Topik : Penghiburan

5 Agustus 2003

Dukacita Tak Terduga

Nats : Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan (2Korintus 1:3)
Bacaan : 2Korintus 1:3-11

Sejak tahun 1988 saya senang bisa menulis beberapa artikel Renungan Harian setiap bulan. Saya mendapat banyak berkat ketika menyelami Kitab Suci, mengulas kehidupan, dan memberi pertolongan rohani melalui penerbitan ini.

Namun, pada tangal 6 Juni 2002 saya merasa tak bisa lagi memberi pertolongan rohani. Pada hari terakhirnya di sekolah menengah, Melissa, anak perempuan kami yang berusia 17 tahun, meninggal dalam kecelakaan mobil.

Sekejap, peristiwa itu menjadi ujian atas segala yang kami ketahui mengenai Allah, Alkitab, dan surga. Kami membutuhkan komunitas kristiani untuk menumbuhkan kembali harapan kami, saat kami harus menyaksikan pemakaman anak perempuan kami yang telah menyentuh sedemikian banyak orang dengan senyum, kesalehan, cinta terhadap kehidupan, dan perhatiannya kepada orang lain.

Saya tak bisa menulis selama berminggu-minggu. Apa yang dapat saya sampaikan? Bagaimana saya bisa menemukan kata-kata untuk membantu orang lain saat keluarga saya--saat saya sendiri--sangat membutuhkan dukungan?

Kini, berbulan-bulan sesudahnya, saya mulai menulis lagi. Dan saya bisa mengatakan bahwa Allah tidak berubah. Dia tetaplah Bapa surgawi yang penuh kasih, "Allah sumber segala penghiburan" (2 Korintus 1:3). Dia tetap Allah yang menjadi sumber harapan saat menghadapi dukacita yang tak terduga. Saya menulis tentang Dia dengan kesadaran baru bahwa saya membutuhkan jamahan-Nya, kasih-Nya, kekuatan-Nya. Saat hati saya hancur, saya menulis tentang Dia, satu-satunya Pribadi yang bisa membuat kita utuh kembali--Dave Branon

9 November 2003

Masalah Hidup dan Mati

Nats : Masa hidup kami tujuh puluh tahun ... sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap (Mazmur 90:10)
Bacaan : Mazmur 90:1-10

Dengan mengubah gen pengendali penuaan, para ilmuwan yakin mereka dapat memperpanjang batas rata-rata usia manusia hingga 100 tahun menjelang akhir abad ini. Ini akan melampaui usia 70 tahun yang dinubuatkan dalam Mazmur 90:10. Namun, seandainya manusia memang dapat hidup lebih lama, bab terakhir dalam "buku kehidupan" masih tetap terbaca demikian, "sebab berlalunya buru-buru" (ayat 10).

Musa, penulis Mazmur 90, hidup hingga 120 tahun. Ia melihat kematian sebagai hal yang tak terelakkan di dunia yang telah dikutuk karena dosa. Namun, ia tidak pesimis. Ia memohon supaya Allah mengajarinya menghitung hari-hari supaya dapat beroleh "hati yang bijaksana" (ayat 12). Ia ingin dikenyangkan oleh kasih setia Allah supaya dapat bersukacita dan bersorak-sorai (ayat 14). Ia juga meminta supaya Allah menunjukkan kemuliaan-Nya kepada generasi yang akan datang (ayat 16). Begitulah cara Musa menghadapi realitas kematian, beberapa ribu tahun silam.

Seperti semua orang sejak Adam dan Hawa, kita menderita sebagai akibat dosa, dan kematian menjadi suatu kepastian (Roma 6:23). Namun, kita dapat hidup dengan pengharapan dan sukacita, karena Allah mengutus Putra-Nya untuk mati bagi dosa-dosa kita. Yesus menaklukkan maut saat bangkit dari kubur. Dan jika kita menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, kita pun dapat mengalami pengampunan Allah dan menanti untuk dapat bersama-sama dengan Dia di surga selamanya. Apakah Anda sudah menghadapi dan menyelesaikan masalah hidup dan mati ini? --Dennis De Haan

18 Desember 2003

Mereka Mengerti

Nats : [Allah] yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam- macam penderitaan (2Korintus 1:4)
Bacaan : 2 Korintus 1:3-11

Beberapa hari sebelum Natal, kami menerima sebuah karangan bunga yang indah beserta kartu ucapan yang berbunyi, "Turut mengenang kehilangan yang Anda alami dan semoga Natal serta Tahun Baru Anda beserta keluarga penuh berkat. Teriring kasih dan doa, Dave dan Betty."

Tujuh bulan yang lalu, saudara perempuan saya, Marti, dan suaminya, Jim, meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Ini adalah Natal pertama kami tanpa mereka, sehingga kami sungguh mendapatkan dukungan luar biasa dari sahabat yang memedulikan kehilangan kami dan yang mengungkapkan kasih dalam wujud nyata.

Dave dan Betty memahami kedukaan dan kebutuhan kami untuk mengalami pemulihan Allah, karena dua dekade sebelumnya anak perempuan mereka bunuh diri. Karena telah mengalami penghiburan dari Tuhan selama bertahun-tahun, mereka pun dapat mendampingi kami dengan penuh kepekaan dan perhatian.

Tindakan kasih seperti itu merupakan contoh langsung dari perkataan Paulus: "Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan ... menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah" (2Korintus 1:3,4).

Ketika Allah menyentuh hati kita yang terluka dengan kedamaian-Nya, kita secara unik diperlengkapi untuk membagikan pengalaman itu kepada orang lain. Alangkah indahnya hadiah yang diberikan dan diterima pada hari Natal! --David McCasland

12 April 2004

Kalah dan Menang

Nats : Terbukalah mata mereka dan mereka pun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka (Lukas 24:31)
Bacaan : Lukas 24:13-35

Sebuah tim football SMU Texas memulai musim kompetisi 2002 dengan memenangkan 57 pertandingan dan berharap memenangkan kejuaraan negara bagian yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni menang untuk kelima kalinya secara berturut-turut. Meskipun kehilangan pelatih lama mereka dan bertanding melawan sekolah-sekolah besar, Celina Bobcats tetap tak terkalahkan dalam musim kompetisi reguler. Tetapi kemudian mereka kalah satu nilai dalam babak perempat final. Rasanya seperti kiamat, meskipun mereka memenangkan 68 pertandingan langsung dan 5 kejuaraan negara bagian selama 7 tahun.

Ketika impian kita runtuh dan hati kita hancur, kita mungkin merasa bahwa semuanya telah lenyap dan tak ada yang tersisa. Karenanya, diperlukan jamahan Allah agar mata kita terbuka dan melihat keagungan rencana-Nya.

Ketika Kristus yang disalib dan bangkit berjalan bersama dua murid menuju Emaus, keduanya sedang menyesali kematian-Nya. “Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel” (Lukas 24:21), demikian kata mereka kepada Yesus yang tidak mereka kenali. Tetapi Yesus berkata, “Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya” (ayat 26). Akhirnya mereka sadar bahwa mereka sedang bercakap-cakap dengan Yesus. Dia hidup!

Saat kita mengalami kegagalan, Tuhan yang bangkit datang untuk menghibur dan memberikan kedamaian kepada kita. Dia menyatakan kemuliaan-Nya serta kemenangan abadi yang menjadi milik kita berkat salib-Nya —David McCasland

22 April 2004

Kuasa Tanpa Batas

Nats : (Allah)
Bacaan : Yesaya 40:25-31

“Mengapa bintang tidak jatuh dari langit?” Seorang anak kecil mungkin menanyakan hal itu, tapi seorang ahli astronomi juga menanyakan hal yang sama. Dan keduanya memperoleh jawaban yang pada dasarnya sama: Sebuah kuasa atau energi yang misterius menahan segala sesuatu dan mencegah jagat raya ini jatuh berantakan.

Ibrani 1:3 memberi tahu kita bahwa Yesuslah yang menopang segala yang ada dengan firman-Nya. Dia adalah sumber dari segala energi yang ada, baik potensi ledakan yang terdapat dalam sebuah atom atau air dalam ceret yang mendidih di atas kompor.

Energi itu bukanlah sekadar sebuah kekuatan yang tak berakal. Bukan. Allah adalah pribadi penuh kuasa yang menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan, termasuk juga bintang-bintang (Kejadian 1; Yesaya 40:26). Dialah yang membelah Laut Merah dan membebaskan orang Israel dari perbudakan di Mesir (Keluaran 14:21,22). Dialah yang merancang kelahiran Yesus dari seorang perawan (Lukas 1:34,35), dan yang membangkitkan-Nya dari kematian serta mengalahkan maut (2 Timotius 1:10). Allah kita, satu-satunya Allah yang sejati, memiliki kuasa untuk menjawab doa, memenuhi kebutuhan kita, dan mengubah hidup kita.

Maka saat persoalan hidup begitu menekan, saat Anda menghadapi persoalan besar seperti Laut Merah, berserulah kepada Allah yang telah melakukan perbuatan-perbuatan ajaib dan menahan semua benda di tempatnya. Dan ingatlah bahwa tiada sesuatu hal yang mustahil jika kita bersama dengan Allah Yang Mahakuasa —Vernon Grounds

23 Mei 2004

Sisi Indah Kematian

Nats : Ya Bapa, Aku mau supaya, di mana pun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku (Yohanes 17:24)
Bacaan : Yohanes 17:20-26

Seorang guru Sekolah Minggu mengajukan serangkaian pertanyaan kepada beberapa anak usia 5 tahun untuk membantu mereka memahami bahwa memercayai Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga. Ia bertanya, “Jika Kakak menjual semua harta Kakak dan memberikan uang hasil penjualannya pada gereja, apakah Kakak dapat masuk surga?” “Tidak,” jawab mereka. “Bagaimana jika Kakak menjaga kebersihan di dalam dan sekeliling gereja?” Seorang yang lain menjawab, “Tidak.” “Jika Kakak mengasihi keluarga Kakak, berbaik hati pada hewan, dan memberi permen kepada setiap anak yang Kakak jumpai, akankah Kakak masuk surga?” “Tidak!” tegas seorang anak. Lalu sang guru Sekolah Minggu itu bertanya, “Bagaimana caranya agar Kakak masuk surga?” Seorang anak lelaki berseru, “Kakak harus mati dulu!”

Sang guru tak menduga akan mendapatkan jawaban demikian, tetapi anak itu benar. Alkitab menyatakan bahwa kita semua pasti meninggalkan tubuh kita yang terdiri dari daging dan darah (1 Korintus 15:50-52). Kita semua pasti mati sebelum memasuki hadirat-Nya, kecuali jika kita masih hidup saat Yesus datang kembali.

Pengkhotbah Inggris Charles Haddon Spurgeon menangkap kebenaran ini dalam khotbah bertemakan “Mengapa Mereka Meninggalkan Kita”. Ia menunjukkan bahwa doa Yesus dalam Yohanes 17:24 terjawab setiap kali seorang kristiani meninggal. Ia meninggalkan tubuhnya dan memasuki hadirat Juruselamat, tempat ia dapat memandang kemuliaan-Nya. Sungguh menjadi penghiburan bagi orang percaya! Inilah sisi indah kematian. Apakah Anda pun meyakini hal yang sama? —Herb Vander Lugt

24 Mei 2004

Terlalu Banyak Pekerjaan?

Nats : Satu hal telah kuminta kepada Tuhan, ... diam di rumah Tuhan seumur hidupku (Mazmur 27:4)
Bacaan : Lukas 10:38-42

Pada dasarnya saya seorang periang. Hampir sepanjang waktu saya dapat melakukan sebanyak mungkin pekerjaan yang diberikan kepada saya. Namun, ada hari-hari yang dipadati oleh begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Jadwal saya penuh dengan rapat, janji-janji, dan tenggat waktu, sampai serasa tiada lagi kesempatan untuk bernapas. Kehidupan ini kerap diisi dengan banyak pekerjaan, kegiatan mengurus keluarga, perbaikan rumah, dan masih banyak tanggung jawab lainnya yang harus diatasi oleh satu orang.

Bila hal itu terjadi pada saya, sebagaimana dapat pula terjadi pada Anda, saya memiliki beberapa pilihan. Saya dapat menarik diri dengan tidak mengerjakan apa pun dan menelantarkan setiap orang yang bergantung kepada saya. Saya dapat terus bekerja keras, sembari mengeluh dan membuat semua orang berharap saya memilih pilihan yang pertama. Atau saya dapat memohon agar cara pandang saya diluruskan kembali dengan cara mengingatkan diri sendiri akan perkataan Yesus kepada Marta (Lukas 10:38-42).

Yesus menegur Marta karena ia “sibuk sekali melayani” (ayat 40). Dia mengingatkan Marta bahwa saudaranya, Maria, telah memilih bagian yang takkan diambil dari padanya (ayat 42). Seperti kebanyakan kita, Marta begitu sibuk melayani sehingga melupakan hal yang terpenting, yakni bersekutu dengan Tuhan.

Apakah Anda begitu sibuk saat ini? Jangan pernah melupakan prioritas Anda. Luangkanlah waktu bersama Tuhan. Dia akan mengangkat beban Anda dan memberi Anda cara pandang yang benar —Dave Branon

12 Mei 2005

Jatuh Bebas

Nats : Allah yang abadi adalah tempat perlindunganmu, dan di bawahmu ada lengan-lengan yang kekal (Ulangan 33:27)
Bacaan : Ulangan 32:1-14

Dalam nyanyian lembut Musa pada bacaan Alkitab hari ini, Allah digambarkan sebagai induk rajawali yang bisa dipercaya oleh anak-anaknya, bahkan dalam pengalaman yang menakutkan seperti belajar terbang (Ulangan 32:11,12).

Seekor induk rajawali membangun sarang yang nyaman untuk anak-anaknya, melindungi mereka dengan bulu-bulu dadanya sendiri. Tetapi insting pemberian Allah untuk membangun sarang yang aman pun memaksa rajawali-rajawali muda itu untuk segera keluar sarang. Rajawali diciptakan untuk terbang, dan induk rajawali tidak akan melewatkan kewajibannya untuk mengajari anak-anaknya. Karena hanya dengan demikianlah mereka memenuhi kodrat mereka.

Maka suatu hari induk rajawali itu akan mengusik ranting-ranting pada sarang tersebut dan membuatnya menjadi tempat yang tidak nyaman. Kemudian ia akan memungut rajawali muda yang kebingungan itu, melambungkan ke udara, dan menjatuhkannya. Burung kecil itu pun jatuh dengan bebas. Di mana Mama sekarang? Ia tidak jauh. Induknya segera akan menukik ke bawah dan menangkap anak burung itu dengan salah satu sayapnya yang kuat. Ia akan mengulangi latihan ini sampai setiap anaknya mampu terbang sendiri.

Apakah Anda takut untuk jatuh bebas, karena tidak tahu pasti di mana atau seberapa keras Anda akan mendarat? Ingat, Allah akan terbang untuk menyelamatkan Anda dan membentangkan lengan-Nya yang abadi di bawah Anda. Dia pun akan mengajari sesuatu yang baru dan indah melalui hal itu. Jatuh pada lengan Allah bukanlah hal yang perlu ditakuti —JEY

30 Oktober 2005

Marilah Beristirahat

Nats : Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika (Markus 6:31)
Bacaan : Lukas 9:1-10

Menurut kisah yang diceritakan turun- temurun, ketika Rasul Yohanes menjadi mandor di Efesus, ia memiliki hobi menerbangkan merpati. Alkisah, seorang penatua melewati rumahnya ketika ia pulang dari berburu dan melihat Yohanes sedang bermain dengan salah satu burung merpatinya. Dengan lembut penatua ini menegurnya karena ia menghabiskan waktu untuk hal yang sia-sia.

Kemudian Yohanes melihat busur pemburu itu dan mengatakan bahwa talinya kendur. “Ya,” jawab penatua itu, “saya selalu mengendurkan tali busur saya ketika tidak digunakan. Jika tetap dibiarkan kencang, tali ini akan kehilangan daya pegasnya dan bisa menggagalkan perburuan saya.”

Yohanes menjawab, “Saya pun sekarang sedang mengendurkan busur pikiran saya supaya saya bisa lebih baik meluncurkan panah kebenaran Ilahi.”

Kita tidak bisa melakukan pekerjaan secara maksimal apabila syaraf kita tegang dan merasa lesu karena mengalami tekanan terus-menerus. Ketika murid-murid Yesus kembali dari misi pengajaran yang melelahkan, Tuhan tahu bahwa mereka butuh beristirahat. Maka Dia mengajak mereka bersama-Nya mencari tempat yang tenang di mana mereka bisa segar kembali (Markus 6:31).

Hobi, liburan, dan rekreasi yang sehat adalah hal yang sangat vital untuk hidup kudus yang seimbang. Kita akan kehilangan efektivitas apabila terus-menerus mengusahakan disiplin ketat sehingga kita selalu tegang. Jika kita tampaknya tidak bisa santai, Yesus mungkin mengundang kita untuk beristirahat-ke “tempat yang sunyi … dan beristirahat” -DJD

8 November 2005

Kembali Kepadamu

Nats : Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu (Yohanes 14:18)
Bacaan : Yohanes 14:1-6

Tahun 1914 Ernest Shackleton memimpin ekspedisi pelayaran ke Antartika, dilanjutkan berjalan ke Kutub Selatan. Ekspedisi itu berjalan sesuai rencana sampai kapal itu terjebak es dan lambung kapal itu hancur. Para awak kapal berhasil mencapai pulau kecil dengan perahu penolong. Setelah berjanji akan datang kembali, Shackleton dan rombongan kecil penyelamat berangkat melintasi 1.280 kilometer lautan berbahaya ke Pulau South Georgia.

Berbekal sekstan [alat pengukur sudut astronomis untuk menentukan posisi kapal di laut] sebagai pemandu, mereka berhasil mencapai pulau itu. Shackleton lalu memimpin rombongannya melintasi medan berbukit curam menuju pelabuhan kapal penangkap ikan paus di sisi lain pulau itu. Di sana, ia mendapatkan kapal untuk menyelamatkan awak kapalnya. Sang pemimpin memegang perkataannya dan kembali menjemput mereka. Tak ada seorang pun yang tertinggal.

Ketika Yesus hendak meninggalkan para murid-Nya, Dia berjanji akan kembali. Dia berkata, “Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada” (Yohanes 14:3). Setelah menanggung sengsara salib, Yesus bangkit dari maut untuk memberi hidup kekal kepada tiap orang yang memercayai-Nya sebagai Juru Selamat. Kini Dia tinggal di dalam kita oleh Roh Kudus, tetapi kelak Dia akan kembali dan mengumpulkan kita dalam hadirat-Nya (1 Tesalonika 4:15-18). Ucapan Yesus dapat dipercaya.

Jika Anda milik-Nya, Dia akan kembali untuk Anda! -HDF

6 Maret 2006

Ungkapan Terima Kasih

Nats : [Allah] menghibur kami ... sehingga kami sanggup menghibur mereka yang berada dalam bermacam-macam penderitaan (2Korintus 1:4)
Bacaan : 2Korintus 1:3-11

Selama lebih dari tiga tahun, keluarga kami merasakan dukacita sekaligus penghiburan sejak kematian putri kami, Melissa.

Pelayanan penghiburan itu digambarkan dalam 2 Korintus 1, di mana Paulus menulis, "Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh kemurahan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah" (ayat 3,4).

Beberapa tahun ini, saya telah membagikan kepada pembaca Renungan Harian apa yang telah kami pelajari dari Allah dan apa yang kami pelajari tentang Dia melalui kematian Melissa. Keluarga kami telah mengalami jamahan penghiburan yang Dia berikan melalui firman dan umat-Nya.

Ketika saya menulis tentang karya penghiburan Allah melalui tragedi ini, beratus-ratus pembaca mengirimi kami surat, e-mail, foto, nyanyian, puisi, lukisan, dan banyak lagi, untuk menyatakan simpati, kasih, dan penghargaan mereka. Allah memberikan penghiburan bagi kami, dan saya pun membagikannya. Allah memberikan penghiburan kepada orang lain, dan mereka juga membagikannya. Dalam kasih, umat Allah telah menunjukkan bagaimana pelayanan penghiburan Allah dipraktikkan. Terima kasih untuk perhatian Anda sekalian.

Jika kita telah dihibur oleh Allah, kita pun dapat turut mengambil bagian dalam pelayanan yang mulia, yaitu menghibur orang lain --JDB

2 Mei 2006

Naomi

Nats : Sebab itu perempuan-perempuan berkata kepada Naomi, "Terpujilah Tuhan, yang telah rela menolong engkau pada hari ini dengan seorang penebus" (Rut 4:14)
Bacaan : Rut 4:13-22

Seorang bijak pernah berkata kepada saya, "Jangan cepat menilai apakah sesuatu itu berkat atau kutuk bagi kita." Kisah Naomi mengingatkan saya akan hal tersebut.

Nama Naomi berarti "kegembiraan saya". Namun, ketika hal-hal buruk menimpanya, Naomi ingin mengganti namanya untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang ia alami. Setelah suami dan putra-putranya meninggal, Naomi menyimpulkan, "Tangan Tuhan teracung terhadap aku!" (Rut 1:13). Ketika orang-orang menyapanya, ia berkata, "Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku" (ayat 20).

Naomi tidak menilai keadaannya berdasarkan identitasnya sebagai pengikut dari satu-satunya Allah yang sejati dan yang telah menyatakan kasih yang tak kunjung padam kepada bangsa-Nya. Ia justru melakukan hal yang cenderung dilakukan oleh sebagian besar dari kita: Ia menilai Allah berdasarkan keadaan yang ia alami. Dan ia salah menilai. Tangan Tuhan tidak teracung kepadanya. Kenyataannya, Naomi justru mendapat harta Allah yang belum ia temukan. Meskipun Naomi kehilangan suami dan kedua putranya, ia diberi sesuatu yang sama sekali tak diduganya -- seorang menantu perempuan yang setia dan seorang cucu yang akan menurunkan Juru Selamat.

Dari kisah hidup dan pengalaman Naomi, kita dapat melihat bahwa kadang-kadang hal terburuk yang menimpa kita dapat membuka pintu bagi Allah untuk memberikan hal yang terbaik dalam hidup kita --JAL

24 Mei 2006

Dapatkah Kita Bersukacita?

Nats : Namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, ... Allah Tuhanku itu kekuatanku (Habakuk 3:18,19)
Bacaan : Habakuk 3:17-19

Saya tidak pernah lupa pada pertanyaan yang diajukan oleh pemimpin pendalaman Alkitab kami, "Apa yang paling kautakutkan akan menjadi ujian terberat bagi imanmu kepada Tuhan?" Saat itu kami sedang mempelajari Habakuk 3:17,18, yang menceritakan bagaimana nabi itu berkata bahwa meskipun Allah mengizinkan penderitaan atau kehilangan terjadi, ia tetap akan bersukacita.

Sebagai seorang wanita lajang usia dua puluhan, saya menjawab, "Saya tidak tahu apakah saya dapat menahan kepedihan kalau kehilangan orangtua." Namun, hari itu saya berkata kepada Allah bahwa meskipun mereka meninggal, saya akan bersukacita di dalam Dia. Dan saya segera menyadari bahwa lebih mudah mengatakan kalimat itu daripada melakukannya.

Sebulan kemudian, Ayah didiagnosa menderita sakit jantung dan takkan hidup lama. Ia belum menerima Yesus sebagai Juru Selamat, jadi saya meminta agar Allah tidak membiarkannya meninggal sebelum mengenal Dia. Tahun itu, tidak saja Ayah yang meninggal, tetapi juga Ibu yang sudah menjadi orang percaya. Saya tidak tahu apakah doa saya untuk Ayah dikabulkan. Saya tak dapat bersukacita; dan bertanya-tanya apakah Allah mendengar doa saya.

Pada saat saya menggumulkan keraguan ini dengan-Nya, saya mengalami bagaimana Tuhan menjadi "tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan" (Mazmur 46:2). Saya pun menemukan harapan bahwa Allah, "Hakim segenap bumi," akan melakukan hal yang tepat untuk setiap orang (Kejadian 18:25).

Kita dapat bersukacita -- bila kita bersukacita di dalam Tuhan, tempat perlindungan kita yang kuat dan Hakim yang adil --AMC

28 Oktober 2006

Kebaikan dari Kejahatan

Nats : Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Roma 8:28)
Bacaan : Roma 8:18-28

Peristiwa hidup dapat menantang kepercayaan kita pada Kitab Suci. Roma 8:28 mengajarkan bahwa Allah dapat mendatangkan kebaikan dari "segala sesuatu". Namun, di bulan Agustus 2004 "segala sesuatu" tersebut agaknya sulit untuk diterima. Beberapa waktu lalu, teman saya menghubungi saya dan orang lain untuk memohon doa bagi anak laki-laki serta tunangannya yang hilang. Itu sama sekali bukan watak Jason dan Lindsay. Kami takut terjadi hal yang paling buruk. Beberapa hari kemudian, mayat-mayat mereka ditemukan, hanya kurang dari dua minggu sebelum pernikahan mereka.

Dalam hari-hari yang penuh kesulitan, "segala sesuatu" tersebut seakan-akan tak tertanggungkan, termasuk aksi berdarah dingin tersebut. Namun, yang amat mengherankan adalah keluarga korban tetap percaya bahwa Yesus Kristus akan memecahkan masalah ini. Mereka sangat yakin Allah akan berbaik hati mendatangkan kebaikan dari kejahatan besar yang mereka alami.

Beberapa bulan berikutnya, terjadilah kisah yang sulit dipercaya. Melalui surat-surat, e-mail, dan telepon, kami mendengar bahwa orang-orang yang menyaksikan teladan ketabahan keluarga tersebut melalui liputan media massa, telah datang kepada Kristus. Nasib kekal orang-orang diubahkan dan hidup mereka dimenangkan melalui kesaksian Jason, Lindsay, dan keluarga mereka.

Tidak ada yang dapat membenarkan pembunuhan itu atau menggantikan kehidupan berharga yang telah dipangkas. Akan tetapi, sekali lagi kita diajak untuk berharap, karena kita selalu akan melihat bahwa Allah mampu mendatangkan kebaikan dari kejahatan -WEC

18 Desember 2006

Belajar Meratap

Nats : Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap (Ratapan 3:21)
Bacaan : Ratapan 3:19-27

Pada tanggal 14 Februari 1884, istri Theodore Roosevelt, Alice, meninggal setelah melahirkan putrinya, yang kemudian juga diberi nama Alice. Roosevelt sangat sedih atas kepergian istrinya, sehingga ia tidak pernah membicarakannya lagi. Namun, hal-hal yang berkaitan dengan Alice menghantui keluarganya. Karena bayi yang baru saja lahir memiliki nama yang sama dengan ibunya, maka ia dipanggil "Sister". Ia tidak pernah dipanggil dengan nama Alice. Pada hari Valentine, hari bagi orang-orang terkasih, tidak banyak anggota keluarga Roosevelt yang merasa ingin merayakannya ataupun merayakan ulang tahun Sister. Hati yang hancur membuat banyak keinginan hati tertahan dan membatu.

Mengubur perasaan tidak akan membantu, tetapi ratapan yang disertai doa dapat membantu kita. Hati Yeremia hancur karena ketidaktaatan bangsa Israel dan pembuangan Babel yang menyertainya. Ingatan akan kehancuran Yerusalem menghantuinya (Ratapan 1-2). Namun, ia sudah belajar bagaimana caranya meratap. Ia menyebutkan apa yang menyebabkan dukacitanya, mulai berdoa, dan membiarkan air matanya mengalir. Dengan segera, fokusnya teralih dari kehilangan yang ia alami pada rahmat pemeliharaan Tuhan yang selalu siap sedia. "Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu" (3:22,23). Ratapan dapat membuka jalan bagi kita untuk mengucap syukur.

Dengan belajar meratap kita dapat mendapatkan pandangan yang baru terhadap suatu harapan dan kita dapat memulai proses penyembuhan serta pemulihan --HDF

8 Agustus 2007

Bunyi Sirine

Nats : Ia yang duduk di atas takhta itu berkata, "Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!" (Wahyu 21:5)
Bacaan : Wahyu 21:1-5

Pada suatu sore yang cukup tenang dan normal di bulan September yang hangat, saya sedang menikmati pertandingan sepak bola anak lelaki saya yang duduk di bangku SMA. Tiba-tiba suasana tersebut dibuyarkan oleh suara sirine yang khas dan menggelisahkan. Lengkingan suaranya memecahkan suasana yang menyenangkan, dan menuntut perhatian saya. Menurut penyanyi Don Henley, suara sirine biasanya berarti "seseorang sedang dalam kondisi gawat" atau "seseorang akan dipenjara". Ia benar. Dalam kehidupan seseorang, "bunyi sirine" ini bisa saja berarti penegakan hukum, tetapi bisa juga berarti penyelamatan nyawa seseorang. Satu langkah saja dalam kondisi ini sudah bisa membuat keadaan menjadi semakin buruk.

Saat saya tidak memerhatikan pertandingan yang sedang berlangsung dan hanya memikirkan suara sirine yang menghilang di kejauhan, saya berpikir bahwa sirine menjadi pengingat akan sebuah kenyataan yang kuat: Dunia kita sudah hancur. Entah sirine itu "berbunyi" karena seseorang melakukan kejahatan atau ditimpa tragedi, sirine mengingatkan kita bahwa sesuatu benar-benar salah dan perlu dibenarkan.

Pada saat-saat seperti itu, "sirine" membantu kita untuk mengingat bahwa Allah melihat dunia kita dengan kehancurannya, dan berjanji bahwa suatu hari kelak Dia akan meniadakan yang lama dan "menjadikan segala sesuatu baru" (Wahyu 21:5). Janji tersebut memberikan kekuatan kepada kita saat menjalani masa-masa sukar dalam hidup kita dan memberikan bisikan penghiburan-Nya -- bisikan yang dapat diembuskan meskipun ada suara sirine --WEC

24 Agustus 2007

Allah Turut Menangis

Nats : Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya (Mazmur 116:15)
Bacaan : Mazmur 116

Apa yang dimaksud dalam Mazmur 116:15, "Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya"? Tentunya Allah tidak menemukan kesenangan dari kematian anak-anak-Nya! Jika ya, mengapa pemazmur memuji Allah karena Dia telah menghindarkannya dari kematian? Lalu, mengapa Yesus merintih dan mencucurkan air mata saat melihat dukacita di kubur Lazarus (Yohanes 11:33-35)? Saya setuju dengan para ahli Kitab Suci yang menerjemahkan Mazmur 116:15 menjadi "Mahal di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya."

Di dunia ini, kematian Anda akan segera dilupakan semua orang, kecuali jika Anda seorang selebriti. Mungkin, yang tak akan melupakan Anda hanya sekelompok teman dan sahabat. Namun, Yesus menunjukkan kepada kita bahwa Allah juga merasakan penderitaan serta kepedihan yang dirasakan oleh mereka yang kehilangan. Bahkan, kematian orang-orang percaya yang rendah hati bisa sangat menyakiti hati-Nya.

Baru-baru ini, pemikiran ini muncul di benak saya saat menghadiri pemakaman saudara saya, Tunis. Keluarga dan pendetanya memuji belas kasihan, kebaikan, dan kemurahan hatinya. Sesudah itu, orang-orang yang mengenalnya sebagai pengusaha membicarakan setiap kebaikannya. Meskipun ia hanya satu di antara sekian banyak pengumuman kematian di koran, kematiannya merupakan sebuah kehilangan besar bagi kami yang mengenal dekat dan mencintainya. Dan, sungguh melegakan ketika mengetahui bahwa saat Allah menerima kematiannya, Dia turut merasakan kepedihan kita. Dari situ, saya percaya Dia juga sedang mencucurkan air mata bersama kita --HVL

3 Oktober 2007

Lensa yang Retak

Nats : Tetapi kepada-Mulah, ya Allah, Tuhanku, mataku tertuju; pada-Mulah aku berlindung, jangan campakkan aku! (Mazmur 141:8)
Bacaan : Mazmur 141

Saya mulai mengenakan kacamata sejak berusia 10 tahun. Saya masih memerlukannya hingga saat ini karena mata saya yang sudah berumur 50 tahun lebih itu semakin lemah. Saat masih muda, saya berpikir bahwa kacamata itu mengganggu, terutama saat saya berolahraga. Suatu ketika, lensa kacamata saya retak saat saya sedang bermain softball. Dan, saya harus menunggu selama beberapa minggu untuk memperoleh gantinya. Selama masa penantian itu, semua yang saya lihat tampak miring dan tak jelas bentuknya.

Dalam kehidupan ini, dukacita hampir sama dengan lensa kacamata yang re-tak tadi. Dukacita menciptakan konflik di dalam diri kita, mengenai apa yang kita alami dan apa yang kita yakini. Dukacita dapat mengaburkan perspektif tentang hidup -- dan tentang Allah. Di saat seperti itu, kita membutuhkan Allah untuk memberi lensa baru yang dapat menolong kita melihat kembali dengan jelas. Penglihatan yang jelas itu biasanya dimulai pada saat kita mengarahkan pandangan kepada Tuhan. Sang pemazmur mendorong kita untuk melakukan ini: "Kepada-Mulah, ya Allah, Tuhanku, mataku tertuju; pada-Mulah aku berlindung, jangan campakkan aku" (141:8). Melihat Allah dengan jelas dapat menolong kita melihat peristiwa-peristiwa hidup dengan lebih jelas.

Saat kita menujukan pandangan kepada Tuhan di tengah-tengah dukacita dan pergumulan, kita akan memperoleh penghiburan dan pengharapan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dia akan menolong kita untuk dapat melihat kembali semuanya dengan jelas --WEC

9 Januari 2008

Aji Mumpung?

Nats : Dari orang fasik timbul kefasikan. Tetapi tanganku tidak akan memukul engkau (1Samuel 24:14)
Bacaan : 1Samuel 24:1-23

Lagi mumpung, siapa yang tidak senang? Mumpung ada kesempatan, mumpung kaya, mumpung berkuasa, mumpung banyak koneksi, mumpung dibutuhkan, mumpung sedang populer, mumpung masih muda, cantik, ganteng. Pendek kata, aji mumpung sungguh sayang bila dilewatkan. Namun, apakah semua "mumpung" ini baik untuk diambil?

Seperti pengalaman Daud. Suatu kali ia berada pada situasi "menang angin". Saul yang berambisi membunuhnya sedang buang hajat (ayat 4), sehingga mudah diserang. Para pengikutnya mendorong Daud agar segera menghabisi Saul, mumpung ada kesempatan. Namun, Daud tak terpengaruh. Ia memegang prinsip: "Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian ... kepada orang yang diurapi Tuhan" (ayat 7).

Kita bisa belajar dua hal dari pengalaman Daud. Pertama, perlunya prinsip dalam pengambilan keputusan. Kedua, tidak memanfaatkan situasi lemah orang lain. Pokok masalahnya bukan pada memanfaatkan atau mengabaikan kesempatan, namun bagaimana menyikapi kesempatan. Ini jelas soal nilai hidup, bahkan lebih dalam lagi, inilah spiritualitas.

Mumpung, tidak serta-merta jelek sehingga harus ditolak. Kesempatan kerap hanya datang sekali, bila diabaikan akan menguap, dan belum tentu kembali. Namun, bila situasi mumpung itu dilandaskan pada kelemahan situasi orang lain (sekalipun itu musuh), maka masalahnya jadi lain! Orang yang berani untuk tidak memanfaatkan kelemahan orang lain, akan semakin utuh karena ia semakin menghargai manusia dalam segala kemanusiawiannya --DKL

30 Januari 2008

Seperti Anjing Mati

Nats : Demikianlah Mefiboset diam di Yerusalem, sebab ia tetap makan sehidangan dengan raja. Adapun kedua kakinya timpang (2Samuel 9:13)
Bacaan : 2Samuel 9:1-13

Namanya Mefiboset. Ia timpang karena terjatuh dari gendongan pengasuhnya saat berusia lima tahun. Selanjutnya ia dibesarkan di Lodebar, sebuah tempat yang tandus tanpa padang rumput. Sungguh cocok dengan kondisi hidupnya. Ia meratap dengan menyebut dirinya seperti anjing mati, binatang najis yang telah kehilangan nyawa (ayat 8).

Suatu saat, Daud, raja Israel dan sahabat ayahnya, memanggilnya ke istana. Mengingat kasih dan persahabatannya dengan Yonatan, ayah Mefiboset, Daud memperlakukan Mefiboset sebagai salah seorang anaknya. Harta milik dan hak-hak pria timpang itu dipulihkan. Selanjutnya Mefiboset menetap di Yerusalem, kota damai sejahtera, dan senantiasa makan sehidangan dengan raja.

Mefiboset mewakili kita semua, orang-orang yang timpang akibat dosa. Kita terbuang dari hadapan Tuhan dan tinggal di Lodebar, menjalani kehidupan yang gersang tanpa pengharapan. Seperti Mefiboset, kita juga tak ubahnya anjing mati karena upah dosa adalah maut.

Tindakan Daud, di sisi lain, secara kuat menggambarkan anugerah Allah. Allah menebus kita dari dosa bukan karena perbuatan baik kita, melainkan semata-mata karena kasih-Nya yang besar. Dia mengangkat kita sebagai anak-Nya dan memberi damai sejahtera. Dan kita diizinkan untuk makan sehidangan dengan-Nya, bersekutu dengan Raja segala raja, dan memperoleh kehidupan yang kekal!

Anugerah Allah mendatangkan perubahan hidup yang sangat drastis. Atas semuanya itu, kita patut menjalani kehidupan baru ini dengan penuh sukacita dan ucapan syukur --ARS

22 Februari 2008

Bang Salim

Nats : ... supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara ... dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi (Kejadian 1:26)
Bacaan : Kejadian 1:26-31

Pertemuan dengan Bang Salim di penangkaran penyu sisik di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, membuat saya termenung. Sosoknya sederhana dan jauh dari gelegar retorika. Ia menceritakan bagaimana telur penyu sisik diambil dari Pulau Peteloran, dilindungi dari hama, ditunggu sampai menetas semi alamiah, di-hindarkan dari predator, sampai akhirnya tukik (bayi penyu sisik) dilepaskan ke laut bebas.

Namun, sorot mata yang tajam tak dapat menyembunyikan komitmennya yang teguh. Selama lebih dari 19 tahun, ia berhasil melepas 6.000 tukik per tahun. Tak hanya itu. Ia juga melestarikan hutan bakau (mangrove) seluas 39,5 ha di Kepulauan Seribu. Bertahun-tahun, seorang diri dan dengan biaya sendiri, ia melakukan penjagaan pulau konservasi dan taman laut seluas 2.475 ha dengan perahu sederhananya. Tak salah jika akhirnya pemerintah menganugerahkan penghargaan Kalpataru 2006 kepadanya.

Manusia diciptakan dengan keistimewaan: serupa dan segambar dengan Sang Pencipta (ayat 26). Keistimewaan ini diikuti oleh tanggung jawab yang sangat besar dan mulia, yaitu menjaga dan memelihara alam ciptaan-Nya (ayat 26-28). Tanpa banyak bekal teori, Bang Salim telah mewujudkan ketaatan yang konkret atas ayat ini.

Selain bersyukur akan kekayaan tanah air, kita juga perlu sadar akan tanggung jawab kita. Mari kita cintai negeri ini dengan memelihara dan menjaga kelestarian alam sekitar kita, sejauh yang kita mampu. Tuhan sudah memberi kita sangat banyak. Mari kita rawat dan jagai semuanya sebagai wujud ketaatan kita kepada-Nya --WP

20 Maret 2008

Sang Pengkhianat

Nats : "Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, salah seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." Murid-murid itu ... ragu-ragu siapa yang dimaksudkan-Nya (Yohanes 13:21,22)
Bacaan : Yohanes 13:21-30

Wajah para murid tampak tegang. Masing-masing menaruh curiga; siapa di antara mereka yang bakal jadi pengkhianat. "Yang jelas bukan aku," pikir mereka. Hanya Yohanes yang menampakkan raut wajah tenang. Duduk bersandar di kanan Yesus, hati murid yang dikasihi Yesus ini peka akan pergumulan Gurunya. Inilah suasana yang tergambar dalam lukisan The Last Supper karya Leonardo Da Vinci. Dalam karyanya itu, Da Vinci ingin memotret reaksi para murid setelah Yesus berkata bahwa salah satu dari mereka akan berkhianat.

Sebenarnya, siapakah yang mengkhianati Yesus malam itu? Apakah hanya Yudas? Tidak! Petrus pun menyangkali-Nya (Yohanes 18:12-27). Bahkan Matius 26:56 menyatakan, "Semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri." Mereka yang seharusnya menjadi pengikut setia, justru bersembunyi dan menyelamatkan diri sendiri. Ini juga sebuah bentuk pengkhianatan. Kita berkhianat bukan hanya saat membocorkan informasi kepada lawan, melainkan juga saat bersikap tidak loyal terhadap orang yang seharusnya kita bela. Malam itu, semua murid Yesus berkhianat!

Kita pun bisa terjerumus mengkhianati Yesus, jika ada hal-hal lain yang lebih kita bela daripada diri-Nya. Tidak sedikit orang mengesampingkan imannya demi mengejar karier, mendapat teman hidup, memperoleh kesembuhan, atau menikmati kesenangan duniawi. Ada orang yang enggan dikenal sebagai orang kristiani, karena takut kehilangan teman atau peluang bisnis. Kristus telah memilih kita untuk menjadi sahabatsahabat-Nya, mari kita terus jagai hati dan hidup kita agar terus setia kepada-Nya --JTI

16 April 2008

Pantang Mundur

Nats : Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap bahwa aku telah menangkapnya, tetapi inilah yang kulakukan: Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapank (Filipi 3:13)
Bacaan : Filipi 3:10-16

Setiap kali saya menunggu untuk naik pesawat, ada dua hal yang menarik perhatian saya di lapangan bandara. Pertama, bendera merah yang berfungsi menunjukkan arah angin. Kedua, kendaraan berat yang berfungsi mendorong mundur pesawat. Kedua hal ini menyadarkan saya bahwa sebuah pesawat dapat terbang karena dua hal. Ia harus melawan arus angin agar dapat terbang. Kedua, ia harus maju terus agar sampai ke tujuan. Bila sudah terbang, maka sebuah pesawat tidak dapat dan tidak mungkin mundur; berhenti sedetik saja ia akan jatuh.

Demikian juga dengan kehidupan iman orang kristiani. Pertama, seorang anak Tuhan harus berani melawan arus dunia yang tidak benar. Kedua, sebagai anak Allah ia tidak boleh mundur, imannya tidak boleh mudah kendur dan putus asa karena adanya tantangan dan hambatan.

Inilah pula rahasia kemenangan Paulus. Seburuk apa pun masa lalunya, ia tak menoleh ke belakang dan berhenti di situ. Ibarat pesawat, ia terus maju dan terbang semakin tinggi bersama Tuhan. Dan beginilah ia melakukannya,"Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah" (Ibrani 12:2).

Jadi, inilah yang harus kita miliki sejak hari ini; sikap optimis, maju terus pantang mundur. Inilah sikap iman yang penuh harapan, yang terus memusatkan perhatian kepada Yesus, terfokus pada tujuan yang mulia dan kekal-ACH

24 April 2008

Berdiri di Belakang

Nats : Andreas mula-mula menemui Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya, "Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)
Bacaan : Yohanes 1:35-42

Rela dan tetap bersukacita dengan posisi "di belakang layar", sungguh tidak gampang. Terlebih di dunia di mana persaingan yang terjadi begitu ketat. Termasuk di gereja. Banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi yang terkemuka. Bahkan, untuk itu tidak jarang orang memakai "gaya katak": ke atas menyembahnyembah, ke bawah menendang-nendang.

Namun, Andreas tidak demikian. Ia adalah salah satu dari dua murid Tuhan Yesus yang mula-mula (ayat 40). Ia juga yang membawa Petrus kepada Tuhan Yesus (ayat 42). Akan tetapi dalam perjalanan selanjutnya, justru Petrus yang lebih banyak ditonjolkan. Berulang kali Alkitab menyebut Andreas dengan embel-embel "saudara Simon Petrus" -- menunjukkan bahwa Petrus selalu membayanginya.

Ia juga tidak termasuk murid yang utama. Ketika Tuhan Yesus naik ke gunung untuk dimuliakan, yang dibawa serta ke sana adalah Petrus, Yohanes, dan Yakobus (Matius 17:1). Begitu juga ketika Dia menyembuhkan anak perempuan Yairus (Lukas 8:51) dan ketika Dia di Taman Getsemani (Markus 14:33).

Andreas bisa saja menyesalkan hal ini. Sebagai murid mula-mula dan yang membawa Petrus, ia punya alasan untuk berharap mendapat tempat utama dalam kelompok para murid. Namun, rupanya posisi terkemuka, kedudukan, dan kehormatan tidak pernah menjadi target Andreas. Baginya, yang penting adalah mengikuti dan melayani Gurunya sebaik mungkin. Andreas adalah contoh orang yang tidak mementingkan kedudukan atau status nomor satu. Sebaliknya, dengan rendah hati dan tulus, ia rela berdiri di belakang -AYA

13 September 2008

Dibongkar!

Nats : Hati yang patah dan remuk, tak akan Kaupandang hina, ya Allah (Mazmur 51:19)
Bacaan : 2Samuel 12:1-14

Daud adalah seorang yang berkenan di hati Tuhan, tetapi sekalipun demikian Daud tetap manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan. Salah satu kesalahan Daud yang paling fatal adalah pada saat ia merebut Batsyeba yang notabene istri dari Uria, salah seorang prajuritnya. Untuk mewujudkan keinginannya, Daud menggunakan cara yang jahat, yaitu dengan sengaja menempatkan Uria di garis depan medan pertempuran sehingga ia mati terbunuh.

Skandal yang sangat memalukan ini kemudian dibongkar oleh Nabi Natan. Pada saat dosanya dibongkar, sebetulnya Daud bisa saja menjadi tersinggung dan marah atas kelancangan Nabi Natan. Bahkan dengan mudah ia juga bisa memerintah prajuritnya untuk menghabisi Nabi Natan, sehingga ia tidak akan kehilangan muka. Tetapi Daud tidak melakukannya. Ia juga tidak mencoba berdalih dan mencari kambing hitam atas hal yang telah diperbuatnya. Sebaliknya, dengan hati hancur Daud mengakui dosa besar yang telah diperbuatnya.

Terkadang Tuhan memakai orang lain untuk menegur dan membongkar dosa yang telah kita buat. Yang penting, bagaimana kita meresponi teguran yang demikian. Biarlah kita mau belajar rendah hati dan dengan hati hancur bersedia mengakui kesalahan-kesalahan kita. Sebab hanya dengan begitu kita akan mendapat pemulihan dan pengampunan Allah. Ingatlah bahwa sebuah kedewasaan rohani bukan berarti sempurna tanpa cacat. Kedewasaan rohani adalah sikap seseorang yang dengan hati besar berani jujur dan terbuka untuk mengakui setiap kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat -PK



TIP #14: Gunakan Boks Temuan untuk melakukan penyelidikan lebih jauh terhadap kata dan ayat yang Anda cari. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA