3. Namun sebelum kita membahas apa yang saya sebutkan tadi, perkenankanlah saya menguraikan secara garis besar apa yang dimaksudkan dengan (atau paling sedikit apa yang saya maksudkan mengenai) pelayanan Kristiani itu, untuk membedakannya dari pelayanan-pelayanan lainnya. Dari luar, apa yang dikerjakan oleh orang-orang Kristen dapat saja sama atau tidak ada bedanya dibandingkan dengan apa yang dikerjakan oleh orang-orang lain. Menurut keyakinan saya, apa yang secara prinsipil membuat pelayanan kita itu berbeda dari pelayanan yang lain adalah motivasinya: apa yang mendorong dan membakar hati untuk melayani. Motivasi pelayanan kristiani kita tidak dapat lain adalah pelayanan Kristus sendiri. Artinya: kita melayani oleh karena kita mau melayani Kristus. Atau lebih tepat lagi: kita melayani Kristus melalui pelayanan kita kepada sesama, oleh karena Kristus telah terlebih dahulu melayani kita. Pelayanan kristiani tidaklah terutama didorong oleh altruisme atau keinginan untuk berbuat baik, melainkan oleh karena kita terdorong untuk mengungkapkan rasa syukur kita karena kita terlebih dahulu mengalami dan menerima kebaikan Kristus. Sebagai orang yang tahu berterima kasih, pelayanan kita adalah sesuatu yang memang sudah sepantasnya atau sewajarnya harus kita lakukan, bukan suatu jasa. Tidak melakukan pelayanan adalah ibarat orang yang tidak mau membayar hutangnya. Jadi, sesuatu yang tidak dapat tidak, tidak boleh tidak. Harus kita lakukan. Melakukan pelayanan, adalah sekedar tindakan membayar (atau bahkan cuma mencicil) hutang tidak ada yang luar biasa di situ. Yang kedua, yang mendorong kita untuk melakukan pelayanan adalah ketaatan kita kepada Kristus. Kita melayani, oleh karena Kristus menghendakiNya. "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya juga berbuat sama seperti yang telah kepadamu." (Yoh 13:14,15). Kalau kita melayani, itu adalah sekedar melaksanakan apa yang memang menjadi kewajiban kita. Sedang apabila kita tidak melayani, itu berarti kita tidak menaati Kristus. Jadi sekali lagi, kita melayani bukanlah untuk memperoleh sesuatu melainkan oleh karena kita telah memperoleh sesuatu.
Di sini, kita harus selalu waspada terhadap apa yang kita lakukan atas nama pelayanan Kristiani, sebab banyak sekali yang kita sebut pelayanan yang pada hakekatnya sebenarnya adalah melayani diri sendiri, gereja sendiri, kelompok sendiri. Ibarat lempar teri, untuk memperoleh kakap. Setiap kali kita harus bertanya: siapa yang kita layani? Siapa yang memperoleh paling banyak dari pelayanan kita? Kita atau Kristus? Kita atau mereka yang kita layani?
4. Di samping motivasi, maka hal yang kedua yang seharusnya membedakan pelayanan kristiani dengan pelayanan lainnya adalah: pelayanan Kristiani itu kita laksanakan dengan berpolakan pelayanan Kristus sendiri. "Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu (Yoh. 13:14). Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada." (Yoh 12:26). Ini besar sekali implikasinya. Misalnya, terhadap pokok yang akan kita bicarakan sekarang ini. Kita akan membicarakan perubahan-perubahan yang sedang dan akan terjadi di sekitar kita. Lalu di dalam konteks perubahan-perubahan yang sedang dan akan terjadi itu, kita akan membahas bagaimana strategi pelayanan kita. Ini tentu saja adalah pertanyaan yang amat penting. Namun saya ingin memperingatkan kita, bahwa kita tidak boleh membiarkan perubahan-perubahan di sekitar kita itulah yang menentukan pelayanan kita! Seolah-olah konteks perubahan itulah yang menentukan bagaimana kita melayani. Atau lebih parah, sekiranya konteks perubahan itulah yang akan menentukan apakah kita akan melayani atau tidak. Bisa saja ketika kita berbicara mengenai 'strategi', maka yang ada dalam benak kita adalah: bagaimana ya bentuk pelayanan kita supaya kita bisa diterima, supaya kita tetap aman, tidak dimusuhi? Dan sebagainya. Kita yang menjadi fokus pelayanan, bukan Kristus. Kita boleh dan harus mempersoalkan perubahan-perubahan yang ada di sekitar kita, namun pertanyaan kita haruslah: di tengah-tengah perubahan tersebut, bagaimana bentuk pelayanan kita, sehingga kita dapat menyaksikan pelayanan Kristus semaksimal-maksimalnya? Yesus mengatakan, "Di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Pertanyaan yang harus kita ajukan adalah: di tengah-tengah perubahan yang ada itu, di manakah Kristus berada supaya kita juga boleh berada di sana?
5. Pola pelayanan kita adalah pola pelayanan Kristus. Sebab itu, pertanyaan yang amat penting adalah: bagaimana pola pelayanan Kristus itu? Ini harus jelas, oleh karena inilah pola yang harus kita teladani dalam seluruh pelayanan kita. Pertanyaan ini dapat dijelaskan dengan panjang lebar, tetapi saya hanya ingin menyebutkan beberapa saja yang menurut keyakinan saya paling pokok dan paling unik, yaitu:
(a) Pelayanan Kristus ditentukan oleh titik - acu yang amat fundamental: ketaatan yang sepenuh-penuhnya kepada Allah dan kasih yang sepenuh-penuhnya kepada sesama manusia. Ini adalah batu uji yang amat penting bagi keabsahan pelayanan Kristiani kita, untuk menghindarkan kita dari kecenderungan melayani diri sendiri ('self-service' sudah semakin populer, bukan?) Orientasi pelayanan Kristiani adalah kehendak Allah dan kebutuhan mereka yang kita layani. Bukan kepentingan kita!
(b) Pelayanan Kristus diwujudkan dalam bentuk identifikasi dan solidaritas. (Yoh 1:12; Flp 2:7). Tidak berdiri lebih tinggi (=filantropis) tetapi juga tidak duduk lebih rendah dari yang dilayani, melainkan menempatkan diri sepenuhnya pada tempat mereka yang dilayani. Ikut merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang kita layani. Oleh karena itu pelayanan Kristiani harus disertai dengan respek, simpati, dan empati yang dalam.
(c) Pelayanan Kristus adalah pelayanan yang holistik, artinya pelayanan yang utuh dan menyeluruh. Oleh karena itu pelayanan Kristiani adalah mewujudnyatakan Injil yang utuh bagi manusia yang utuh. Holistik artinya melihat kebutuhan manusia baik kebutuhan-kebutuhan individualnya maupun sosialnya, kebutuhan-kebutuhan fisik, psikis maupun kebutuhan spiritualnya, kebutuhan-kebutuhan sekarang di bumi ini maupun nanti setelah mati, dan sebagainya. Perkenankanlah saya berbicara sedikit lebih jauh mengenai pelayanan yang holistik ini. Menurut pengamatan dan pelayanan saya, tidak ada yang lain yang lebih merugikan pelaksanaan misi Kristiani kita, daripada dualisme yang memisahkan tubuh dari roh, ilmu dari agama, dan yang natural dari yang supernatural. Dualisme seperti ini, tanpa kita sadari, sebenarnya kita warisi dari modernisme Barat, yang bukan saja tidak alkitabiah tetapi juga tidak cocok dengan 'Weltanschauung' (wawasan atau konsep pandang dunia) kita sebagai orang Timur (baca: Indonesia) yang lebih inklusif dan integralistik. Pada satu pihak, dualisme itu telah membuat kita secara sempit mengidentikkan misi Kristiani dengan penginjilan (dalam arti sempit pula yang hanya mencari jiwa-jiwa yang terhilang dan berusaha menyelamatkan dari kebinasaan kekal), dan dengan demikian menyerahkan pelayanan sepenuhnya kepada badan-badan sekuler dan duniawi. Tentu saja pandangan seperti ini ada benarnya. Injil memang adalah mengenai sorga. Namun ini saja, hanya akan mengajak orang untuk mengikuti Yesus yang jauh, Yesus yang teologis dan abstrak, Yesus yang tidak berjalan di jalan-jalan kehidupan manusia yang nyata, Yesus yang tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan dan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia yang nyata. Yesus yang terasing dan tidak mempunyai makna bagi manusia di tengah konteks kehidupan mereka yang nyata. Pada pihak lain, dualisme yang sama membuat sebagian orang Kristen yang lain hanya memusatkan perhatian kepada kebutuhan manusiawi, memberitakan Injil yang menjanjikan makanan, kesehatan, keadilan, pendek kata hidup yang lebih baik di bumi ini. Ini pun tidak salah seluruhnya. Sebab Kristus tidak hanya mati untuk dosa-dosa kita, tetapi juga untuk memperkenalkan datangnya Kerajaan Allah di bumi ini. Yesus adalah Yesus yang berjalan bersama-sama dengan orang-orang biasa, menyembuhkan penyakit mereka, memberi mereka makan, memberitakan keadilan dan kabar baik bagi orang miskin. Benar! Namun bagi saya, ini pun hanya separuh Injil. Misi kita tidak mempunyai artinya bila hanya memperbaiki kehidupan mereka yang sehari-hari, namun tidak menunjukkan kepada mereka jalan kepada kehidupan yang sejati dan pribadi.
6. Pembicaraan mengenai bahaya dualisme ini, membawa saya kepada pembicaraan mengenai kesaksian dan pelayanan. Bagaimana sebenarnya hubungan antara keduanya? Ada dua pandangan yang hendak saya tolak:
(a) pandangan yang sama sekali memisahkan antara keduanya. Misalnya: kesaksian diartikan sebagai penginjilan yang bersifat verbal semata-mata, yang tidak perlu diwujudkan dalam tindakan pelayanan yang nyata. Atau sebaliknya, pelayanan yang diartikan sebagai altruisme semata-mata, yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan tugas kesaksian kita.
(b) pandangan yang mencampuradukkan keduanya. Misalnya: pelayanan hanya dilihat dan dilaksanakan sebagai 'alat' kesaksian, atau konkretnya sebagai 'pancingan' untuk mengkristenkan orang. Bagi saya bukan 'pelayanan'. Ia tidak tulus, tidak jujur, tidak etis, dan tidak Kristiani. Bukan saja pelayanan yang buruk, tetapi juga kesaksian yang buruk tentang kekristenan kita. Pandangan saya: kita harus membedakan keduanya, tapi tidak boleh memisahkannya. Pelayanan Kristiani bukan 'alat' kesaksian. Pelayanan, bagi saya, adalah wujud dari kesaksian Kristiani kita! Kita melayani, dan dengan itu kita bersaksi. Kita bersaksi, dan oleh karena itu kita melayani.