Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 21 - 40 dari 55 ayat untuk spiritual [Pencarian Tepat] (0.040 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.50) (Luk 9:1) (sh: Siap melayani (Jumat, 30 Januari 2004))
Siap melayani

Laksana seorang prajurit yang masuk ke medan perang, seorang pelayan Injil Kerajaan Allah memerlukan persiapan bukan hanya pengetahuan tentang medan dan strategi pelayanan, tetapi juga persiapan secara fisik, mental dan spiritual. Untuk itu, ketika Yesus mengutus kedua belas murid-Nya, Yesus memberikan pembekalan agar murid-murid-Nya siap menanggung semua risiko pelayanan yang mungkin dihadapi. Beberapa persiapan penting yang perlu dimiliki seorang pelayan, termuat dalam perikop bacaan kali ini.

Pertama, menerima kuasa Allah (ayat 1-2,6). Dalam pelayanan Yesus memberitakan Injil sebelumnya Yesus melakukan banyak mukjizat. Banyak orang diselamatkan melalui pembebasan dari kuasa setan, kesembuhan dari penyakit dan peristiwa-peristiwa yang membutuhkan kuasa Allah. Untuk tujuan itulah maka Yesus memberikan kuasa-Nya kepada murid-murid-Nya.

Kedua, memprioritaskan pemberitaan Injil di atas pemenuhan kebutuhan pribadi (ayat 3-6). Yesus melarang murid-murid-Nya membebani diri dengan kebutuhan sandang, pangan dan tempat tinggal yang seolah-olah menjadi prioritas utama dalam melayani. Seorang pelayan harus terfokus pada tujuan pengutusan yaitu memberitakan Injil kerajaan Allah ke segala tempat.

Ketiga, mewaspadai intrik penguasa dunia (ayat 7-9). Herodes ingin bertemu Yesus (ayat 9). Untuk apa? Ia pernah membunuh Yohanes Pembaptis karena dendam atas teguran Yohanes padanya. Pasti keinginan Herodes untuk bertemu Yesus didasari oleh motivasi yang tidak baik.

Betapa pentingnya prajurit Kristus mempersiapkan diri dalam memasuki medan pelayanan.

Renungkan: Tanpa kuasa Yesus, pelayanan Anda dalam memberitakan Injil Kerajaan Allah hanya akan menghasilkan pengikut Anda bukan, Dia.

(0.50) (Ef 3:1) (sh: Membuka rahasia Allah (Rabu, 5 November 2003))
Membuka rahasia Allah

Pengalaman yang seseorang atau sekelompok orang lalui maupun nikmati, pasti memberi alasan akan kekhususan diri orang atau kelompok tersebut. Secara positif pengakuan ini memacu orang atau kelompok tersebut untuk meningkatkan kualitas pengalaman atau kemampuannya. Namun, secara negatif, jika kekhususan itu ditempatkan pada porsi “perasaan” tanpa iman dan logika, maka siapapun akan merasa dirinya sendirilah ang paling benar, dan orang lain pasti salah. Orang-orang Yahudi melalui penyataan Allah dan pengalaman hidup nenek moyang mereka bersama Allah, merasa bahwa mereka dikhususkan Allah. Begitu pula dengan orang-orang non Yahudi -- orang-orang Yunani para pengikut agama misteri—melalui pengalaman spiritual, mereka beranggapan bahwa hanya mereka yang memiliki hikmat ilahi. Kedua anggapan ini sungguh keliru, karenanya Paulus mengungkapkan suatu kebenaran, yaitu rahasia Allah. Orang-orang non Yahudi yang sudah percaya telah dipersatukan dengan orang-orang Yahudi yang percaya dalam satu tubuh, yaitu jemaat. Paulus mengatakan bahwa rahasia Allah ini telah memberikan pengaruh yang dahsyat terhadap diri dan pelayanannya. Olehnya Paulus didorong untuk mewartakan Injil kepada semua orang Tugas kita, orang-orang yang percaya kepada Kristus pada masa kini, sebagaimana yang dilakukan oleh jemaat pada masa lampau (ayat 10) adalah memberitakan dan menawarkan rahasia Allah itu kepada semua orang untuk mereka alami. Apakah saat ini kita semua sudah melakukannya?

Renungkan: Seandainya setiap orang Kristen seperti Paulus: menyadari diri sebagai pelayan Kristus bukan pelayan diri sendiri, dan menyadari pertolongan anugerah Allah, pastilah Gereja Tuhan akan mampu menjadi peragaan pelbagai hikmat Allah.

(0.44) (Kel 17:1) (sh: Andalkan kasih setia Tuhan! (Sabtu, 10 September 2005))
Andalkan kasih setia Tuhan!

Tantangan dan persoalan dalam kehidupan manusia adalah wajar bagaikan kerikil-kerikil yang mengganggu langkah-langkah perjalanan hidup. Ketidakpercayaan kepada Allah dapat membuat kita memandang perintang-perintang kecil itu seolah-olah batu-batu besar.

Israel yang berada di padang gurun Masa dan Meriba, sedang mengalami kekurangan air minum dan mereka juga harus menghadapi bangsa Amalek. Ketiadaan air minum merupakan masalah "kecil" di hadapan Allah. Namun, menurut Israel, hal ini bagaikan batu besar karena mereka kurang percaya. Israel tidak mengingat perbuatan besar yang Allah telah perbuat bagi mereka, yakni membebaskan mereka dari perbudakan Mesir dan menyertai perjalanan mereka bahkan mencukupi kebutuhan jasmani mereka selama berada di padang gurun (ayat 5-6).

Kendati demikian, Allah terus menunjukkan kasih setia-Nya. Ia tetap menyertai Israel ketika mereka berperang melawan bangsa Amalek (ayat 8-12). Allah berperang melawan musuh umat-Nya, bahkan Ia membuat bangsa Amalek terhapus dari muka bumi (ayat 13-14). Kemenangan ini bukan disebabkan oleh kekuatan atau persenjataan Israel melainkan semata-mata karena kuasa Allah. Indahnya kemenangan yang Allah berikan terlihat dari ketaatan Israel pada firman-Nya dan kerja sama mereka yang saling menopang. Yosua yang memimpin Israel berperang melawan Amalek, sementara Musa dibantu dan ditopang oleh Harun dan Hur berdoa dengan tekun dan bersehati.

Kita orang beriman pun bagaikan musafir-musafir yang sedang menuju pengenapan janji-janji Tuhan. Berbagai kesulitan fisik serta tantangan mental-spiritual Ia izinkan menghadang. Maksud Tuhan adalah agar kita beroleh kesempatan membuktikan bahwa Ia adalah Allah yang patut sepenuhnya kita andalkan dan percayai.

Responsku: Aku akan memahsyurkan Allah karena kesetiaan dan karya-Nya dalam hidupku.

(0.44) (Im 17:10) (sh: Darah yang sakral dan hidup yang suci (Kamis, 19 September 2002))
Darah yang sakral dan hidup yang suci

Sistim pegorbanan dalam Perjanjian Lama merupakan pemberian Tuhan yang penuh anugrah kepada UmatNya. Walaupun anugrah ini diberikan dengan cuma-cuma, namun tidaklah boleh diperlakukan dengan sembarangan. Tuntutan untuk memiliki pola hidup yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain, merupakan padanan dari anugrah tersebut.

Hal inilah yang mendasari mengapa Tuhan melarang Israel memakan darah. Melalui peraturan ini, Tuhan mengajarkan beberapa hal kepada Israel: [1] menghargai kesakralan kehidupan yang adalah milik Tuhan. Karena itu tidak memakan atau meminum darah merupakan penghargaan terhadap kehidupan dan penciptanya; [2] menghargai makna penebusan yang terkandung dalam penumpahan darah hewan korban. Darah merupakan lambang penebusan bagi nyawa manusia (ayat 11). Darah anak domba yang tidak bersalah haruslah ditumpahkan untuk menggantikan kesalahan manusia. Lambang dan makna penebusan ini akan dirusakkan jika Israel memakan atau meminum darah; [3] menghargai anugrah Tuhan melalui gaya hidup yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Memakan darah merupakan kebiasaan praktik-praktik penyembahan berhala pada masa itu. Israel sebagai umat kudus Allah telah dipisahkan dan dibedakan dari bangsa-bangsa asing disekitar mereka

Peraturan yang memberikan perhatian terhadap kesakralan darah ini memiliki makna spiritual yang penuh bagi Kristen. Prinsip ini digenapi oleh kematian Kristus yang menggantikan dosa manusia (Rom 5:11). Kristen dibenarkan, diampuni dan diselamatkan melalui darah Kristus (Rom. 5:9; Ef. 1:17). Melalui darahNya kita memperoleh akses langsung dengan Allah (Ibr. 10:19–22), mengalamai kemenangan atas yang jahat (Wah. 12:10-11), dan berdiri melayani Tuhan dihadapan kemuliaanNya yang kekal (Wah. 7:14-15).

Renungkan: Pemahaman Teologis yang benar merupakan bagian esensial dalam kehidupan umat Tuhan, namun belumlah memadai jikalau tak diiringi oleh praktek hidup yang suci. Pemahaman yang teraplikasi melalui kehidupan praktis yang suci merupakan identitas umat Tuhan.

(0.44) (Ul 4:1) (sh: Cinta itu eksklusif (Senin, 28 April 2003))
Cinta itu eksklusif

Hubungan antara Allah dan Israel dapat digambarkan sebagai hubungan antarkekasih. Allah begitu mengasihi Israel dan memberikan yang terbaik baginya. Allah menuntut pula kesetiaan dan cinta yang tak terbagi dari Israel. Setelah Musa mengingatkan bangsa Israel tentang sejarah mereka, mulai pasal ini ia menasihatkan mereka untuk menaati hukum-hukum Allah agar mereka hidup.

Allah mencintai bangsa Israel dengan pemeliharaan-Nya yang begitu indah. Ia juga memberikan hukum pengajaran-Nya yang unik, yang tidak dimiliki bangsa-bangsa lain (ayat 5-8). Dengan hukum-hukum ini, bangsa Israel akan menjadi bangsa yang besar (secara spiritual, bukan kuantitas). Ketika mereka menaati hukum-hukum tersebut, Allah akan menjadi dekat dan menolong mereka -- suatu keajaiban bagi bangsa-bangsa lain (ayat 7). Hukum-hukum itu sendiri sempurna dan unik (ayat 8), misalnya adanya peraturan- peraturan mengenai perlakuan yang baik terhadap orang asing dan tidak adanya hukuman mati bagi kejahatan ekonomi -- sesuatu yang berbeda dibandingkan peraturan bangsa-bangsa lain.

Hanya Allah yang patut dicintai dan disembah. Untuk itu, bangsa Israel harus mengingat semua hukum-Nya dan menyampaikannya kepada generasi-generasi berikutnya. Itulah sebabnya dua loh untuk sepuluh perintah Allah dibuat dari batu -- agar hukum- hukum itu permanen. Allah menginginkan agar bangsa Israel tidak menyembah apa pun yang berada di dalam alam ciptaan (ayat 15-20) meskipun mengatasnamakan Yahweh. Hanya Yahweh yang patut disembah. Musa mengingatkan bangsa Israel bahwa Ia adalah Allah yang cemburu (ayat 24). Ia berharap bangsa Israel yang akan masuk ke Tanah Perjanjian tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Renungkan: Tuhan mencintai Anda dengan begitu istimewa, memberikan semua yang terbaik bagi Anda. Masakan Anda masih menomorduakan Dia?

(0.44) (Ul 11:16) (sh: Menjejakkan kaki (Senin, 12 Mei 2003))
Menjejakkan kaki

Hidup adalah sebuah pilihan dan segala sesuatu di dalamnya juga merupakan pengambilan keputusan. Sebagaimana kita melangkah dengan kaki kita, setiap detik kita melangkah dengan hidup kita, dengan diri kita seutuhnya. Kita menjejakkan kaki tidak hanya dalam pemahaman ruang dan waktu, tetapi juga di dalam dimensi situasi. Apakah kita akan menguasai situasi itu atau akankah kita kehilangan kekuatan kita untuk memilih?

Musa memperingatkan bangsa Israel bahwa mereka tidak boleh tergoda mengikuti allah-allah Kanaan ketika mereka nanti berada di sana. Jika mereka jatuh ke dalam penyembahan berhala, maka secara spiritual mereka telah dikalahkan. Mereka menduduki Kanaan secara fisikal, tetapi faktanya budaya dan agama Kanaan menduduki hati dan kepala mereka. Karena itu, Musa menginginkan agar bangsa Israel memperhatikan hukum-hukum Tuhan dengan lekat dan saksama. Ini adalah syarat agar bangsa Israel bisa bertahan di tanah yang dijanjikan Tuhan. Kita melihat bahwa Tuhan menginginkan agar bangsa Israel menjejakkan kaki mereka, baik dalam dimensi ruang, waktu, dan situasi berdasarkan firman Allah. Bangsa Israel harus memenangkan kehidupan ini dengan pemilihan berdasarkan ketaatan kepada Allah.

Allah berjanji akan memberikan kekuatan kepada bangsa Israel, melebihi kapasitas dan kelayakan mereka. Mereka adalah bangsa yang kecil, namun Tuhan akan membuat mereka besar di hadapan bangsa-bangsa. Mereka akan membuat semua orang takut ketika kaki mereka menyentuh bumi (ayat 25). Pilihannya adalah berkat dan kutuk -- untuk apa mereka memilih allah-allah yang kekuatannya belum terbukti (ayat 28)?

Renungkan: Dalam setiap saat dan situasi kehidupan Anda, Anda bisa memilih untuk taat kepada Allah atau menaati nafsu dan kebodohan Anda sendiri.

(0.44) (1Sam 9:17) (sh: Penampilan Pemimpin (Minggu, 30 November 1997))
Penampilan Pemimpin

Saul tidak mengenal Samuel karena ia hampir-hampir tidak memiliki perhatian baik pada masalah-masalah rohani maupun pada hal-hal rohani.Tidak heran ia sama sekali tidak mengenal Samuel yang menjadi pemimpin tertinggi umat Allah yaitu Israel. Tetapi hal ini juga memperlihatkan sesuatu tentang Samuel. Pertanyaan Saul kepada Samuel, "Dimanakah rumah pelihat?" (ayat 18), memberi kesan bahwa tidak ada yang istimewa dalam penampilan Samuel. Sebagai pemimpin tertinggi dan berpengaruh besar, tentu wajar bila ia mengenakan pakaian yang istimewa dengan berbagai atribut dan asesoris kepemimpinannya. Sebagai hamba Tuhan, Samuel hidup sederhana. Ia berpenampilan seperti orang kebanyakan. Bobot kepemimpinannya terletak pada kepribadiannya bukan pada penampilannya.

Penyambutan Samuel. Samuel tahu bahwa Saul adalah orang yang akan menggantikannya. Tetapi tidak ada sedikitpun rasa cemburu dan iri hati padanya. Ia menyambut Saul dengan hangat. Ia memberikan tempat terhormat kepada Saul dalam suatu perjamuan (ayat 22) dengan hidangan terbaik (ayat 24). Ia juga menyediakan waktu untuk berbincang-bincang (ayat 25). Mungkin malam itu Samuel menceritakan latar belakang permintaan rakyat Israel akan seorang raja. Sangat mungkin pula ia membimbing Saul secara spiritual. Dalam peralihan kepemimpinan sering terjadi kecemburuan, ketegangan. Warisan yang diberikan seringkali bukan hal positif yang mendukung dan menyiapkan sang pengganti. Sebaliknya seorang pemimpin sering mewariskan banyak masalah, tumpukan hutang yang harus diselesaikan penggantinya, bahkan tidak jarang ada pemimpin yang menjelek-jelekkan penggantinya. Inti semuanya itu ialah, dirinya saja yang paling baik.

Renungkan: Bila kepemimpinan tidak diemban dalam semangat pelayanan bagi Tuhan dan bagi sesama, kepemimpinan itu akan dijangkiti dosa kultus individu.

Doa: Tolong kami meninggikan Tuhan saja dalam segala keberhasilan kami

(0.44) (2Taw 8:1) (sh: Standar dan kemampuan (Kamis, 16 Mei 2002))
Standar dan kemampuan

Kedua hal ini, standar dan kemampuan, adalah hal-hal yang mutlak diperlukan dalam membangun apa pun. Baik dalam membangun hal-hal fisik maupun dalam membangun hal-hal spiritual, keduanya tidak dapat dipisahkan. Standar memberi kita ukuran jelas sehingga pembangunan yang kita lakukan terarah, dan dari waktu ke waktu dapat dievaluasi. Kemampuan memberi kita daya yang memungkinkan kita tidak saja memulai dengan baik, tetapi juga meneruskan pembangunan sampai selesai.

Perikop ini juga memaparkan kedua hal tersebut. Sebenarnya Bait Allah sudah rampung, bahkan sudah ditahbiskan (ps. 7). Tetapi, ayat 16 menggolongkan pasal 8 ini sebagai bagian penyelesaian pembangunan bait Allah. Pembangunan “bait Allah” dalam arti luas itu menyangkut pembangunan istana Salomo (ayat 1), pembangunan desa-desa yang ditolak Huram agar menjadi kota-kota yang laik huni (ayat 2), pembangunan kedaulatan dan teritorial Israel (ayat 3-6), pembangunan hubungan-hubungan kemasyarakatan (ayat 7-10), dan pembangunan tata ibadah (ayat 12-15). Sungguh suatu pembangunan yang luas, dan terpadu. Dengan demikian, tugas ini bukan tugas main-main, melainkan adalah suatu tugas raksasa dan teramat berat.

Bagian ini menyaksikan dengan jujur keberhasilan dan kegagalan Salomo dalam membangun. Berpegang pada perintah Musa dan teladan Daud ayahnya (ayat 12-15), Salomo berhasil merampungkan pembangunan fisik terpadu tersebut, bahkan tata ibadah bait Allah. Namun, di sela-sela keberhasilan mengarahkan kapasitas yang ada untuk mencapai pola standar fisik dengan benar, Salomo gagal memenuhi standar lainnya yang lebih penting, yaitu kehidupan moral dan ibadah sesungguhnya, yaitu ketaatan terhadap kehendak Allah. Tindakannya memindahkan istrinya, dari kota Daud tempat tabut Allah disimpan ke istana khusus (ayat 11), mengisyaratkan kesadaran Salomo bahwa pernikahan politisnya itu salah di mata Allah.

Renungkan: Pada dasarnya, tak seorang pun mampu membangun sempurna seluruh segi hidup rohani dan duniawi agar bernilai sesuai standar Allah. Standar seperti yang Alkitab paparkan hanya dapat kita penuhi melalui kekuatan Dia yang bangkit dan berhasil.

(0.44) (2Taw 34:14) (sh: Pembaruan perjanjian berdasarkan firman (Jumat, 12 Juli 2002))
Pembaruan perjanjian berdasarkan firman

Pada zaman Yosia, Taurat Musa belum terkumpul secara utuh seperti yang kita miliki sekarang. Penemuan kembali bagian ini, yang memberi perhatian kepada segala potensi dari perjanjian Allah dengan Israel - berkat jika Israel setia, dan kutuk jika Israel berubah setia - membawa dampak besar bagi reformasi Yosia yang sedang berjalan.

Respons Yosia setelah mendengarkan pembacaan kitab tersebut perlu menjadi perhatian kita. Pertama, apa yang didengarnya ternyata tidak membuat Yosia berpuas diri karena merasa mendapat peneguhan atas segala tindakannya yang baik. Sebaliknya, ia justru makin disadarkan tentang betapa seriusnya dosa-dosa yang telah dilakukan bangsanya terhadap Allah. Ia lalu mengoyakkan pakaiannya (ayat 19), sebagai tanda khas bagi orang yang berkabung dan menyesal. Yosia menyesal dan merendahkan diri di hadapan Allah (ayat 27). Respons kedua, Yosia mengambil langkah untuk meminta petunjuk TUHAN (ayat 21).

Firman Tuhan yang disampaikan kepada Yosia melalui nabiah Hulda itu meneguhkan dua hal. Pertama, bahwa Yosia telah melakukan hal yang benar ketika ia bertobat dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Kedua, tentang betapa dahsyatnya penghukuman Allah atas Israel dan Yerusalem karena meninggalkan Tuhan, sehingga penghukuman Allah hanya ditunda tidak akan terjadi pada masa Yosia. Respons ketiga Yosia, yang disebabkan oleh semua hal di atas, adalah pergi bersama-sama seluruh rakyat ke bait Allah, dan membacakan kitab perjanjian yang baru ditemukan itu di hadapan seluruh rakyat (ayat 30).

Melalui sikap Yosia ini, kita belajar banyak hal tentang seorang pemimpin sejati. Pertama, seorang pemimpin harus menjadi teladan spiritual bagi rakyatnya. Kedua, seorang pemimpin mengutamakan persatuan rakyatnya. Ketiga, seorang pemimpin harus mampu mengarahkan rakyatnya untuk melakukan yang berkenan di hadapan Tuhan.

Renungkan: Gumulkan dan doakan terus agar bangsa dan para pemimpin kita bertobat dan bertekad untuk hidup mengikuti Tuhan dan menuruti perintah-perintah-Nya.

(0.44) (Neh 5:14) (sh: Menolak budaya 'aji mumpung' (Sabtu, 18 November 2000))
Menolak budaya 'aji mumpung'

Nehemia mendapat kedudukan sebagai bupati tanah Yehuda selama 12 tahun. Meskipun berkuasa cukup lama, ia tidak menyalahgunakan kekuasaan. Bahkan ia pun tidak menuntut haknya. Bupati-bupati sebelumnya telah memanfaatkan kesempatan dan membebani rakyat. Meskipun Nehemia harus menjamu paling sedikit 150 orang setiap hari, ia memilih untuk menanggung sendiri biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan perjamuan itu. Bagaimana dengan sepak terjang saudara-saudara dan anak buah sang penguasa? Tidak semua pemimpin yang jujur dapat mengendalikan keluarga dan anak buahnya. Nehemia menegaskan bahwa bukan hanya dirinya tetapi juga saudara-saudaranya dan anak buahnya tidak mengambil bagian yang menjadi hak bupati (14). Anak buah para bupati sebelumnya memakai koneksi, kedudukan, dan kuasa untuk kepentingan pribadi. Tetapi anak buah Nehemia dikerahkan untuk turut mengambil bagian dalam pembangunan.

Apa yang membuat Nehemia begitu berbeda dengan pemimpin lainnya? Apakah Nehemia seorang yang tidak normal sehingga tidak menyukai harta benda? Motivasi apa yang mengikis sikap serakah yang begitu sering menyebabkan seorang pemimpin mendahulukan kepentingan pribadinya? Kuncinya tidak lain dan tidak bukan adalah 'ia takut akan Allah' (15) dan ia mau mengidentifikasikan dirinya dengan penderitaan rakyat. Kesimpulan singkat yang dapat dikatakan tentang kehidupan Nehemia sebagai gubernur adalah ia tidak bercacat. Inilah yang dibutuhkan seorang pemimpin di bidang apa pun baik pemerintahan, perusahaan, gereja, lembaga pelayanan, maupun rumah tangga. Seorang pemimpin harus tidak bercacat dalam kehidupannya baik secara moral, sosial, dan spiritual agar ia mampu menggerakkan dan mendorong orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai misinya. Sebagai orang tua, kita pun harus memberikan contoh kehidupan yang baik sebelum kita mengoreksi kesalahan anak-anak kita.

Renungkan: Biarlah kita meneladani Nehemia, yang mampu menyelesaikan seluruh misi yang dipercayakan kepadanya, bukan karena memiliki kekuasaan sebagai seorang gubernur tetapi karena memiliki kekuatan moral dan komitmen penuh terhadap firman Allah.

(0.44) (Neh 13:1) (sh: Kehadiran pemimpin rohani (Jumat, 1 Desember 2000))
Kehadiran pemimpin rohani

Setelah menjadi gubernur di Yudea selama 12 tahun, Nehemia kembali ke Susan. Ketika ia tidak berada di Yerusalem, bangsa Israel sedikit demi sedikit melanggar perjanjian yang mereka buat untuk melakukan semua hukum Taurat dengan sungguh-sungguh (10:28-39). Ketika Nehemia kembali ke Yerusalem untuk menjadi gubernur yang kedua kalinya, ia mendapati Imam Elyasib yang diangkat menjadi pengawas bilik-bilik rumah Allah menyediakan bilik besar bagi Tobia, kenalan baik Imam Elyasib sekaligus musuh lama orang Yahudi. Padahal bilik itu biasanya digunakan untuk menyimpan korban sajian, kemenyan, perkakas, dan persembahan perpuluhan (4- 5). Nehemia juga mendapati ibadah di Bait Suci tidak diadakan lagi. Para orang Lewi yang biasanya melayani di Bait Allah kembali bekerja di ladang untuk mendapatkan nafkah, sebab mereka tidak lagi menerima persembahan untuk mendukung kehidupan mereka (10-13).

Nehemia tidak dapat tinggal diam melihat dosa kembali menggerogoti bangsanya. Tindakan Nehemia yang penuh kemarahan atas Tobia dan hartanya merupakan manifestasi sikap Nehemia yang merindukan reformasi yang sungguh terjadi dalam kehidupan bangsanya dan ia tidak dapat berkompromi dengan dosa. Tindakan Nehemia ini mengingatkan kita akan tindakan Yesus di Bait Allah (Mat. 21:12- 13). Bagi Nehemia, Elyasib telah menjungkirbalikkan tatanan prioritas kehidupan umat Allah. Apakah dapat dibenarkan bilik yang seharusnya digunakan bagi kelangsungan kehidupan dan tata ibadah ternyata digunakan untuk kepentingan pribadi (4-5)? Nehemia pun bertindak tegas dengan mengumpulkan kembali orang- orang Lewi dan mengangkat pengawas perbendaharaan yang baru, sehingga kesejahteraan orang Lewi terjamin. Itu semua dilakukan agar kehidupan ibadah bangsa ini kembali berjalan dan reformasi terus bergulir seperti yang terjadi setelah peristiwa ini (1-3).

Renungkan: Kehadiran pemimpin rohani yang berwibawa, peka terhadap dosa sekecil apa pun, berani menentang dan menghancurkan dosa, tidak kompromi terhadap dosa, berkomitmen penuh bagi pembangunan moral dan spiritual umat Allah, sungguh diperlukan. Berdoalah agar Allah memberikan kepada gereja Anda seorang pemimpin rohani seperti Nehemia.

(0.44) (Mzm 40:1) (sh: Penantian belum berakhir (Kamis, 5 Juni 2003))
Penantian belum berakhir

Bagi sebagian orang, menanti adalah pekerjaan yang sulit dan membosankan karena menuntut kesabaran dan disiplin diri yang besar. Bagi orang beriman menanti berhubungan erat dengan kedewasaan mental spiritual. Sehubungan dengan "menanti", umat Tuhan dikenal sebagai orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan. Orang beriman yang belajar menanti, tidak akan diperbudak oleh hal-hal yang mendesak sebab tahu apa yang hakiki dan penting. Iman, harap, dan kasihlah yang membuat kita mampu menempatkan semua hal dalam hidup ini dalam nilai dan perspektif ilahi.

Dalam Mazmur ini, pemazmur melukiskan pengalaman hidupnya ketika ia jatuh ke dalam jerat dosa, dan menanti-nantikan Tuhan. Bagi pemazmur dosa seumpama lumpur hidup yang menghisap orang yang jatuh ke dalamnya untuk mati terbenam hidup-hidup. Semakin keras orang itu meronta berusaha melepaskan diri, semakin ia akan tersedot oleh lumpur itu. Hanya jika ada pertolongan dari luar sajalah, orang itu dapat diselamatkan. Inilah penantian yang sekaligus menunjukkan bahwa usaha manusia jelas tak mampu menyelesaikan masalah dosa. Allah tidak hanya mendengar teriakan pemazmur minta tolong. Ia bahkan menjenguk dan mengangkat si pemazmur dari lubang kebinasaan.

Banyak sekali kebaikan dan perbuatan Allah untuk kita, orang beriman. Kebaikan Allah mencapai klimaksnya pada kedatangan pertama sang Juruselamat. Ini menunjukkan bahwa Allah menggenapi janji keselamatan yang dinantikan manusia. Penggenapan janji Allah ini tidak berhenti sampai di sini, karena penggenapan pertama ini justru memasukkan kita pada penantian yang terbesar yaitu kedatangan-Nya yang kedua kali.

Renungkan: Belajarlah hidup dalam penantian kedatangan Tuhan sebab itu akan membuat kita mengutamakan kasih, kesucian, keadilan dan kebenaran.

(0.44) (Yes 1:1) (sh: Pemberontakan (Senin, 6 Oktober 2003))
Pemberontakan

Ketika tulisan ini dibuat, keadaan di Nangroe Aceh Darussalam sedang begitu memprihatinkan. Ratusan sekolah dibakar, dan pertikaian antara GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dengan pemerintah RI terus memanas. Semua pihak mengharapkan agar pertikaian ini segera berakhir. Namun, bila kita bercermin diri, ternyata menyingkirkan pemberontakan tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Kitab Yesaya dimulai dengan suasana yang panas, juga suasana pemberontakan. Yehuda sebagai umat Allah memberontak terhadap Yahweh, Allah yang mengasihi mereka. Mereka lebih mempercayai pertolongan Asyur daripada Yahweh. Pemberontakan politis ini sebenarnya berakar dalam pemberontakan yang sifatnya spiritual.

Dalam ayat 1, ada 4 raja yang disebutkan. Namun, hanya Ahas dan Hizkia yang penting diperhatikan. Ahas mewakili posisi raja yang lemah dan cenderung tidak setia. Anaknya, Hizkia, mewakili posisi sebaliknya: orang yang dapat dipercaya dan menaati Allah. Dalam jatuh-bangun Yehuda inilah Yesaya muncul sebagai nabi, yang berdasarkan penglihatan surgawi, menyerukan penghakiman bagi Yehuda. Penghakiman tersebut datang karena Israel berdosa dan memberontak (ayat 4-5). Meskipun Yahweh adalah Allah yang dekat dan intim dengan umat-Nya, Ia tak dapat melihat kemunafikan dan kenajisan manusia. Dalam kehidupan pribadi dan publik, tidak ada yang benar sama sekali dalam kehidupan bangsa Yehuda, semuanya seperti borok. Allah menjatuhkan hukuman-Nya kepada Yehuda dengan memutuskan untuk tidak lagi menerima ibadah di Bait Allah karena dijalankan dengan rutinitas dan tanpa makna (ayat 11-15). Padahal ibadah Yehuda seharusnya diwujudkan secara total dan serius melalui pertobatan dalam hidup keseharian mereka.

Renungkan: Selidiki hidup Anda. Adakah hal-hal yang melawan Tuhan yang masih Anda sembunyikan? Buanglah dan minta Dia menyucikanmu sebelum murka-Nya datang menghukum Anda.

(0.44) (Yer 8:4) (sh: Segalanya bermula dari firman-Nya (Minggu, 10 September 2000))
Segalanya bermula dari firman-Nya

Yeremia memulai berita yang panjang tentang penghukuman Allah dengan sebuah pertanyaan. 'Apabila orang jatuh, masakan ia tidak bangun kembali? Apabila orang berpaling, masakan ia tidak kembali?' (4). Itulah gambaran bangsa Yehuda yang tidak setia, tidak seperti alam yang senantiasa taat kepada musim yang berlaku (7). Setelah bangsa Yehuda berpaling dari Allah, mereka menolak kembali pada-Nya (5).

Setelah jatuh dalam perzinahan rohani, mereka tidak mau bertobat, justru terus berkubang dalam kenajisannya (6). Apa yang benar dan salah sudah menjadi kabur dalam pandangan mereka. Budaya malu dan sungkan tidak ada dalam masyarakat Yehuda (12). Yang lebih parah lagi ketika tanda-tanda datangnya hukuman Allah semakin dekat (10, 14-17), mereka justru menyangkalinya dengan meyakinkan

masyarakat dan diri mereka sendiri bahwa segala sesuatunya aman dan terkendali (11). Apa yang akan dihasilkan oleh bangsa ini bagi sesamanya (13)?

Situasi di atas sangat mirip dengan situasi di negara kita. Benar atau salah; melanggar hukum atau tidak, sudah menjadi kabur. Ledakan bom sudah terjadi di tempat hukum ditegakkan, pembantaian antar umat beragama terus berlangsung di Ambon, KKN masih merajalela, tetapi para petinggi negara bersikap seolah-olah negara kita dalam keadaan aman dan stabil. Bagaimana mungkin negara kita akan mengalami pertumbuhan ekonomi dan menarik minat para investor asing (13)?

Renungkan: Kita tidak mungkin mengubah keadaan ini, kecuali jika firman Tuhan dalam hati mereka (8-9). Firman Tuhan bukan hanya dasar bagi pembaharuan kehidupan spiritual individu namun juga bagi bangsa dan negara. Sebab firman Tuhan membuat orang menjadi bijaksana, sehingga tahu apa yang benar dan salah. Hatinya tidak bebal dan dibutakan oleh dosa. Ia mampu memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam masyarakat.

(0.44) (Yer 25:30) (sh: Ilustrasi yang tepat (Kamis, 12 Oktober 2000))
Ilustrasi yang tepat

Yeremia diutus kepada bangsa-bangsa untuk memaparkan hukuman Allah yang akan menimpa mereka dengan menggunakan gambaran-gambaran khusus (30-32). Suara Tuhan akan mengaum seperti singa menerkam mangsanya. Untuk menyangatkan dampak dari 'auman' Allah, Yeremia membandingkannya dengan suara pekik pengirik buah anggur yang gemanya mencapai ujung bumi. Suara deru perang yang dahsyat akan terdengar kemana-mana ketika Allah menghukum bangsa-bangsa. Malapetaka besar akan menjalar kemana-mana dan badai besar akan mengamuk. Sampai mati pun mereka yang menerima penghukuman itu tetap akan mendapatkan penghinaan besar. Para pemimpin bangsa-bangsa akan seperti gembala-gembala yang disembelih. Padang rumput mereka rusak, padahal padang rumput merupakan sumber utama kehidupan mereka.

Gambaran-gambaran yang dipergunakan untuk melambangkan penghukuman di atas sangat akrab di mata, telinga, dan otak mereka. Sebab mereka dapat melihatnya di dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mengapa Yeremia menggunakan gambaran-gambaran yang demikian? Tidak cukupkah hanya dengan mengatakan 'Allah akan menghukum kamu semua'? Yeremia melihat pentingnya bangsa-bangsa yang menerima pemberitaan firman itu memahaminya secara benar. Sebab pemahaman yang benar akan membuahkan respons yang sesuai dengan kehendak-Nya. Respons yang demikian akan mendatangkan berkat.

Melalui bagian firman Tuhan ini, Kristen seharusnya menyadari bahwa menyampaikan firman Tuhan yang dapat dimengerti dan dipahami dengan benar, membutuhkan tehnik komunikasi yang tepat dan pemahaman yang menyeluruh tentang konteks sosial dan budaya orang yang akan mendengarkan firman-Nya. Misalnya jika kita akan memberitakan Injil kepada orang-orang miskin, akan sangat tidak efektif jika kita menekankan bahwa orang yang tidak di dalam Kristus hidupnya akan menderita. Sebab penderitaan sudah menjadi bagian hidup mereka. Penderitaan macam apa lagi yang dapat menyadarkan mereka bahwa mereka membutuhkan Kristus?

Renungkan: Gambaran apa yang akan Anda gunakan untuk memberitakan kebenaran betapa bobroknya kondisi moral dan spiritual bangsa kita, dan Allah menuntut pertanggungjawaban dari kita semua?

(0.44) (Yer 30:12) (sh: Paradoks tindakan Allah (Senin, 23 April 2001))
Paradoks tindakan Allah

Firman Tuhan yang berbicara tentang pembaharuan bangsa Yehuda terus berlanjut. Kali ini berisi berita yang paradoks yaitu pemaparan tentang penderitaan bangsa Yehuda dan pemulihannya yang semuanya disebabkan karena tindakan Allah.

Yehuda menderita penyakit yang tidak ada obatnya dan luka yang tidak dapat disembuhkan. Penderitaan fisik yang sangat mengerikan membuat mereka berteriak-teriak kesakitan. Tidak hanya fisik, mereka pun mengalami penderitaan mental sebab semua sekutunya meninggalkan. Mereka dipandang sebagai buangan yang sudah tidak berguna dan tidak layak untuk diajak bersekutu (17). Siapa yang akan berpihak kepada Yehuda ketika Allah sendiri bangkit melawannya? Mengapa Yehuda harus mengalami itu semua? Sebab Allah tidak mentolerir sedikit pun dosa yang menggerogoti manusia apalagi bangsa Yehuda sebagai umat pilihan-Nya. Allah menghajar untuk mengoreksi dan mendisiplin mereka.

Namun murka Allah tidak untuk selama-lamanya. Bila waktunya tiba, Allah akan membebaskan dan menyelamatkan umat-Nya.(16,1 7). Apa yang akan dilakukan oleh Allah? Pembangunan bangsa baik secara sosial, politik, ekonomi, martabat, maupun spiritual akan dikerjakan oleh-Nya (18-21) sehingga teriakan kesakitan akan diganti dengan nyanyian syukur kepada Allah (19). Tindakan Allah yang paling besar adalah membawa Yehuda kembali ke dalam relasi yang benar dengan diri-Nya yaitu menjadi umat-Nya dan Allah menjadi Allah mereka (23). Berkat dan keselamatan akan dialami oleh Yehuda pada saat musuh-musuhnya sedang dihancurkan oleh Allah (20, 23).

Renungkan: Koreksi dan disiplin-Nya juga akan dijatuhkan atas gereja-Nya jika Ia mendapati dosa dan kesalahan menggerogoti kehidupan gereja-Nya. Ia pun dapat menggunakan tangan-tangan musuh gereja untuk mendatangkan hajaran itu dan memporakporandakannya. Namun demikian jika hal itu terjadi, gereja harus bertobat dan jangan pesimis, karena anugerah dan belas kasihan-Nya yang mengejutkan akan memulihkan gereja dengan berkat yang berlipat ganda. Yang terpenting bagi umat Allah saat ini adalah merenungkan dan mencermati setiap peristiwa yang menimpa gereja, apakah merupakan koreksi dan hajaran dari Allah.

(0.44) (Mat 13:1) (sh: Keluar dari hati. (Minggu, 01 Maret 1998))
Keluar dari hati.

Hati adalah tempat kita mempertimbangkan pilihan, mengambil keputusan, mereka-reka kebaikan atau kejahatan. Hati adalah cerminan keberadaan diri kita secara sederhana. Dalam satu kesempatan hati adalah tempat untuk iman, tetapi dalam kesempatan lainnya hati juga dapat meniadakan Tuhan. Sedemikian pentingnya hati, sampai-sampai firman Tuhan memerintahkan kita untuk memeliharanya lebih dari harta karun.

Tak ada lagi kebaikan. Kesimpulan Daud yaitu bahwa tak ada yang berbuat baik, sungguh mengejutkan. Mustahil kalau di dunia ini sudah tidak ada lagi yang dapat berbuat baik. Bagaimana dengan orang yang bermental terpuji? Memang benar, Pemazmur tidak menyangkal adanya orang-orang yang berbudi luhur, namun ternyata perhatian Pemazmur lebih mendasar. Dua hal yang Pemazmur soroti tajam. Pertama, kebanggaan dan keinginan membangkitkan kemurtadan; Kedua, dalam hal mencari Allah, tak seorang pun memiliki dorongan tulus murni. Betapa parah dan bobroknya kondisi iman manusia dalam dosa.

Fatal akibatnya. Kemurtadan mendatangkan akibat fatal. Daud menggambarkan bahwa kejatuhan yang mengenaskan dialami oleh orang yang melakukan kejahatan. Orang yang membiarkan dirinya hidup tanpa Allah, akan mengalami kemerosotan drastis dan tragis secara mental dan spiritual. Karena itu bukan lagi hal yang luar biasa bila kini masih menyaksikan banyak orang terserang goncangan jiwa yang menghancurkan kehidupannya. Hal demikian tidak akan dialami oleh orang beriman. Kehidupan mereka dipenuhi oleh sorak-sorai dan damai sejahtera.

Renungkan: Ibadah pada hakikatnya ialah memperkokoh sikap iman kepada Allah, meneguhkan hati dan merayakan kemuliaan Allah bersama umat-Nya. Periksa kembali semangat ibadah kita, sungguhkan kita beribadah dalam sikap hati berkenan pada-Nya?

(0.44) (Mat 26:69) (sh: Semangat saja tak dapat diandalkan (Selasa, 22 Maret 2005))
Semangat saja tak dapat diandalkan


Kadang kita takut menunjukkan identitas kita sebagai orang Kristen kepada kalangan tertentu karena kemungkinan akan mendatangkan bahaya dan merugikan kita. Kadang-kadang motivasi yang mendasari sikap kompromi atau penyangkalan iman disebabkan oleh rasa takut menghadapi risiko. Akar terdalam dari goyahnya iman seseorang adalah karena ia lebih mengandalkan semangat dan kekuatan sendiri daripada mengandalkan anugerah Tuhan.

Mengapa Petrus yang tadinya begitu berani membela Tuhannya dengan pedang berubah menjadi sedemikian takut sehingga ia menyangkal Yesus (ayat 70,72,74)? Untuk memahami kegagalan Petrus ini kita perlu kilas balik ke kisah-kisah sebelumnya. Pertama, Petrus adalah seorang yang impulsif. Ia mudah membuat pernyataan akan setia mengikut Yesus sampai mati tanpa didasari perhitungan iman yang cermat tentang risikonya (ayat 26:33-35). Kedua, Yesus sendiri sudah memberikan peringatan bahwa ia akan gagal, namun Petrus tidak serius menanggapi peringatan tersebut (ayat 26:31-32). Ketiga, ketika dalam kelemahan fisik, mental, dan spiritual ia seharusnya berjaga-jaga dalam doa, ia justru terlena tidur (ayat 26:40). Tidak heran bukan oleh badai, tetapi hanya oleh angin kecil pertanyaan-pertanyaan orang tak berarti cukup membuat semangat manusiawi Petrus tumbang.

Kisah Petrus ini memberikan peringatan sekaligus penghiburan. Peringatan, bahwa murid Yesus terdekat sekalipun bisa menyangkali Tuhannya. Juga bahwa ketekunan iman seseorang tidak dapat didasari atas semangat manusiawi semata. Hakikat iman adalah bergantung penuh pada kuasa Allah dan berpegang pada janji-janji Allah bukan pada kobaran semangat manusiawi. Penghiburan, karena kisah ini tidak berhenti sampai di sini. Tuhan yang disangkali Petrus tidak membuang Petrus, tetapi mencari dan memulihkannya (Yoh. 21).

Renungkan: Bukan semangat melahirkan iman, tetapi iman melahirkan semangat.

(0.44) (Mrk 10:13) (sh: Anak berhak atas kabar keselamatan (Rabu, 26 Maret 2003))
Anak berhak atas kabar keselamatan

Di tengah perbincangan Yesus dengan para murid tentang ketidakmengertian mereka terhadap topik perceraian, para murid merasa terganggu dan marah. Mengapa? Karena ada orang-orang yang secara spontan membawa anak-anak mereka untuk Yesus jamah. Kemungkinan besar kemarahan mereka ini didasarkan pada tiga hal. Pertama, konsentrasi mereka terganggu; kedua, mereka tidak ingin Guru mereka direpotkan oleh anak-anak, dan ketiga, tradisi. Dalam agama Yahudi anak-anak sama sekali tidak ada harganya, termasuk tidak memiliki hak untuk menjadi anak-anak Allah. Pemahaman poin ketiga inilah yang Yesus jadikan senjata untuk mengubah pandangan tersebut.

Jika para murid marah melihat orang-orang yang mengantarkan anak- anak mereka, Yesus pun marah. Namun kemarahan Yesus tertuju pada tindakan para murid. Dia menolak tindakan tersebut. Jika masyarakat Yahudi menganggap bahwa anak-anak hina, tak berguna apalagi memiliki hak untuk menjadi warga Kerajaan Allah, Yesus bersikap sebaliknya. Ia membiarkan anak-anak itu datang kepada- Nya. Yesus menjelaskan bahwa Kerajaan Allah justru tersedia bagi yang kecil, yang terhina dan yang tidak berguna (ayat 14)! Ucapan Yesus ini bernada anti-Farisi, artinya Yesus ingin menunjukkan kepada mereka yang beranggapan bahwa hanya orang- orang yang telah melaksanakan hukum menurut pemahaman Farisi sajalah yang berhak masuk ke Kerajaan Allah. Tidak dipungkiri bahwa pemahaman seperti ini masih ada yang meyakini.

Yesus menggunakan keberadaan anak-anak untuk menjelaskan tentang prinsip atau sikap spiritual yang harus orang-orang Kristen laksanakan. Yesus mengajak kita agar belajar dari kepolosan, kesederhanaan, dan kesetiaan yang dimiliki oleh anak-anak ketika kita menyambut Kerajaan Allah.

Renungkan: Hanya dengan keberadaan yang kecil, rendah, dan hina itulah kita tertunduk dan takluk kepada Allah.



TIP #33: Situs ini membutuhkan masukan, ide, dan partisipasi Anda! Klik "Laporan Masalah/Saran" di bagian bawah halaman. [SEMUA]
dibuat dalam 0.19 detik
dipersembahkan oleh YLSA