Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 21 - 35 dari 35 ayat untuk sikapnya (0.091 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.44) (Yeh 14:1) (sh: Allah bukanlah alternatif (Minggu, 29 Juli 2001))
Allah bukanlah alternatif

Apa pun karakteristik dosa para pemimpin Yehuda yang ada di Yerusalem, yang sangat jelas adalah Allah tidak lagi menempati prioritas utama dalam hati mereka. Allah hanya sebuah alternatif bagi mereka. Inilah yang menghalangi hubungan antara Allah dengan mereka. Allah tidak akan menjawab mereka ketika mereka minta petunjuk kepada nabi (ayat 1), tetapi Allah justru akan menghukum bahkan melenyapkan mereka yang mengagungkan berhala (ayat 4, 8). Tindakan Allah ini terkesan sangat otoriter dan sadis. Namun kita harus memahaminya dari perspektif bahwa Allah justru membantu mereka untuk mempertegas sikapnya sebab ketika mereka sudah tidak lagi memprioritaskan Allah, maka mereka bukan lagi bagian dari umat Allah.

Melihat seluruh rakyat Yehuda juga hanya menempatkan Allah sebagai sebuah alternatif (ayat 5), kita dapat menyimpulkan bahwa setiap manusia termasuk umat Allah memang mempunyai kecenderungan untuk menempatkan Allah hanya sebagai sebuah alternatif. Benarkah demikian? Remedial apa yang dibutuhkan? Tidak lain tidak bukan adalah pertobatan sejati yang memimpin mereka kembali menjadi umat Allah. Pertobatan ini bukanlah alternatif sebab penghukuman yang dahsyat sudah menanti umat Allah yang mempunyai kehidupan ibadah yang munafik dan para nabi yang menghasut umat-Nya (ayat 10).

Renungkan: Faktor-faktor apa dalam kehidupan kita yang seringkali membuat atau mungkin memaksa Kristen menempatkan Allah hanya sebagai alternatif? Apakah Allah sekarang juga hanya sebagai alternatif dalam hidup kita karena harta kita sudah cukup banyak, karena karier kita sudah mapan, atau karena kita sedang mengejar harta dan karier? Bertobatlah sebelum penghukuman itu datang. Ini bukan alternatif.

Bacaan untuk Minggu Ke-8 sesudah Pentakosta

Amos 7:12-17

Efesus 1:3-10

Markus 6:7-13

Mazmur 85:7-13

Lagu: Kidung Jemaat 243

PA 4 Yehezkiel 8:1-18

Bangsa Yehuda sebagai umat pilihan Allah yang sejak nenek moyangnya banyak mengalami berkat dan keajaiban dari Allah, telah terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan kekejian di hadapan Allah yaitu menyembah Allah dan menyembah ilah lain baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Kita akan bersama-sama melihat 4 kekejian Yehuda agar kita sebagai Kristen yang sudah mengalami berkat dan keajaiban dari Allah di dalam Yesus Kristus dapat menarik pelajaran-pelajaran yang penting, sehingga kita tidak terjerumus ke dalam dosa yang sama.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Kekejian pertama apakah yang dilakukan oleh Yehuda (ayat 5)? Mengapa Allah memandangnya sebagai kekejian (ayat 6)? Apa yang Allah harus lakukan dan mengapa? Apa dampak tindakan Allah terhadap Yehuda?

2. Apakah kekejian kedua dan oleh siapa dan dimana kekejian itu dilakukan (ayat 10-11)? Mengapa mereka melakukannya di balik tembok? Mengapa mereka melakukan kekejian itu (ayat 12)? Pelajaran apa yang Anda dapatkan dari kedua pertanyaan tadi? Mengapa kekejian ini lebih besar dibandingkan sebelumnya?

3. Apa yang dilakukan oleh perempuan-perempuan Yehuda (ayat 14)? Dimana mereka melakukannya? Bandingkan dengan tempat kekejian kedua dilakukan! Kesimpulan apa yang dapat Anda ambil? Mengapa kekejian ketiga ini dinilai lebih besar oleh Allah?

4. Dimanakah kekejian keempat dilakukan (ayat 16)? Siapa dan apa yang mereka lakukan (ayat 16)? Mengapa Allah menilai bahwa ini adalah kekejian yang paling besar? Apa yang Allah akan lakukan atas mereka (ayat 18)? Bagaimana Anda menilai tindakan Allah tersebut?

5. Berdasarkan penggalian di atas siapa saja yang dapat melakukan kekejian itu? Apa makna fakta ini bagi kita? Ceritakan kembali tingkatan kekejian yang dilakukan oleh Yehuda! Tingkatan-tingkatan itu dapat menunjukkan proses terjadinya kekejian yang lebih besar dan berbagai bentuk perzinahan rohani. Setujukah Anda? Jelaskan! Bagaimanakah bentuk kekejian pertama hingga keempat dalam zaman ini? Apa yang dapat memotivasi Kristen melakukan itu? Bagaimanakah kita harus melawannya?

(0.44) (Mat 5:21) (sh: Pembunuhan karakter? (Rabu, 5 Januari 2005))
Pembunuhan karakter?

Salah satu ciri kristiani yang harus nyata dalam hidup anak-anak Tuhan adalah sikapnya terhadap sesama manusia. Sikap tersebut harus berpadanan dengan bagaimana Tuhan bersikap terhadap manusia, ciptaan-Nya.

Hukum Taurat memberikan larangan `jangan membunuh.' Di balik perintah itu ada prinsip ilahi bahwa Tuhanlah yang memiliki hak atas hidup dan mati seseorang. Oleh sebab itu manusia harus menghargai hidup sesamanya. Jadi, Yesus menegaskan bahwa bukan hanya tindakan membunuh yang disebut sebagai dosa. Marah terhadap sesama, mengata-ngatai sesama manusia sebagai kafir atau jahil sudah dikategorikan pembunuhan (ayat 22). Istilah sekarang ialah pembunuhan karakter. Artinya, baik kemarahan maupun pembunuhan merupakan pelanggaran terhadap hukum Taurat yang keenam. Sikap demikian adalah sikap yang merendahkan sesama manusia yang adalah gambar Allah. Itu adalah sikap yang tidak manusiawi. Sikap sedemikian turut menghina Sang Pencipta. Maka Allah akan menghukum keras orang yang bersikap demikian.

Oleh karena Allah membenci sikap demikian maka pertobatan mutlak harus terjadi sebelum hidup kembali berkenan kepada-Nya. Jangan mengira ibadah diterima oleh Tuhan bila perilaku terhadap sesama salah (ayat 23-24). Allah akan membela orang yang diperlakukan tidak manusiawi. Jadi, sebelum orang tersebut mengadukannya kepada Allah dan hukuman dijatuhkan cepat-cepatlah berdamai (ayat 25-26).

Ingatlah menumpuk kemarahan dalam hati kita akan meracuni pikiran dan tindakan kita. Kemarahan dapat menyebabkan kita kehilangan kendali diri dan berbuat apa saja pada orang lain. Kita perlu belajar mengendalikan diri agar dapat meredam kemarahan dan tetap tenang. Itulah kunci kemenangan kita atas kemarahan!

Renungkan: Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota (Amsal 16:32).

(0.44) (Mat 9:9) (sh: Ikutlah Aku! (Kamis, 20 Januari 2005))
Ikutlah Aku!

Ada sebuah pujian yang bersyair "Alangkah indahnya hari itu, hari yang tak kulupa, setelah ku keliling dalam g'lap, ku dapat Juruselamat. Alangkah bahagia hatiku, ku dapat yang ku rindu...".

Seandainya Matius hidup pada zaman ini, kemungkinan besar lagu itu menjadi pujian yang akan dinyanyikannya ketika ia mengundang Tuhan Yesus untuk makan di rumahnya bersama dengan para rekannya, sesama orang berdosa yang menjadi cemoohan bangsanya sendiri. Hari itu dimulai ketika Tuhan Yesus "melihat" dia dan berkata "Ikutlah Aku"(ayat 9). Undangan ini merupakan undangan yang tidak ternilai keistimewaannya. Yesus, Sang Mesias, mengundang dan memanggil orang berdosa yang menurut pandangan orang lain tidak berharga (ayat 11)! Namun, panggilan itu sendiri bukanlah sebuah panggilan tanpa konsekuensi. Ketika Allah memanggil, Ia memberikan anugerah dan sekaligus tanggung jawab. Mengikut Tuhan Yesus berarti meninggalkan seluruh kehidupan yang lama, termasuk pekerjaan yang telah memberikan suatu jaminan dan kemakmuran. Dan, Matius melepaskan semuanya itu. Keputusannya ini akan menjadi sebuah tekad tanpa kemungkinan untuk kembali. Ia mencatat peristiwa pemanggilannya dengan kata-kata "Maka berdirilah Matius lalu mengikut dia" (ayat 9b). Ia sudah memilih apa yang paling bernilai dalam hidupnya.

Terhadap orang Farisi yang mengkritik sikap-Nya mengundang Matius, Tuhan Yesus balik mengkritik mereka. Mereka tidak mengerti hakikat undangan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus mengundang Matius karena Ia mengasihi orang berdosa dan ingin menyelamatkannya (ayat 13). Sikap orang Farisi ini menunjukkan bahwa mereka tidak merasa perlu mengikut Tuhan Yesus. Oleh karena itu, mereka tetap tinggal sebagai orang berdosa.

Renungkan: Apakah Anda seperti Matius yang menjawab panggilan-Nya mengikut Tuhan Yesus? Ataukah Anda seperti orang Farisi yang tidak merasa perlu mengikut Dia?

(0.44) (Mat 26:14) (sh: Ruang Anda dipenuhi Yesuskah? (Rabu, 16 Maret 2005))
Ruang Anda dipenuhi Yesuskah?


Perjamuan Paskah yang sedang Yesus rayakan sarat makna dan sarat suasana. Makna perjamuan itu bukan saja merayakan pembebasan Israel purba dari penjajahan Mesir, tetapi makna baru, yaitu penyiapan bagi penderitaan sang Anak Manusia. Dengan demikian suasana haru memang menandai perjamuan tersebut. Suasana haru karena kasih Yesus itu menjadi lebih kental ketika perempuan di Betania mencurahkan ungkapan kasihnya kepada Yesus dengan minyak mahal. Sayang sekali bahwa peringatan sarat makna dan suasana itu dinodai oleh rencana pengkhianatan Yudas.

Lawan ternyata tidak saja berasal dari kalangan luar. Orang yang sekian tahun belajar dari Yesus kini pergi mengajukan proposal penyerahan Yesus (ayat 15). Mulai momen itu, ia bukan lagi pengikut Yesus, tetapi tekun merancang siasat untuk menyerahkan Yesus (ayat 16). Meski dalam perjamuan roti tak beragi Yesus berupaya mengembalikan Yudas, namun ia bersikeras meneruskan pengkhianatannya (ayat 25). Pertanyaan Yudas ini menunjukkan sikapnya yang entah tidak paham atau tidak menerima Yesus kecuali sekadar rabi saja. Pertanyaan itu bertujuan menutupi kejahatannya, namun Yesus terus terang membongkar rencana busuk Yudas.

Seperti dalam nas kemarin, kini pun kita menjumpai keterlibatan seorang yang rela meminjamkan ruang rumahnya untuk kepentingan Yesus menyiapkan para murid-Nya menghadapi momen dahsyat yang sedang menjelang. Hidup dan pengurbanan Yesus tanpa pamrih dikaruniakan-Nya bagi semua orang. Namun, di sekitar Yesus tetap saja ada dua macam orang, yaitu mereka yang akan menolak Yesus seperti Yudas dan mereka yang merespons kasih Yesus dengan benar. Kasih dan arti pengurbanan Yesus sampai sekarang tetap tidak berubah. Demikian pun kemungkinan dua macam tanggapan bertolak belakang ini masih bisa terjadi pada masa kini.

Renungkan: Peka dan sudikah kita mengakui bahwa hanya Yesus berhak memenuhi ruang di hati kita?

(0.44) (Mat 26:30) (sh: Seharusnya keberanian hati (Jumat, 18 Maret 2005))
Seharusnya keberanian hati


Masa-masa penderitaan Yesus sudah mendekati detik-detik penggenapan. Namun, ketika Yesus menginformasikan kepada para murid bahwa pada saat penderitaan-Nya tiba mereka akan tergoncang imannya (ayat 31), Petrus mewakili para murid menyanggah hal tersebut (ayat 33). Nampaknya para murid tidak memahami kedahsyatan peristiwa yang bakal menggoncangkan iman mereka.

Menanggapi pernyataan mereka, Yesus memperingatkan bahwa Petrus yang merasa kuat justru yang akan menyangkal Yesus. Namun ungkapan Yesus ini pun balik ditanggapi keras oleh Petrus. Bahkan ia berani mempertaruhkan nyawanya sebagai perwujudan sikapnya yang benar kepada Yesus (ayat 35).

Kadangkala sulit bagi seseorang mengambil sikap ketika mengetahui bahwa dirinya harus menghadapi situasi sulit dan kondisi yang sangat berat. Namun, dalam situasi Petrus hal tersebut tidak dapat dihindari. Artinya, informasi bahwa Yesus Sang Pemimpin akan dibunuh adalah informasi yang harus ditanggapi serius.

Pemaparan Yesus jelas dan lugas mengenai apa yang bakal terjadi pada waktu dekat dan apa yang akan terjadi sesudah semuanya selesai. Sikap Yesus ini sebenarnya merupakan langkah-langkah yang dilakukan-Nya untuk mempersiapkan diri-Nya dan murid-murid-Nya menghadapi peristiwa keji yang tak lama lagi terjadi. Para murid dipersiapkan untuk tetap berpengharapan bahwa akan ada kebangkitan. Pengharapan inilah yang harus terus dipegang oleh orang-orang yang percaya kepada Kristus karena dengan pengharapan tersebut, kita dipersiapkan untuk menantikan kedatangan-Nya kedua kali yang akan membangkitkan orang-orang yang percaya kepada-Nya.

Renungkan: Jika kita menghadapi situasi dan kondisi yang mengguncangkan iman kita dan menghancurkan tekad untuk mengikut Yesus, kita harus hidup dalam pengharapan yaitu bahwa Yesus yang mati adalah Yesus yang bangkit.

(0.44) (Mat 27:11) (sh: Makin terfokus ke salib (Kamis, 24 Maret 2005))
Makin terfokus ke salib


Dari pengadilan Kayafas Yesus dibawa ke pengadilan Pilatus (ayat 2). Karena mahkamah agama gagal menemukan kesalahan Yesus dan hak untuk menjatuhkan hukuman mati ada di tangan orang Romawi, Yesus harus diadili oleh Pilatus. Di hadapan mahkamah agama Yesus harus menghadapi tuduhan-tuduhan pelecehan agama. Di depan Pilatus orang-orang Yahudi melontarkan tuduhan yang bersifat politis (ayat 11).

Yesus dituduh mengklaim diri-Nya adalah raja (ayat 12). Tuduhan itu menempatkan Yesus dalam posisi pemberontak. Jawab Yesus: "Engkau sendiri mengatakannya," (ayat 11) mengandung dua maksud. Pertama, menegaskan bahwa Ia tidak pernah mengklaim diri sebagai raja politis. Kedua, secara tidak langsung Ia menerima pernyataan bahwa Ia adalah raja, yaitu raja dalam kaitan dengan Kerajaan Allah. Sayang ucapan Pilatus itu bukan pengakuan iman, tetapi bagian dari siasat ingin menghukum Yesus. Sesudah dialog singkat ini, Yesus tidak lagi menjawab tuduhan dan pertanyaan Pilatus. Yesus tidak memberikan pembelaan sedikit pun atas diri-Nya (ayat 14). Dengan berdiam diri jelas Yesus menunjukkan keengganan-Nya untuk meladeni tuduhan-tuduhan palsu dan pengadilan bengkok tersebut. Sikap diam Yesus ini menggenapi nubuat Yesaya tentang hamba yang menderita (Yes. 53:7). Sikap diam Yesus bukan sikap pasif yang pasrah kepada keadaan melainkan sikap aktif memfokuskan diri-Nya kepada kehendak Allah.

Seluruh sikap dan tindakan Yesus ini serasi dengan keputusan doa-Nya di Getsemani yaitu menenggak cawan murka Allah yang menghasilkan penyelamatan. Yesus memfokuskan penuh hidup-Nya ke salib. Peristiwa-peristiwa lain dalam pengadilan Pilatus pun mengalir ke fokus yang sama. Meskipun Pilatus telah ditegur oleh istrinya, sikapnya yang lebih mementingkan kuasa daripada kebenaran membuat dia menggiring Yesus ke salib (ayat 19-26).

Renungkan: Sikap diam seperti halnya taat sampai mati di kayu salib bukan kekalahan, tetapi awal dari kemenangan.

(0.44) (Luk 7:24) (sh: Penolakan, sekali lagi penolakan (Jumat, 23 Januari 2004))
Penolakan, sekali lagi penolakan

Penolakan terhadap seseorang kerapkali terjadi dalam realita kehidupan kita. Penolakan terjadi karena sikap atau karakter dari orang tersebut. Namun, sangatlah janggal kalau kehadiran yang menjadi utusan Allah ditolak oleh manusia. Siapakah yang ditolak oleh manusia di bumi ini?

Yohanes sebagai nabi terbesar sebelum Kristus, adalah pelopor tentang kedatangan Mesias dalam dunia. Sebagai pelopor, Yohanes pembaptis memiliki tugas untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Melalui sikapnya yang tegas dan kata-katanya yang keras di sungai Yordan, banyak orang yang bertobat dan dibaptis. Orang-orang tersebut ada yang berasal dari kelompok pemungut cukai (ayat 29).

Kehadiran Yohanes pembaptis yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan, mendapat kecaman dan penolakan dari orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka mengatakan, Yohanes sebagai seorang pertapa yang makan belalang dan madu hutan, adalah orang yang kerasukan setan (ayat 33).

Kehadiran Yesus pun tidak luput dari cemoohan dan penolakan. Padahal, Yesus melakukan hal yang sebaliknya dari Yohanes. Yesus yang adalah Mesias, yang datang untuk menyelamatkan orang yang hilang, dicela karena makan dan minum serta bersahabat dengan pemungut cukai dan orang berdosa. Oleh sebab itu orang Farisi dan Ahli Taurat menamakan Yesus pelahap dan peminum (ayat 34). Sebutan ini merupakan sebutan bagi anak yang durhaka, yang menurut hukum Musa, harus dilempari batu sampai mati (Ul 21:20-21).

Yesus memberikan ilustrasi mengenai penolakan ini melalui perumpamaan di ayat 32. Intinya adalah, utusan Tuhan datang tetapi mereka tidak menanggapi dengan baik bahkan mencela dan menolak.

Renungkan: Kita harus mendoakan orang-orang yang telah berkeras hati menolak Yesus sebagai Mesias dalam kehidupan mereka sebelum waktunya habis!

(0.44) (Luk 15:1) (sh: Di hadapan Allah, manusia sangat berharga. (Jumat, 31 Maret 2000))
Di hadapan Allah, manusia sangat berharga.

Dalam memberikan penghargaan kepada sesamanya, manusia cenderung    menghargai sesamanya bukan berdasarkan hakikatnya sebagai    manusia yang mempunyai harkat. Tetapi penghargaan itu seringkali    berdasarkan apa yang ia punyai, prestasi yang dicapai, dan    kontribusi yang  ia berikan. Oleh karena itu, manusia pun    terjebak dalam kompetisi untuk berkarya setinggi-tingginya    sampai menjadi seorang manusia yang mempunyai kekayaan,    kedudukan, dan sekaligus menjadi dermawan.

Yesus tidak demikian. Ia tidak sekadar bercakap-cakap dengan    orang berdosa, bahkan ia makan bersama-sama dengan mereka, yang    dalam tradisi Yahudi makan bersama menunjukkan suatu hubungan    yang akrab atau saling menghargai satu dengan yang lain.  Para    Farisi dan ahli Taurat mengecam-Nya sebagai Seorang yang terlalu    berkompromi dalam soal moralitas, karena bagi mereka akrab atau    berdekatan dengan orang berdosa adalah najis. Yesus menjelaskan    dasar tindakan-Nya dengan tiga buah perumpamaan sekaligus yang    mempunyai tema sama. Dengan menceritakan perumpamaan yang    sedemikian, Yesus paling tidak mem-punyai dua maksud. Pertama,    Ia mengekspresikan kesungguhan dan keseriusan atas penjelasan    tentang sikap-Nya terhadap orang berdosa. Kedua, Ia rindu agar    orang Farisi, ahli Taurat, dan semua pengikut-Nya meneladani-    Nya.

Ketiga perumpamaan itu mengungkapkan bahwa baik dirham (1 hari    gaji buruh), domba, dan anak bungsu, masing-masing mempunyai    nilai yang tak terhingga bagi pemiliknya. Nilai itu timbul bukan    dari apa yang dapat mereka lakukan atau jumlah mereka karena    hanya satu yang hilang, namun timbul dari hakekat mereka masing-    masing.  Karena itulah ketika  kembali ditemukan, meluaplah    sukacita pemiliknya, sampai mengajak    orang-orang lain pun    bersukacita. Nilai manusia terletak pada hakekatnya sebagai    makhluk yang telah diciptakan serupa dan segambar dengan Sang    Pencipta Yang Agung.

Renungkan:  Kristen harus memakai perspektif Yesus ketika    bersikap kepada koleganya, karyawannya, pembantu rumah    tangganya,  pengemis, dan anak jalanan, bahkan para eks    narapidana sekalipun. Siapa pun mereka, mereka  adalah makhluk    yang menjadi objek Kasih Allah juga.

(0.44) (Tit 1:11) (sh: Tetapkan satu pilihan (Kamis, 27 September 2001))
Tetapkan satu pilihan

Alexander Agung yang sangat terkenal keberaniannya itu konon mempunyai seorang prajurit yang bernama sama tetapi berbeda sikap. Alexander si prajurit itu sangat penakut. Sikap ini membuat Alexander Agung menjadi berang dan menyuruh Alexander prajurit untuk memilih: menjadi seorang prajurit yang gagah berani atau mengubah namanya. Menurut Alexander Agung, prajurit itu tidak pantas menyandang nama Alexander jika memiliki sikap penakut. Benarkah pantas tidaknya seseorang menyandang nama tergantung pada sikapnya? Cerita di atas hanyalah contoh yang memberikan kepada kita suatu gambaran tentang status yang disandang haruslah sesuai dengan dan teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Mengapa Kristen harus bersikap berani mementingkan dan menjunjung ajaran yang benar? Karena melalui sikap inilah Kristen tidak hanya memperlihatkan pengenalannya kepada Allah tetapi juga mampu membentengi imannya ketika menghadapi keaktifan orang-orang yang berusaha menyesatkan dengan ajaran-ajaran palsu mereka. Paulus dengan tegas memperingatkan jemaat Kreta tentang hal ini. Ia juga membeberkan kualifikasi orang-orang yang mengajarkan ajaran-ajaran sesat. Mereka mengaku percaya kepada Tuhan Yesus, dan mengenal Allah, tetapi sebenarnya mereka mencampuradukan ajaran agama Yahudi dengan ajaran iman Kristen. Mereka tidak hidup tertib, menyesatkan, mengacaukan, tidak sehat dalam iman, berpaling dari kebenaran, dan perbuatannya tidak mencerminkan pengenalan akan Tuhan; keji, durhaka, tidak sanggup berbuat baik. Untuk semua tindakan tersebut Paulus menyuruh Titus supaya menegur mereka dengan keras! Dalam suatu kondisi ketika terjadi pelanggaran- pelanggaran aturan dan hukum yang benar, teguran harus dilakukan demi kebaikan dan kembalinya tatanan yang benar. Memang betul bahwa jemaat yang bermasalah diberi kesempatan untuk bertobat, memperbaiki iman dan kehidupannya. Namun apa yang harus dilakukan jika mereka telah kebal dengan kehidupan yang demikian?

Renungkan: Saat ini di kalangan kekristenan ada berapa banyak orang yang mengaku percaya kepada Kristus? Namun, dari sekian banyak ternyata masih ada Kristen yang tidak mencerminkan pengakuan itu dalam kehidupannya sehari-hari. Bagaimana dengan Anda?

(0.44) (Why 1:9) (sh: Kristus yang Ilahi (Selasa, 22 Oktober 2002))
Kristus yang Ilahi

Sebagai sastra apokaliptik, Kitab Wahyu sarat dengan simbol alias penanda. Tidak jarang simbol-simbol itu terlihat sangat dahsyat namun juta terkesan ganjil. Tapi, simbol-simbol itu dalam kitab ini tidak dimaksudkan untuk membingungkan umat Allah. Sebagai penanda, simbol bersinggungan dengan suatu realitas yang sangat agung dan bermaksud menuntun kita pada pengenalan dan penghayatan akan realitas tersebut.

Ketika bertutur tentang penyataan diri Kristus, simbol-simbol itu bersaksi tentang kemuliaan-Nya dan sikap-Nya yang senantiasa penuh perhatian terhadapnya. Sementara gereja sepanjang masa dan tempat dilambangkan dengan tujuh kaki dian, Kristus dikatakan berjalan di antara ketujuh kaki dian tersebut. Artinya, Kristus kerap kali melawan Gereja-Nya.

Kristus, yang disimbolkan sebagai sosok serupa Anak Manusia, yang mengingatkan kita pada otoritas-Nya sebaga Raja sekaligus Hakim (bdk. Dan. 7:13-14; Mrk. 14:62; Mat. 16:27; 24:30; 25:31, dst.), kali ini tampil dalam hubungan yang sangat intens dengan Gereja-Nya. Ia sedang berurusan dengan ketujuh sidang jemaat di Asia Kecil, yang bukan secara kebetulan memiliki ciri-ciri yang bakal terdapat pula pada sidang-sidang jemaat di sepanjang sejarah Gereja. Sosok serupa Anak Manusia, yakni Yesus Kristus itu, nampak sangat dahsyat dalam simbol-simbol yang melukiskan keilahian-Nya (ayat 14-15,16) sekaligus otoritas-Nya atas Gereja (ayat 16) dan kematian (ayat 17-18). Atas dasar semua inilah Yesus Kristus, Tuhan yang bangkit itu berfirman kepada Gereja-Nya.

Menghayati keagungan Tuhan yang bangkit, Yohanes tidak menyesali keadaannya sebagai tawanan karena Kristus. Menyebut dirinya sendiri sebagai “saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan, dan dalam ketekunan menantikan Kristus”, rupanya ia juga ingin supaya orang-orang percaya lainnya tetap setia kepada Sang Kristus pada masa-masa sukar itu. Ia juga mengajak mereka, dalam sidang-sidang jemaat yang di dalamnya mereka bernaung, untuk mendengarkan firman Tuhan, Raja Gereja.

Renungkan: [kosong]

(0.37) (Ayb 42:7) (full: SETELAH TUHAN MENGUCAPKAN FIRMAN ITU. )

Nas : Ayub 42:7

Walaupun kitab Ayub tidak pernah memberikan penyelesaian yang menentukan mengenai persoalan penderitaan yang tidak sepantasnya dialami orang benar, jawaban akhirnya tidak dijumpai dalam pemikiran teologis, tetapi dalam suatu perjumpaan pribadi di antara Allah dengan penderita yang setia.

  1. 1) Hanya kehadiran pribadi dari Allah akan mendatangkan kepercayaan akan kasih karunia dan maksud-Nya bagi kehidupan kita. Allah mengutus Roh Kudus sebagai Penolong dan Penasihat

    (lihat cat. --> Yoh 14:16)

    [atau ref. Yoh 14:16]

    bagi mereka yang percaya kepada Kristus.
  2. 2) Kehadiran Allah ini melalui Roh Kudus mengajarkan kita bahwa kita dapat mempercayai kasih Allah, baik di tengah keadaan yang sulit maupun berkat. Melalui kehadiran Kristus kita memperoleh keyakinan bahwa Allah ada di pihak kita dan bahwa Dia mengusahakan yang terbaik bagi kita

    (lihat cat. --> Rom 8:28).

    [atau ref. Rom 8:28]

(0.37) (Mzm 37:12) (sh: Tumbuh mekar di jalan yang sukar (Senin, 6 Agustus 2001))
Tumbuh mekar di jalan yang sukar

Dunia yang fasik ini bukanlah habitat yang menyenangkan bagi mereka yang berupaya menghidupi kebenaran. Pergumulan, pertentangan, dan penderitaan merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan orang benar. Hal inilah yang menjadi sorotan Daud dalam perikop yang kita baca hari ini.

Melalui suatu perbandingan antara kehidupan orang benar dengan orang fasik, Daud menyingkap fakta bahwa kehidupan orang benar tidaklah terlepas dari ancaman orang fasik, namun tidak pernah ditinggalkan oleh Tuhan (ayat 12-15); Mereka seakan-akan tidak memiliki apa-apa namun memiliki segala sesuatu (ayat 16-19, 25), bahkan mengalirkan berkat bagi banyak orang karena sikapnya yang pengasih dan pemurah (ayat 21b, 26); Mereka bukanlah orang yang senantiasa mampu berdiri tegak di tengah badai kehidupan, namun tidak pernah dibiarkan sampai tergeletak sebab tangan Tuhan menopangnya (ayat 23, 24). Hal ini berbeda dengan kehidupan orang fasik. Mereka akan dilenyapkan, dikutuki Tuhan, binasa, dan habis lenyap bagaikan asap (ayat 20, 22), tidak terkecuali bagi masa depan dan anak cucu mereka (bdk. 28, 38). Rancangan kejahatannya adalah suatu kebodohan di hadapan Tuhan dan akan menimpa diri mereka sendiri (ayat 12-15). Harta milik yang diperolehnya dengan cara yang tidak jujur tidak berarti apa-apa sebab Tuhan akan mematahkan kekuatan mereka dan membinasakan mereka (ayat 16, 17, 20).

Melalui Mazmur ini kita dapat mempelajari bahwa kita sebagai Kristen yang sudah menerima kebenaran dari Tuhan, perlu menyadari bahwa: [1] Kita ada di bawah naungan perlindungan dan pemeliharaan Tuhan, yang membatasi kekuatan orang fasik (ayat 12-15, 18-19, 23- 26). [2] Tidak perlu merasa iri hati terhadap keberhasilan orang fasik, melainkan milikilah sikap hidup yang berkecukupan, puas dengan apa yang kita miliki (ayat 16-19); dan [3] menyalurkan berkat-berkat Tuhan yang sudah kita terima agar menjadi berkat bagi orang lain (ayat 21b, 26).

Renungkan: Bagaimanakah Anda hidup di tengah dunia yang fasik ini? Apakah Anda merasa putus asa dengan kondisi seperti ini? Bagaimana pemahaman kita hari ini tentang pemeliharaan Tuhan, kepuasan hidup, dan panggilan untuk menjadi berkat mempengaruhi langkah Anda?

(0.37) (Yer 12:7) (sh: Sampai kapan pun kitalah buah hati-Nya (Senin, 18 September 2000))
Sampai kapan pun kitalah buah hati-Nya

Apa dan bagaimana jawab Allah ketika Yeremia meminta supaya Ia menghukum dengan berat umat-Nya yang meninggalkan-Nya (3)? Allah telah melakukannya. Ia telah meninggalkan, membuang, menyerahkan umat-Nya yang adalah kediaman-Nya, negeri milik-Nya, dan buah hati-Nya (7). Apa artinya? Allah dengan tangan-Nya sendiri yang akan menghukum umat-Nya. Walaupun sikap dan tindakan mereka menunjukkan bahwa mereka sudah tidak lagi menghormati hubungan yang harmonis antara Allah dan umat-Nya (8). Penghukuman-Nya akan membuat Yehuda benar-benar terpuruk dan hancur (9-10), tidak ada lagi sumber-sumber pangan tersisa bagi kelanjutan kehidupan ekonomi bangsa ini (13), tidak ada lagi sumber kedamaian dan ketentraman bagi batin bangsa ini sebab amukan pedang membentang dari satu ujung ke ujung yang lain. Namun hati dan sikap-Nya kepada umat-Nya tidak berubah. Mereka tetap menjadi kecintaan-Nya. Ia sedih dan merasakan kesakitan yang mendalam. Ia meratapinya sekarang. Allah melakukan itu semua karena Ia memang penuh belas kasihan dan kemurahan kepada umat manusia. Buktinya bangsa-bangsa lain yang telah menghancurkan Yehuda dijanjikan suatu kehidupan dan berkat jika mereka mau mendengarkan dan taat kepada-Nya (14-17).

Kebenaran yang menyentakkan kita adalah ketika kita melihat bahwa Allah meratap dan merintih kesakitan pada waktu Ia menjalankan penghukuman-Nya atas Yehuda. Allah tidak merasakan kenikmatan, kesenangan, atau kelegaan ketika menghukum bangsa-Nya. Ia menghukum karena Ia harus menghukum. Dan terutama karena Allah memaksudkan hukuman itu membawa umat-Nya kembali bersekutu dengan-Nya. Mereka tidak lagi menjadi singa yang siap menerkam tapi domba-domba yang bergantung kepada gembalanya.

Renungkan: Ketika kita merasakan beratnya penghukuman atau disiplin yang Allah berikan kepada kita, ingatlah selalu apa yang dikatakan Allah kepada Yeremia. Kita tetap buah hati Allah bahkan ketika kita patut menerima disiplin yang berat dari-Nya. Disiplin Illahi bukan berarti Allah telah meninggalkan kita. Ia akan tetap berbelas kasihan kepada kita dan akan memulihkan kita kembali.

(0.37) (Yer 38:1) (sh: Harapan terdapat dalam ketaatan kepada-Nya (Selasa, 8 Mei 2001))
Harapan terdapat dalam ketaatan kepada-Nya

Jumlah prajurit semakin berkurang. Orang Yehuda yang menyeberang ke kubu Babel semakin bertambah (3, 19). Kekurangan pangan mulai terjadi. Kondisi-kondisi ini mempercepat kejatuhan Yerusalem. Tidak ada lagi pengharapan bagi Yehuda. Benarkah demikian?

Tidak! Harapan terus dikumandangkan oleh Yeremia selama lebih kurang 25 tahun. Bahkan di bawah ancaman maut pun, Yeremia tetap setia mewartakan berita pengharapan (2-3). Tetapi mengapa Yehuda tidak dapat melihat bahwa pengharapan mereka ada dalam ketaatan kepada firman-Nya - dalam hal ini adalah tunduk kepada Babel? Ada beberapa faktor penyebab. Salah satunya sudah kita lihat pada renungan kemarin. Faktor lainnya adalah perspektif pengharapan mereka sangat sempit dan dangkal. Bagi mereka, pengharapan harus selalu dibungkus dengan hal- hal yang menyenangkan dan harus segera terwujud. Mereka tidak dapat melihat bahwa pengharapan bisa terbungkus rapat oleh hal-hal yang menyakitkan seperti merasakan pahitnya obat demi kesembuhan. Faktor lainnya adalah kekuatan kelompok tertentu yang memberikan pengaruh negatif kepada seluruh rakyat Yehuda maupun raja sendiri (1-4). Dengan berbajukan nasionalisme yang tinggi dan mengatasnamakan kesejahteraan rakyat, mereka membentuk opini masyarakat yang sesuai dengan agenda pribadi mereka. Mereka sangat kuat hingga raja pun tidak dapat menentang mereka (5). Faktor yang lebih menentukan adalah raja Zedekia sendiri yang tidak berpendirian teguh. Sepertinya ia rindu mendengar firman Tuhan (37:17) namun menolak untuk taat. Bahkan ia juga tidak mempunyai kewibawaan di hadapan pembantu- pembantunya (5). Walaupun ada orang-orang yang nampaknya dapat memberikan pengaruh baik kepada raja (7- 13), pengaruh mereka sangat terbatas.

Renungkan: Tidakkah kebenaran di atas merupakan gambaran dari apa yang sedang terjadi di dalam bangsa kita? Banyak kelompok dengan kekuatan besar terus bermain dan membentuk opini masyarakat untuk kepentingan agenda mereka. Pemimpin kita nampaknya tidak mampu mengatasi mereka sementara ia sendiri pun tidak tegas dalam sikapnya terhadap kasus-kasus tertentu. Jadilah seperti Yeremia yang tak henti-hentinya berseru agar bangsanya mau meresponi Allah dengan penuh ketaatan dan kesetiaan.

(0.37) (Yoh 17:1) (sh: Kemuliaan Allah (Jumat, 22 Maret 2002))
Kemuliaan Allah

Doa adalah ungkapan terjelas dari kondisi hati orang terdalam. Hal ini dapat kita lihat di dalam perumpamaan Yesus tentang doa orang Farisi dan pemungut cukai (Luk. 18:9-13). Dalam doa-Nya ini terpampang jelas siapa Yesus dalam kesadaran diri-Nya, apa sikap- Nya terhadap Bapa, terhadap para murid-Nya, dan terhadap semua orang yang percaya kepada-Nya. Bagian pertama doa yang sering disebut sebagai “Doa Imam Besar Agung” ini berisi permohonan untuk diri-Nya kepada Bapa.

Betapa akrab dan uniknya hubungan Yesus dengan Bapa tampak dalam beberapa hal. Pertama, Dia menengadah ke surga, menandakan hubungan-Nya yang akrab dengan Allah Bapa. Kedua, Dia menyapa Allah sebagai “Bapa” dan menyebut diri-Nya sebagai “Putra-Mu.” Bila kedua hal ini kita gabungkan dengan pernyataan-Nya bahwa Ia sudah memiliki kemuliaan kekal yang dimiliki-Nya bersama Bapa sebelum Ia menjadi manusia (ayat 5), kita dapat menyimpulkan bahwa Ia sedang berbicara tentang hubungan yang sangat unik antara diri-Nya dengan Allah Bapa.

Bahwa dalam bagian ini Tuhan Yesus memohon kemuliaan bagi diri-Nya, tidak dapat kita samakan dengan keinginan manusia yang cenderung mencari kehormatan, kemuliaan, atau penghargaan untuk dirinya sendiri. Kemuliaan yang Yesus minta dari Bapa ada dalam hubungan dengan beberapa kenyataan. Pertama, karena Ia sudah memenuhi rencana Bapa untuk memberi hidup kekal. Hidup kekal adalah mengalami hidup Allah. Kita tahu bahwa itu dapat terjadi karena Ia kelak menyerahkan nyawa-Nya dan membuat pengampunan dari Allah dan kasih Allah untuk orang-orang pilihan Allah menjadi kenyataan. Itu diwujudkan-Nya bukan saja melalui ajaran-Nya, tetapi juga melalui sikap hidup-Nya dan bahkan di dalam kematian- Nya. Semua itu karya Yesus yang memuliakan dan menyukakan hati Bapa. Kedua, yang diminta-Nya adalah sesuatu yang memang merupakan hak-Nya. Ia adalah Putra Allah yang rela meninggalkan surga menjadi manusia. Maka, yang diminta-Nya ini adalah pengokohan Bapa bahwa semua yang Yesus lakukan berkenan kepada Bapa.

Renungkan: Agar kita dapat hidup mempermuliakan Allah, Yesus rela meninggalkan kemuliaan-Nya.



TIP #08: Klik ikon untuk memisahkan teks alkitab dan catatan secara horisontal atau vertikal. [SEMUA]
dibuat dalam 0.15 detik
dipersembahkan oleh YLSA