Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 16 No. 1 Tahun 2001 >  MEMBANGUN SEBUAH "THEOLOGY OF RELIGIONS" INJILI YANG NON PLURALISTIK: APAKAH MUNGKIN > 
EPILOG 

Dari pembahasan beberapa unsur penting dalam kaitan dengan relasi: umat Kristen dengan agama-agama lain dalam konteks dunia yang pluralistik ini, kalangan Injili secara jujur harus mengakui bahwa mereka beberapa langkah ketinggalan dalam memahami, mengantisipasi, dan melibatkan diri secara proaktif di dalamnya. Mungkin sikap dogmaticism, yang oleh dua teolog Injili terkemuka - John Stott dan Alister McGrath -- diidentifikasi sebagai salah satu kelemahan utama kalangan Injili, memiliki andil sebagai faktor penghambat langkanya Theology of World Religions perspektif Injili.1577

Kalau kita mempertanyakan apakah mungkin membangun teologia semacam ini, jawabannya afirmatif "YA". Kalangan Injili memiliki potensi lebih dari cukup untuk mengkreasi teologi agama-agama yang solid baik secara teologikal dan akademikal dengan beberapa kondisi tertentu. Yang terutama, kalangan Injili harus bersedia meninggalkan kecenderungan sikap-sikap dogmatikalnya. Sikap ini secara tidak disadari telah merugikan diri mereka sendiri. Akibat mempertahankan sikap ini - disadari ataupun tidak disadari kita menjadi sulit belajar dari orang lain; berpikiran sempit; dan pada akhirnya tidak mudah berinovasi dan berimprovisasi secara teologis; mungkin karena takut terseret ke dalam liberalisme kaum ekumenikal. Maka tidaklah heran kita selalu tertinggal dalam percaturan dunia teologia. Akibatnya, agenda teologia kita kalangan Injili ditentukan oleh orang lain. Sikap dogmatikal ini juga membuat kalangan Injili cenderung self protective dan self defensive. Takut menggunakan literatur dari kalangan ekumenikal liberal atau tidak berani berstudi pada seminari-seminari non Injili merupakan contoh-contoh kecenderungan di atas. Akibatnya, kritik-kritik kaum Injili terhadap isu-isu teologia masa kini yang dilontarkan oleh para teolog mainline cuma dikaji dan ditanggapi dari sumber-sumber literatur sekunder. Maka sekali lagi perlu saya ingatkan jika sikap semacam ini tetap dipertahankan, maka akan sulit memunculkan teologia agama-agama dari perspektif Injili yang solid secara akademik, yang mampu diterima kalangan non Injili dan memberi kontribusi signifikan bagi dunia Kristen secara luas.

Selain kondisi di atas, teologia agama-agama dari perspektif Injili haruslah memiliki dua kriteria. Pertama, teologia ini haruslah bersumber dan dibangun dari data biblikal dan tradisi Kristen historis. Keyakinan bahwa Alkitab adalah penyataan Allah yang memiliki otoritas tertinggi bagi segala aspek hidup manusia serta finalitas Kristus tidak boleh dikompromikan. Dan yang kedua, teologia agama-agama yang kita bangun haruslah mampu secara kreatif dinamis memperlengkapi kita untuk mengantisipasi dan menanggapi berbagai isu yang menyangkut relasi kita dengan para pemeluk agama lain dalam era globalisasi yang serba majemuk ini.



TIP #03: Coba gunakan operator (AND, OR, NOT, ALL, ANY) untuk menyaring pencarian Anda. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA