Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 10 No. 1 Tahun 1995 > 
PENGANTAR KEPADA TEOLOGI HIKMAT 
Penulis: Joachim Huang{*}
 PENGANTAR

Bisa dikatakan bahwa sepertiga bagian dari seluruh kitab-kitab Perjanjian Lama (PL) berbentuk puisi. Walaupun di sana sini dalam PL sejak kitab Kejadian hingga kitab Maleakhi terdapat tulisan-tulisan berbentuk puisi, namun secara umum terkonsentrasi pada lima kitab syair: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah dan Kidung Agung.

Titik berat lima kitab Musa atau Pentateuch berisikan tentang hukum; sedangkan kitab-kitab sejarah menekankan sejarah kerajaan-kerajaan Israel kuno; sementara kitab-kitab syair lebih banyak berisikan pertuturan manusia berbicara kepada Allah; sebaliknya kitab-kitab para nabi (besar maupun kecil) berisikan kata-kata Allah berfirman kepada manusia.

Dari kitab-kitab syair, tiga di antaranya disebut atau digolongkan juga sebagai kitab hikmat. Jadi yang termasuk literatur hikmat ini adalah kitab Ayub, Amsal dan Pengkhotbah.

Lima kitab syair PL tersebut di atas dalam kalangan orang Yahudi disebut: Kethubim (writings); dan diistilahkan dalam bahasa Yunani sebagai Hagiographa (sacred writings). Masyarakat Masoret pada abad pertengahan menyebutnya kitab syair ke dalam lima kitab gulungan (five Megilloth atau five scrolls), hanya yang dimaksudkan dengan lima kitab gulungan ini adalah kitab Rut, Ratapan, Pengkhotbah, Kidung Agung dan Ester. Kelima kitab gulungan ini berkaitan dengan upacara-upacara atau perayaan-perayaan umat Yahudi. Kitab Rut berkenaan dengan perayaan Pentakosta; kitab Pengkhotbah dengan perayaan Tabernakel; sedangkan kitab Ester dibacakan pada waktu perayaan Purim tatkala mengingat bagaimana Allah melepaskan orang-orang Yahudi dari bahaya dipunahkan, saat dukacita berubah menjadi sukacita; kitab Kidung Agung dipakai dalam perayaan Paskah; serta kitab Ratapan dipergunakan pada saat umat berpuasa mengenang runtuhnya Bait Suci.

Adapun Kitab Suci (PL) orang Yahudi terbagi atas tiga bagian sebagai berikut:

a. Kitab Torah

b. Kitab para Nabi, yang masih dikelompokkan sebagai:

(1) kitab nabi terdahulu: Yosua, Hakim-Hakim, Samuel dan Raja-Raja

(2) kitab nabi terakhir: Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan 12 kitab nabi kecil

c. Kitab Syair (kethubim atau writings)

Alkitab Vulgata (versi PL dalam bahasa Latin) menempatkan kitab Ayub pada bagian awal; sedangkan Septuaginta (versi PL dalam bahasa Yunani, yang disusun oleh tujuh puluh orang sarjana penerjemah) menempatkan kitab-kitab syair sesudah kitab sejarah dan sebelum kitab nabi, dengan urutan kitab Mazmur di bagian depan. Maka urut-urutannya adalah sedemikian: Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung dan Ayub. Versi-versi lain dalam bahasa Inggris mengikuti versi Vulgata berdasarkan pertimbangan kronologis waktu. Ayub dianggap hidup sezaman dengan para Patriakh (leluhur) bangsa Yahudi. Sedangkan kitab Mazmur sebagian besar merupakan karya literatur Daud yang hidup beberapa abad sesudah masa patriakh. Ketiga kitab lainnya: Amsal, Pengkhotbah dan Kidung Agung pada umumnya diasosiasikan dengan Salomo, Putra Daud yang mengelompokkan ketiganya sebagai koleksi dari Salomo.

Agar kita dapat memahami ke semua kitab syair PL dengan baik, perlu kiranya diperhatikan konteks dan perkembangan literatur hikmat dalam dunia Asia Tengah kuno dan Israel kuno.

 LITERATUR HIKMAT

Hikmat Alkitabiah merupakan sesuatu yang dinamis dalam dunia Israel kuno, yang beroperasi dalam tiga dimensi: personal, universal, dan literal (literatur).

1. Dimensi personal (pribadi) ditandai dengan dua kategori teologis dan praktis. Beberapa contoh yang dapat diketengahkan di sini berkenaan dengan hikmat, antara lain: ketrampilan (kecakapan) seni - Kel 35:30-36:1; Kel 28:3 dan Kel 35:25-26; kemampuan mengerjakan benda-benda karya kerajinan besi - Yer 10:9; pelaut dan profesi sejenisnya (orang-orang yang pandai membuat kapal dst.) - Mzm 107:27; Yeh 27:8; ahli strategi militer dan negarawan - Yes 10:13; 29:14; Yer 49:7. Lebih lanjut, hikmat juga diasosiasikan erat dengan kesenian musikal dalam 1 Raj 4:32, serta sebagai hasil hikmat Allah yang dikaruniakan kepada Salomo meliputi berbagai gubahan lagu, syair dan amsal, kata-kata perbandingan dst.

Bahkan di dalam kehidupan sehari-hari, hikmat juga tampak dalam falsafah hidup yang diterapkan secara praktis oleh manusia dalam konteks komunitasnya. Semisal, kita menemukan adanya amsal-amsal (kata-kata hikmat) yang berkenaan dengan relasi mendasar antarpribadi dalam unit keluarga; ataupun di luar lingkup rumah tangga sebagai unsur-unsur pembentukan tata nilai moral disiplin, rupa-rupa kebijaksanaan dan keadilan dsb.; serta nilai-nilai religius.

2. Dimensi universal menekankan pada kategori teologi, yang menjelaskan bahwa sesungguhnya hikmat merupakan salah satu dari atribut Allah sendiri. Dalam hal ini hikmat Allah dipersonifikasikan dengan khusus dalam Ams 8:22-31. Salomo berusaha mempersonifikasikan suatu atribut ilahi dengan cara menegaskan bahwa hikmat adalah suatu emanasi dari kehidupan ilahi, seperti halnya kita mengetahui (memahami) kasih sebagai suatu emanasi dari kehidupan Allah. Alam pikiran Ibrani tidak menunjang suatu bentuk dualisme antara Allah sebagai sumber kehidupan melawan hikmat sebagai sumber kehidupan. Maka sebagai efek dari argumen ini adalah menghubungkan hikmat kepada Allah sekaligus kepada alam semesta ciptaan-Nya, yang mana mempertautkan Allah, umat manusia dan dunia dalam ikatan yang tak terpisahkan. Sebagai suatu prinsip pewahyuan, hikmat dapat dipandang selaku "rasionale kosmos", yang melimpahkan pengertian kepada umat manusia secara universal. Tanpanya dunia dan kehidupan manusia di dunia ini kehilangan maknanya. Jadi, hikmat merupakan suatu kehadiran Allah secara pervasif yang menembus semesta fisik dan tatanan sosial kehidupan manusia (Ams 2:1-15; 8:22). Itulah bahasa komunikatif dari Allah dalam alam semesta dan pengalaman hidup manusia. Selain itu bisa disebutkan bahwa Allah merupakan sumber kekuatan dinamis yang menggerakkan, mengontrol maupun memulihkan sejarah dan alam semesta ini (Ayb 9:4; 11:6; 12:13; 32:8; 37:16; Ams 2:6; 8:22-31).

3. Dimensi literal (literatur) menunjukkan bahwa tulisan-tulisan atau karya literatur hikmat merupakan salah satu saran penunjang bagi gerakan dan perkembangan hikmat pada masa silam Israel. Warisan literatur kuno ini begitu kaya dengan aneka corak ragam genre sastranya sebagaimana pada literatur para nabi (profetis). Lebih khusus, bentuk literal amsal merupakan salah satu genre favorit dari literatur hikmat. Amsal pada umumnya pendek dan lugas, sehingga mampu dengan tepat dan efektif mengungkapkan suatu ide atau kebenaran. Dalam PL istilah mashal dipergunakan secara luas dan mencakup amsal, teka-teki (seperti Hak. 14:14; 1Raj 10:1), analogi (seperti Pkh 12:1-7; Hak 9:2-15; Yeh 17:2-10) yang terkadang bersifat alegoris; serta karangan yang lebih panjang berupa komparasi atau perbandingan. Akar kata kerja mashal berarti menjadi seperti/menyerupai, berbanding dengan ...

Biasanya literatur hikmat dipelajari oleh orang-orang muda pada kalangan atas (kaum bangsawan) untuk mempersiapkan mereka sebagai pemimpin masa depan. Dalam hal ini, para guru mempunyai tanggung jawab untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan budaya (perilaku dalam lingkungan Kerajaan); etika hidup terhormat dan bermartabat; serta bagaimana mengambil keputusan dalam konteks kepemimpinan yang bertanggung jawab. Walaupun literatur hikmat khususnya menjadi konsumsi bagi kalangan atas, namun ia juga merambah dan dikenal luas oleh masyarakat umum. Misalnya berkenaan dengan kehidupan dalam keluarga atau rumah tangga: hubungan antara orang tua dan anak, suami dan isteri, tuan dan hamba dan sebagainya; selain itu dalam kalangan perdagangan juga banyak ditemukan amsal-amsal yang bertalian dengannya; dalam lingkup pengadilan juga memerlukan hikmat tertentu. Dalam kasus penderitaan sebagaimana dialami oleh Ayub, jawaban-jawaban atas pertanyaan mengenai keadilan, kasih dan kebaikan Allah sehubungan dengan adanya kejahatan dan penderitaan dalam kehidupan ini, maka teodisi sebagai salah satu bagian dari teologi bentang Allah pedu dikembangkan. Memang harus diakui bahwa praktek ketidakadilan pada dasarnya tidak mengenal batasan ataupun lapisan masyarakat. Artinya setiap insan mungkin saja mengalami perlakuan-perlakuan yang tidak adil sehingga literatur hikmat juga memiliki relevansi yang riil dalam mengupas masalah teodisi.

 TEOLOGI HIKMAT

Natur yang luas dan komprehensif dari kitab-kitab hikmat tidak memungkinkan untuk memaparkan teologinya secara tuntas dalam ruang yang amat terbatas ini. Sekalipun demikian, kita masih bisa mengenali garis-garis kontur teologisnya secara umum dari pendekatan terhadap skop hikmat yang luas. Karena teologi Alkitabiah harus bisa menerangkan apa yang dimaksud oleh teks bagi para penerimanya pada masa lampau dan juga menjelaskan apakah arti teks tersebut bagi kita pada masa kini, maka kedua pertanyaan ini perlu dibahas bersama-sama.

1. Apa yang diartikan oleh teologi kitab hikmat pada masa lalu

a. Menunjukkan satu-satunya Allah yang berdaulat dalam konteks doktrin mengenai Allah. Salah satu dari atribut mendasar tentang Allah yang tercantum dalam hikmat Alkitabiah adalah kuasa kreatif dan kegiatan karya Allah (Ayb 28:23; 25-27; 38:4-39:30; Ams 3:19- 20; 8:22-34).

b. Menunjukkan suatu humanitas (kemanusiaan) yang bertanggung jawab. Nilai-nilai kemanusiaan secara individu maupun kolektif dipertimbangkan dalam literatur hikmat. Dalam tatanan masyarakat, perilaku insan individu turut bersumbangsih bagi tercapainya suatu kestabilan sosial. Pada hakekatnya setiap manusia tidak dapat menyangkali dan menghindarkan dirinya dari rasa tanggung jawab yang dituntut daripadanya.

c. Menunjukkan suatu alam semesta yang teratur. Prinsip universal yang mendasar dalam hikmat Alkitabiah menyatakan bahwa mengandung arti bahwa dalam urusan tindakan (perbuatan) manusia, perkara yang baik akan diberi pahala, dan perkara yang jahat akan dihukumkan. Lihatlah prinsip Ams 10:30.

d. Menunjukkan adanya immortalitas yang dapat dikenali. Doktrin mengenai alam maut, dunia kematian dan hidup sesudah kematian dapat dipelajari dalam kitab-kitab hikmat. Bahkan konsep mengenai kebangkitan juga terdapat dalam Ayb 19:25-27. Demikian pula konsep mengenai firdaus ataupun gambaran tentang sorga yang kekal tidaklah aneh bagi pembaca kitab hikmat (Mzm 23:3 dan 139:24).

2. Apa yang diartikan oleh teologi kitab hikmat pada masa kini

a. Humanisme Alkitabiah dibangun di atas dasar dua lingkaran teologi PL, yakni lingkaran dalam pewahyuan diri Allah dalam sejarah dan catatan firman-Nya, serta lingkaran luar hikmat PL. Manusia dapat mengenali status dan potensi dirinya sebagai makhluk yang diciptakan oleh sang Khaliknya. Karena itu humanisme Alkitabiah berfokus pada kehidupan manusiawi, moralitas, dan tata aturan alamiah. Selanjutnya humanisme sedemikian membukakan nilai manusia, harkat keberadaannya dalam segala aspek.

b. Humanisme Alkitabiah juga mengandung ciri tertentu yang merenungkan nilai hidup insani. Fakta bahwa manusia berdiri di pusat dunia yang ditandai dengan berbagai ketidakadilan, penderitaan, kematian dan immortalitas semakin memperdalam trauma yang diakibatkan oleh masalah-masalah mendasar dalam kehidupan manusia. Jadi boleh dikatakan bahwa humanisme Alkitabiah membeberkan persoalan hidup dan nilai keberadaan manusia secara amat realistis.

c. Humanisme Alkitabiah berbicara kepada manusia dalam konteks perenungan yang bercorak teistik, jadi bukan sekedar nasihat-nasihat manusiawi yang akan memalingkan perhatian makhluk insani terhadap Khalik ilahi.

d. Dasar dari humanisme Alkitab bersifat teistik, yang mana amat kontras berbeda dengan humanisme modern. Sementara literatur hikmat menelaah tata aturan alamiah, rasionalnya ingin mengamati Allah di dalamnya, untuk mempelajari apa yang ingin Dia katakan mengenai kehidupan di dunia yang diciptakan ini. Jelaslah bahwa Allah berada di balik dari seluruh semesta alam. Dunia merupakan salah satu dari media komunikasi Allah kepada manusia. Allah adalah sang maha perancang, Artis seni yang amat agung dan Pencipta mahabesar. Maka untuk mengenal sang Seniman agung itu kita perlu mempelajari karya-karya-Nya. Sementara pada sisi yang lain, takut akan Allah merupakan suatu kekuatan yang kohesif dalam humanisme Alkitabiah. Hanya di dalam relasi dengan Allahlah manusia baru dapat mencapai suatu jenis kesadaran diri yang tak bakal memimpinnya ke dalam kebutaan ambiguitas moral.

e. Humanisme Alkitabiah mempunyai suatu telos (tujuan akhir). Berbeda dari humanisme modern yang mencari suatu tatanan baru di antara umat manusia, literatur hikmat mencari suatu tatanan baru bagi seluruh spesis manusia mencakup semua lapisan masyarakat. Sementara hikmat menekankan pada kebutuhan manusia mengenal dirinya sendiri, ia mengajarkan bahwa kepuasan yang paling puncak hanya dapat dicapai dalam relasi terhadap Allah secara benar (bandingkan dengan Pkh 12:13). Takut akan Allah melibatkan individu dalam suatu perjumpaan pribadi dengan Allah, yang akan membawa dirinya sendiri berpaling kepada Allah yang sejati.

Selain itu hikmat Alkitabiah berperan penting sebagai pembimbing moral. Khususnya dalam masyarakat modern dewasa ini, hikmat secara umum belum cukup memadai dalam hal mendasari perilaku moral yang semakin komplek adanya. Allah sebagai satu-satunya Pencipta manusia dan segala sesuatu yang terdapat dalam dunia ini adalah Pribadi Kebenaran yang mutlak. KepadaNya semua relasi di dalam semesta ini ditimbang dan segala tindakan dinilai. Elemen mendasar dari apa yang menurut penilaian moral diperbolehkan atau tidak dilandaskan pada suatu hubungan ganda, yakni relasi horisontal dan vertikal, atau hubungan seseorang terhadap dunia dan terhadap Allahnya. Sekalipun literatur hikmat menggoreskan garis-garis horisontal amat berat, namun sama sekali tak mengabaikan yang vertikal. Dalam suatu masyarakat yang terkena wabah relativisme, hilangnya unsur bimbingan moral dapat dipenuhi oleh hikmat yang sejati. Pergerakan dan perkembangan hikmat lewat literatur turut menciptakan perilaku moral sebagai faktor utama yang menjamin suatu kestabilan sosial; mengingat integritas moral yang mengesahkan dan menguji realitas dari kestabilan tersebut berjangkar dalam relasi khusus dengan Allah. Justru di dalam suatu kebudayaan di mana agama seringkali dianggap sebagai bencana ketimbang suatu panji kehormatan, maka suatu kehidupan saleh yang sungguh-sungguh benar acapkali dilecehkan. Namun toh literatur hikmat dan kidung-kidung Mazmur memanggil gereja untuk memulihkan kesalehan yang murni, bukan sebagai kesalehan semu atau palsu yang dijadikan karikatur "suatu gaya hidup munafik yang membelenggu seseorang dalam suatu jaket (jubah) yang langsung menindas."



TIP #09: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab dan catatan hanya seukuran layar atau memanjang. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA