Salahkah jika orang Kristen membaca bacaan fiksi?
Prasangka awal di antara orang-orang Puritan dan beberapa pengikut mereka yang menentang bacaan fiksi disebabkan oleh kenyataan bahwa banyak cerita fiksi yang mula-mula adalah buruk. Kini tampaknya sangat tidak bijaksana untuk mempertahankan pendapat ini, sebab begitu banyak karya fiksi sungguh membantu. Jika prasangka yang menentang bacaan fiksi itu dianalisis, tampaknya sulit untuk menemukan kebenaran yang kuat di dalamnya. Kristus sendiri terkenal dengan perumpamaan-perumpamaannya, yang selain memiliki nilai rohani yang berotoritas, ada di antara karya-karya terbaik dari sastra dunia. Pilgrim's Progress merupakan fiksi, dan barangkali telah memberi kontribusi lebih banyak bagi kerajaan Kristus daripada buku lain, kecuali Alkitab. Tetapi, umat Kristen semestinya sangat berhati-hati memilih bacaan, dan semestinya segera menolak buku apa pun yang merugikan. Walaupun tidak perlu menyingkirkan semua buku yang menggambarkan kejahatan, namun buku apa pun yang membuat kejahatan itu tampak menarik, buku apa pun yang ditulis pengarang yang kelihatannya senang untuk berbuat dosa - maka adil untuk mengatakan bahwa beberapa penulis modern tampaknya telah mengambil sikap tersebut. Ada banyak novel bagus, beberapa di antaranya menyampaikan kebenaran-kebenaran rohani, yang lain penuh daya tarik karena menggambarkan karakter dan perbuatan manusia, sementara yang lain tidak kurang menarik karena kemampuan ampuh mereka dibanding penggambaran yang jelas mengenai adegan-adegan dan kejadian-kejadian. Ada juga sekelompok besar novel yang bisa disebut tidak bernilai atau bahkan jahat. Kebiasaan membaca novel tanpa pilih-pilih pada umumnya diakui sebagai kebiasaan yang berpengaruh menurunkan kemampuan intelektual si pembaca. Orang-orang yang membaca banyak novel mendapatkan hasrat akan kepustakaan (sastra) seperti itu; mereka menjadi makhluk yang mudah dipermainkan, dibentuk kepribadiannya oleh tokoh-tokoh cerita yang dibacanya, dan mengambil bagian dalam sifat dari mereka semua. Orang yang memiliki kebiasaan membaca novel berhenti berpikir atau berkarya bagi diri sendiri. Yang lebih buruk lagi, secara perlahan-lahan dia kehilangan semua cita rasa akan bacaan yang lebih masuk akal, dan tidak dapat membaca dengan teliti atau menyerap sesuatu yang menuntut upaya mental paling kecil apa pun. Ini berlaku untuk banyak jenis terbitan yang tidak bertujuan lain, kecuali menarik imajinasi dan mengaduk-aduk emosi. Jika orang akan membaca novel, hendaknya yang dibaca adalah yang terbaik di antara yang standar dari kelasnya,, karangan penulis yang bermaksud mulia, dan menyampaikan pelajaran yang sehat dan menarik.
Artikel yang terkait dengan Matius: