Nampak dengan jelas bahwa permasalahan untuk menjelaskan hubungan Bapa dan Anak (serta Roh Kudus) memberi implikasi adanya kausalitas sedangkan kausalitas tidak terlepas dari ide waktu. Baik pandangan Origen yang menjelaskan hal ini berdasarkan satu kesatuan kehendak dan keberadaan, Alexander dengan terminologi gennetos dan agennetos-nya maupun Athanasius dengan eternal generatition-nya, tetap tidak dapat terlepas dari adanya ide waktu dan kausalitas. Karena penjelasan tersebut mengandung ide tentang waktu, maka permasalahan di sini adalah permasalahan konsepsi waktu, yang tidak terlepas dari bahasa dan pemikiran manusia.
Berbicara tentang waktu dalam kekekalan secara epistemologis adalah tidak sah.336 Sebenarnya kita tidak dapat berbicara dan berasumsi tentang waktu dan kausalitas. TR telah mencetuskan dan memberi kontribusi konsepsi tentang waktu yang mendasar. Waktu tidak terlepas dari ruang, dan ruang tidak terlepas dari materi. Oleh sebab itu kita tidak dapat berbicara tentang waktu dalam konteks kekekalan, yaitu sebelum penciptaan materi, ruang (dan waktu). Jika kita tidak dapat berbicara tentang waktu berarti kita juga tidak dapat berbicara tentang kausalitas.
Jadi, pandangan Arius yang mengatakan adanya unsur waktu dan kausalitas dalam hubungan Bapa, Anak (dan Roh Kudus) tidak dapat dibenarkan. Permasalahannya disini adalah keterbatasan bahasa manusia untuk mengungkapkan hal-hal tentang Allah. Istilah "Anak Allah" dan "kelahiran" (generation) adalah istilah yang antropomorfis karena istilah ini terpaksa diambil dan diterapkan dalam structural sphere of the changing history of man. Oleh sebab itu penjelasan tentang relasi ketiga Pribadi dalam ketritunggalan Allah bagaimanapun harus bertolak dari asumsi bahwa Allah adalah kekal. Anak diperanakkan bukan dalam waktu (karena waktu adalah media perubahan). Kekekalan Anak (dan Roh Kudus) tidak dapat dijelaskan dengan sempurna dengan memakai bahasa dan pemikiran manusia, karena bahasa dan pemikiran manusia tidak dapat terlepas dari ide waktu.
Berdasarkan asumsi bahwa Allah yang menciptakan ruang dan materi maka adalah tidak sah secara epistemologis jika kita berbicara atau berasumsi tentang waktu sebelum penciptaan.