Lihat definisi kata "Janji" dalam Studi Kata

Janji

Janji, Perjanjian [pedoman]

  1. 1. Kristus, wujud - .
  2. Yes 42:6; 49:7,8
  3. 2. Kristus, Pengantara - .
  4. Ibr 8:6; 9:15; 12:24
  5. 3. Kristus, Utusan - .
  6. Mal 3:1
  7. 4. Dibaharui oleh Injil - .
  8. Yer 31:33; Rom 11:27; Ibr 8:8-10,13
  9. 5. Dipenuhi di dalam Kristus.
  10. Luk 1:68-70
  11. 6. Diteguhkan di dalam Kristus.
  12. Gal 3:16,17
  13. 7. Disahkan oleh darah Kristus.
  14. Ibr 9:11-14,16-23
  15. 8. Adalah suatu perjanjian damai.
  16. Yes 54:9,10; Yeh 34:25; 37:26
  17. 9. Diadakan dengan:
    1. 9.1 Abraham.
    2. Kej 15:7-18; 17:2-14; Luk 1:72-75; Kis 3:25; Gal 3:16
    3. 9.2 Daud.
    4. 2Sam 23:5; Mazm 89:4,5
    5. 9.3 Ishak.
    6. Kej 17:19-21; 26:3,4
    7. 9.4 Israel.
    8. Kel 6:4; Kis 3:25
    9. 9.5 Yakub.
    10. Kej 28:13,14; 1Taw 16:16,17
  18. 10. Tidak berubah.
  19. Mazm 89:35; Yes 54:10; 59:21; Gal 3:17
  20. 11. Kekal.
  21. Mazm 111:9; Yes 55:3; 61:8; Yeh 16:60-63; Ibr 13:20
  22. 12. Kepada orang yang takut akan Dia diberitahukan-Nya - Nya.
  23. Mazm 25:14; 89:30-38; Ibr 8:10
  24. 13. Orang fasik tidak memperhatikan - .
  25. Ef 2:12
  26. 14. Berkat-berkat yang berhubungan dengan - .
  27. Yes 56:4-7; Ibr 8:10,12
  28. 15. Allah setia kepada - Nya.
  29. Ul 7:9; 1Raj 8:23; Neh 1:5; Dan 9:4
  30. 16. Allah selama-lamanya ingat akan - .
  31. Mazm 105:8; 111:5; Luk 1:72
  32. 17. Orang-orang kudus harus ingat akan - .
  33. 1Taw 16:15
  34. 18. Peringatan agar jangan melupakan - .
  35. Ul 4:23
  36. 19. Mengemukakan - di dalam doa.
  37. Mazm 74:20; Yer 14:21
  38. 20. Hukuman apabila menghina - .
  39. Ibr 10:29,30

Janji, Perjanjian Persetujuan [pedoman]

  1. 1. Persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih.
  2. Kej 26:28; Dan 11:6
  3. 2. Tujuannya:
    1. 2.1 Mengadakan persahabatan.
    2. 1Sam 18:3
    3. 2.2 Mendapat bantuan pada waktu peperangan.
    4. 1Raj 15:18,19
    5. 2.3 Saling melindungi.
    6. Kej 26:28,29; 31:50,52
    7. 2.4 Mengadakan perdamaian.
    8. Yos 9:15,16
    9. 2.5 Memajukan perdagangan.
    10. 1Raj 5:6-11
    11. 2.6 Menjual tanah.
    12. Kej 23:14-16
  4. 3. Syarat-syarat:
    1. 3.1 Disebut dengan jelas.
    2. 1Sam 11:1,2
    3. 3.2 Dikuatkan dengan sumpah.
    4. Kej 21:23,31; 26:31
    5. 3.3 Disaksikan.
    6. Kej 23:17,18
    7. 3.4 Tertulis dan dibubuhi meterai.
    8. Neh 9:38; 10:1
  5. 4. Allah sering kali dijadikan saksi.
  6. Kej 31:50,53
  7. 5. Jika telah disahkan, tidak dapat dibatalkan.
  8. Gal 3:15
  9. 6. Diadakan dengan berjalan di antara persembahan yang telah
  10. dipotong-potong.
    Kej 15:9-17; Yer 34:18,19
  11. 7. Garam merupakan suatu tanda abadi dalam - .
  12. Bil 18:19; 2Taw 13:5
  13. 8. Disahkan dengan berjabat tangan.
  14. Yeh 17:18
  15. 9. Disertai dengan perjamuan.
  16. Kej 26:30; 31:54
  17. 10. Hadiah-hadiah diberikan sebagai tanda - .
  18. Kej 21:27-30; 1Sam 18:3,4
  19. 11. Beberapa buah batu didirikan sebagai tanda - .
  20. Kej 31:45,46
  21. 12. Nama-nama diberikan pada tempat mengadakan - .
  22. Kej 21:31; 31:47-49
  23. 13. Orang-orang Yahudi:
    1. 13.1 Dengan bangsa Kanaan dilarang mengadakan - .
    2. Kej 23:32; Ul 7:2
    3. 13.2 Dengan bangsa lain sering mengadakan - .
    4. 1Raj 5:12; 2Raj 17:4
    5. 13.3 Dihukum karena mengadakan - dengan bangsa yang menyembah
    6. berhala. Yes 30:2-5; Hos 12:2
    7. 13.4 Menganggap suci - .
    8. Yos 9:16-19; Mazm 15:4
  24. 14. Dilanggar oleh orang fasik.
  25. Rom 1:31; 2Tim 3:3
  26. 15. Melukiskan:
    1. 15.1 Perjanjian perkawinan.
    2. Mal 2:14
    3. 15.2 Perjanjian Allah kepada manusia.
    4. Kej 9:9-11; Ef 2:12
    5. 15.3 Keputusan dari seluruh bangsa untuk melayani Allah.
    6. 2Raj 11:17; 2Taw 15:12; Neh 10:29
    7. 15.4 Keputusan yang baik.
    8. Ayub 31:1
    9. 15.5 (Dengan maut dan dunia orang mati) Kesejahteraan duniawi.
    10. Yes 28:15,18
    11. 15.6 (Dengan batu-batu dan binatang-binatang di bumi)
    12. kesentosaan dan kemakmuran. Ayub 5:23; Hos 2:17

JANJI, PERJANJIAN [ensiklopedia]

Dalam bh Ibrani 'perjanjian' dinyatakan dengan istilah berit dan pembuatan perjanjian dengan karat berit, dalam bh Yunani diatheke dan kata kerja yg sesuai dengan itu diatithemi (bnd Kis 3:25; Ibr 8:10; 9:16; 10:16).

I. Perjanjian dengan Nuh sebelum air bah

Istilah 'perjanjian' muncul pertama kali dalam Alkitab di Kej 6:18, yg menunjuk kepada perjanjian dengan Nuh sebelum air bah. Dalam hunjukan yg singkat ini dikemukakan apa perjanjian itu. Gagasannya jauh sekali dari gagasan tentang persetujuan, kontrak, atau kata sepakat antara Allah dan Nuh. Allah memberitahukan kepada Nuh bahwa Ia akan menjadikan perjanjian-Nya dengan dia. Perbuatan itu ada lah penyaluran berdaulat dari kasih karunia dari pihak Allah dan jaminannya timbul dari perbuatan Allah. Perjanjian ini adalah perjanjian Allah, Dia sendirilah yg meneguhkannya. Penyaluran kasih karunia kepada Nuh ini mengakibatkan juga kewajiban-kewajiban yg sesuai dengan itu. Nuh dan keluarganya harus memasuki bahtera, dan harus membawa bersama dengan dia sejumlah tertentu binatang-binatang dan burung-burung serta segala yg melata (Kej 6:18b-21). Demikianlah tiada pertentangan antara kasih karunia yg berdasarkan kedaulatan dan kewajiban-kewajiban yg diakibatkannya.

II. Perjanjian dengan Nuh sesudah air bah

Perjanjian ini dilaporkan dalam Kej 9:9-17, dan menunjukkan lebih jelas apa sifat asasi suatu perjanjian ketimbang penjelasan dari segala teladan lainnya. Sekali lagi diperlihatkan betapa asing terhadap konsep perjanjian ini segala gagasan mengenai persetujuan, atau kontrak antara dua partai. Gagasan tentang persetujuan bilateral sama sekali tidak ada. Kuncinya di sini ialah, 'Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjian-Ku dengan kamu' (Kej 9:9). Ciri-cirinya yg mencolok perlu diperhatikan.

a. Perjanjian itu disusun dan ditetapkan oleh Allah sendiri.

b. Jangkauannya umum, meliputi bukan hanya Nuh tapi juga keturunannya sesudah dia dan segala makhluk hidup. Jangkauan itu menunjukkan bahwa kasih karunia yg diberikan, tidak tergantung atas pengertian akali atau tanggapan baik dari pihak yg dianugerahi.

c. Perjanjian ini tanpa syarat; tiada perintah atau tuntutan yg dilampirkan, yg dapat ditafsirkan sebagai syarat yg kepadanya kasih karunia yg diberikan bergantung. Jelas ada kewajiban bagi Nuh dan keturunannya yg dapat dipandang sebagai alat yg dengannya karunia yg dijanjikan dapat direalisasikan. Jadi perjanjian ini tak dapat digugurkan.

d. Bahwa hanya Allah yg bekerja jelas sekali nampak dalam perjanjian ini. Tiada sumbangan manusia sebagai perantara yg dengannya janji-janji ini dipenuhi. Tanda perjanjian itu juga tidak mengambil bentuk peraturan yg harus dilakukan orang karena perintah Ilahi. Busur di awan dimaksudkan untuk memperlihatkan kesetiaan Allah dan, dalam gaya bicara antropomorfis, untuk mengingatkan Allah akan janji dalam perjanjian-Nya. Busur itu bukan tanda yg boleh dikendalikan oleh manusia.

e. Perjanjian itu kekal. Kekekalan itu sejajar dengan sifat unilateral dan dengan gagasan bahwa hanya Allah yg bekerja. Tiada ketidakpastian atau kegoyahan boleh termasuk pada janji Allah yg tanpa syarat.

Justru perjanjian itu mewujudkan suatu pengelolaan kasih karunia dan panjang sabar yg berdaulat, yg ilahi dalam asal, pembukaan, peneguhan dan pemenuhannya.

III. Perjanjian dengan Abraham

Perjanjian dengan Nuh menyajikan konsepsi perjanjian yg berdaulat dari pihak Allah. Mempelajari perjanjian dengan Abraham, akan mendapati dalamnya penyimpangan dan konsepsi yg menguasai ini. Tapi ada ciri-cirinya yg baru. Yang disajikan berikut ini adalah ciri-cirinya yg umum dan khusus.

a. Ciri-ciri umum

(1) Janji-janji diberikan. Tiga janji yg disebut berhubungan dengan perjanjian ialah: pemilikan tanah Kanaan, pelipatgandaan keturunan Abraham dan janji bahwa Allah akan menjadi Allah baginya dan bagi keturunannya setelah dia (Kej 15:8, 18; 17:6-8). Tapi kita tidak dapat mengecualikan janji, bahwa di dalam dia dan keturunannya segala bangsa akan diberkati (Kej 12:3; bnd Kis 3:25). (2) Dengan cara yg khas ditekankan bahwa hanya Allah yg bekerja (Kej 15:8; 17:1-8). (3) Keabadian ditekankan dalam bobot yg sama dengan perjanjian kepada Nuh sesudah air bah (Kej 17:7, 8, 19). (4) Peneguhan diberikan dengan suatu sangsi yg tak dapat dibatalkan (Kej 15:9-17). Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa perjanjian itu direncanakan, di urus, diteguhkan dan dilaksanakan oleh Allah.

b. Ciri-ciri khusus

(1) Janji-janji itu mempunyai sifat khusus, yaitu penyelamatan dalam maksud dan akibatnya, berpusat dalam janji bahwa Allah akan menjadi Allah Abraham dan keturunannya (Kej 17:7, 8). (2) Dalam jangkauannya perjanjian ini mengecualikan Ismael (Kej 17:18-21). Segala bangsa akan diberkati dalam benih Abraham. Tapi ini bukan perjanjian pada segala daging seperti dalam Kej 9:9-17, juga bukan perjanjian untuk menghasilkan kemanfaatan bagi semua orang tanpa pembedaan. (3) Sangsi yg meneguhkannya sangat khidmat (Kej 15:9-17).

Sangsi itu mempunyai sifat sumpah yg menyesali diri dad pihak Allah (bnd Yer 34:18-20; ANET, hlm 353 dst). Tiada sesuatu pun yg dapat lebih menandai atau menjamin keteguhan dan sifatnya yg tak dapat berubah dar janji yg bertalian dengan pewarisan tanah Kanaan. Dan janji-janji yg lain dari perjanjian itu, yg begitu erat dikaitkan dengan janji khusus ini, harus dipandang sebagai dijamin oleh sangsi yg sama. (4) Dalam perjanjian ini keharusan menaati perjanjian dibebankan kepada Abraham dan keturunannya (Kej 17:10-14). Orang yg gagal memenuhi tuntutan itu mematahkan perjanjian dan terpisah dari umat. Ciri ini cocok dengan kekayaan yg ditambahkan dari janji-janji dan berkat-berkat perjanjian ini, dibandingkan dengan janji-janji dan berkat-berkat perjanjian dengan Nuh. Sifat rohaniah yg mendalam dari hubungan yg dibentuk itu menuntut penyerahan penuh dari pihak mereka yg terhisab dalam perjanjian. (5) Tanda perjanjian itu ialah sunat, suatu peraturan yg harus dilakukan oleh manusia (Kej 17:11). Sunat adalah tanda atau meterai perjanjian dalam pencapaian yg tertinggi dari segi rohaniahnya. Sunat itu bahkan disebut perjanjian (Kej 17:10). Sunat menandai pencucian (bnd Kel 6:12, 30; Im 19:23; 26:41; Ul 10:16; 30:6; Yer 4:4; 6:10; 9:25), yg mutlak perlu bagi persekutuan dengan Allah yg menjadi pusat berkat perjanjian (Kej 17:7).

Tekanan yg diberikan kepada sifat unilateral dari perjanjian sebagai penyaluran kasih karunia dari pihak Allah, dan kewajiban yg dibebankan kepada manusia untuk menaati perjanjian itu, mungkin nampak sebagai saling bertentangan. Tapi penelitian menunjukkan bahwa keduanya saling melengkapi. Dalam perjanjian dengan Abraham itu diperlihatkan kasih karunia tingkat yg tertinggi, karena perjanjian itu meliputi hubungan rohani yg tertinggi. Makin besar kasih karunia makin banyak ditekankan kedaulatan Pemberi kasih karunia itu. Tapi sama halnya, makin besar kasih karunia dan makin erat hubungan yg dicita-citakan, makin mantap pula tuntutan-tuntutan hubungan itu. Keharusan menaati perjanjian itu menjadi pengungkapan kerohanian yg dikandungnya. Ketaatan itu menjadi syarat bagi kelangsungan dalam kasih karunia ini dan dari hasil yg dicita-citakan. Ketaatan mewujudkan tanggapan, dan bila tanpa itu tak mungkin ada persekutuan dengan Allah.

IV. Perjanjian di Sinai

Perjanjian ini diadakan dengan Israel sebagai umat yg telah dipilih dalam kasih berdasarkan kedaulatan Allah, untuk menerima keselamatan dan pengangkatan (adopsi). Unsur-unsur dari hal ini dan bukti untuk mendukungnya harus diperhatikan. Israel dipilih berdasarkan kedaulatan Ilahi (Kel 2:25; Ul 4:37; 7:6-8; 8:17, 18; 9:4-6; 14:2; Hos 13:5; Am 3:2). Perjanjian itu dibuat dengan umat yg ditebus (Kel 6:6-8; 15:13; 20:2; Ul 7:8; 9:26; 13:5; 21:8). Israel telah diangkat untuk berhubungan dengan Allah sebagai anak dengan Bapak (Kel 4:22, 23; Ul 8:5; 32:6; 1 Taw 29:10; Yes 63:16; 64:8; Yer 3:19; 31:9; Hos 11:1; Mal 1:6; 2:10).

Sama pentingnya bagi penafsiran perjanjian di Sinai ini ialah kenyataan, bahwa perjanjian itu dibuat dengan Israel menurut perjanjian dengan Abraham dan sebagai pemenuhannya (Kel 2:24; 3:16; 6:4-8; Mzm 105:8-12, 42-45; 106:45).

Kenyataan-kenyataan ini menunjukkan, bahwa perjanjian di Sinai itu tidak dibuat dengan cara yg akan menempatkan perjanjian itu bertentangan sekali dengan perjanjian dengan Abraham. Dan menunjukkan pula, bahwa konsepsi yg sama pada penyaluran yg berdaulat dari kasih karunia memerintah dalam perjanjian ini adalah seperti dalam perjanjian-perjanjian terdahulu. Pandangan ini dikuatkan oleh pertimbangan-pertimbangan lain. Hubungan rohani yg ada di pusat perjanjian dengan Abraham itu juga berada di pusat perjanjian di Sinai. 'Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah-mu, supaya kamu mengetahui, bahwa Aku-lah Tuhan, Allah-mu' (Kel 6:6; bnd Ul 29:13). Seperti dalam perjanjian lainnya, yg diberi penekanan adalah penyaluran ilahi yg berdaulat (Kel 19: 5-8; 24:3-4; Ul 4:13-14).

Ciri yg mempengaruhi beberapa penafsir untuk mengerti perjanjian Sinai ini secara legalistis ialah kenyataan, bahwa keharusan untuk menaati perjanjian itu diberikan tempat yg begitu terdepan dalam penyaluran perjanjian itu, dan bahwa umat itu memasuki ikatan yg serius untuk taat (Kel 19:5, 6; 24:7, 8). Bahwa perintah untuk taat dan tekanan akan pentaatan perjanjian tidak membedakan perjanjian di Sinai itu dari perjanjian lainnya, dan tidak membuatnya pula menjadi perjanjian perbuatan yg bersyarat, hal itu ditunjukkan oleh bermacam-macam pertimbangan.

a. Seperti telah dikemukakan, keharusan menaati perjanjian itu di dalam perjanjian dengan Abraham sama jelasnya dengan di dalam perjanjian di Sinai (bnd Kej 17:9-14; 18: 18, 19). Andaikata syarat ini mengganggu sifat kasih karunia dari perjanjian di Sinai, syarat itu harus mempunyai akibat yg sama dalam perjanjian dengan Abraham.

b. Karena dalam perjanjian itu dicita-citakan suatu hubungan dengan Allah yg tidak kurang eratnya daripada umat yg diangkat menjadi anak, maka dapat diharapkan bahwa perintah-perintah berdasarkan kekudusan Allah, akan memerintah dan mengatur persekutuan itu dan mensyarati kegirangan yg bersinambungan dari berkat-berkatnya. Asas ini sering diteguhkan (Ul 6:4-15; Im 11:44, 45; 20:7, 26; 21:8), dan dirangkumkan dalam Im 19:2 'Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allah-mu, kudus' (bnd 1 Ptr 1:15; Ibr 12:14). Kekudusan yg dituntut oleh persekutuan perjanjian itu secara kongkret diungkapkan dalam ketaatan kepada perintah-perintah Allah.

c. Kekudusan menjadi segi integral dari berkat perjanjian. Israel telah diselamatkan untuk menjadi umat yg kudus, yakni, umat yg dipisahkan bagi Tuhan.

d. Kekudusan, yg secara kongkret dilukiskan dalam ketaatan, menjadi alat melalui mana persekutuan perjanjian terus-menerus memberikan berkat-berkatnya dan maju ke tujuannya. Inilah beban dari Im 26, baik secara negatif maupun positif.

e. Adalah keliru bila Kel 19:5, 6; 24:7, 8 dianggap menyarankan seolah-olah pembuatan perjanjian itu harus menunggu janji ketaatan dari pihak umat. Dalam menaati perjanjian dan dalam menaati firman Allah perjanjian itu diwujudkan sebagai disalurkan, sebagai berjalan, dan sebagai menyusun suatu hubungan tertentu. Apa yg bersyaratkan ketaatan ialah penikmatan berkat, yg dicita-citakan dalam perjanjian. Dan janji akan ketaatan (Kel 24:7) mewujudkan satu-satunya tanggapan yg sebenarnya dari pihak umat terhadap kasih karunia yg diungkapkan oleh perjanjian.

Perintah bagi ketaatan dalam perjanjian di Sinai itu dalam asasnya sama dengan perintah yg sama dalam perjanjian yg baru. Orang-orang percaya tidak bertahan di dalam kasih karunia yg disalurkan perjanjian itu, jika mereka tidak tekun dan tidak taat. Sungguh inilah berkat-berkat dari perjanjian baru, tapi juga adalah alat yg dengannya kasih karunia dan persekutuan perjanjian berlangsung untuk mencapai tujuannya (bnd Rm 11:22; Kol 1:23; Ibr 3:6, 14; 1 Ptr 1:5). Kegagalan untuk menafsirkan perintah bagi ketaatan dalam perjanjian di Sinai, pada dasarnya sama dengan kegagalan menafsirkan perintah dalam Injil, sebagai akibat dari pengertian yg salah mengenai hubungan-hubungan antara hukum Taurat dan kasih karunia di dalam perjanjian baru.

V. Perjanjian dengan Daud

Perjanjian ini diucapkan dalam bagian-bagian Alkitab seperti Mzm 89:3, 4, 26-37; 132:11-18. Sekalipun istilah 'perjanjian' tidak dipakai dalam 2 Sam 7:12-17, namun adalah jelas dari bagian-bagian lain Alkitab yg bertalian dengan itu, bahwa inilah asas dari pemberitahuan kepada Daud mengenai perjanjian tersebut. Hunjukan-hunjukan ini menunjukkan, bahwa tiada tatanan perjanjian yg mengungkapkan lebih jelas lagi daripada itu tentang penyaluran yg berdaulat dari kasih karunia. Ciri-ciri khasnya yg paling menonjol ialah keyakinan, ketentuan dan keteguhan janji-janji yg diberikan (bnd Mzm 89:3; 2 Sam 23:5).

Perjanjian dengan Daud bersifat mesianis dalam hunjukan-hunjukannya yg paling akhir (bnd Yes 42:1, 6; 49:8; 60:3,4; Mal 3:1; Luk 1:32,33; Kis 2:30-36). Ciri-ciri yg menyolok dari bagian-bagian Yes ialah, bahwa Hamba Tuhan itu menjadi perjanjian bagi umat. Mesias itu sendiri menjadi perjanjian, karena berkat-berkat dan perbekalan-perbekalan perjanjian Allah dengan umat Allah itu, sedemikian rupa dikaitkan dengan Mesias sehingga Ia sendiri menjadi perwujudan dari berkat-berkat itu dan perwujudan kehadiran Tuhan dengan umat-Nya, yg dijamin oleh perjanjian. Semua pertimbangan yg meneguhkan kebesaran konsepsi perjanjian, kekayaan kasih karunianya, keterjaminan logistiknya, dan kepastian janji-janjinya, tidak ada yg menyamai fakta bahwa Kristus sendiri menjadi malaikat perjanjian dan diberikan sebagai perjanjian bagi umat-Nya. Apakah yg dapat lagi membuka dengan lebih efektif kedaulatan kasih karunia, yg diwujudkan dalam segala perjanjian, daripada hal bahwa Ia yg di dalam-Nya janji-janji Allah menjadi 'ya'dan 'amin', diberikan sebagai perjanjian?

VI. Perjanjian baru

Inilah perjanjian dari zaman 'genap masa', yaitu puncak segala masa (bnd Gal 4:4 -- terjemahan LAI, 'genap waktu', Ibr 9:26) justru disebut perjanjian yg kekal (bnd Ibr 13:20; 12:28). Disebut demikian bukan untuk menyangkal sifat kekal yg telah diberikan contohnya dalam perjanjian-perjanjian yg lebih tua, tapi adalah karena perjanjian itu membawa kasih karunia Ilahi kepada pelaksanaan dan pemberiannya yg sepenuhnya. Dan inilah perjanjian Allah dalam tingkat pencapaian yg tertinggi. Disebut kekal adalah juga karena tidak dapat diganti oleh perealisasian lain yg lebih sempurna daripada kasih karunia dalam perjanjian. Kasih karunia sekarang telah mencapai pernyataan akhir. Kebahagiaan tertinggi bagi umat Allah akan terjadi menurut perjanjian baru ini. Tidak mungkin lain, sebab perjanjian baru ini dikaitkan dengan kasih karunia yg adalah Kristus sendiri dan yg dibawa oleh-Nya.

Bahan-bahan PB mengandung kesimpulan-kesimpulan ini. Hunjukan-hunjukan tertentu jelas mengakui kesinambungan dalam sejarah penataan perjanjian. Gal 3:17-22 secara khusus menyinggung hubungan antara perjanjian di Sinai dan perjanjian dengan Abraham. Dan singgungan itu beberapa hal menjadi jelas. Perjanjian di Sinai tidak membatalkan perjanjian dengan Abraham. Janji-janji dalam perjanjian dengan Abraham tidak ditiadakan. Perjanjian di Sinai mewujudkan tambahan, bukan penggantian atau peniadaan. Tambahan yg melayani kepentingan janji yg mendapat pusatnya dalam benih yg akan datang. Perjanjian di Sinai itu tidak menentang sifat janji dari perjanjian dengan Abraham. Perjanjian itu tidak dikuasai oleh atau diarahkan kepada suatu asas yg antitetis. Perjanjian di Sinai tidak mengemukakan suatu cara pembenaran atas hukum penyataan di Sinai telah tercakup di dalam Alkitab yg menguraikan pembenaran karena iman. Dengan demikian perjanjian di Sinai harus ditafsirkan sebagai menambah perjanjian Abraham, dan diatur atas dasar asas-asas janji dan iman yg sama.

Luk 1:72 menunjukkan bahwa Zakharia menganggap kejadian-kejadian yg menyelamatkan, yg menjadi bahan ucapan syukurnya, sebagai pemenuhan perjanjian dengan Abraham. Paulus juga melihat bahwa Kristus, yakni benih yg dijanjikan itu, adalah penggenapan dari janji-janji kepada Abraham dan kepada keturunannya, janji-janji yg sama dengan perjanjian sebelumnya (Gal 3:15, 16).

Ketika Tuhan Yesus berkata bahwa darah-Nya adalah darah perjanjian yg ditumpahkan bagi pengampunan dosa, dan bahwa cawan Perjamuan Kudus adalah perjanjian baru dalam darah-Nya (Mat 26:28; Mrk 14:24; Luk 22:20; 1 Kor 11:25), maka perjanjian baru itu harus dipandang sebagai menunjuk kepada kasih karunia yg dijamin dan kepada hubungan yg diteguhkan oleh darah yg ditumpahkan-Nya. Perjanjian itu adalah jumlah seluruhnya dari kasih karunia, berkat, kebenaran dan hubungan yg tercakup dalam penebusan yg diperoleh oleh darah Yesus.

Dalam 2 Kor 3:6-18 Paulus merenungkan beberapa dan 'hasil guna' yg dilayankan oleh perjanjian baru itu. Perjanjian tersebut melayankan Roh sebagai Roh hidup, melayankan kebenaran dan kebebasan, dan terlebih-lebih pengubahan yg dengannya kita diubah menjadi serupa dengan Tuhan sendiri. Inilah berkat-berkat tertinggi yg memuncak kepada apa yg menjadi mahkota dan tujuan dari pemenuhan keselamatan.

Dalam Ibr 9:16,17 penulis memakai gagasan wasiat. Inilah suatu pemakaian yg tidak umum tentang istilah 'perjanjian'. Tapi pengertian itu dimasukkan dengan tujuan untuk menekankan efektifitas kematian Kristus yg memperoleh serta memberi jaminan akan manfaat-manfaat perjanjian baru itu. Cara yg terbaik untuk menghindari penerapan efektif dari berkat-berkat perjanjian adalah meniadakan isi wasiat terakhir setelah pembuat wasiat itu mati. Di sini ada kesaksian yg paling khusus mengenai kenyataan, bahwa perjanjian baru itu adalah penyaluran yg unilateral dan, oleh karena. nya, sama sekali tidak mencakup gagasan tentang perjanjian timbal-balik antara dua pihak.

Uraian singkat di atas menunjukkan, bahwa dalam Alkitab perjanjian-perjanjian Allah dengan manusia senantiasa mewujudkan pengurusan kasih karunia yg dilakukan berdasarkan kedaulatan-Nya. Tapi konsepsi yg sentral ini diterapkan kepada keadaan yg berbeda-beda. Karena itu sifat khusus dari kasih karunia dan janji itu ditentukan oleh keadaan historis pada waktunya. Sejak zaman Abraham perjanjian-perjanjian itu khusus bersifat penyelamatan dalam isi dan tujuannya. Ini tidak berarti bahwa kasih karunia yg menyelamatkan itu mulai dengan Abraham, atau juga tidak berarti bahwa perjanjian-perjanjian dengan Nuh itu tidak menunjuk kepada keselamatan. Bahkan perjanjian sesudah air bah sekalipun, pada dirinya tidaklah bersifat menyelamatkan, namun dapat dimengerti dalam hubungan yg lebih luas dari maksud-maksud Allah untuk menyelamatkan umat manusia, dan dalam hubungannya dengan Nuh sebagai seorang manusia Allah. Tapi dengan Abraham-lah kasih karunia dan janji-janji yg khusus bersifat menyelamatkan itu di urus dalam bentuk perjanjian, dan kasih karunia dalam perjanjian itu dalam intinya bersifat menyelamatkan.

Dimulai dengan Abraham, perjanjian-perjanjian yg berurutan itu lama tuanya dengan zaman-zaman yg berurutan dalam pengungkapan yg progresif dari kehendak dan maksud Allah untuk menyelamatkan. Penyataan dalam perjanjian dan penyelesaian penebusan hampir sama. Karena itu perjanjian-perjanjian yg berurutan itu makin lama makin diperkaya. Tapi pemerkayaan ini bukanlah penarikan kembali atau penyimpangan dari ciri-ciri perjanjian yg sentral dan yg menguasainya. Pemerkayaan itu adalah perkembangan yg makin penuh dari apa yg telah ada sejak semula.

Demikianlah puncak kasih karunia dan hubungan dengan Allah yg dicapai dalam penyelamatan itu tidak melebihi cita-cita perjanjian. Puncak penyelamatan menjadi puncak pengurusan perjanjian, dan kasih karunia yg berdaulat itu mencapai puncak penjelmaannya dan perealisasiannya. Di pusat segala perjanjian dari kasih karunia yg menyelamatkan itu adalah janji, 'Aku akan menjadi Allah-mu, dan kamu akan menjadi umat-Ku'. Perjanjian baru juga membawa hubungan ini ke tingkat pencapaian yg tertinggi, dan tak akan ada lagi perluasan dan pemerkayaan yg lebih lanjut dari apa yg telah dicapai oleh perjanjian baru itu. Darah Kristus menjamin isinya. Kristus menjadi Perantaranya dan Jaminannya. Dia sendirilah perjanjian itu. Tidak ada sesuatu yg lain yg mungkin mengunggulinya.

KEPUSTAKAAN. G Vos, Biblical Theology: Old and New Testament, 1948; 'Hebrews, the Epistle of the Diatheke' dalam PTR, 13, hlm 587-632,14, hlm 1-61; G. A Mendenhall, Law and Covenant in Israel and the Ancient Near East, 1955; J Murray, The Covenant of Grace, 1954; R Campbell, Israel and the New Covenant, 1954; Meredith G Kline, Treaty of the Great King, 1962. JM/HH


Lihat definisi kata "Janji" dalam Studi Kata



TIP #01: Selamat Datang di Antarmuka dan Sistem Belajar Alkitab SABDA™!! [SEMUA]
dibuat dalam 0.10 detik
dipersembahkan oleh YLSA