Apakah raksasa-raksasa yang disebut dalam Kejadian 6:4 adalah keturunan malaikat, seperti yang ditegaskan beberapa penerjemah yang penuh khayalan?

Pertanyaan ini telah dijawab oleh seorang ahli yang terkemuka sebagai berikut: "Kejadian 6:1-4 menjadi pendahuluan dari cerita Air Bah. Semua bangsa mempertahankan tradisi Air Bah; baik secara universal maupun lokal ini merupakan pokok yang dapat diperdebatkan. Kitab Suci orang Yahudi menyerahkan pekerjaan penelitian fenomena alam ini kepada manusia. Alkitab bukanlah risalah ilmiah. Satu-satunya yang diperhatikannya adalah hal keagamaan dan moral. Tujuannya adalah membenarkan ,jalan jalan Allah kepada manusia, dan untuk menunjukkan kalau fenomena alam yang dikendalikan oleh Allah ini selaras dengan keadilan ilahi. Oleh karenanya, sebelum menceritakan cerita Air Bah, Kitab Suci mengetengahkan kerusakan menyeluruh yang membenarkan penghancuran umat manusia, kecuali satu keluarga. Pasal 6:1-7 menjelaskan kekejaman. dan pelanggaran susila yang lazim pada periode sebelum Air Bah. Pada waktunya, umat manusia telah terbagi menjadi dua bagian - golongan-golongan dan massa. Massa adalah sejumlah besar pekerja umum, 'anak-anak manusia' biasa. Golongan-golongan terdiri dari 'manusia-manusia super', "anak-anak Allah", `pahlawan-pahlawan hebat'. Mereka itu selanjutnya membentuk aristokrasi; mereka adalah golongan pemimpin, anak-anak para hakim dan para penguasa. Meskipun jumlahnya sedikit, mereka secara jasmani kuat dan mentalnya penuh semangat, terlebih lagi, mereka memiliki sejumlah besar kekayaan dari dunia yang dikenal saat itu. Mereka seharusnya menggunakan kekuasaan dan jabatan mereka demi keuntungan kalangan mereka sendiri, dan menjadi teladan dalam hal kesederhanaan, penguasaan diri, keadilan dan kebaikan hati. Akan tetapi mereka menyerah kepada hawa nafsu yang tidak terkendali dan menuruti kegemaran dengan mengambil jalan kekerasan. 'Mereka melihat anak-anak Perempuan manusia (maksudnya rakyat biasa) itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil istri dari antara perempuan-perempuan itu (tentunya secara paksa) siapa saja yang disukai mereka'. Penyalahgunaan kuasa ini dihukum dengan kehancuran atas umat ini. "Berfirmanlah Tuhan: 'Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia"'. Dalam bahasa Ibrani bisa berarti 'tinggal seperti pedang dalam sarungnya'; atau bisa berarti 'berkenan terhadap manusia' - dengan sifat yang lebih tinggi dan terhadap sifat yang lebih rendah - roh surgawi dalam tubuh yang dibentuk dari debu dan nalurinya, dari dunia ini, duniawi; atau bisa berarti 'Roh-Ku tidak akan memerintah di dalam manusia'. Perjuangannya terlalu berat. 'Karena manusia itu adalah daging, umurnya akan seratus dua puluh tahun saja. Oleh sebab peristiwa kelemahan moral umat manusia, jenjang waktu diberikan untuk pertobatan. Kalau kesempatan ini disia-siakan, kehancuran yang akan mengikuti perhentian itu. Arti nephilim secara harfiah adalah 'kejatuhan'. Dengan prinsip lucus a non lucendo, istilah ini merujuk kepada orang-orang yang berperawakan raksasa yang hidup pada masa lampau. Mereka adalah orang-orang kuat yang tunduk pada nafsu tidak bermoral. Anak-anak hasil perkawinan mereka, selama beberapa generasi, juga menjadi orang Nephilim yang berperawakan tinggi besar, yang terkenal dalam hal pertumbuhan fisik dan mental mereka, tetapi secara moral semakin memburuk. Mereka adalah pahlawan-pahlawan masa lampau yang termasyhur - prajurit-prajurit gagah perkasa, seperti orang-orang yang mengamuk dalam kisah-kisah dari negeri utara".

Pandangan lainnya menyatakan "anak-anak Allah" adalah suku Set, yang tetap mempertahankan hubungan kasih sayang dengan Allah dalam ukuran-ukuran tertentu, dan yang sekarang menikahi keturunan Kain, yang tidak diakui Allah lagi karena ketidakpercayaan mereka. Semua bukti mengarah pada kesimpulan bahwa seluruh tuduhan kejahatan di atas bumi berkaitan dengan keberadaan manusia dalam keadaan daging dan darah (lih. Kej. 6:3) dan bukan kepada makhluk secara adikodrati, dan di bagian lainnya kita diberitahu dengan jelas akan tidak adanya perbedaan jenis kelamin dan mereka tidak menikah (lih. Luk. 20:35, 36). Dalam sudut pandang ini yang tampaknya benar, sebutan "anak-anak Allah" merujuk kepada moral manusia, bukan pada keadaan jasmani mereka. Ada banyak ayat lainnya yang membuktikan kepercayaan ini (lih. Kis. 17:28; Kel. 4:22, 23; Ul. 14:1; Hos. 11:1, dsb.).




Artikel yang terkait dengan Kisah Para Rasul:


TIP #08: Klik ikon untuk memisahkan teks alkitab dan catatan secara horisontal atau vertikal. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA