Pengantar Ende

WAHJU JOANES

KATA PENGANTAR

Tjorak chas karangan ini

Dalam ajat pertama, mengenai isinja, karangan ini disebut "Wahju Jesus
Kristus". Selandjutnja diterangkan bahwa wahju ini disampaikan dengan
perantaraan seorang Malaekat kepada penulis jang menamakan diri Joanes. Penulis
mendapat penglihatan-penglihatan dan Malaekat memberi pendjelasan mengenai arti
dan maksudnja. Djudul jang sudah terdapat pada naskah-naskah jang tertua, dalam
bahasa Junani, ialah "Apokalipsis Joanes". Kita biasa menterdjemahkannja dengan
"Wahju Joanes" atau Wahju kepada Joanes.

Sebagai istilah, apokalipsis berarti pembukaan raliasia, tetapi dalam bahasa
ilmu Kitab Kudus chususnja digunakan untuk pernjataan-pernjataan tentang masa
achir zaman dan hidup diachirat. Dan itupun tjiri wahju Joanes djuga.

Karangan ini sangat mirip dengan tulisan-tulisan para nabi Perdjandjian Lama,
terutama Ezechiel dan ketiga nabi terachir, Zakarias, Joel dan Daniel, jang
nubuat-nubuatnja paling bersifat apokalipsis. Nabi-nabi Perdjandjian Lama itu
diutus untuk menjampaik&n pesan-pesan Allah kepada umat Israel, guna
menginsafkan mereka kalau tersesat dari perdjandjian, akan "Murka Allah" jang
mengantjam, tetapi lebih lagi akan kerahinian Allah, kalau mereka bertobat.
Sedemikian itu Joanes pun disuruh bemubuat, guna memperingatkan umat-umatnja
akan kekurangan-kekurangan dan penjelewengan mereka, dan menginsafkan mereka
akan bahaja-bahaja jang mengantjam, jaitu akan pengadjaran terhadap agama jang
sedang dialami dan tentu akan merighebat, supaja mereka tetap siap untuk
menghadapinja dengan tabah hati dan teguh imannja, penuh kepertjajaan kepada
Allah jang memelihara dan melindungi orang-orang jang setia kepadanja, dan
mendjamin mereka kemenangan jang gemilang.

Bahasa nubuat-nubuat para nabi biasanja samar-samar. Joanes tidak luput.
Malah ia sengadja meniru dan mengambil-alih bahasa nabi-nabi lama itu dan
chususnja mereka jang tulisannja sangat bergaja apokalipsis itu. Hal itu agak
wadjar, sebab ia mendapat penglihatan-penglihatan jang sering-sering sama
dengan penglihatan-penglihatan mereka. Tetapi, kalau bahasa penuh chajalan
mereka, mengenai keadaan zaman mereka sendiri sudah sulit untuk ditafsirkan,
apalagi kalau gambaran-gambaran dan ungkapan-ungkapan mereka digunakan untuk
menampung gagasan-gagasan dan kenjataan-kenjataan Perdjandjian Baru.

Pendek kata: wahju Joanes itu tidak mudah untuk dimengerti. Meskipun enak
djuga untuk dibatja sebab chajalan jang aneh-aneh penuh rahasia, namun bertubi-
tubi tersandung pada kesulitan penafsir dalam perintjian-perintjiannja. Kalau
kita hendak mengerti segala perintjian, perlu kita membalas dengan teliti dan
sampai mendalam tulisan-tulisan para nabi jang mendjadi tjontoh bagi Joanes.
Tetapi tidak usah djuga kita mengerti tiap-tiap gambar dan ungkapan, sebab
maksudnja jang sebenarnja ialah memberi kesan-kesan sadja, untuk ditangkap
dengan daja intuisi, dan demikian merangsang hati sanubari dan kemauan. Kami
akan menjadjikan sekedar pendjelasan dalam tjatatan-tjatatan pada kaki halaman-
halaman, tetapi dapat sedikit sadja, sebab ruangan edisi ini sangat terbatas.
Maksudnja sadja mendjadi petundjuk djalan, untuk sendiri mentjari suatu
pendjelasan jang agak dapat masuk akal. Biarpun banjak perintjian tetap tinggal
teka-teki bagi kita, namun gagasan umum karangan ini tjukup tegas, untuk
mentjapai tudjuannja jang utama, ialah memperkuat kepertjajaan kepada
penielenggaraan Allah dalam segala kesukaran pada djalan penjelamatan.

Siapa sebenarnja Joanes penulis itu

Satu setengah abad lamanja tak ada kesangsian, bahwa penulis Joanes itu ialah
Rasul Joanes. Pada pertengahan abad ketiga barulah Diornsius, uskup Aleksandria,
mengemukakan pendapatnja bahwa tak mungkin Rasul Joanes pengarang "Wahju" ini,
sebab tjara berpikir dan gaja bahasanja terlalu berbeda dengan tjara berpikir
dan gaja bahasa Indjil keempat dan surat-surat Rasul itu.

Lain dari itu ada pula jang menjangkal Rasul Joanes adalah pengarangnja,
sebab didalam buku ini terdapat utjapan-utjapan dan dalil-dalil jang salah
ditafsirkan dan disalahgunakan untuk mengandjurkan adjaran-adjaran palsu mazhab-
mazhab tertentu.

Sedjak masa itu kesangsian bahwa Rasul Joanes betul pengarang Wahju ini
dikemukakan berulang kali.

Dan memang perbedaan tjara berpikir dan berbahasa antara Indjil keempat dan
wahju ini sangat menjolok. Namun dapat dirasakan sebagai wadjar djuga, sebab isi
dan suasana kedua karangan itu berlainan sekali. Dalam Indjil keempat Joanes
memberitakan dan menjaksikan pengadjaran-pengadjaran dan perbuatan-perbuatan
Jesus jang merupakan kenjataan-kenjataan, jang bersuasana tjerah dan tenang. Dan
tentu sadja Joanes berusaha sedapat-dapatnja memberitakan menurut tjara berpikir
dan dengan gaja bahasa Jesus sendiri. Lain halnja dengan karangan Wahju ini.
Joanes mendapat penglihatan-penglihatan jang bukan kenjataan-kenjataan djelas,
melainkan lambang-lambang penuh chajalan dan bersuasana gaib dan gandjil. Tentu
wadjar sekali ia menjesuaikan bahasanja dengan suasana itu. Tambah lagi, bahwa
penglihatan-penglihatan jang diberikan kepadanja, mirip sekali dengan
penglihatan-penglihatan nabi-nabi jang ia kenal, sehingga dengan sendirinja
timbul unsur-unsur bahasa dan tjara pengungkapan mereka dalam ingatannja. Selain
itu pula, kalau dikatakan bahwa bahasa Wahju Joanes adalah bahasa Ibrani dengan
perkataan Junani, bukankah tjiri-tjiri itu sedikit banjak terdapat pada Indjil
keempat djuga? Dewasa ini kebanjakkan para ahli mengemukakan, bahwa tak ada
alasan-alasan tjukup untuk mengingkari tradisi lama, bahwa Rasul Joanes betul-
betul pengarang "Apokalipsis" ini.

Alasan dan latar-belakang karangan ini

Pada masa Wahju ini ditulis, masih hidup terang dalam ingatan segala umat,
luasnja dan kedjamnja pengedjaran Nero terhadap umat di Roma. Pengedjaran Nero
itu dilandjutkan oleh kaisar-kaisar jang berikut, dan mendjalar kesegala pelosok
kekaisaran, biarpun tidak selalu dan disegala tempat dengan sama hebatnja. Baru-
baru mulai berketjamuk dipropinsi Asia, (dibawah pemerintahan kaisar Domitianus
(81-96). Dia lebih keras dari pendahulunja menuntut dari tiap-tiap orang
penjembahan terhadap dirinja, sebagai "dominus ac deus", artinja sebagai "Tuhan
dan Allah", dengan upatjara keagamaan. Siapa tidak turut harus dihukum. Penulis
Wahju ini telah dibuang kepulau Patmos, dan ada jang telah mati martir (2:15) .
Ada gedjala-gedjala tjukup untuk meramalkan, bahwa pengedjaran itu akan meluas
dan menghebat. Djustru itupun jang dinjatakan kepada Joanes, supa)a ia
menulisnja dalam buku ini guna mempersiapkan umat-umat untuk menghadapinja.

Atjara pokok karangan ini

Gagasan utama untuk mentjapai tudjuan tersebut, ialah menginsjafkan dan
mejakinkan umat-umat akan penjelenggaraan mahaberdaulat Allah, jang dapat
membiarkan kedjahatan meradjalela didunia, tetapi tahu membatasinja dan
melindungi terhadapnja orang-orang jang setia kepada Allah, malah menggunakan
tindakan-tindakan jang djahat serta akibat-akibatnja untuk melaksanakan rentjana
penjelamatannja. Gagasan itu tidak dibitjarakan, melainkan ditundiukkan
kebenarannja dengan lambang-lambang jang mengesankan. Dalam penglihatan-
penglihatan digambarkan bagaimana segala kedjahatan dikendalikan oleh Allah dan
mendapat balasan pada waktunja. Kedjahatan, jang chusus dimaksudkan dalam buku
ini, ialah pemberontakan dan penjerangan terus-menerus dari dunia kafir terhadap
Keradjaan Allah seperti menjatakan diri dalam penghambatan dan pengedjaran umat-
umat Kristus. Kedjahatan dilukiskan sebagai berpokok dan berpribadi dalam "naga"
sebagai lambang sjaitan. Para penguasa dunia (pemerintahan kafir) dibudjuk
olehnja sampai djadi kakitangannja. Ditundjukkan bagaimana mereka semua, satu
demi satu, disiksakan dan dikalahkan oleh Allah, sampai nusnah. Dan achirnja
sjaitan itu sendiri ditangkap dan ditjampakkan kedalam "Iautan api untuk selama-
lamanja".

Dan sebagai kebalikkan dari nasib orang djahat jang ngeri itu dilukiskan
tersebar dalam seluruh buku kebahagiaan dan kedjajaan mereka jang ditindas dan
tetap setia kepada Allah dalam segala kesusahan.

Sudah didunia orang-orang jang setia kepada Allah tetap dipelihara dan
dilindungi oleh Allah, supaja malapetaka-malapetaka jang kena dunia karena murka
Allah atas kedjahatannja, djangan menimpa atau merugikan mereka. Batjalah, 7:5;
9:4; 11:1; 12:14-16. Berbabagialah mereka jang mati martir. Mereka segera
dibangkitkan pula, lalu hidup berkeradjaan bersama dengan Kristus dalam
kemuliaan disurga. (20:4). Dan rupanja sama kebahagiaan orang-orang, tak
terbilang banjaknja, jang biarpun tidak mati martir, tetapi bertahan dalam
perdjuangan, dan bertekun dalam kesetiaanja ditengah-tengah kesulitan-kesulitan
karena agamanja, dan "meninggal dalam Tuhan". Itu dapat ditafsirkan dari 20:4
dan terkesan pula dalam 7:14 dan 14:12-13. Kebangkitan semua mereka itu disebut
"kebangkitan jang pertama" sedangkan mereka menunggukan kebangkitan sempurna
pada kedatangan Kristus diachir zaman. Dan guna mendapat kesan-kesan betapa
kegemilangan kemenangan dan kebahagiaan para pemenang disurga, baik renungkanlah
upatjara penjembuhan Allah dalam bab 4 dan 5, dan tersebar dalam seluruh buku,
madah-madah pudjian, penuh sjukur atas kedaulatan dan keadilan Allah, lagi
lukisan-lukisan surgawi, dalam 7:11-17; 11:15-18; 12:10,12; 15:3-9; 19:1-9;
21:2-7,22-24 dan 22:1-5.


Artikel yang terkait dengan Matius:


TIP #27: Arahkan mouse pada tautan ayat untuk menampilkan teks ayat dalam popup. [SEMUA]
dibuat dalam 0.09 detik
dipersembahkan oleh YLSA