Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 7 No. 1 Tahun 1992 >  KEBANGKITAN KRISTUS DAN RELEVANSINYA BAGI GEREJA MASA KINI > 
HISTORISITAS KEBANGKITAN YESUS 

Mengapa kita perlu berbicara tentang historisitas kebangkitan Yesus? Kita perlu meninjaunya sejenak oleh karena iman Kristen telah mendapat banyak sekali serangan dari berbagai pihak, khususnya di sekitar kebangkitan Yesus. Maksud bagian ini ialah untuk melihat kelemahan argumentasi pihak-pihak yang meragukan berita Alkitab, khususnya tentang kebangkitan Yesus.

Historisitas kebangkitan itu telah menjadi perdebatan yang cukup tajam di kalangan para pakar teologia, khususnya di dalam abad yang lalu. Beberapa teolog liberal secara apriori telah menyangkal kemungkinan kebangkitan secara fisik dan oleh karena itu menafsirkan kisah dan iman kebangkitan sebagai pemalsuan belaka. Di antara teori-teori yang menyangkal itu ada yang mengatakan bahwa jenazah Yesus dicuri oleh para murid, atau orang Yahudi, atau Yusuf dari Arimatea, atau hilang di dalam lubang yang terjadi akibat gempa bumi. (Pandangan itu telah ada bahkan di dalam Injil Matius sendiri, yang dengan sengaja dikutip oleh Matius untuk menunjukkan kelemahan argumentasi orang Yahudi yang menolak kebangkitan Yesus, yaitu sebagai upaya menyebarkan kabar bohong.) Pandangan yang juga populer di kalangan Islam mengatakan bahwa sebenarnya Yesus tidak mati, karena ada orang lain yang wajahnya diserupakan dengan Dia (Quran, An Nisa 157,158).

Penulis tidak bermaksud untuk memasuki perdebatan teologis abad lalu yang kurang relevan buat kita. Namun demikian, harus diakui bahwa ada persoalan yang serius sekitar berita tentang kebangkitan itu. Pertama, siapakah orang yang melihat sendiri bahwa Yesus bangkit dan keluar dari lubang kubur? Kedua, apakah kebangkitan yang terjadi pada hari ketiga itu mungkin? Apakah tidak terjadi proses pembusukan pada tubuh Yesus?

Berdasarkan kesaksian Alkitab, berita tentang kebangkitan Yesus dikukuhkan oleh dua peristiwa, yaitu kubur yang kosong dan penampakan Yesus kepada para murid. Tetapi kenyataan bahwa kubur Yesus telah kosong tidak dengan sendirinya membuktikan bahwa telah terjadi kebangkitan Yesus. Paling sedikit, kebangkitan tidak pernah disimpulkan langsung dari kubur yang kosong. Kalau kubur yang kosong tidak dapat dijadikan bukti, maka kisah penampakan Yesus kepada para murid harus lebih kita perhatikan. Di dalam hal ini, juga tidak luput kritik dan kecaman. Ada orang yang menganggap bahwa penampakan hanyalah ilusi atau halusinasi para murid yang begitu mengharapkan Yesus ada di tengah mereka. Penampakan itu adalah pikiran subyektif para murid yang tidak dapat menerima kenyataan bahwa Yesus telah disalibkan dan mati. Angan-angan itu terungkap di dalam bentuk "penampakan Yesus". Demikian antara lain pendapat David F. Strauss (lih. Jacobs & Sumadia, Injil Gereja Purba tentang Yesus Kristus Tuhan Kita, 254). Namun pendapat ini hanya mencoba menjelaskan secara alamiah tentang fakta yang dikisahkan Alkitab, tetapi tidak menjelaskannya secara teologis. Teori ini pun harus kita tolak oleh karena para murid yang telah kehilangan Guru mereka itu sama sekali tidak punya pengharapan. Mereka hidup di dalam keputusasaan.

Yang menarik kita simak yaitu yang dikatakan oleh Pannenberg. Bagi Pannenberg, yang menjadi "sejarah kebangkitan" bukanlah hanya apa yang dilihat oleh para rasul, tetapi juga pengalaman dan penghayatan mereka. Bahkan pengalaman para muridlah yang menjadi obyek penelitian historis. Kalau diselidiki secara historis bahwa penampakan Yesus adalah "halusinasi" para murid, itu sangat tidak masuk akal, mengingat keadaan psikis mereka yang semua kecewa dan putus asa. Tanpa penampakan Yesus, iman akan kebangkitan tidak mempunyai dasar historis yang memuaskan. Dan tanpa kubur yang kosong, iman akan kebangkitan pasti tidak bertahan lama. Seluruh pengalaman para rasul itu harus disebut historis, sekalipun di dalamnya tercampur unsur-unsur rahmat ilahi yang memang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera manusia (Jacobs & Sumadia, Injil 256).

Kebangkitan Yesus merupakan peristiwa yang dialami oleh para murid, yaitu mereka yang percaya kepadaNya. Pada satu pihak Ia mengambil rupa yang sama seperti sebelum mati. Ia makan ikan goreng. Ia memperlihatkan tangan dan kakiNya (Lukas), serta tangan dan lambungNya (Yohanes) kepada para murid. Tetapi pada pihak lain, Ia juga mempunyai "tubuh" yang lain. Ia berada secara tiba-tiba di dalam ruangan yang terkunci, Ia menghilang dari pandangan dua orang murid di Emaus. Para murid baru dapat mengenali Dia setelah Yesus yang bangkit itu "membuka mata" mereka. Kita dapat mengatakan bahwa kebangkitan Yesus bukanlah peristiwa biasa. Itu merupakan campur tangan Allah yang luar biasa. Allah yang telah membuat Yesus hidup dan dialami oleh para muridNya. Yesus yang bangkit adalah Yesus yang telah masuk ke dalam kemuliaan yang dialami oleh para murid.

Dengan demikian yang dimaksud dengan historisitas kebangkitan Yesus bukanlah hanya suatu upaya pembuktian kubur yang telah kosong atau bagaimanakah Yesus yang telah mati dan dikuburkan dua hari kemudian bangkit pada hari ketiga. Kebangkitan Yesus merupakan peristiwa historis yang telah menyebabkan terjadinya suatu perubahan di dalam diri para murid. Mereka yang tadinya murung telah berubah menjadi gembira. Para murid yang takut telah menjadi berani. Orang-orang yang percaya kepada Yesus itu mengalami dan merasakan bahwa Yesus yang telah disalibkan, mati dan dikuburkan itu tidak mati. Ia telah hidup dan memberi mandat misioner kepada mereka.



TIP #20: Untuk penyelidikan lebih dalam, silakan baca artikel-artikel terkait melalui Tab Artikel. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA