Topik : Kehendak-Nya

13 Februari 2003

Hidup Secara Maksimal

Nats : Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yohanes 10:10)
Bacaan : Yohanes 10:7-11

Seorang pendaki gunung kawakan sedang membagikan pengalamannya kepada sekelompok pendaki pemula yang mempersiapkan pendakian pertama mereka. Orang itu telah menaklukkan puncak-puncak gunung yang paling ganas, sehingga ia dipercaya untuk memberikan nasihat. "Ingatlah," katanya, "tujuan pendakian adalah menikmati kegembiraan dan sukacita karena dapat mencapai ... puncak. Setiap langkah membawa kalian mendekati tujuan. Jika tujuan kalian hanyalah untuk menghindari kematian, pendakian kalian tidak akan maksimal."

Saya melihat bahwa nasihat itu berlaku pula dalam pengalaman hidup kristiani. Panggilan Yesus kepada kita untuk menjalani hidup kristiani bukan semata-mata untuk menghindari neraka. Tujuan kita bukanlah hidup dengan sedikit sukacita dan kepuasan, melainkan hidup yang penuh sukacita. Tujuan kita mengikut Kristus seharusnya tidak hanya untuk menghindari siksaan kekal. Jika itu motivasi utama kita, kita akan kehilangan keajaiban, sukacita, dan kemenangan setelah mendaki semakin tinggi dan tinggi bersama Yesus.

Tuhan menjanjikan kepada kita "hidup ... dalam segala kelimpahan (Yohanes 10:10). Kita tidak dapat mengalami hidup dalam kepenuhan dan kelimpahan jika hidup kita dipenuhi rasa takut. Saat kita berjalan dengan iman, maka setiap hari kita akan memandang kehidupan kristiani sebagai tantangan yang harus dihadapi dan satu langkah lagi menuju puncak kemenangan!

Janganlah hidup secara minimal. Hiduplah semaksimal mungkin! Dakilah gunung kehidupan dengan penuh percaya diri! --Dave Egner

28 Februari 2003

Tujuan yang Bermakna

Nats : Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Filipi 1:21)
Bacaan : 2Korintus 11:21-29

Seorang ahli ilmu jiwa asal Austria bernama Viktor Frankl dipenjara oleh Nazi selama masa pembantaian besar-besaran. Saat dibebaskan, ia menulis buku berjudul Man's Search For Meaning (Pencarian Manusia Akan Makna Hidup), yang menjadi buku terlaris sepanjang masa. Dalam buku ini, Frankl membagikan semua pelajaran penting yang ia petik dari penderitaannya: "Saya berani berkata bahwa di dunia ini tak ada yang dapat benar-benar menolong seseorang untuk terus bertahan hidup, bahkan dalam situasi terburuk sekalipun, selain pemahaman bahwa sesungguhnya hidup seseorang itu berarti."

Rasul Paulus juga berulang kali mengalami penderitaan (2 Korintus 11:23-27). Ia tentu memiliki tujuan yang membuatnya tetap bertahan. Ia mengatakan kepada pemimpin jemaat di Efesus, "Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ selain daripada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku. Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah" (Kisah Para Rasul 20:22-24).

Kita pun memiliki tujuan dan tugas: Allah memanggil kita untuk menjadi saksi bagi Juruselamat. Kita mungkin tidak menderita seperti Paulus, tetapi dalam iman kita dapat menemukan sebuah makna yang akan menolong kita untuk berjalan dengan setia melalui berbagai pengalaman hidup yang berat --Vernon Grounds

30 Maret 2003

Sumber Air Hidup

Nats : Yesus berdiri dan berseru, “Barang siapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum” (Yohanes 7:37)
Bacaan : Yeremia 2:4-13

Lee Atwater adalah seorang tokoh politik Amerika Serikat. Ia memimpin kampanye calon presiden George H.W. Bush tahun 1988 sehingga dapat berhasil dan mengepalai Komite Nasional Partai Republik (1988-1991). Namun, di tengah-tengah semua kegiatannya itu, ia terserang tumor otak yang tidak mungkin dioperasi. Ia meninggal pada usia 40 tahun.

Selama sakitnya, Atwater mulai menyadari bahwa kemakmuran, penghormatan, dan kekuasaan bukanlah nilai-nilai hidup yang tertinggi. Mengakui kekosongan di dalam dirinya, ia lalu mendorong orang lain untuk berkarya mengisi “kekosongan rohaniah dalam masyarakat Amerika”. Dalam komentarnya yang penuh makna, ia mengakui, “Penyakit ini membantu saya menyadari bahwa sesuatu yang hilang dalam masyarakat adalah juga sesuatu yang hilang dalam diri saya, yakni sepotong hati yang penuh rasa persaudaraan.”

Pada zamannya, Yeremia merasakan kekosongan yang sama dalam banyak jemaat Israel. Ia memperingatkan mereka tentang bahaya kekosongan pribadi dan kekosongan bangsa. Mereka menggali kolam, katanya, “yang bocor yang tidak dapat menahan air” (Yeremia 2:13).

Bagaimana dengan hidup Anda sendiri? Apakah secara rohaniah mengering? Mintalah kepada Yesus, Sang sumber air hidup (Yohanes 7:37), untuk mengisi diri Anda dengan kehadiran-Nya. Maka sukacita dan damai akan meluap bahkan melimpah-limpah --Vernon Grounds

24 April 2003

Sebagaimana Mestinya

Nats : Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan (Kolose 1:16)
Bacaan : Kolose 1:15-18

Saya pernah mendengar kisah tentang seorang profesor etika yang menjadi konsultan untuk membantu mengatasi dilema-dilema besar etika dan kasus-kasus hukum di seluruh dunia. Berulang kali ia mengajukan wawasan yang mendalam untuk menjawab berbagai pertanyaan moral yang rumit. Pendapat-pendapatnya pun telah banyak mempengaruhi berbagai keputusan bersama yang bermakna secara global. Namun sayangnya, guru besar itu sendiri tidak beretika. Ia tidak jujur terhadap istrinya, dan ia mempermalukan universitas dengan tingkah lakunya di muka umum.

Pria ini memahami hukum. Ia memiliki pengertian yang dalam tentang benar dan salah. Namun, pengetahuannya itu tidak mempengaruhi cara hidupnya. Ia seperti seorang pemain piano yang menghadapi barisan not, tetapi tidak memainkannya menjadi sebuah lagu. Ia seperti seorang ahli bangunan yang mempunyai semua rancangan dan bahan-bahan bangunan, tetapi tidak membangun gedung itu sebagaimana mestinya. Ia seperti kebanyakan orang yang hidup tanpa Kristus, Pribadi yang menciptakan dan mempunyai rancangan atas hidup mereka. Segala sesuatu yang ada telah diciptakan “oleh Dia dan untuk Dia” (Kolose 1:16), dan adalah bijak bila kita mengikuti rencana-Nya.

Seperti musisi yang baik dan ahli bangunan yang berpengalaman, kita akan berhasil melaksanakan rencana-Nya atas hidup kita bila kita hidup sesuai rancangan-Nya. Seperti doa Rasul Paulus, semoga kita “menerima segala hikmat dan pengertian yang benar” (ayat 9). Dan, kita pun dapat hidup sebagaimana mestinya --Dave Egner

26 April 2003

Bagai Sekuntum Bunga

Nats : Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia (Mazmur 103:15,16)
Bacaan : Mazmur 103:8-18

Beberapa tahun lalu, seorang anak laki-laki berjalan dari satu kotak ke kotak lain di toko permen. Ia tengah menimbang-nimbang permen apa yang akan dibelinya. Ibunya, yang telah lelah menunggui, memanggilnya, “Ayo, cepat beli permennya! Kita harus segera pergi.” Namun anak laki- laki itu menjawab, “Tapi Bu, uangku hanya satu penny, jadi aku harus membelanjakannya dengan hati-hati.”

Kita pun hanya punya kesempatan hidup satu kali. Jadi, kita harus menjalaninya dengan hati-hati! Jika kita punya kesempatan hidup sepuluh kali, mungkin kita dapat menjalani salah satu di antaranya sekadar untuk bersenang-senang atau mencari uang.

Untuk menekankan betapa singkatnya hidup ini, Alkitab menggunakan beberapa ilustrasi, di antaranya tentang sekuntum bunga (Mazmur 103:15,16). Bunga adalah sesuatu yang indah. Sebagai tempat penampung madu, biasanya bunga mengeluarkan aroma yang wangi dan berperan penting dalam menghasilkan bibit baru. Namun, yang paling mengejutkan saya adalah kecantikannya berlalu begitu cepat!

Karena hari-hari kita di dunia begitu singkat, maka kita seharusnya menggunakan dengan cermat “saat-saat kita berbunga”. Madu kasih Allah yang ada dalam hati kita seharusnya membawa orang-orang kepada Sang Juruselamat. Selain itu, hidup kita juga harus diwarnai dengan pelayanan rohani, karena kita diizinkan untuk mekar dan menghasilkan bibit baru (membawa orang lain kepada Kristus).

Hidup begitu singkat. Jadikan hidup Anda indah! --Henry Bosch

4 Agustus 2003

Apa yang Akan Bertahan?

Nats : Yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal (2Korintus 4:18)
Bacaan : 2Korintus 4:16-18

Saya punya seorang teman yang tidak dapat menerima gelar doktor dari sebuah universitas bergengsi di West Coast karena sudut pandang kekristenannya. Menjelang akhir masa studinya, ia diminta datang ke kantor penasihat akademiknya dan diberi tahu bahwa disertasinya ditolak.

Yang pertama kali terpikir olehnya adalah ribuan dolar dan lima tahun hidupnya seketika lenyap begitu saja. Ia merasa sangat terpukul. Namun, kemudian ia teringat kata-kata pujian gubahan Rhea Miller, "Lebih baik memiliki Yesus daripada perak atau emas, lebih baik menjadi milik-Nya daripada memiliki kekayaan yang tak terhitung; ... lebih baik memiliki Yesus daripada semua yang dikejar dunia saat ini." Kemudian teman saya itu tertawa, karena ia menyadari bahwa ternyata ia sama sekali tidak kehilangan hartanya yang abadi.

Reaksi kita terhadap kehilangan ditentukan oleh cara pandang kita. Ada orang yang mementingkan harta abadi; sementara yang lain mementingkan harta yang fana. Ada yang menyimpan hartanya di surga; ada yang menumpuknya di dunia. Ada yang bertahan dalam pernikahan yang sulit demi surga yang akan datang; sementara orang lain bercerai dan mencari kebahagiaan dengan pasangan lain. Walaupun kebanyakan orang percaya bahwa kebahagiaan ditemukan dalam kekayaan dan kemasyhuran, tetapi bila harus memilih, pengikut Kristus akan mau menderita kemiskinan, kelaparan, penghinaan, dan rasa malu karena "kemuliaan yang akan dinyatakan kelak" (1 Petrus 5:1).

Bukankah Anda juga akan lebih suka memilih Yesus?--David Roper

3 Oktober 2003

Berlomba Mencapai Tujuan

Nats : Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehny (1Korintus 9:24)
Bacaan : 1Korintus 9:24-27

Saat mengawali tahun keduanya di SMU, putra saya juga memulai tahun keduanya dalam olahraga lari lintas alam. Steve mengawali tahun itu dengan berjuang untuk mendapatkan tempat dalam regu universitas. Dan itu bukanlah tugas yang mudah.

Itu berarti ia harus lari berkilo-kilometer, latihan angkat beban, istirahat ekstra, dan makan dengan benar (yah, walaupun tidak selalu). Itu juga berarti bahwa ia harus berjuang sebaik mungkin dalam berbagai pertandingan.

Kecepatan larinya terus meningkat. Ia pernah terkilir dan harus berlari lagi. Namun ia pantang menyerah. Akhirnya, ia pun berhasil masuk regu universitas. Dan saat regu itu akan mengikuti pertandingan regional, ia adalah pelari tercepat ketiga dalam tim.

Memiliki tujuan hidup dapat memberi makna dan mengantar kita mencapai sesuatu yang sangat berharga. Prinsip ini sangat berguna, terutama dalam hidup kita sebagai orang yang mempercayai Kristus. Saat kita berlari dalam pertandingan iman, tujuan kita adalah "lari begitu rupa" sehingga kita dapat memenangkan mahkota yang abadi -- upah kekal dari Sang Juruselamat (1 Korintus 3:12-14; 9:24,25). Hal ini membutuhkan disiplin pribadi, kerja keras, dan perbaikan terus-menerus. Ini mencakup komitmen yang dimampukan oleh Roh Kudus untuk melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya bagi Tuhan.

Dibutuhkan ketekunan, usaha sekuat tenaga, dan suatu dorongan untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Namun, berlari seperti itu sungguh bernilai karena hadiah yang akan diterima bersifat kekal --Dave Branon

4 Oktober 2003

Ketidakpastian Hidup

Nats : Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok (Yakobus 4:14)
Bacaan : Yakobus 4:13-17

Satu-satunya kepastian dalam hidup sesungguhnya adalah ketidakpastian belaka. Sebagaimana Kitab Suci mengingatkan, kita "tidak tahu apa yang akan terjadi besok" (Yakobus 4:14). Pengembang real estat Larry Silverstein dapat memberikan kesaksian tentang kebenaran ayat itu. Meski memiliki tanah yang menjanjikan di New York, menurut kesaksiannya, ia terobsesi untuk menjadikan Menara Kembar World Trade Center sebagai property yang dikelolanya juga. Keinginannya menjadi kenyataan. Enam minggu sebelum kedua gedung pencakar langit yang menakjubkan itu dihancurkan para teroris, ia telah mendapatkan kontrak sewa pusat perdagangan yang mewah itu selama 99 tahun seharga 3,2 miliar dolar.

Yang menyedihkan, upaya pemuasan mimpi kita kadang kala dapat berubah menjadi mimpi buruk. Hal ini mengingatkan kita tidak hanya tentang ketidakpastian hidup, tetapi juga tentang perlunya menyatukan kehendak kita dengan kehendak Allah. Pengalaman mengajarkan bahwa jika kita membiarkan kesombongan mengendalikan hidup kita, maka upaya pemuasan impian yang dipaksakan akan berubah menjadi debu dan abu.

Memiliki keinginan adalah sah-sah saja, tetapi kitab Yakobus memberi tahu kita bagaimana melakukan pendekatan terhadap keinginan itu. Daripada menganggap bahwa rencana dan impian kita akan terwujud, lebih baik kita berkata, "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu" (4:15).

Bila kita menyerahkan rencana kita pada kehendak Allah, kita bisa menikmati damai sejahtera-Nya di tengah ketidakpastian hidup ini --Vernon Grounds

28 Oktober 2004

"papan Tulis" Katak

Nats : Lalukanlah mataku daripada melihat hal yang hampa, hidupkanlah aku dengan jalan-jalan yang Kautunjukkan! (Mazmur 119:37)
Bacaan : Mazmur 119:33-40

Ketika masih kecil, salah satu kesenangan saya adalah berburu katak di sepanjang tepi kolam dekat rumah kami. Saya tidak menyadari bahwa daya penglihatan mereka yang unik membuat mereka mampu melarikan diri dengan mudah. Lalu saya mempelajari bahwa medan penglihatan katak adalah seperti papan tulis yang bersih, dan satu-satunya bayangan yang diterima matanya adalah objek yang langsung mengancam dirinya. Perhatian binatang amfibi kecil ini tidak pernah buyar oleh hal-hal yang tidak penting, dan mereka waspada hanya terhadap hal-hal yang esensial dan yang mungkin membahayakan.

Dalam hidup kristiani, kita kerap kali terpaku pada hal-hal dunia yang sia-sia. Kita membiarkan diri kita disibukkan oleh materialisme dan berbagai kekhawatiran yang tidak berarti. Akibatnya, kita menjadi kehilangan perspektif akan hal-hal yang kekal. Dalam bacaan Alkitab kita hari ini, pemazmur memohon pertolongan Allah agar dapat memusatkan perhatiannya terhadap apa yang baik dan kekal (Mazmur 119:37).

Firman Tuhan tidak boleh lepas dari mata kita dan harus selalu tersimpan dalam hati kita (Amsal 4:21). Maka medan penglihatan kita akan bersih dari hal-hal yang tidak penting, dan kita akan melihat dengan jelas apa yang Allah ingin agar kita lakukan.

Apakah perhatian Anda telah dibuyarkan oleh dosa sehingga tak dapat lagi membedakan apa yang benar-benar penting? Jika demikian, belajarlah dari medan penglihatan katak dan pusatkan pandangan Anda kepada Kristus dan kehendak-Nya bagi hidup Anda --Mart De Haan

11 Januari 2005

Apakah Intinya?

Nats : Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah- perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang (Pengkhotbah 12:13)
Bacaan : Pengkhotbah 1:1-11; 12:13,14

Apakah intinya? Pertanyaan ini muncul dalam pikiran saya ketika melihat anjing cucu saya berkali-kali mengambil bola yang saya lemparkan kepadanya.

Apakah intinya? Pertanyaan itulah yang dilontarkan oleh penulis kitab Pengkhotbah ketika ia memikirkan tentang siklus monoton yang ia amati di alam dan dalam kehidupan. Hal-hal yang sama terjadi tahun demi tahun, generasi demi generasi.

Apakah intinya? Itulah yang sebenarnya ditanyakan oleh seorang pensiunan pengusaha, ketika ia menceritakan kepada saya bahwa ia ingin cepat mati daripada hidup lebih lama. Ia telah melihat dan melakukan segala hal yang diinginkannya. Sekarang ia telah mencapai tempat yang menyimpan lebih banyak penderitaan daripada kesenangan hidup.

Apakah intinya? Ini dia. Beberapa tahun sebelum teman dekat saya meninggal, ia berkata, “Hidup adalah suatu pengalaman yang luar biasa. Betapa indahnya menyaksikan Allah menjaga alam berjalan sesuai dengan polanya. Alangkah indahnya mengetahui bahwa kita di sini untuk mengasihi Allah di atas segalanya dan untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Betapa nyamannya memercayai bahwa semua dosa kita diampuni karena apa yang dilakukan Kristus di kayu salib. Dan betapa menyenangkannya berpikir tentang kekekalan yang disediakan Allah bagi kita. Hidup memang indah.”

Kehidupan dapat menjadi menyedihkan jika tanpa Allah. Tetapi betapa menyenangkannya kehidupan ini apabila Dia menjadi pusatnya! —Herb Vander Lugt

4 Februari 2005

Faktor Ketaatan

Nats : Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah (Matius 3:15)
Bacaan : Matius 3:13-17

Dewey VanderVelde menolak dibaptis. Ia bersikeras menolak, bahkan ketika istri dan putrinya dibaptis pada suatu hari Minggu siang.

Bertahun-tahun kemudian, pendetanya berkhotbah tentang pembaptisan Yesus. Ia menunjukkan bahwa Yohanes Pembaptis pada awalnya menolak untuk membaptis Yesus, tetapi Yesus berkata, “Demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah” (Matius 3:15). Kemudian pendeta itu berkomentar, “Jika Yesus saja menaati kehendak Bapa-Nya, maka kita pun seharusnya begitu.”

Seusai khotbah itu, Dewey meminta untuk dibaptis. Ia mengatakan bahwa ia mestinya menaati perintah Tuhan dari dulu, dan ia menyesal karena telah begitu keras kepala.

Tentunya hal ini lebih dari sekadar masalah baptisan; itu adalah masalah ketaatan. Kita pun mungkin bersikap begitu. Mungkin kita bersikeras tidak menaati Tuhan dalam hal tertentu dalam kehidupan kita—berdusta, menipu, mencuri pada saat bekerja, tidak berserah kepada Tuhan.

Namun, yang harus kita akui adalah: Yesus menaati Bapa-Nya dalam segala hal. Penyerahan diri-Nya membawa-Nya dari puncak popularitas menuju keadaan ditinggalkan. Dari keadaan dielu-elukan orang menuju pada penderitaan dalam kesendirian. Hal itu membawa-Nya ke dalam ruang pengadilan Pilatus, jalan yang mengerikan menuju Kalvari, salib, dan kubur.

Oleh karena itu, mulai hari ini marilah kita dengan hati yang penuh kerelaan memutuskan untuk menaati Tuhan dalam segala hal —Dave Egner

10 Mei 2005

Jawabannya Tidak

Nats : Lalu Daud bangun dari lantai, ... masuk ke dalam rumah Tuhan dan sujud menyembah (2Samuel 12:20)
Bacaan : 2Samuel 12:13-23

Anak-anak memang menyenangkan dan lugu—sebelum orangtua mereka mengatakan tidak kepada permintaan mereka. Ketika hal itu terjadi, sebagian anak akan berteriak tak terkendali, mendesakkan apa yang mereka inginkan.

Ketika anak-anak kami masih kecil, saya dan istri saya berpikir bahwa mereka perlu belajar menerima kata tidak sebagai sebuah jawaban atas permintaan mereka. Kami merasa hal ini akan membantu mereka menangani kekecewaan hidup secara lebih efektif. Kami berdoa kiranya hal itu juga akan membantu mereka berserah pada kehendak Allah.

Bacaan Alkitab hari ini mencatat pengakuan Daud mengenai kesalahannya di depan Natan. Daud diampuni, tetapi Allah membiarkan konsekuensi dosanya ditanggung oleh bayi yang dikandung di luar ikatan pernikahan. Daud berpuasa dan berdoa siang malam bagi kesembuhan anaknya. Meskipun permohonannya tulus, bayinya mati.

Bukannya bersikap seperti anak-anak yang merengek-rengek dan marah kepada Allah, Daud justru bangun dari lantai, mandi, berganti pakaian, serta "masuk ke dalam rumah Tuhan dan sujud menyembah" (2 Samuel 12:20). Tindakannya mengajarkan satu hal penting kepada kita: Kadang-kadang kita harus menerima kata tidak dari Allah sebagai jawaban atas permohonan kita.

Di masa-masa sulit atau kehilangan, kita harus mencari bantuan dan pembebasan dari Allah. Tetapi kita harus tetap memercayai-Nya meskipun Dia tidak menjawab doa seturut kehendak kita.

Sudahkah kita belajar menerima tidak sebagai sebuah jawaban? —AL

8 Juli 2005

Pandanglah Burung

Nats : Pandanglah burung-burung di langit .... Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? (Matius 6:26)
Bacaan : Matius 6:25-34

Ketika Anda melambatkan jalan pikiran Anda dan membiarkannya bermalas-malasan, ke mana pikiran Anda melayang? Apakah Anda mengkhawatirkan uang? Kita harus berhati-hati dengan uang, namun Yesus mengajarkan agar kita tak boleh mencurahkan seluruh perhatian pada uang. Jika Anda beriman kepada Tuhan, Anda tak perlu mengkhawatirkan kebutuhan hidup. Allah sendiri telah memikul tanggung jawab atas tersedianya makanan dan pakaian Andadan segala kebutuhan Anda.

Ketika Yesus berbicara mengenai kebutuhan kita akan makanan, Dia mengacu pada burung-burung, dan berkata, [Mereka] tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di surga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? (Matius 6:26). Itu tidak berarti kita bisa mendapatkan apa pun yang kita perlukan tanpa usaha. Burung-burung harus mengais dan mencari makanan. Intinya, mereka tidak perlu khawatir mengenai makanan.

Yesus memerintahkan kita agar memusatkan hidup pada kerajaan Allah. Maka pakaian, makanan, dan minuman pasti akan kita dapatkan. Lihatlah dengan cara demikian: Entah Anda hidup hanya untuk uang atau tidak, pada akhirnya Anda pasti akan meninggalkannya atau uang yang meninggalkan Anda. Namun jika Anda memusatkan kehidupan Anda pada Allah dan melakukan kehendak-Nya, hal-hal lain akan disediakan bagi Anda.

Apakah kepedulian Anda untuk menghasilkan uang dan menyimpannya mengalahkan kepedulian Anda melakukan kehendak Allah? Jika iya, berhenti dan pandanglah burung-burung HWR

21 Juli 2005

Jalan-Nya

Nats : Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Matius 26:39)
Bacaan : Matius 26:36-46

Sebuah pertanyaan mengenai judul sebuah pujian membuat saya teringat lagu kuno yang indah, yang saya nyanyikan saat bertumbuh di gereja. Nyanyian itu berjudul Biarlah Kehendak-Nya yang Terjadi dalam Hidupmu. Refrein lagu itu berbunyi: Kuasa-Nya dapat membuatmu menjadi engkau yang seharusnya; Darah-Nya dapat menyucikan hati dan memerdekakanmu; Kasih-Nya dapat memenuhi jiwamu, dan akan kaulihat hal yang terbaik adalah ketika kehendak-Nya yang terjadi dalam hidupmu.

Bahkan ketika kita tahu bahwa jalan Allah adalah yang terbaik bagi kita, kita mungkin masih bergumul untuk mematuhi-Nya. Ketika Kristus Juruselamat kita menghadapi kenyataan mengerikan menanggung dosa-dosa kita di kayu salib, Dia sangat menderita dalam doa-Nya, Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Matius 26:39). Yesus, yang hidup untuk melakukan kehendak Bapa-Nya, bergumul dan berdoa, kemudian mematuhi dengan rela. Dan Dia dapat menolong kita saat bergumul dengan pilihan sukar dalam hidup kita.

C.S. Lewis menulis: Pada akhirnya hanya ada dua macam orang: orang-orang yang berkata pada Allah, Jadilah kehendak-Mu, dan orang-orang yang kepadanya Allah berkata, pada akhirnya, Jadilah kehendakmu. Jika kita senantiasa memilih jalan kita sendiri, akhirnya Dia akan membiarkan kita menderita sebagai akibatnya.

Yang terbaik adalah berserah kepada Allah sekarang. Jika kita melakukannya, kita akan mendapat jaminan bahwa jalan-Nya adalah yang terbaik bagi kita DCM

25 Agustus 2005

Kolam yang Bocor

Nats : Mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air (Yeremia 2:13)
Bacaan : Yohanes 4:9-14

Coba bayangkan Anda sedang mengayunkan sebuah cangkul, menggali sejak matahari terbit hingga matahari terbenam, memahat sebuah kolam dari batu yang keras. Anda terus bekerja, melewati musim dingin yang menggigit dan musim panas yang menyengat.

Setelah bekerja keras selama bertahun-tahun, akhirnya Anda menyelesaikan tugas itu. Lalu Anda melangkah mundur dan menanti kolam Anda terisi penuh, tetapi ternyata kolam itu bocor. Anda mendapatitetapi sudah sangat terlambatbahwa semua kolam, tak peduli betapa baiknya kolam itu dibangun, akan bocor.

Cerita di atas merupakan gambaran kesia-siaan usaha kita untuk menemukan kepuasan di dalam hidup. Hal itu merupakan masalah sejak permulaan zaman.

Allah berkata kepada Nabi Yeremia bahwa umat-Nya telah meninggalkan Aku, sumber air yang hidup. Sebaliknya, mereka telah membuang-buang tenaga demi kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air (Yeremia 2:13).

Apakah jiwa Anda haus dan merindukan kepuasan? Ada sumber air hidup, muncul dari kedalaman yang tersembunyi, mengalir ke dalam hati kita, memuaskan kita sehingga membuat kita selalu ingin menikmatinya. Membungkuklah dan minum.

Hanya Allah yang dapat memuaskan hati kita. Hal lainnya hanya menipu dan mengecewakan. Barang siapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya, kata Yesus. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal (Yohanes 4:14) DHR

7 Februari 2006

Bandel Seperti Prunes

Nats : Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang (Mazmur 32:9)
Bacaan : Mazmur 32:8-11

Pada sebuah peternakan besar di Colorado tempat saya pernah bekerja, kami mempunyai seekor bagal (percampuran kuda dan keledai) bernama Prunes. Ia besar, kuat, dan pintar. Ia adalah pemimpin komplotan sekelompok kecil kuda yang biasanya melarikan diri dari kandang.

Suatu petang kami bersembunyi di dekat lumbung untuk melihat bagaimana mereka bisa keluar kandang. Sebelum hari gelap Prunes mendekati pintu gerbang, menyentak selot pengunci ke atas dengan hidungnya, lalu membenturkan kepalanya pada pengungkit. Gerbang itu terbuka dan Prunes meringkik puas sewaktu ia dan teman-temannya berlari menuju kebebasan.

Prunes memang pintar, tetapi ia juga bandel, dan hanya penunggang kuda yang kuat dan terampil yang dapat mengendalikannya. Barangkali pemazmur telah mengenal binatang semacam itu ketika ia menulis: "Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau" (Mazmur 32:9).

Tuhan rindu memimpin anak-anak-Nya dengan cara yang sangat berbeda: "Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu" (ayat 8). Tatapan sekilas dari Tuhan cukup untuk menjaga orang kristiani yang taat dan mau bekerja sama, pada jalur yang benar. Diperlukan tali dan kekang untuk mengarahkan bagal yang bandel.

Manakah yang akan menjadi bagian kita hari ini? --DCM

11 April 2006

Yang Hancur

Nats : Aku telah hilang dari ingatan seperti orang mati, telah menjadi seperti barang yang pecah (Mazmur 31:13)
Bacaan : Mazmur 31:10-25

Hanya ada sedikit kehidupan yang masih utuh di dunia ini, yang berguna bagi Allah. Hanya sedikit orang yang dapat memenuhi harapan dan rencana mereka tanpa mengalami kekecewaan pada saat menggapainya. Namun, berbagai macam kekecewaan yang kita alami tersebut adalah janji Allah, dan segala yang kita yakini sebagai suatu tragedi barangkali sebenarnya merupakan berkat yang terselubung, yaitu kesempatan yang dipakai oleh Allah untuk menunjukkan kasih dan anugerah-Nya.

Kadang kala orang kristiani menyusun berbagai rencana yang sangat baik, tetapi tiba-tiba semuanya gagal total. Dari sudut pandang manusia, kita akan menilai kehidupan mereka sebagai tragedi. Namun, kita harus menelusuri kehidupan mereka sampai akhir untuk melihat bahwa mereka yang menderita justru telah menjadi orang-orang kristiani yang lebih baik dan lebih efektif. Mereka mungkin justru tidak akan berguna bagi Allah jika menjalankan rencana dan maksud mereka sendiri.

Sobat, apakah kehidupan Anda saat ini sedang hancur? Apakah hal yang paling Anda kasihi dalam hidup ini telah direnggut dari Anda? Bila Anda dapat melihat maksud dari semua peristiwa ini lewat sudut pandang Allah, Anda akan dapat menghapus air mata dan memuji Tuhan untuk semua itu. Kita memiliki janji-Nya bahwa Dia tidak akan menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela (Mazmur 84:12).

Hal yang paling baik dalam hidup ini akan datang kepada kita tatkala kita mengizinkan Allah memenuhi kehendak-Nya dalam diri kita --MRD

2 Mei 2006

Naomi

Nats : Sebab itu perempuan-perempuan berkata kepada Naomi, "Terpujilah Tuhan, yang telah rela menolong engkau pada hari ini dengan seorang penebus" (Rut 4:14)
Bacaan : Rut 4:13-22

Seorang bijak pernah berkata kepada saya, "Jangan cepat menilai apakah sesuatu itu berkat atau kutuk bagi kita." Kisah Naomi mengingatkan saya akan hal tersebut.

Nama Naomi berarti "kegembiraan saya". Namun, ketika hal-hal buruk menimpanya, Naomi ingin mengganti namanya untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang ia alami. Setelah suami dan putra-putranya meninggal, Naomi menyimpulkan, "Tangan Tuhan teracung terhadap aku!" (Rut 1:13). Ketika orang-orang menyapanya, ia berkata, "Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku" (ayat 20).

Naomi tidak menilai keadaannya berdasarkan identitasnya sebagai pengikut dari satu-satunya Allah yang sejati dan yang telah menyatakan kasih yang tak kunjung padam kepada bangsa-Nya. Ia justru melakukan hal yang cenderung dilakukan oleh sebagian besar dari kita: Ia menilai Allah berdasarkan keadaan yang ia alami. Dan ia salah menilai. Tangan Tuhan tidak teracung kepadanya. Kenyataannya, Naomi justru mendapat harta Allah yang belum ia temukan. Meskipun Naomi kehilangan suami dan kedua putranya, ia diberi sesuatu yang sama sekali tak diduganya -- seorang menantu perempuan yang setia dan seorang cucu yang akan menurunkan Juru Selamat.

Dari kisah hidup dan pengalaman Naomi, kita dapat melihat bahwa kadang-kadang hal terburuk yang menimpa kita dapat membuka pintu bagi Allah untuk memberikan hal yang terbaik dalam hidup kita --JAL

27 Agustus 2006

Apakah Dia Mendengar?

Nats : Allah-Ku, Allah-Ku, meng-apa Engkau meninggalkan Aku? (Matius 27:46)
Bacaan : Matius 26:39-42; 27:45,46

"Kadang-kadang sepertinya Allah tidak mendengarkan saya." Kata-kata ini berasal dari seorang perempuan yang berusaha tetap kuat berjalan bersama Allah, sementara ia harus mengatasi suaminya yang peminum. Kata-kata itu juga merupakan jeritan hati banyak orang beriman. Selama 18 tahun, perempuan itu meminta kepada Allah untuk mengubah suaminya. Namun, hal itu tidak pernah terjadi.

Apakah yang ada di benak kita bila kita berulang kali meminta sesuatu yang baik kepada Allah, sesuatu yang dengan mudah dapat memuliakan nama-Nya, tetapi tidak kunjung dijawab-Nya? Apakah Dia mendengarkan kita, atau tidak?

Marilah kita lihat kehidupan Penebus kita. Di Taman Getsemani, Dia berdoa berjam-jam dalam kesedihan, mencurahkan isi hati-Nya, dan memohon, "Biarlah cawan ini lalu dari hadapan-Ku" (Matius 26:39). Akan tetapi, jawaban Bapa-Nya jelas, "Tidak." Untuk memberikan keselamatan, Allah harus mengirim Yesus untuk mati di kayu salib. Meskipun Yesus merasa bahwa Bapa meninggalkan-Nya, Dia berdoa dengan khusyuk dan dengan penuh perasaan sebab Dia percaya bahwa Allah mendengarkan.

Apabila kita berdoa, kita mungkin tidak melihat bagaimana Allah bekerja, atau kita tidak mengerti bagaimana Dia akan membawa kebaikan melalui semuanya ini. Oleh karena itu, kita harus percaya kepada-Nya. Kita mesti melepaskan hak-hak kita dan membiarkan Allah melakukan apa yang terbaik bagi kita.

Kita harus menyerahkan apa yang tidak kita ketahui kepada Dia yang tahu segala sesuatu. Dia sedang mendengarkan dan menangani masalah itu menurut cara-Nya sendiri -JDB

30 Agustus 2006

Penganiayaan yang Berbalik

Nats : Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah me-ninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya (1Petrus 2:21)
Bacaan : 1Petrus 2:18-25

Pada tahun 64 M, Roma dibakar. Beberapa hari kemudian, dua per tiga dari kota itu tinggal puing-puing yang membara. Desas-desus yang tersebar mengatakan bahwa Kaisar Nero yang telah membakar kota itu sebab ia ingin membangunnya kembali dan menamai kota itu dengan namanya sendiri. Karena ia memerlukan kambing hitam untuk melepaskan diri dari kursi panas yang terkenal itu, ia memilih menyalahkan minoritas yang tak berdaya dan tak disukai orang, yaitu orang-orang kristiani. Kemudian, ia memulai penganiayaan yang begitu dahsyat sehingga ia disebut sebagai antikristus yang pertama. Orang-orang meyakini bahwa Petrus dan Paulus mati sebagai martir pada waktu itu.

Karena kekristenan merupakan hal baru dan pengikutnya relatif sedikit, perlakuan sadis yang dilancarkan Nero kepada orang-orang beriman, termasuk memakai mereka sebagai obor-obor hidup untuk menerangi taman istananya, berlangsung tanpa perlawanan yang berarti.

Meskipun demikian, penganiayaan tersebut akhirnya berbalik arah. Bukannya menjadi semakin lemah, kepercayaan yang baru itu malah semakin kuat. Sejarah mengisahkan kepada kita bahwa beberapa abad kemudian kekristenan menjadi begitu berpengaruh sehingga Kaisar Konstantin menjadikannya agama resmi Kekaisaran Roma.

Allah selalu mempunyai maksud dalam setiap penganiayaan. Dia akan memakainya untuk kebaikan apabila kita mau mengikuti teladan Kristus, "ketika Ia menderita ... menyerahkan diri-Nya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil" (1Petrus 2:23) -JAL

23 Agustus 2007

Titik Tumpu

Nats : Supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah (Roma 12:1)
Bacaan : Roma 12:1-8

Dalam bukunya, The Tipping Point (Titik Tumpu), Malcolm Gladwell mengamati bahwa bisnis yang terus bergumul bisa sering berubah haluan karena satu keputusan penting. Kini banyak perusahaan, yang baru didirikan, mengalami kemajuan dan berhasil karena sebuah pilihan yang menjadi titik tumpu.

Meskipun hal itu ditujukan bagi mereka yang bergerak di bidang manajemen bisnis, prinsip ini juga bisa diterapkan oleh mereka yang berkomitmen memajukan tujuan Kristus. Terkadang kita merasa sedang melawan tembok, bergumul dengan keputusan atau situasi yang mengancam akan melumpuhkan kapasitas kita untuk melayani Sang Raja dengan efektif. Di titik kritis inilah kita bisa membuat keputusan "titik tumpu" untuk mengubah haluan.

Dan, apa keputusan Anda? Serahkan kehendak dan hati Anda kepada Allah. Yakobus 4:7 mengatakan, "Tunduklah kepada Allah," dan Roma 12:1 mengatakan kepada kita, "Supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah." Persembahkanlah berbagai tujuan kita demi tujuan-Nya yang lebih besar.

Bagaimana jika Nuh berkata kepada Allah, "Aku tidak mau membuat bahtera!" Bagaimana jika Yusuf tidak memaafkan saudara-saudaranya dan gagal melindungi mereka dari kelaparan yang mengancam hidup mereka? Atau, bagaimana jika Yesus menolak mati di kayu salib?

Berserah merupakan titik tumpu. Ketika kita membuat keputusan itu, Allah dapat menggunakan kita untuk melakukan hal-hal besar bagi-Nya --JMS

27 Januari 2008

Bapa yang Rindu

Nats : Sesungguhnya Tuhan ada di tempat ini .... Ini tidak lain dari rumah Allah, ini pintu gerbang surga (Kejadian 28:16,17)
Bacaan : Kejadian 28:10-22

Menimang dan bercanda dengan anak-anak adalah sukacita yang tak tergantikan. Namun, betapa sulitnya menemukan momen itu lagi saat anak-anak sudah bisa berjalan dan berlari. Jika mereka merasa nyaman dengan situasi sekitar, mereka akan berlari riang ke sana kemari. Dan, jangan harap bisa menggendong mereka di saat-saat seperti itu! Mereka akan berusaha membelot dan melepaskan diri sekuat tenaga dari pelukan kita.

Suatu malam, ketika anak-anak saya sedang bermain, tiba-tiba listrik padam. Seluruh rumah gelap gulita. Suasana hening mencekam. "Papa! Papa di mana?" teriak anak-anak saya ketakutan. "Tenang, Papa di sini," kata saya sambil segera memeluk dan menggendong mereka. Pelukan tangan yang mungil dan degupan jantung mereka terasa jelas. Kedekatan dan keintiman seperti inilah yang saya dambakan.

Kisah pelarian Yakub dari Barsyeba ke Padan Aram menggambarkan kontras yang menarik. Pintu rumah ayahnya tertutup karena dendam dan amarah Esau yang berniat membunuhnya (Kejadian 27:42). Namun, pintu gerbang surga (28:17) terbuka untuk Yakub. Perhatikan sapaan lembut penuh kasih Allah Abraham, neneknya, dan Allah Ishak, ayahnya (ayat 13), serta janji berkat dan penyertaan yang luar biasa bagi Yakub, si penipu (ayat 13-15).

Dunia dengan segala keasyikannya sering membuat kita terlena dan lupa kepada Sang Pemberi Berkat. Ketika "listrik padam", baru kita menyadari kehadiran Bapa yang merindukan kita. Yakub memberikan respons positif terhadap pernyataan Allah yang dahsyat (ayat 17). Ia mendirikan tugu (ayat 18), akan mendirikan rumah Allah serta memberi perpuluhan (ayat 22). Bagaimana dengan kita? --WP

3 April 2008

Berbuat Lebih

Nats : Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati (Lukas 6:36)
Bacaan : Lukas 6:27-36

Pada tahun 2006, Dr. Samuel Weinstein, ahli bedah jantung anak ternama di New York, mengadakan pelayanan kemanusiaan di El Salvador. Bersama timnya, ia mengoperasi jantung seorang bocah miskin berusia 8 tahun. Setelah 11 jam, terjadi pendarahan di tengah operasi. Tak ada cukup obat untuk menghentikannya. Persediaan darah menipis, sebab golongan darah si anak langka: B-negatif. Kebetulan Dr. Weinstein bergolongan darah sama. Dengan segera ia mundur dari meja operasi, meminta suster mengambil darahnya, lalu kembali bergabung dengan timnya. Pengorbanannya tak sia-sia. Anak itu selamat, karena Dr.Weinstein rela berbuat lebih dari yang seharusnya.

Yesus mengajarkan bahwa sebagai anak Allah kita harus berbuat lebih bagi sesama. Lebih dari biasa. Dunia mengajarkan: kasihilah saudaramu, bencilah musuhmu. Yesus mengajarkan: kasihilah juga musuhmu (ayat 27). Dunia mengajarkan balas dendam jika perlu. Yesus mengajar kita supaya mengalah dan mengampuni. Dunia mengajar kita berbuat baik kepada orang yang berjasa pada kita. Yesus mengajar kita untuk berbuat baik, bahkan terhadap musuh. Mengapa demikian? Karena Bapa kita begitu murah hati. Jadi, kita pun harus menunjukkan kemurahan hati Bapa kepada orang lain (ayat 36). Di tengah dunia yang kasihnya penuh hitung-hitungan, Yesus mengajak kita menunjukkan kasih yang habis-habisan.

Tidak cukup bagi kita untuk mengasihi orang "sedang-sedang saja." Kita perlu berbuat lebih. Pikirkanlah orang-orang yang akan Anda jumpai hari ini. Renungkan, bagaimana saya bisa menunjukkan kasih dengan lebih lagi? -JTI

14 Juli 2008

Sok Tahu

Nats : Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri (Amsal 3:5)
Bacaan : Amsal 3:1-8

Siang itu, saya dan seorang teman berencana naik TransJakarta dari halte Senen. Di sana kami melihat dua koridor; yang satu ramai, yang lainnya sepi. Tanpa bertanya, kami memutuskan untuk antre di koridor kedua, karena kami pikir tak ada bedanya. Belasan menit sudah berlalu dan beberapa TransJakarta sudah lewat di koridor yang satu, namun tak ada satu pun yang berhenti di koridor tempat kami menunggu! Setelah bertanya kepada petugas, kami baru sadar telah menunggu di koridor yang salah. Menabur sikap sok tahu, akhirnya menuai salah jalan.

Penulis Amsal menasihati kita untuk tidak memercayai pengertian sendiri, alias sok tahu. Sebaliknya, memercayai Tuhan dengan segenap hati (ayat 5). Namun, kadang kesombongan menghalangi kita melakukan hal ini. Kita merasa tahu banyak hal. Kita mengandalkan diri sendiri. Padahal kita ini begitu terbatas, masa depan di lima detik mendatang saja tidak kita ketahui. Kita takkan pernah lebih tahu apa yang akan terjadi di hidup kita dibanding Dia yang Mahatahu.

Tuhan ingin kita memercayai dan mengandalkan Dia sepenuh hati, agar Dia dapat menjaga dan melindungi kita. Kita dapat melakukannya melalui dua cara sederhana. Pertama, memulai hari bersama Dia dan memohon pimpinan-Nya melalui waktu teduh. Kedua, senantiasa memelihara komunikasi dengan-Nya melalui doa-doa singkat, "Tuhan, tolong saya," "Tuhan, pimpin saya," "Tuhan, saya mengasihi-Mu," dan sebagainya. Doa-doa singkat seperti ini akan menolong kita untuk menyadari kehadiran dan pimpinan-Nya setiap saat. Maukah kita sungguh-sungguh berserah dan mengandalkan Tuhan hari ini? -GS

24 Juli 2008

Dampak Ketetapan Hati

Nats : Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN (Yosua 24:15)
Bacaan : Yosua 24:1-3, 13-16

Selama hidupnya, Yosua konsisten mengikuti Allah. Sejak muda, ia telah berani tampil dan mengajak umat Israel untuk tidak memberontak kepada Allah dan dengan demikian berani memasuki Kanaan (Bilangan 14:5-10). Pada masa tuanya, ia tampil lagi di depan semua suku Israel. Ia mengimbau mereka supaya tetap beribadah kepada Allah. Dan umat itu mengikuti teladan Yosua (ayat 16,24). Betapa dahsyat dampak ketetapan hati satu orang beriman! Ia membawa keluarga dan bangsanya untuk mengikuti Tuhan.

Suatu kali ayah saya, George, merasa bimbang. Di satu sisi ia merasa Tuhan memanggilnya untuk menjadi hamba-Nya. Di sisi lain, sebagai satu-satunya anak laki-laki, ayahnya berharap George meneruskan usaha tokonya. Pamannya-seorang anak Tuhan-memberi nasihat: "Jika kau menuruti permintaan orangtuamu, mereka takkan pernah menjadi orang percaya". Jadi, George menetapkan hati untuk memenuhi panggilan Tuhan. Allah itu setia. Setelah 15 tahun ia menjadi pendeta, kedua orangtuanya mengaku percaya dan dibaptis. Ia juga menerima adik-adik istrinya untuk tinggal di rumahnya dan membawa mereka satu per satu menjadi orang percaya. Dari gereja kecil yang ia layani dengan setia selama 25 tahun, muncul lebih dari 70 pemuda yang menjadi pendeta.

Teladan Yosua dan George, ayah saya, mengingatkan akan panggilan pelayanan kita yang pertama dan utama. Membawa keluarga kita kepada Kristus! Sangat sulit? Betul. Namun, ketetapan hati membuat hal sulit menjadi mungkin. Karena Allah yang menyelamatkan kita, juga rindu menyelamatkan keluarga kita (Kisah Para Rasul 16:31) dan lingkup yang lebih luas di sekitar kita (1:8) -WP

20 Agustus 2008

Bebas Oleh Kebenaran

Nats : ... dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu (Yohanes 8:32)
Bacaan : Yohanes 8:30-36

Banyak orang terkadang "putus asa" menjalani hidup berimannya. Perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan kehendak Allah masih terus dilakukan. Dalam hati tidak ingin melakukan, tetapi nyatanya berkali-kali masih terulang. Berulang kali berjanji, tetapi terus gagal. Bahkan ada orang yang marah pada diri sendiri karena terus jatuh dalam lubang yang sama dengan mengulangi dosa yang sama. Dan, akhirnya menjadi budak dosa untuk selamanya.

Hari ini firman Tuhan mengingatkan bahwa sesungguhnya dalam keadaan demikian, kita tidak usah putus asa, apalagi terus menerus menyalahkan diri. Tuhan Yesus memberikan solusi. "Tetap dalam firman-Ku" (ayat 31). Istilah "tetap" berarti setiap saat, selalu-bukan kadang-kadang, dalam setiap aspek hidup kita. Jika firman Tuhan menguasai mulut, tentu perkataan kita akan terkontrol. Jika firman Tuhan menguasai kepala, pasti pikiran kita selalu tertuju kepada Yesus. Jika firman menguasai langkah, pasti kita tidak berjalan ke tempat yang berdosa. Pada saat itulah, kebenaran itu akan memerdekakan kita (ayat 32). Yah, memerdekakan kita, karena sekalipun kita bukan keturunan hamba, tetapi pada saat kita masih melakukan dosa maka kita adalah hamba dosa (ayat 34).

Kita perlu terus-menerus berjuang melawan dosa. Jangan menyerah. Untuk itu, kita perlu selalu dekat dengan firman-Nya. Betul, kita tidak akan seketika menjadi manusia suci tanpa cela, tetapi firman Tuhan akan mengingatkan dan menolong tetap berjalan di jalur yang benar. Hidupilah firman-Nya, akrabi, maka kebenaran itu memerdekakan kita -MZ



TIP #25: Tekan Tombol pada halaman Studi Kamus untuk melihat bahan lain berbahasa inggris. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA