alamiah. Selanjutnya humanisme sedemikian membukakan nilai manusia, harkat keberadaannya dalam segala aspek.

b. Humanisme Alkitabiah juga mengandung ciri tertentu yang merenungkan nilai hidup insani. Fakta bahwa manusia berdiri di pusat dunia yang ditandai dengan berbagai ketidakadilan, penderitaan, kematian dan immortalitas semakin memperdalam trauma yang diakibatkan oleh masalah-masalah mendasar dalam kehidupan manusia. Jadi boleh dikatakan bahwa humanisme Alkitabiah membeberkan persoalan hidup dan nilai keberadaan manusia secara amat realistis.

c. Humanisme Alkitabiah berbicara kepada manusia dalam konteks perenungan yang bercorak teistik, jadi bukan sekedar nasihat-nasihat manusiawi yang akan memalingkan perhatian makhluk insani terhadap Khalik ilahi.

d. Dasar dari humanisme Alkitab bersifat teistik, yang mana amat kontras berbeda dengan humanisme modern. Sementara literatur hikmat menelaah tata aturan alamiah, rasionalnya ingin mengamati Allah di dalamnya, untuk mempelajari apa yang ingin Dia katakan mengenai kehidupan di dunia yang diciptakan ini. Jelaslah bahwa Allah berada di balik dari seluruh semesta alam. Dunia merupakan salah satu dari media komunikasi Allah kepada manusia. Allah adalah sang maha perancang, Artis seni yang amat agung dan Pencipta mahabesar. Maka untuk mengenal sang Seniman agung itu kita perlu mempelajari karya-karya-Nya. Sementara pada sisi yang lain, takut akan Allah merupakan suatu kekuatan yang kohesif dalam humanisme Alkitabiah. Hanya di dalam relasi dengan Allahlah manusia baru dapat mencapai suatu jenis kesadaran diri yang tak bakal memimpinnya ke dalam kebutaan ambiguitas moral.

e. Humanisme Alkitabiah mempunyai suatu telos (tujuan akhir). Berbeda dari humanisme modern yang mencari suatu tatanan baru di antara umat manusia, literatur hikmat mencari suatu tatanan baru bagi seluruh spesis manusia mencakup semua lapisan masyarakat. Sementara hikmat menekankan pada kebutuhan manusia mengenal dirinya sendiri, ia mengajarkan bahwa kepuasan yang paling puncak hanya dapat dicapai dalam relasi terhadap Allah secara benar (bandingkan dengan Pkh 12:13). Takut akan Allah melibatkan individu dalam suatu perjumpaan pribadi dengan Allah, yang akan membawa dirinya sendiri berpaling kepada Allah yang sejati.

Selain itu hikmat Alkitabiah berperan penting sebagai pembimbing moral. Khususnya dalam masyarakat modern dewasa ini, hikmat secara umum belum cukup memadai dalam hal mendasari perilaku moral yang semakin komplek adanya. Allah sebagai satu-satunya Pencipta manusia dan segala sesuatu yang terdapat dalam dunia ini adalah Pribadi Kebenaran yang mutlak. KepadaNya semua relasi di dalam semesta ini ditimbang dan segala tindakan dinilai. Elemen mendasar dari apa yang menurut penilaian moral diperbolehkan atau tidak dilandaskan pada suatu hubungan ganda, yakni relasi horisontal dan vertikal, atau hubungan seseorang terhadap dunia dan terhadap Allahnya. Sekalipun literatur hikmat menggoreskan garis-garis horisontal amat berat, namun sama sekali tak mengabaikan yang vertikal. Dalam suatu masyarakat yang terkena wabah relativisme, hilangnya unsur bimbingan moral dapat dipenuhi oleh hikmat yang sejati. Pergerakan dan perkembangan hikmat lewat literatur turut menciptakan perilaku moral sebagai faktor utama yang menjamin suatu kestabilan sosial; mengingat integritas moral yang mengesahkan dan menguji realitas dari kestabilan tersebut berjangkar dalam relasi khusus dengan Allah. Justru di dalam suatu kebudayaan di mana agama seringkali dianggap sebagai bencana ketimbang suatu panji kehormatan, maka suatu kehidupan saleh yang sungguh-sungguh benar acapkali dilecehkan. Namun toh literatur hikmat dan kidung-kidung Mazmur memanggil gereja untuk memulihkan kesalehan yang murni, bukan sebagai kesalehan semu atau palsu yang dijadikan karikatur "suatu gaya hidup munafik yang membelenggu seseorang dalam suatu jaket (jubah) yang langsung menindas."



TIP #19: Centang "Pencarian Tepat" pada Pencarian Universal untuk pencarian teks alkitab tanpa keluarga katanya. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA