Apakah hati nurani pernah menyetujui sesuatu yang salah? Jika ya, bagaimana hati nurani menjadi suara Allah di dalam jiwa?
Sudah pasti, hati nurani bisa, dan sering kali bisa, menyetujui hal-hal yang salah. Salah satu contoh menonjol (seperti yang telah dicatat), adalah Rasul Paulus, yang sesungguhnya beranggapan bahwa dengan menganiaya orang-orang Kristen dia melayani Allah. Banyak orang sejak Paulus telah berbuat salah dengan cara yang sama, sambil sungguh-sungguh percaya pada saat itu kalau mereka sedang berbuat benar. Hati nurani adalah kemampuan pikiran yang melihat dengan jelas kualitas moral dari suatu perbuatan, dan memberikan pertimbangan atasnya, sesuai dengan standar baik dan benar yang dimilikinya. Kalau standarnya salah, keputusan hati nurani pasti salah. Salomo berkata "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut". Hati nurani harus diajar; ia harus bersandar pada pengetahuan dan akal untuk memperoleh datanya; ia harus menghindari dibengkokkan oleh minat pribadi dan ditumpulkan oleh lingkungannya. Paulus berbicara (I Kor. 8:7) tentang hati nurani yang lemah, yang menganggap sesuatu salah padahal tidak ada kesalahan sama sekali. Sebagai seorang hakim, ia mewakili Allah dalam jiwa, tetapi ia tidak pernah menggunakan pertimbangan yang sempurna. Hati nurani membutuhkan penerangan ilahi dan perkembangan yang didapatkan dengan membaca Alkitab dan berdoa. Akan tetapi "suara Allah" di dalam kita dalam hal ini, yang meminta kita berbuat benar, sejauh kita bisa melihatnya, berapa pun harganya; dan sewaktu kita menaatinya atau pun tidak, ia akan memberi ganjaran atau pun hukuman disertai persetujuan yang manis atau hukuman yang keras.
Artikel yang terkait dengan Matius: