Pengantar Ende

KITAB TAWARICH

PENDAHULUAN

Sebagai pengutji daftar kitab2 sutji tradisi Jahudi di Palestina -- menjimpang dari tradisi Babel dan terdjemahan2 kuno, -- terteralah suatu kitab jang mempunyai tjorak chas dan tersendiri.

Kechasannya ialah, bahwa kitab tsb, merupakan sebangsa ulangan dari kitab2 sedjarah lainnya jang lebih kuno, terutama dari kitab2 Sjemuel danRadja2. Tetapi sebaliknya bukanlah suatu salinan atau sebangsa ichtisar daripadanya, melainkan adlah karya jang chas dan aseli seluruhnya. Malahan menurut aselinya satu karya besar. Betul, kini dibagi mendjadi dua kitab, teapi pembagian itu bukan dari si pengarang sendiri. Dalam hal ini terdjadilah jang sama pula dengan kita Sjemuel dan Radja2. Pembagian itu dari masa belakangan dan per-tama2 muntjul dalam terdjemahan Junani dan kemudian beralih keteks Hibrani itu sendiri.

Teks Hibrani memakai djudul, jang kira2 dapat diterdjemahkan sbb: "Kitab kedjadian2 hari2 itu", dalam mana "hari2 itu" lebih kurang artinya "Sedjarah". S. Hieronimus memberi nama jang lebih tepat: "Chronikon". Dimasanja nama itu tidak laku. Tetapi ketika nama itu dipakai lagi oleh Luther dalam terdjemahannja dalam bahasa Djerman, nama tsb. lalu mendjadi populer dan dapat bertahan hingga sekarang. Orang2 modern lebih suka menggunakan nama "Kitab Kronik". Meskipun terhadap nama tsb. dapat dikemukakan pula beberapa keberatan, namun dalam terdjeamhan kami ini nama tsb. kami pakai pula, jakni "Kitab Tawarich". Nama lain, jang melalui Latin berasal dari terdjemahan Junani dan lebih disukai Geredja Latin ialah: "Paralipomenon". Artinya jang tepat tidak begitu djelas. Sedjak sediakala orang menganggap, bahwa kata itu maknanya: "apa jang diliwati dalam kitab2 Sjemuel dan Radja2", berdasarkan kata Junani itu sendiri. Dan memang benar djuga, bahwa kitab tsb. muat berita2 jang tidak sedikit djumlahnya, jang satupun tidak terdapat didalam kitab2 lainnya, sehingga kitab ialah, apa kitab itu ditulis dengan maksud tsb. Tetapi kata "Paralipomenon" itu diberi tafsiran lain djuga dan menurut tafsiran itu kira2 maknanya: "Kitab2, jang diliwati dalam terdjemahan Junani jang pertama", karena isinja sudah tertjantum dalam kitab2 lainnya. Baru kemudian orang menterdjemahkan kitab tsb. Itu terdjadi dalam th. 157 seb. Mas.

Meskipun kitab Tawarich untuk sebagian sebenarnya merupakan ulangan dari pendahulu2nja, namun ditulis djuga suatu karya baru. si pengarang bermaksud mengisahkan sedjarah jang sama, tetapi dari segi lain sekali, dengan pejorotan jang lain dan dengan berpedoman asas2 jang lain pula. Bukannja untuk mengoreksi atau menggantikan jang tua2. Melainkan ia mau memberikan tjara pemandangan jang lain, dalil mana memberikan tafsiran jang lebih mendalam tentang sedjarah jang sama dari umat Allah itu. Sedjarah itu sendiri tetap sama djua, tetapi pengertian theologis tentang sedjarah itu diperdalam, bersandarkan perkembangan kemudian dan lebih landjut dari wahju, seperti jang dimaklumi si muwarich.

Berdasarkan suatu tradisi Jahudi hingga dewasa ini orang menjebut Esra sebagai penulis kitab Tawarich itu. Itupun karena kitab tsb. dahulu dan sekarang masih dilihat sebagai satu dengan kitab2 Esr-Neh. Bagaimana hubungan dan dan dingannja kedua kitab itu, akan dibitjarakan setjara ringkas dalam pendahuluan kitab Esr- Neh. Tjukuplah kiranja disini mentjatat, bahwa sekarang ini hanja sedikitlah jang masih mempertahankan Esra sebagai penulis kitab Tawarich. Tetapi sebaliknya tidak djuga menjebutkan nama lain, sehingga pengarangnja, sebagaimana halnja dengan kebanjakan pengarang Perdjandjian Lama, tetap tinggal didalam kabut anonimita. Watak serta kedudukannja dapat disimpulkan dari karya itu sendiri. Karena perhatiannja jang chusus terhadap baitullah dan liturgi, tempat diduduki para Levita, lebih2 para penjanji, maka lebih dari hanja mungkin sadja, pengarangnja mesti ditjari dikalangan rohaniwan Jerusjalem, bukannja dikalangan rohaniwan tinggi, para imam, melainkan lebih dikalangan pendjabat rendahan, jakni, chususnja para penjanji.

Berpangkal pada keterangan2 didalam kitab itu sendiri, - meskipun itu disana- sini tidak luput dari keragu-raguan, - orang toh agak dapat mengira-ngirakan masa si pengarang hidup dan bekerdja. Disebutnja radja Cyrus (538-539) dalam kitab itu (II 36, 22-23) dan keradjaan Parsi, pun kalau diterima, bahwa petikan itu diambil-alih dari kitab Esr-Neh, jang kira2 dapat diberi bertanggal sama; nama "dirham" (I,29,7) untuk mata uang jang ditjiptakan Darius I (521-486), jang arti aselinja tidak diketahui lagi oleh sipengarang; kata Parsi untuk puri (dalam teks tsb. dipakai untuk baitulah)(I 29,19); silsilah Dawud (I 3, 1-24), sampai angaktan keenam sesudah Zerubabel (538); bahasa kitab jang sangat dipengaruhi bahasa Aram; kenjataan bahwa kitab tsb. baru agak belakangan ditjantumkan dalam daftar kitab2 sutji orang2 Jahudi, dan itupun bukan tanpa tentangan; ketjaman pedas jang dilemparkan kepada orang2 Samaria, hal mana mengandaikan, bahwa mereka merupakan antjaman njata terhadap Jahudi; semua keterangan itu memberi alasan, untuk menempatkan terdjadinja kitab Tawarich djauh kebelakang, lama sesudah orang2 Jahudi kembali dapatlah dikirakan dengan kemungkinan jang besar, bahwa kitab Tawarich ditulis antara th. 300 dan 200 seb. Mas., dan pastilah tidak dapat diundur sampai sesudah th. 157, ketika kitab itu diterdjemahkan dalam bahasa Junani dan malahan tidak sampai sesudah kitab itu diterjemahkan dalam bahasa Junani dan malahan tidak sampai sesudah th. 180, karena Jesus Sirah rupa2nja sudah mengenal kitab Tawarich dengan menggunakannja didalam gambarnja mengenai Dawud (47,1-11)

Djadi si pengarang hidup lama sesudah pembuangan (539) dan oleh karenanja berada didalam masa terachir Perdjandjian Lama, hal mana sangat penting artinja untuk memahami kitabnja, serta asas2 jang mendjadi dasarnja. Kemerdekaan beragama di Israil sudah dipulihkan, tetapi sekali-kali tidak dibarengi dengan kemerdekaan politik. Juda adalah bagian dari keradjaan Parsi, Mesir dan Junani. Didalam baitullah jang sudah dibangun kembali itu liturgi dirajakan dengan semarak jang tjukup meriah. Satu2nja kewibawaan jang njata di Israil ialah imamagung dengan penasehat2nja. Tetapi keimaman itu tidak selalu sesuai dengan kesutjian djabatannja, dan sebaliknja para rohaniwan rendahan menonjolkan kebadjikannja. Dari itulah si pengarang mengemukakan ketjamannja jang halus terhadap para imam (II. 29,34;30,3), sedangkan para rohaniwan rendahan senantiasa dipudjinja. Bangsa Jahudi kembali dari pembuangan dengan membawa sertanja segala adjaran serta pengalaman dari masa lampaunja, jang ditjatat dalam kitab-kitab sutji atau disimpan dalam tradisi lisan. Sipengarang kitab Tawarich, orang jang dalam rasa keigamaannja, mentjamkan dan mengolah kesemuanja itu. Ia mengenal seluruh Kitab Sutji. Ia dipengaruhi kitab-kitab Musa serta perundang-undangan, baik jang lebih bertjorak rituil seperti Peng., Tj Dj., dan Lv. maupun Ul., jang lebih bertjorak moril. Ia mengenai nabi-nabi sebelum masa pembuangan, terutama Jeremia, Jeheskiel, nabinja masa pembuangan, dan lagi nabi-nabi, jang dengan charismanja memadjukan pemulihan itu. Tetapi dimasa charisma itu sudah padam. Iapun mengenai aliran lain ditengah-tengah bangsa Jahudi, jang memuntjulkan Jahudi, jang memuntjulkan kitab-kitab kebidjaksanaan dengan tjorak pribadinja, batiniah serta perseorangannja jang lebih ketara daripada perundang-undangan rituil dari masa jang lebih kuno. Kesemuanja itu diresapkan kedalam hatinja oleh sipengarang kitab Tawarich, dengan rasa keigamaannja jang mendalam serta imamnja jang teguh akan Allah dan perdjandjianNja dan ia mengumpulkan dalam dirinja segala kekajaan Israil dimasa lampau. Dan dengan pengetahuan ini, jang disertai dengan pengalamannja sendiri, ia lalu mengarahkan pandangannja jang luas kepada masa jang lampau, dimana ia menemukan segi-segi jang tak begitu terkenal. Berdasarkan masa lampu itu ia lalu berpaling kepada masa jang akan datang, kepada masa akan datang jang mulia, jang akan menjelesaikan sedjarah dan memenuhi djandji Allah. Tuhan sedjarah kan sudah bersabda.

Si muwarich menaruh gagasan-gagasannja sendiri pertama-tama atas tabiat bangsa Jahudi itu sendiri, bukannja dari sudut ethnologis, melainkan dari sudut keigamaan. Ia menerima begitu sadja, bahwa bangsa itu adalah umat pilihan Jahwe. Sedjak para bapa-bangsa bangsa itu telah dipanggil olehNja dan diperpautkan denganNja didalam suatu perdjandjian. Suatu perdjandjian jang mendjadikan berkah dari pihak Jahwe dan menuntut kesetiaan dari pihak bangsa itu. Kedua sagi itu bergantung satu sama lain. Namun ia memasukkan suatu perkembangan halus jang sangat penting. Djika dahulu umat Jahwe itu dipikirkan bukan hanja kategori- kategori keigamaan, tetapi djuga dalam kategori-kategori politik, sehingga kedaulatan politik agaknja mendjadi suatu sjarat mutlak bagi agama bangsa itu, maka sipenarang mempunjai gaasa-gagasannja sendiri perihal itu. Sedjarah jang dibimbing Jahwe, telah mengadjarkan jang lain dan pengalaman pribadi si muwarichpun dapat membenarkannja sadja. Djuga tanpa kedaulatan politik umat Allah itu menurut hakikatnja dapat ada dan terus ada sepenuhnja. Karena itu umat perdjandjian tidak lagi dilihatnja sebagai suatu kesatuan politik, tetapi lebih- lebih sebagai suatu persekutuan kultus, jang menghampiri Allah di dalam ibadah jang dikehendakiNja, untuk menikmati berkah2 perdjadjian itu dalam dan karena ibadah itu, sebagai balas djasa atas kesetiaannja. Para nabinja, tanpa menghukum hal2 jang lahiriah, sudah menitikberatkan hal2 jang rohaniah, perasaan hati, jang harus mengiringi ritus2 itu dan jang pada dirinja djauh lebih penting adanja. Inipun diterima si pengarang dan dapat diolahnja. Ia mengukuhi kurban dan ibadah lahiriah sebagai unsur hakiki bagi umat Allah, tetapi itu mesti dibarengi dengan rasa keigamaan jang benar, jang mendapat pernjatan halusnja dalam njanjian liturgis. Maka itu baginja para penjanji memainkan peranan jang se-kurang2nja sama penting di dalam ibadah seperti peranan para imam dengan kurban mereka. apabila kurban lahiriah dan perasaan hati itu bersesuaian, maka liturgi mendjadi suatu peristiwa keselamatan, dalam mana Allah dan manusia saling bertemu, dan perdjandjian itu terwudjudkan. Tetapi dengan menitikberatkan jang rohaniah itu, dengan sendirinjapun unsur pribadi dan perseorangan lebih tampil kedepan. Djalan pikiran kolektivistis sangat diperlemah oleh para nabi, chususnja oleh Jeheskiel, dan diperkembangkan kedjurusan pribadi, dan keuntungan sedjarah itupun diterima pula oleh si muwarich. Hal itu teristimewanja ternjata dalam adjaran pembalasan jang keras. baginja djelaslah, bahwa ketidaksetiaan pribadi kepada perdjandjian itu djuga dihukum setjara pribadi dengan kemutlakan jang tak terelakkan. Didalam kitabnja hal itu digambarkannja dengan tjara jang mejakinkan dengan mengemukakan tjontoh radja2. djuga mereka, jang mendjalankan banjak kebaikan, tetap adakalanja bersalah atau melupakan kedudukannja, toh dihukum djuga dengan tak kenal maaf.

Bahwasanja umat Allah per-tama2 adalah djemaah kultur, bukanlah hasil dari perkembangan sedjarah, melainkan termasuk inti-hakikatnja. Meski pengetahuan tentang it berkembang djua, namun kenjataan itu sendiri selalu adalah benar dan tetap benar djuga selamanja. Djemaah tsb. sudah sedjak permulaan mewudjudkan dirinja didalam sedjarah, tetaoi perwudjudan2 itu, oleh sebab unsur insaninja, tidaklah sempurna, dan dimasa si pengarangpun idam2an itu tidak tertjapai pula. Ia sendiri malahan mengharapkan perwudjudan jang lebih landjut dan lebih sempurna dimasa jang akan datang, dimasa akan datang dari umat Allah sebagai pengibadah Jahwe. Idam2an dimasa jang akan datang itu senantiasa terbajang didepan mata si muwarich dan itupun mendjadi pangkalnja pula. Djemaah kultus Israil, jang sudah ada sedjak permulaan, semakin menjempurnakan dirinja didalam rentetan pembaharuan2 jang terus-menerus sampai kepembaharuan Esr-Neh, bahkan lebih djauh lagi kemasa depan.

Djaminan bagi masa mulia jang akan datang itu ialah djandji Allah. Djandji itu diberika, ketika djemaah kultus Israil mendapat bentuk organisatorisnja didalam monarchi. Bukan tanpa pilihan serta lindungan Allah, maka Dawudlah jang mendirikan monarchi itu, meskipun bukannja Dawud serta pengganti2nja, melainkan Jahwe sendirilah radja jang sesungguhnja. Keradjaan Israil adalah keradjaan Allah. Radja2 hanjalah wakilNja jang kelihatan. Para nabi telah memperpautkan djandji lama perjandjian itu dengan Dawud serta keturunannja; dan gagasan ini diambil-alih si pengarang Tawarich dengan senang hati. Maka itu baginja perdjandjian Sinai itu mundur kelatarbelakang, sedang djandji kepada Dawud, jang dilihat sebagai suatu perdjandjian, baginja merupakan intipati segala sesuatu, dan keabadian wangsa Dawud itu baginja merupakan pembawa djemaah kultus Israil. Teapi dalam hal itupun sedjarah telah mengadjarkan pula, bahwa kategori2 politik bukanlah pendjelmaan jang sekadar dari maksud2 Jahwe. Didjaman si pengarang Tawarich wangsa Dawud tidak diperbintjangkan lagi. Mula2 keradjaan Allah betul diwudjudkan dalam bentuk2 politis, dan si muwarichpun sukar dapat melepaska dirinja seluruhnja daripadanja; tetapi sebaliknja ia sangat merasa, bahwa itu bukan merupakan inti-hakikatnja. Dawud serta keturunannja oleh karenanja baginja bukanlah melulu dan bukan per-tama2 radja politis, melainkan adalah pemimpin2 djemaah kultus itu, dalam mana djabatan liturgis didjalankan oleh keturunan2 jang dipanggil dan terpilih dari Levi dan Harun. Dan oleh karena dengan djalan itu djandji, jang diberikan kepada Dawud, sesungguhnja dilepaskan dari keradjaan politis, maka djandji tsb. dapat terus ada dan mewudjudkan dirinja semakin baik dan pula tanpa dilingkungi susunan kenegaraan. Apabila dahulu negara dan agama itu kira2 sama adanja, maka didalam pandangan si muwarich itu sesungguhnja otonomi kedua2nja sudah tertjakup.

Gagasan terachir, jangdjuga diwaris dari pada nabi, jang senantiasa terbajang didepan mata si penulis Tawarich, ialah gagasan universalistis. Ia tidak melahirkan gagasan itu dengan rumusan jang djelas, tetapi ia menjisipkannja dalam kitabnja. Keturunan Ibrahim dibawah pimpinan keturunan Dawud baginja adalah dan tetaplah satu2nja bangsa jang terpilih; dan terhadap kaum kafir, jang dimasanja merupakan antjaman pula, ia menaruh sedikit pengharapan jang positif. Tetapi bangsa jang terpilih itu terbuka dan tjakap pula untuk meleburkan orang2 luaran kedalam dirinja dan mengikut sertakan mereka dalam anugerah2 djemaah Jahwe. Ini tidak hanja berlaku bagi bagian Israil jang murtad, jang dimasanja diorganisir dalam bangsa Samaria, tetapi djuga bagi kaum kafir biasa. Didalam silsilah2 jang disadjikannja pada permulaan karyanja, sering kentaralah, bagaimana suku2 kafir diterima kedalam umat Jahwe, bagaimana kaum kafir dapat bergabung dengan umat Jahwe sebagai "penumpang" dan ambil bagian dalam ibadah umat. Tidak djarang didalam kitabnja disebutkan, bahwa orang2 perantau itu ambil bagian dalam perbuatan2 kultus besar (II,6,32-33;II 2,1-17) dan dibimbing oleh Jahwe (II 35,21-23).

Dengan landasan gagasan2 jang besar itu si muwarich menulis kembali dan mentafsirkan sedjarah bangsanja. Dengan sendirinja sedjarah tsb. tidak ditulis demi untuk sedjarah, kurangan daripada halnja dengan pengarang2 lainnja dari Perdjandjian Lama. Sedjarah ditulis untuk mengabdi gagasan2 tertentu. Pengarang2 jang dahulu telah mendjadikan peristiwa2 dan melihat Jahwe bekerdja di dalam peristiwa2 itu. Kesemuanja itu diakui si pengarang Tawarich, tetapi ia lebih2 hendak menundjukkan, bagaimana sedjarah itu memperlihatkan suatu arah, dan berkembang menudju tjita2 itu, jang terbajang didepan matanja dan jang sesungguhnja disimpulkan pula dari sedjarah itu sendiri. Dengan sadar sedjarah itu diabdikannja lagi kepada tjita2 itu, jang ditjiptakan Allah dan diwudjudkan oleh sedjarah. Realisasi itu djalannja sesunggunja sangat insani dan adalah suatu proses jang madjemuk dan berseluk-beluk, jang garis2nja tidak begitu djelas. Tetapi memperlihatkan garis2 itu adalah djustru jang dimaksudkan oleh si muwarich. Dan untuk menitikberatkan garis2 itu ia menjederhanakan peristiwa2 dan agak melalaikan kemadjemukan insani dan faktor2 insani, untuk lebih menjoroti jang ilahi. Sebaliknja ia mengakui dan menerima kenjataan, sebagaimana itu adanja, karena djalan pikirannja terlekat pada kenjataan historis itu, jang sungguhpun baginja per-tama2 adalah sedjarah keselamatan, tetapi untuk mendjadi sedjarah keselamatan toh harus tetap djua sedjarah jang benar adanja. Menurut pandangannja hal jang ketjil2 dan urut2an choronologis itu hanya djatuh nomor dua, dan ia tidak merasa terikat padanja. Sebaliknja, tentang hal itu ia menggunakan kebebasan2, jang oleh seorang ahli sedjarah modern, meski ahli sedjarah keselamatan sekaligus, tak dapat dimengerti. Tetapi si pengarang Tawarich tidak menundjukkan dirinja sebagai ahli sedjarah, bahkan tidak pula sebagai ahli sedjarah keigamaan. Ia adalah seorang ahli Tuhanan, jang berenung tentang sedjarah. Tetapi kebebasan2nja itu tidak sampai membudjuknja, untuk mengchajalkan sedjarah menurut konsepnja sendiri. Ia tidak melepaskan diri dari peristiwa2 jang njata, untuk menggantikannja dengan dongengan. Lebih dari siapapun djua ia sadar, bahwa teologinja tegak atau runtuh dengan peristiwa2 itu sendiri.

apabila kita mengingat pandangan si pengarang Tawarich, maka akan kita insafi pula, bahwa djawaban jang sangat pelik meski diberikan kepada pertanjaan mengenai nilai sedjarah kitan Tawarich itu. Dua keterlaluan harus dihindarkan, untuk berlaku adil terhadap si penulis. Keterlaluan jang pertama ialah: dengan begitu sadja dan sekaligus menolak segala kelurusan historis, ketjuali kalau pengamatan dari kesaksian lain itu mungkin diadakan. Dengan itu si penulis akan didjadikan seorang theolog jang spekulatif, padahal tidak demikian adanja dan mengingat keadaannja djuga tidak mungkin menjadi demikian. Keterlaluan jang lain ialah: menerima semuanja begitu sadja hal jang ketjil2, sebaaimana tertulis. Lalu si penulis didjadikan ahli sedjarah dari abad ke-20, padahal bukan demikian pula adanja dan djuga tidak mungkin mendjadi demikian. Kebenarannja lebih terletak di-tengah2. si penulis tahu, bahwa ia terikat pada djalannja sedjarah, tetapi tidak merasa bertanggungdjawab atas proses konkritnja, dalam mana peristiwa2 itu berlangsung, atau atas urut atas urut2an historis dari peristiwa2 itu. Baginja jang penting ialah garis2 besar dan peristiwa2 itu sendiri. Dari peristiwa2 itu ia memberikan tafsirannja sendiri, jang kadang2 dirumuskan setjara theoretis, tetapi sama, bahkan lebih sering diolahnja dan diungkapkannja dalam menjadjikan peristiwa2 itu, dalam urut2an penjusun kisahnja dan urut2an peristiwa itu satu sama lain, janglebih mentjerminkan pertimbangan2 theologis daripada historis. apabila mengenai hal2 serupa itu, maka djangalah kita menuntut dari si pengarang ketelitian, jang ia tidak pernah mau memberikannja, dan djangan mengukur dia dengan ukuran, jang tidak dipergunakan sendiri. Djanganlah ia dituduh membuat chajalan theologis, dimana ia tidak berchajal, tetapi menafsirkan kenjataan dengan dajaupaja, jang ada padanja, dan memberinja berbentuk. Banjak persoalan, jang dikemukakan orang, lalu akan lenjap, apabila kita menjelami pandangan si pengarang, jang dapat dipertanggungdjawabkan sepenuhnja.

Lalu kita dapat menerima, bahwa ia memprojektir kembali idam2an djemaah kultus Jahwe, jang didalam sedjarah itu, kemasa jang lampau, untuk menandaskan, bahwa umat Allah pada hakikatnja tak lain tak bukan itulah adanja. Maka ia dapat mempertalikan dengan Dawud serta masanja apa jang njatanja dalam sedjarah lainlah tempat dan masanja. Liturgi tidak dirajakan dan disusun dimasa Dawud seperti jang digambarkan si muwarich, namun demikian disitulah letaknja asal dan asas bagi perkembangan2 dikemudian hari. Apabila selandjutnja organisasi jang ideal dari djemaah kultus itu dipergandingkannja dengan beberapa radja, maka ia menjatakan dengan garis2 jang kentara, apa jang sesungguhnja ada didalamnja, meski tersembunji sekalipun. Apabila dari gambaran tentang Dawud dan Sulaiman didjauhkannja segala sesuatu, jang dapat memburukkan nama tokoh2 tsb., dan segala sesuatu jang menjangkut hidup perseorangannja, sehingga timbul suatu gambaran ideal,- jang sedjauh itu tidak mendjadi kenjataan dalam diri mereka, - maka si pengarang Tawarich mengetengahkan satu segi sadja dari tokoh2 tsb., jakni segi theologis, tempat jang sesungguhnja mereka duduki didalam rentjana keselamatan. Maka jang dilukiskannja bukannja radja jang njata didalam sedjarah, melainkan radja sebagaimana ia sesungguhnja ada didalam fungsinja. Radja2 jang saleh dibitjarakan dan dikisahkannja dengan pandjang-lebar, sebagai pembaharuan dan pemimpin djemaah kultus, meskipun mereka sesungguhnja sedikit banjak djuga mendjadi radja jang berhasil dalam bidang politik. Tetapi dengan menjadjikannja setjara demikian, si pengarang tidak menjangkal jang lain dapat diketahui para pembatjanja dari sumber lain, dan iapun tidak memburukkan bentuk gambaran mereka, tetapi menjoroti segi jang njata dari tokoh2 itu. Apabila setjara sistematis dalam keadaan2 tertentu nabi2 diketengahkan, mungkin ber-lebih2an atau lain daripada jang sesungguhnja terdjadi, maka dengan itu ia hendak hanja mengatakan, bahwa Jahwe dengan sesungguhnja telah bertjampurtangan didalam sedjarah, entah bagaimana itu terdjadinja in concreto. Keradjaan utara setjara sistematis didiamkan oleh si pengarang,k sesudah keradjaan itu murtad dari Jahwe. Bukannja karena keradjaan tsb. tidak penting lagi dan tidak lagi diberkati dan dibimbing Jahwe; tetapi si muwarich tahu, bahwa keradjaan tsb. achirnja tidak termasuk lagi djemaah Israil. dan dipandang dari sudut itu sungguh tidak penting adanja. Inilah jang dinjatakan; dan didalam keseluruhan sedjarah adalah ini suatu kebenaran, jang permulaannja terletak dalam perpisahan keradjaan kesepuluh sukubangsa itu. Melalui djalan jang sama djua dapat dimengertilah banjak hal lainnja, jang terdapat dalam kitab Tawarich dan jang merupakan suatu persoalan bagi manusia abad keduapuluh jang berhaluan hististoris itu.

Rasa historis si pengarang Tawarich tampak dalam kenjataan, bahwa ia mendasarkan kisahnja pada sumber2 jang berdokumentasi, kemana ia senantiasa menundjuk para pembatjanja. Inipun dilakukan oleh pengarang kitab Sjemuel dan Radja2; dan si muwarich mengambil-alihnja dari mereka. Tetapi ia melangkah lebih djauh dan menjebutkan sedjumlah besar sumber2, jang tidak terdapat didalam kitab2 lainnja. Ia memberi kesan, bahwa baginja tersedialah perpustakaan jang luas. Ia agaknja tidak takut historis dan pengawasan.

Sedjumlah besar djudul dikutip dalam kitabnja. Kisah Radja Dawud (I.27,24;
Kitab radja2 Israil (I. 9,1;II. 20,34); Kisah radja2 Israil (II. 27,7;35,27;38,8,16,11;25,26;28,26;32,32); Hikajat Kitab radja2 (II. 24,27;
Kisah Sjemuel, si pelihat (I. 29,29); Nubuat Ahia dari Sjilo (I. 9,20); Kisah Gad, si pelihat (I. 29,29); Penglihatan Jedo, si pelihat (II. 12,15); Hikayat nabi 'Ido (II. 13,12); Kisah Jehu bin Hanani (II. 20,34); Kisah 'Uzijahu jang ditulis oleh Jesaja (II. 26,22); Penglihatan Jesaja (II. 32,32); Kisah Hozai (II. 33,19); Lagu Ratap Jeremia (II. 35, 25). Apa jang presisnja dimaksudkan dengan djudul2 itu adalah djauh dari djelas. Bahkan tidak djelaslah apa itu sungguh mengenai beberapa dokumen tertulis atau mengenai kitab jang satu dan sama djua. Umumnja diterima, bahwa pastilah itu tidak mengenai kitab2 sutji kita (Sjamuel, Radja2), apabila disebutkannja kitab Radja2, kisah radja2 Israil dan Juda, teapi lebih mengenai sumber2, jang disebutkan didalam kitab2 itu sendiri djuga. Sebaliknja dokumen2 itu, djika sungguh dokumen2 adanja, sudah hilang semuanja. Tetapi ada pendapat lain, jang mengira dapat mempertahankan, bahwa djustru itu mengenai kitab2 sutji kita, Sjemuel dan Radja2. Kisah2 nabi tsb. kiranja menundjuk bagian kitab2 sutji kita, Sjemuel dan Radja2 dimana nabi2 tsb. memainkan peranan mereka. Tetapi tidak djarang terdjadilah, bahwa si pengarang mengatakan, telh menemukan berita tertentu didalam sumber itu, padahal didalam Sjemuel dan Radja2 tak terdapat djedjak satupun. Bahwasanja kutipan2 itu hanja soal bentuk kesusasteraan sadja, kiranja tidaklah mungkin, karena tidak dapat disangsikan djuga, bahwa si penulis menggunakan sumber2 jang banjak djumlahnja, sehingga karyanja untuk sebagian besar mirip sekumpulan dokumen, kendati tidak begitu djelas seperti Esr-Neh.

Bagaimanapun djuga pendapat orang tentang sumber2 jang dikutip si muwarich, namun pastilah sudah, bahwa ia menggunakan dengan leluasa kitab2 sutji jang kita kenal, jakni Sjemuel dan Radja2. Tidak djarang diturunkan hampir menurut huruf dan bahkan sedemikian rupa, hingga sukarlah diterima, bahwa itu hanja mengenai sumber bersama sadja. Didalam terdjemahan kami tiap2 kali kami tundjukkan ajat2 jang paralel dan didalam terdjemahan kami sendiri sedapat mungkin kami pelihara perbedaan maupun persamaannja. Perbedaan itu memang ada dan sering halus tjoraknja. Dalam memperbandingkan ke-dua2nja, dapatlah kita, dengan berpangkal pada gagasan2 besar si pengarang Tawarich serta maksudnja, amat sering menangkap sebab-musababnja perubahan2 itu, dan tidak perlulah mengandaikan adanja sumber bersama. Didalam memperbandingkan itu, kita dapat jduga merabakan rasa historis asasi si muwarich, dan kita mendapatkan dajaupaja pula, untuk mengetahui, bagaimana si penulis memperlakukan dan mengolah sumber2 lainnja.

Sebab disamping Sjemuel dan Radja2 itu, si penulis djuga menggunakan bahan2 lainnja. Mengenai silsilah2 itu ia bergatung dari teks2 kuno Perdjadjian Lama, jakni Kedjadian, pengungsian, Tjatjah Djiwa, dan Jesjua. Selanjutnja baginja tersedia pula dokumen2 silsilah jang bukan kitab sutji; itu disalinnja, tanpa kita ketahui asalnja. Pastilah sudah, bahwa bangsa2 rumpun2 Semit itu pada umunja dan bangsa Jahudi sesudah pembuangan pada chususnja sangat gemar akan silsilah mereka, jang sering agak di-buat2. Dapat pula dikirakan, bahwa si penulis Tawarich, dengan memakai bahan2 jang tersedia baginja, menjusun sendiri silsilah2 itu. Djuga daftar2 para levita, penjanji, pedjabat, jang banjak terdapat didalam kitabnja itu kiranja dikutip dari dokumen2 (arsip baitullah?) meskipun tidak mustahil pula, bahwa daftar2 itu kadang2 disusun si penulis Tawarich sendiri. Achirnja si Pengarang dapat menggunakan pula tradisi lisan, pun dari masa sebelum pembuangan dan jang dibawa pulang serta tjeritakan oleh orang2 jang pulang kenegerinja itu. Pada hakikatnja tradisi lisan sedemikian itu lebih sukar diperintji daripada dokumen2 tertulis.

Dengan adanja bahan jang bermacam-ragam itu dan dengan dibimbing asas2nja sendiri, si pengarang Tawarich menggubah suatu karya jang sama sekali baru. Karya tsb. menunjukkan kesatuan kedalam jang besar dalam hal djalan pikiran dan susunan umumnja. Karena itu tiada artinja, untuk bitjara tentara beberapa pengarang atau tentang redaksi jang ber-turut2. Banjaknja kedjanggalan didalam teks mengenai tatabahasa dan gajabahasa dan pemberitaan peristiwa2, jang kadang2 sukar ditjotjokkan satu sama lain, kesemuanja itu tjukup diterangkan oleh sumber2, jang dipakai si penulis tanpa banjak menghiraukan gandingannja satu sama lain dan keseimbangan antaranja. Meskipun boleh diperkirakan, bahwa belakangan disana sini disisipkan tambahan2, namun hal itu tidak dapat mengganggu kesatuan fundamental karya tsb.

Susunan karya itu lalu dalam garis besarnja agak terang dan harmonis. Pasal2 permulaan (I, 2 s/d 9) adalah sekumpulan silsilah dan nama2, jang tiadabanjak maknanja lagi bagi kita. Didalam daftar2 diberitakan ichtisar seluruh sedjarah mulai dari Adam sampai Dawud, dengan disana sini tjatatan anekdotis sadja. Bagan jang sama sudah digunakan pula dalam kitab Kedjadian (5-11) dan malahan dalam Perdjandjian Baru kita dapati pula dalam Indjil Mateus, jang dimulai dengan silsilah Kristus dan dalam Indjil Lukas (3,23-38), jang menempatkan sebuah silsilah, mulai dari Kristus naik sampai kepada Adam, sebelum hidup Kristus didepan umum. Didalam silsilah2 jang disadjikan si muwarich, kita diperkenalkan dengan bangsa terpilih, dalam mana para imam dan levita memainkan peranan jang amat penting, djustru karena djemaah kultus adanja. Daftar2 mana itu membawa kepada tokoh utama, jang mendjadi pusat seluruh kitab tsb., jakni Dawud.

Didalam pasal2 berikutnja (I, 10 s/d 29) dibitjarakan dengan pandjang-lebar tentang radja idam2an, Dawud, chususnja sebagai pendasar keradjaan theokratis, keradjaan Allah didunia serta djemaah kultus Jahwe. Sebagai wakil pemimpin Dawudlah jang memilih tempat bagi baitullah dna menjiapkan segala sesuatu untuk bangunan itu. Lagi ia mengorganisir peribadatan dengan segala segala sesuatu untuk bangunan itu. Lagi ia mengorganisir peribadatan dengan segala kemungkinannja. Puntjak bagian itu terletak dalam djandji Natan (17).

Bagian ketiga (II, 1s/d9) mengenai pelaksanaan rentjana itu oleh keturunan Dawud, Sulaiman, jang untuk itu mendapat kebidjaksanaan ilahi. Dengan dibangunnja dan ditahbiskannja baitullah itu, maka theokrasi mendapat pusatnja jang tetap dan djemaah itu mendapat susunannja jang lengkap. Berkah dan kesedjahteraan tidak tangguh lagi turunnja, malahan sudah dalam pemerintahan Sulaiman sendiri.

Kemudian dilukiskan sedjarah, keradjaan itu serta hal-ichwalnja, jang tiap-tiap kali mentjapai titik-puntjaknja didalam serentetan pembaharuan2 ibadat, jang dilaksanakan oleh radja2 jang terbaik dengan perkembangan jang semakin madju.

Baru dalam bagian keempat kitabnja (II, 10 s/d 27) datanglah keruntuhan karena terpetjahnja keradjaan mendjadi dua hal mana menjebabkan kesepuluh sukubangsa itu karena murtd lenjap dari perhatian. Beberapa radja Juda mengadakan tindakan2 pembaharuan, tetapi karena kesalahan2 mereka, mereka diserahkan kepada hukuman pembalasan menjeret djuga seluruh bangsa. Patut ditjatat, bahwa pemerintahan Rehabe'am (II. 1,10-12), Abia (13), Asa (14,16) dan Josjafat (17-20) sedjadjar djalannja. Mereka itu berdjasa bagi kultus dan baitullah, tetapi merekapun semua tidak berhasil mewudjudkan tjita2 itu. Kemudian datanglah keruntuhan besar dibawah pemerintahan Joram, Ahazjahu,'Ataljahu, jang pemerintahannja dilukiskan sangat singkat (II. 21-22). Setelah itu timbullah reaksi, jang disemangati oleh iman Jojada' dan dipimpin oleh muridnja, radja Joasj (23-24). Dibawh pemerintahan Amas-ja, 'Uzijahu dan Jotam masjarakat itu mengalami masa kesetengah2an (25-28).

Bagian kelima (II, 28 -36) chusus mengenai keruntuhan besar didalam pemerintahan Ahaz (28) dan pembaharuan besar dibawah pimpinan Hizkia (29-32), jangmeliputi segala lembaga jang penting dan mentjapai puntjaknja dalam perajaan Paska setjara meriah oleh segenap umat Jahwe. Ini berarti suatu kemadjuan jang besar dan njata bagi djemaah kultus itu. Kesalehan itu menjelamatkan radja dan rakjat dari Asjur jang datang menjerbu. Tetapi kemuliaan tsb. hanja berlangsung sebentar sadja. Dibawah Menasje dan Amon (33) masjarakat merosot menjadi kekafiran jang njaris lengkap, sehingga pemulihan tidak mungkin lagi. Usaha Josjijahu, jang sangat mirip Hizkia, betapapun baiklah maksudnja dan betapa tjemerlangnja lahirnja (34-35), tidak dapat menangkis mala-petaka itu. Dengan singkatan dilukiskannja achir tragis dibawah radja2 terachir, Jojakin dan Sedekia. Nada2 penutup, jang mungkin dikutip dari Esra-Nehemia, dalam mana dilukiskan suatu pembaharuan dan pemulihan lebih landjut, membuka harapan baru bagi masa jang akan datang seterusnja. Runtuhnja Juda tidak berarti ditariknja kembali djandji Jahwe dan bukan pula achir sedjarah.

Pesan tetap, jang disampaikan kitab Tawarich, terletak didalam gagasan2 besar, jang membimbing si pengarang. Ia pertjaja akan djandji Allah, jang diberikan kepada Dawud, dan pendapatnja tentang tjiri sebenarnja umat Allah sebagai djemaah kultus, menjadi penghantar sampai keambang pintu Perdjandjian Baru. si muwarich telah membangunkan pengharapan jang tak gojah akan masa jang akan datang, dan ia tidak diketjewakan. Seorang keturunan Dawud, Jesus Kristus, telah mendirikan djemaah kultus jang tetap, GeredjaNja, jang tetap hidup sampai achir djaman dan akan mentjapai kegenapan pada achir djaman itu. Nampak sadja keradjaan Allah sepandjang masa jang lama terikat pada bentuk-bentuk politis, tetapi sesungguhnja tidaklah demikian halnja, sebagaimana sudah dirasakan si pengarang Tawarich dan dirumuskan serta diwudjudkan oleh Jesus. Rentjana keselamatan Jahwe jang besar tentang umatNja, jang ditampirkan si pengarang dari sedjarah, tidak sia2 adanja, tetapi malahan mendjadi kenjataan jang belum pernah diduganja. Rentjama itu patut dihargakan dan mendesak manusia untuk bersjukur. si penulis Tawarich sungguh malahan meninggalkan peladjaran jang berharga kepada umat Kristen.




Artikel yang terkait dengan 2 Tawarikh:


TIP #05: Coba klik dua kali sembarang kata untuk melakukan pencarian instan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA