Manusia tidak mungkin hidup sendiri. Ia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang harus, mau tidak mau, berelasi dan berkoeksistensi dengan manusia lainnya. Di dalamnya sudah tercakup pengertian bahwa ia harus berjumpa dengan manusia dari segala bangsa, suku, agama, golongan, dari segala lapisan masyarakat, tingkatan, dan umur.
Setiap waktu dalam setiap zaman, manusia juga mau tidak mau, suka atau tidak, akan mengalami alih generasi. Inipun menyangkut segala lapisan jenjang fungsional di dalam masyarakat. Misalnya, di kalangan pemerintahan selalu dipikirkan untuk segala sektor aparat kepemimpinan negara baik dari eselon tertinggi sampai yang terendah. Pemimpin-pemimpin perusahaan-perusahaan besar kecil, multi nasional atau internasional, pedagang-pedagang besar sampai pedagang kelontong kecil-kecilan pun harus memikirkan hal ini. Maka tidaklah berlebihan kalau gerejapun harus mempunyai perencanaan mengenai alih generasi ini baik yang berkaitan dengan semua jemaat maupun, khususnya, yang berkaitan dengan para pemimpinnya.
Berbicara mengenai kesenjangan generasi berarti harus mempermasalahkan seluk-beluk dan lika-liku alih generasi. Hal ini berkisar sekitar: pandangan generasi atas/tua terhadap generasi muda dan sebaliknya pandangan generasi muda mengenai yang tua, ketegangan-ketegangan yang timbul, serta jalan keluarnya untuk mengatasi problema tersebut.
Karena membahas masalah ini, kami rasa, tidak dapat ditimbang lewat jemaat gereja secara kolektif, maka makalah ini dibatasi pada pembicaraan yang menyangkut para pemimpin gereja serta peralihan dari yang menua kepada yang belia. Tentu saja banyak kasus dari Alkitab yang dapat kita petik sebagai contoh plus serangkaian opini sekuler yang berbicara mengenai topik ini. Sehingga sedikit banyak makalah ini tetap merupakan suatu integrasi mini, yang tentunya tetap dipertahankan bobot atau warna penanganan yang Kristen. Mudah-mudahan usaha ini dapat menjadi input bagi berbagai kalangan.