(sh: Kristen dan penderitaan (1) (Jumat, 9 Maret 2001)) Kristen dan penderitaan (1)
Seorang filsuf besar, Albert Camus, mengatakan bahwa
kehidupan manusia tidak bermakna. Seluruh keberadaan
manusia adalah absurd. Hal ini kentara sekali dari
penderitaan orang yang tak berdosa. Karena itu ia tidak
mengakui adanya Tuhan. Ia menganjurkan manusia
memberontak dan memerangi ketidakadilan, penderitaan,
dan maut. Ia tidak mau pasrah serta sabar dalam
menantikan pengadilan Tuhan. Paham filsafat ini telah
merasuki kehidupan manusia masa kini. Banyak orang
menjadi pemberontak Allah ketika mengalami penindasan
dan ketidakadilan. Apakah Kristen juga akan seperti
manusia yang lain sebab menjadi Kristen di negara kita
saat ini dapat disamakan dengan menjemput kesulitan dan
masalah? Kita dapat terbebas dari pengaruh filsafat
Camus dan tetap setia sebagai Kristen jika mau belajar
dari resep Daud melalui mazmur ratapan kita hari ini.
Daud menyadari sepenuhnya bahwa kebenaran dan kesucian
hidupnya (3-5), tidak menjamin bahwa ia akan terluput
dari ketidakadilan dan penindasan (9-12) sebab ia
memahami bahwa ia hidup dalam dunia yang seluruh
sistemnya sudah jatuh ke dalam kuasa dosa. Pemahamannya
ini mencegah dia untuk menjadi pemberontak. Sebaliknya
ia secara penuh menyerahkan perkaranya kepada Pihak
yang berkuasa dan berdaulat atas dunia yang berdosa ini
yaitu Allah (2,6). Ia mempunyai keyakinan bahwa Allah
adalah hakim yang adil dan yang menyertai orang-orang
benar yang berserah kepada-Nya dalam menghadapi
penindasan (7). Daud juga tidak iri akan keberhasilan
secara materi para penindasnya. Bahkan ia memohon agar
para musuh dan keturunannya dapat tetap menikmati
kekayaan dunia (14) sebab bagiannya bukan menikmati
kekayaan dunia melainkan kehadiran Allah yang akan
memuaskan hidupnya (15). Jadi permohonannya kepada
Allah agar Ia menindak para musuhnya (13) bukan
dipengaruhi oleh nafsu balas dendam namun memberikan
tempat kepada Allah untuk menjadi hakim atas
perkaranya.
Renungkan:
Pemahaman akan kehidupan di dunia ini serta peran Allah
di dalamnya, dan hati yang selalu rindu untuk
dikenyangkan oleh hadirat Allah bukan kekayaan materi,
melainkan kunci bagi kita untuk tetap teguh berdiri
menghadapi penindasan dan ketidakadilan. Bagaimana kita
dapat memiliki kedua hal di atas sebab cepat atau
lambat kita akan mengalami penindasan dan ketidakadilan
di bumi ini?
|