Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 9 No. 2 Tahun 1994 > 
STRATEGI PELAYANAN KRISTEN DALAM KONTEKS SOSIAL POLITIK INDONESIA 
Penulis: Eka Darmaputera{*}

1. Pokok bahasan kita adalah Strategi Kristen dalam Konteks Sosial Politik Indonesia. Mengapa kita harus berbicara tentang strategi? Agaknya alasannya amat jelas. Di balik judul yang diberikan kepada saya, saya merasa ada beberapa hal yang mempersatukan kita semua. Pertama, rupanya kita sepakat bahwa sekarang ini kita sedang berada di ambang perubahan-perubahan yang besar dan mendasar. Masa depan kita akan penuh dengan pelbagai tantangan yang berat. Namun demikian, yang kedua, saya juga merasakan bahwa juga di tengah-tengah gelombang beratnya, kita ingin tetap melanjutkan kesaksian kristiani kita melalui pelayanan kita, bahkan kalau mungkin terus meningkatkannya. Oleh karena itu, yang ketiga, kita menyadari kita tidak dapat sekedar melanjutkan dan mengulang-ulang begitu saja apa yang telah kita kerjakan selama ini. Tidak sekedar oleh karena dua kemungkinan:

(a) kalau kita hanya sekedar melanjutkan dan mengulang-ulang, maka bisa terjadi kesaksian dan pelayanan kita itu tidak akan efektif. Tidak efektif, oleh karena ia tidak menjawab tantangan-tantangan yang telah berubah; atau

(b) perubahan-perubahan yang sedang terjadi mungkin tidak akan memberikan lagi kepada kita kesempatan dan keleluasaan untuk melakukan apa yang selama ini kita lakukan.

Berlatarbelakangkan ketiga hal tersebut itulah, kita didesak untuk menemukan atau menggariskan suatu strategi yang baru, sehingga kesaksian kita dapat lebih efektif. Artinya: lebih berdaya guna dan lebih berhasil guna.

2. Saya diminta untuk memberi masukan mengenai strategi baru tersebut. Namun walaupun saya dengan segala senang hati bersedia untuk memberikan masukan, dengan terus terang sejak awal saya harus mengatakan, bahwa mengusulkan suatu strategi yang baru, yang "pas" dan yang "lengkap" dalam konteks perubahan yang sedang dan akan terus terjadi ini, benar-benar adalah di luar kemampuan saya. Bahkan saya berani mengatakan, bahwa di dalam situasi yang sekarang ini, tidak ada seseorang pun yang mampu melakukan itu. Mengapa? Sebabnya ialah, oleh karena sekarang ini kita hanya tahu bahwa kita sedang berada di ambang perubahan yang sangat besar dan mendasar. Namun demikian, tak seorang pun sekarang ini yang dapat memperkirakan ke mana perubahan-perubahan ini. Padahal strategi yang baik hanya dapat dibuat apabila kita mampu, membuat antisipasi, prediksi, dan proyeksi yang baik mengenai apa yang akan kita hadapi. Jadi bagaimana? Paling maksimal yang dapat kita lakukan adalah: memahami sedapat-dapatnya perubahan-perubahan yang sedang terjadi, dan membuat beberapa skenario kemungkinan yang mungkin timbul sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut, dan kemudian mengusulkan beberapa alternatif kemungkinan mengenai apa yang perlu kita lakukan untuk menyongsong pelbagai kemungkinan yang dapat terjadi.

 PELAYANAN KRISTIANI

3. Namun sebelum kita membahas apa yang saya sebutkan tadi, perkenankanlah saya menguraikan secara garis besar apa yang dimaksudkan dengan (atau paling sedikit apa yang saya maksudkan mengenai) pelayanan Kristiani itu, untuk membedakannya dari pelayanan-pelayanan lainnya. Dari luar, apa yang dikerjakan oleh orang-orang Kristen dapat saja sama atau tidak ada bedanya dibandingkan dengan apa yang dikerjakan oleh orang-orang lain. Menurut keyakinan saya, apa yang secara prinsipil membuat pelayanan kita itu berbeda dari pelayanan yang lain adalah motivasinya: apa yang mendorong dan membakar hati untuk melayani. Motivasi pelayanan kristiani kita tidak dapat lain adalah pelayanan Kristus sendiri. Artinya: kita melayani oleh karena kita mau melayani Kristus. Atau lebih tepat lagi: kita melayani Kristus melalui pelayanan kita kepada sesama, oleh karena Kristus telah terlebih dahulu melayani kita. Pelayanan kristiani tidaklah terutama didorong oleh altruisme atau keinginan untuk berbuat baik, melainkan oleh karena kita terdorong untuk mengungkapkan rasa syukur kita karena kita terlebih dahulu mengalami dan menerima kebaikan Kristus. Sebagai orang yang tahu berterima kasih, pelayanan kita adalah sesuatu yang memang sudah sepantasnya atau sewajarnya harus kita lakukan, bukan suatu jasa. Tidak melakukan pelayanan adalah ibarat orang yang tidak mau membayar hutangnya. Jadi, sesuatu yang tidak dapat tidak, tidak boleh tidak. Harus kita lakukan. Melakukan pelayanan, adalah sekedar tindakan membayar (atau bahkan cuma mencicil) hutang tidak ada yang luar biasa di situ. Yang kedua, yang mendorong kita untuk melakukan pelayanan adalah ketaatan kita kepada Kristus. Kita melayani, oleh karena Kristus menghendakiNya. "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya juga berbuat sama seperti yang telah kepadamu." (Yoh 13:14,15). Kalau kita melayani, itu adalah sekedar melaksanakan apa yang memang menjadi kewajiban kita. Sedang apabila kita tidak melayani, itu berarti kita tidak menaati Kristus. Jadi sekali lagi, kita melayani bukanlah untuk memperoleh sesuatu melainkan oleh karena kita telah memperoleh sesuatu.

Di sini, kita harus selalu waspada terhadap apa yang kita lakukan atas nama pelayanan Kristiani, sebab banyak sekali yang kita sebut pelayanan yang pada hakekatnya sebenarnya adalah melayani diri sendiri, gereja sendiri, kelompok sendiri. Ibarat lempar teri, untuk memperoleh kakap. Setiap kali kita harus bertanya: siapa yang kita layani? Siapa yang memperoleh paling banyak dari pelayanan kita? Kita atau Kristus? Kita atau mereka yang kita layani?

4. Di samping motivasi, maka hal yang kedua yang seharusnya membedakan pelayanan kristiani dengan pelayanan lainnya adalah: pelayanan Kristiani itu kita laksanakan dengan berpolakan pelayanan Kristus sendiri. "Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu (Yoh. 13:14). Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada." (Yoh 12:26). Ini besar sekali implikasinya. Misalnya, terhadap pokok yang akan kita bicarakan sekarang ini. Kita akan membicarakan perubahan-perubahan yang sedang dan akan terjadi di sekitar kita. Lalu di dalam konteks perubahan-perubahan yang sedang dan akan terjadi itu, kita akan membahas bagaimana strategi pelayanan kita. Ini tentu saja adalah pertanyaan yang amat penting. Namun saya ingin memperingatkan kita, bahwa kita tidak boleh membiarkan perubahan-perubahan di sekitar kita itulah yang menentukan pelayanan kita! Seolah-olah konteks perubahan itulah yang menentukan bagaimana kita melayani. Atau lebih parah, sekiranya konteks perubahan itulah yang akan menentukan apakah kita akan melayani atau tidak. Bisa saja ketika kita berbicara mengenai 'strategi', maka yang ada dalam benak kita adalah: bagaimana ya bentuk pelayanan kita supaya kita bisa diterima, supaya kita tetap aman, tidak dimusuhi? Dan sebagainya. Kita yang menjadi fokus pelayanan, bukan Kristus. Kita boleh dan harus mempersoalkan perubahan-perubahan yang ada di sekitar kita, namun pertanyaan kita haruslah: di tengah-tengah perubahan tersebut, bagaimana bentuk pelayanan kita, sehingga kita dapat menyaksikan pelayanan Kristus semaksimal-maksimalnya? Yesus mengatakan, "Di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Pertanyaan yang harus kita ajukan adalah: di tengah-tengah perubahan yang ada itu, di manakah Kristus berada supaya kita juga boleh berada di sana?

5. Pola pelayanan kita adalah pola pelayanan Kristus. Sebab itu, pertanyaan yang amat penting adalah: bagaimana pola pelayanan Kristus itu? Ini harus jelas, oleh karena inilah pola yang harus kita teladani dalam seluruh pelayanan kita. Pertanyaan ini dapat dijelaskan dengan panjang lebar, tetapi saya hanya ingin menyebutkan beberapa saja yang menurut keyakinan saya paling pokok dan paling unik, yaitu:

(a) Pelayanan Kristus ditentukan oleh titik - acu yang amat fundamental: ketaatan yang sepenuh-penuhnya kepada Allah dan kasih yang sepenuh-penuhnya kepada sesama manusia. Ini adalah batu uji yang amat penting bagi keabsahan pelayanan Kristiani kita, untuk menghindarkan kita dari kecenderungan melayani diri sendiri ('self-service' sudah semakin populer, bukan?) Orientasi pelayanan Kristiani adalah kehendak Allah dan kebutuhan mereka yang kita layani. Bukan kepentingan kita!

(b) Pelayanan Kristus diwujudkan dalam bentuk identifikasi dan solidaritas. (Yoh 1:12; Flp 2:7). Tidak berdiri lebih tinggi (=filantropis) tetapi juga tidak duduk lebih rendah dari yang dilayani, melainkan menempatkan diri sepenuhnya pada tempat mereka yang dilayani. Ikut merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang kita layani. Oleh karena itu pelayanan Kristiani harus disertai dengan respek, simpati, dan empati yang dalam.

(c) Pelayanan Kristus adalah pelayanan yang holistik, artinya pelayanan yang utuh dan menyeluruh. Oleh karena itu pelayanan Kristiani adalah mewujudnyatakan Injil yang utuh bagi manusia yang utuh. Holistik artinya melihat kebutuhan manusia baik kebutuhan-kebutuhan individualnya maupun sosialnya, kebutuhan-kebutuhan fisik, psikis maupun kebutuhan spiritualnya, kebutuhan-kebutuhan sekarang di bumi ini maupun nanti setelah mati, dan sebagainya. Perkenankanlah saya berbicara sedikit lebih jauh mengenai pelayanan yang holistik ini. Menurut pengamatan dan pelayanan saya, tidak ada yang lain yang lebih merugikan pelaksanaan misi Kristiani kita, daripada dualisme yang memisahkan tubuh dari roh, ilmu dari agama, dan yang natural dari yang supernatural. Dualisme seperti ini, tanpa kita sadari, sebenarnya kita warisi dari modernisme Barat, yang bukan saja tidak alkitabiah tetapi juga tidak cocok dengan 'Weltanschauung' (wawasan atau konsep pandang dunia) kita sebagai orang Timur (baca: Indonesia) yang lebih inklusif dan integralistik. Pada satu pihak, dualisme itu telah membuat kita secara sempit mengidentikkan misi Kristiani dengan penginjilan (dalam arti sempit pula yang hanya mencari jiwa-jiwa yang terhilang dan berusaha menyelamatkan dari kebinasaan kekal), dan dengan demikian menyerahkan pelayanan sepenuhnya kepada badan-badan sekuler dan duniawi. Tentu saja pandangan seperti ini ada benarnya. Injil memang adalah mengenai sorga. Namun ini saja, hanya akan mengajak orang untuk mengikuti Yesus yang jauh, Yesus yang teologis dan abstrak, Yesus yang tidak berjalan di jalan-jalan kehidupan manusia yang nyata, Yesus yang tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan dan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia yang nyata. Yesus yang terasing dan tidak mempunyai makna bagi manusia di tengah konteks kehidupan mereka yang nyata. Pada pihak lain, dualisme yang sama membuat sebagian orang Kristen yang lain hanya memusatkan perhatian kepada kebutuhan manusiawi, memberitakan Injil yang menjanjikan makanan, kesehatan, keadilan, pendek kata hidup yang lebih baik di bumi ini. Ini pun tidak salah seluruhnya. Sebab Kristus tidak hanya mati untuk dosa-dosa kita, tetapi juga untuk memperkenalkan datangnya Kerajaan Allah di bumi ini. Yesus adalah Yesus yang berjalan bersama-sama dengan orang-orang biasa, menyembuhkan penyakit mereka, memberi mereka makan, memberitakan keadilan dan kabar baik bagi orang miskin. Benar! Namun bagi saya, ini pun hanya separuh Injil. Misi kita tidak mempunyai artinya bila hanya memperbaiki kehidupan mereka yang sehari-hari, namun tidak menunjukkan kepada mereka jalan kepada kehidupan yang sejati dan pribadi.

6. Pembicaraan mengenai bahaya dualisme ini, membawa saya kepada pembicaraan mengenai kesaksian dan pelayanan. Bagaimana sebenarnya hubungan antara keduanya? Ada dua pandangan yang hendak saya tolak:

(a) pandangan yang sama sekali memisahkan antara keduanya. Misalnya: kesaksian diartikan sebagai penginjilan yang bersifat verbal semata-mata, yang tidak perlu diwujudkan dalam tindakan pelayanan yang nyata. Atau sebaliknya, pelayanan yang diartikan sebagai altruisme semata-mata, yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan tugas kesaksian kita.

(b) pandangan yang mencampuradukkan keduanya. Misalnya: pelayanan hanya dilihat dan dilaksanakan sebagai 'alat' kesaksian, atau konkretnya sebagai 'pancingan' untuk mengkristenkan orang. Bagi saya bukan 'pelayanan'. Ia tidak tulus, tidak jujur, tidak etis, dan tidak Kristiani. Bukan saja pelayanan yang buruk, tetapi juga kesaksian yang buruk tentang kekristenan kita. Pandangan saya: kita harus membedakan keduanya, tapi tidak boleh memisahkannya. Pelayanan Kristiani bukan 'alat' kesaksian. Pelayanan, bagi saya, adalah wujud dari kesaksian Kristiani kita! Kita melayani, dan dengan itu kita bersaksi. Kita bersaksi, dan oleh karena itu kita melayani.

 TANTANGAN DAN PERUBAHAN

7. Kini saya akan membahas tantangan dan perubahan yang sedang dan akan terjadi. Pada tingkat global, saya melihat tiga tantangan pokok:

(a) persaingan: siapa yang mau bersaing akan bertahan dan berkembang, siapa yang tidak mampu bersaing akan tersingkir. Kita ditantang untuk bersaing, dan oleh karena itu kita harus benar-benar mampu mengembangkan nilai lebih kita. Bila kita tidak mampu bersaing dalam kuantitas, kita harus menekankan kualitas;

(b) kecenderungan purna modernisme: umat manusia semakin menyadari dehumanisme yang diakibatkan oleh modernisasi dan modernisme. Solidaritas kemanusiaan global semakin bertumbuh, khususnya mengenai HAM, kebebasan, demokratisasi, individualitas, keadilan, lingkungan hidup dan sebagainya. Isu-isu global ini harus kita perhatikan, oleh karena ia semakin merupakan kekuatan yang tak tertahankan. Runtuhnya komunisme antara lain disebabkan oleh karena ia bertentangan dengan semangat kemanusiaan yang bersifat global itu; dan,

(c) Akibat samping dari sikap kritis terhadap modernitas dan modernisme adalah bangkitnya kesadaran identitas kelompok: primordialisme dan fundamentalisme. Keduanya sebenarnya merupakan kritik terhadap individualisme, materialisme, dan sekularisme yang berkembang dalam masyarakat modern, tetapi mengambil bentuk reaksi yang ekstrem dan amat berbahaya. Amat berbahaya, oleh karena ia bersifat mengoyak luka-luka lama dan melahirkan Luka-luka baru. Konflik-konflik yang bersifat primordial, apalagi keagamaan, merupakan konflik yang amat kejam dan amat sulit untuk diselesaikan. Ini juga akan kita alami, dan harus kita antisipasi. Di tingkat nasional persoalan menjadi lebih pelik oleh karena di samping dampak dari globalisasi tersebut, kita menghadapi persoalan-persoalan kita sendiri.

Ketiga tantangan pada aras global itu saja sebenarnya sudah merupakan tantangan yang luar biasa bagi kita di Indonesia. Mampukah Indonesia bertahan dalam persaingan global? Mampukah Indonesia menyesuaikan tatanan sosial politik serta kebijakan pembangunannya dengan aspirasi kemanusiaan yang bersifat global? Mampukah Indonesia mempertahankan kesatuan dan persatuan nasionalnya di tengah-tengah kebangkitan primordialisme dan fundamentalisme? Toh, disamping tantangan-tantangan global itu kita di Indonesia masih menghadapi tantangan-tantangan khas kita sendiri yang berskala nasional. Saya akan menyebutkan beberapa:

(a) kesenjangan sosial ekonomi yang semakin parah;

(b) suasana politik menjelang suksesi kekuasaan;

(c) kebangkitan agama-agama, khususnya Islam.

Ketiga isu nasional ini, apabila tidak diatasi secara fundamental, dengan arif dan sejak dini, sungguh-sungguh dapat membahayakan kesatuan dan persatuan nasional kita. Dan yang lebih penting lagi ialah, ketiga isu itu sebenarnya juga saling terkait. Situasi kesenjangan sosial ekonomi yang parah telah menjadi lahan yang subur untuk mencuatkan sentimen-sentimen primordial dan agama. Persoalan sukses mendorong orang membangun kekuatan, dan ini menyebabkan kekuatan sosial terbesar (=Islam) semakin menentukan. Siapa dapat mengambil hati kelompok ini akan memenangkan pertarungan. Bahayanya ialah: apabila hanya satu dua kelompok saja yang menarik keuntungan dari situasi ini, dengan akibat tersingkirnya kelompok-kelompok lain, ini akan membuat kesatuan dan persatuan bangsa, akan membuat bangsa kita semakin tidak mampu untuk bersaing pada era globalisasi ini. Yang ingin saya katakan adalah: dalam situasi kita sekarang ini, bukan hanya kelompok Kristen saja yang berada dalam posisi yang sulit. Masa depan seluruh bangsa sebenarnya berada dalam keadaan yang amat kritis! Oleh karena itu, kita sebaiknya tidak hanya memusatkan perhatian hanya kepada kepentingan kelompok kita yang sempit. Ada tantangan yang lebih besar dan lebih luas daripada itu!

 STRATEGI KESAKSIAN DAN PELAYANAN

8. Di situlah kita berada sekarang ini. Tidak ada yang dapat memastikan ke mana perubahan-perubahan itu pada akhirnya akan membawa kita. Pertanyaan kita: bagaimana dalam rangka ketaatan kita kepada Allah, kita dapat menyatakan kasih Kristus seefektif-efektifnya sebagai wujud pelayanan dan kesaksian kita? Tentukan lebih dahulu apa sasaran kita yang utama. Apakah cukup asal sekuritas kepentingan kita sebagai kelompok terjamin? Bagi saya, tidak! Ini adalah egoisme kelompok yang bertentangan dengan semangat dan roh pelayanan Kristiani. Sasaran kita, menurut keyakinan saya adalah bagaimana melalui peran-peran kita yang semaksimal-maksimalnya, kita ikut serta menentukan arah kehidupan bangsa ini. Peran serta itu kita perjuangkan melalui upaya yang sekeras-kerasnya untuk menjadi berkat yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang, bagi kesejahteraan seluruh bangsa.

(a) Perteguh komitmen iman Kristiani kita. Ini akan merupakan kunci paling utama! Komitmen, sekali lagi komitmen!

(b) Upayakan agar umat kita menyadari sepenuhnya di dalam situasi apa kita berada sekarang ini, dan apa kemungkinan-kemungkinan akibatnya!

(c) Perteguh persekutuan oikoumenis dan konsolidasikan kekuatan kita! Hanya dengan ini kita mampu bersaing !

(d) Perkokoh kesadaran dan wawasan kebangsaan kita! Hanya dengan ini kita mampu berperan!

(e) Tingkatkan 'daya saing' dengan memanfaatkan semaksimal-maksimalnya 'nilai lebih' kita! Persiapkan kader-kader Kristen yang tangguh!

(f) Nyatakan keberpihakan kita kepada rakyat kecil dan komitmen kita mengatasi kesenjangan sosial ekonomi!

(g) Bangun jembatan-jembatan, jangan tembok-tembok! Usahakan ini mulai dari setiap warga kita di lingkungan masing-masing. Seberapa mungkin bina kerjasama dengan semua pihak yang seperjuangan dengan kita.

9. Bagaimana aplikasinya?

(a) Pembinaan SDM yang mempunyai komitmen iman, patriotisme, dan solidaritas sosial yang tinggi.

(b) Bangun daerah-daerah'Kristen' yang terbelakang melalui kerjasama oikoumenis.

(c) Kembangkan proyek-proyek kerjasama untuk rakyat kecil.

10. Catatan Akhir: setiap lembaga hendaknya jangan berambisi untuk, melakukan segala sesuatu sendiri. Bangun "net-working system" yang efektif. Dalam kerangka sistem jejaring itu, masing-masing menentukan satu dua wilayah konsentrasi. Yang kedua yang penting juga adalah melaksanakan fungsi kita sebagai 'enabler': memampukan semakin banyak orang untuk melanjutkan dan mengembangkan apa yang kita lakukan. Apakah itu berarti kita tidak perlu memberitakan Injil? Sama sekali tidak! Pemberitaan Injil harus tetap dan terus kita laksanakan, di dalam konteks situasi yang bagaimana pun! Bila saya tidak terlalu menyentuhnya di sini, itu semata-mata adalah karena yang kita bicarakan di sini adalah strategi pelayanan, dan bukan tentang strategi Pi. Mengenai PI ini, yang ingin saya katakan adalah: beritakanlah Injil yang utuh bagi manusia yang utuh! Lakukanlah itu dengan tulus hati, dengan empati, dengan respek, dengan penuh kerendahan hati. Tanpa kepalsuan, tanpa paksaan, tanpa tipu daya! Ikutlah teladan Kristus: tidak dengan 'love to power' tetapi dengan 'power to love.



TIP #23: Gunakan Studi Kamus dengan menggunakan indeks kata atau kotak pencarian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA