Apakah yang dimaksud dengan jiwa?

Istilah ini telah dipakai dalam beraneka ragam pengertian oleh para penulis Alkitab. Kata nephesh dalam Perjanjian Lama secara harfiah diterjemahkan "yang bernafas," sama dengan kata psyche dalam Perjanjian Baru yang diterjemahkan jiwa atau hidup. (1) Itu berarti kehidupan fisik menurut keadaan yang alamiah. "Mereka yang hendak membunuh Anak itu, sudah mati" (Mat. 2:20); "Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan?" (Mat. 6:25). (2) Itu berarti bahwa kehidupan emosi dan keinginan, termasuk nafsu makan atau rasa haus, dan perasaan kebaikan hati maupun perasaan kebencian. "Jiwaku memuliakan Tuhan" (Luk. 1:46). Di sini kata jiwa bersinonim dengan roh; keduanya menunjuk kepada keadaan emosi, dan dalam pengertian tertentu sama dengan hati, yang merupakan tempat bagi semua pikiran, perasaan dan kehendak (Luk. 1:46, 47). Pengertian jelek dari kata itu dipakai dalam Yakobus 3:16, di mana iri hati ditunjukkan sebagai suatu sifat yang berhubungan dengan hawa nafsu, yang fisik/kejiwaan. (3) Kata itu berarti diri sendiri, yang membedakan satu individu dari lainnya. "Aku akan berkata kepada jiwaku," yaitu kepada diriku (Luk. 12:19). "Tiap-tiap orang [jiwa] harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya" (Rm. 13:1). (4) Kata itu juga dipakai dalam pengertian agama: Paulus dan Barnabas menguatkan hati murid-murid (Kis. 14:22). Pengharapan adalah sauh bagi jiwa (Ibr. 6:19). Pada dua contoh ini jiwa dipakai sebagai sinonim dengan roh; tetapi dalam kebanyakan kasus jelas ditarik perbedaan antara jiwa yang bersifat alamiah dengan roh yang berhubungan dengan Allah. Perbedaan ini pertama kali ditekankan oleh Yesus, yang membantu manusia untuk menyadari kehidupan ilahi di dalam diri mereka dan mengajak mereka memperdalam kemampuan rohani dengan menanggapi himbauan penuh kasih dari Roh Kudus. Tetapi, Pauluslah yang dalam suratnya menekankan supremasi roh.

Jiwa adalah eksistensi kesadaran yang terdiri atas berbagai hasrat, dorongan, emosi dan kemauan. Jiwa mengacu pada manusia dalam keadaannya yang alamiah, belum tersentuh oleh penyataan anugerah Allah. Yang membedakan satu individu dari individu lain ialah kepribadian di dalam dirinya. Manusia yang bermoral menghidupi keluarganya, menyelesaikan urusan atau bisnisnya, membayar hutangnya dan menjadi anggota masyarakat yang terhormat. Tetapi, dia belum mempertimbangkan Allah yang menyatakan diri melalui Yesus Kristus, dan dia tetap di luar persekutuan ilahi. Hidupnya akan terus tidak sempurna, sampai dia (rohnya) dilahirkan kembali dan dia mengizinkan Roh Yang Kekal, yaitu Roh Kristus, memiliki dirinya. Ketika ini terjadi orang itu seutuhnya mengalami satu transformasi (perubahan). Dia merasa bahwa penghuni spiritual yang mendiami kemanusiaannya benar-benar tamu yang kekal, tercermin melalui pikiran, hasrat, tindakan dan watak, dan sifat Allah. Jadi, kita mengetahui bahwa jiwa yang hidup dalam diri orang, walaupun tidak dapat dijelaskan kata-kata manusia, ikut memiliki sifat ilahi dan tidak dapat binasa.




Artikel yang terkait dengan Lukas:


TIP #07: Klik ikon untuk mendengarkan pasal yang sedang Anda tampilkan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.02 detik
dipersembahkan oleh YLSA