Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1 - 14 dari 14 ayat untuk sebab justru AND book:46 (0.001 detik)
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(1.00) (1Kor 3:21) (jerusalem) Dengan sengaja ayat ini mengulang kata-kata yang dipakai dalam 1Ko 1:12: kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus; Aku dari golongan Apolos; Aku dari golongan Kefas. Paulus menandaskan: justru kebalikannya yang benar. Kamu sebenarnya bukan seperti orang-orang itu. Mereka menjadi milik kamu (dan bukan kamu milik mereka), sebab mereka pelayanmu. Sama seperti seluruh ciptaan mereka hanya melayani kamu, supaya kamu menjadi milik Kristus yang sendiri milik Allah.
(0.95) (1Kor 6:12) (sh: Kebebasan yang membelenggu. (Selasa, 26 Agustus 1997))
Kebebasan yang membelenggu.

Kebebasan moral yang menganjurkan orang untuk memenuhi segala keinginan tubuh, telah demikian kuat mempengaruhi jemaat Korintus. Gaya hidup mereka adalah gaya hidup "aji mumpung" sebab itulah yang menurut mereka "menikmati hidup". Mereka berpikir bahwa seperti halnya keinginan makan dituruti dengan tindakan makan, demikian juga dorongan seks bisa saja diikuti dengan percabulan. Namun Kristen tidak boleh hidup dalam pola perbudakan terhadap apa pun, sebab tubuh kita adalah milik Kristus.

"Belenggu" kebebasan. Ketaatan pada aturan yang membuat orang menundukkan tubuhnya ke dalam disiplin kebenaran sering dianggap sebagai belenggu. Namun "belenggu" demikian justru adalah aturan main di dalam mana kita boleh mengembangkan sebebas dan sepenuh mungkin segala karunia yang Tuhan telah berikan dalam hidup ini. Melakukan yang benar sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan, bukanlah perbudakan tetapi kebebasan dan kebertanggungjawaban. Memuliakan Allah dengan tubuh memang kadang harus terjadi dengan berperang. Hanya orang yang menang perang yang benar merdeka.

Renungkan: Bagaimana bebas bila hati nurani tertuduh?

(0.94) (1Kor 5:1) (sh: Kekudusan jemaat (Minggu, 7 September 2003))
Kekudusan jemaat

Jemaat Korintus berada dalam kondisi memprihatinkan, karena: [1] ada di antara orang-orang Kristen melakukan perbuatan memalukan, yang bahkan tidak dilakukan oleh orang kafir sekalipun, yaitu tidur dengan ibu tiri sendiri (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">1); [2] kesombongan rohani (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">2,6): jemaat Korintus merasa bangga karena menganggap sikap mereka menerima orang-orang yang melakukan percabulan dalam komunitas jemaat adalah suatu kemajuan.

Berbeda dengan jemaat, Paulus justru terpukul, sebab sebenarnya bangga akan perbuatan dosa adalah suatu kemunduran. Seharusnya jemaat segera bertindak karena perbuatan dosa jika dibiarkan tidak saja membinasakan individu si pelaku tetapi seluruh jemaat akan tercemar. Hal penting yang harus orang Kristen cermati adalah bahwa kondisi ini selain merusak kesaksian kekristenan, juga melemahkan iman orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Paulus menekankan bahwa dosa harus dibenci, dan orang yang berdosa harus didisiplin. Disiplin yang dijatuhkan semata- mata untuk menjaga kekudusan warga jemaat secara pribadi dan seluruh jemaat.

Di zaman sekarang ini, ada kecenderungan yang sama yaitu tidak menegur anggota jemaat yang melakukan perbuatan dosa, dengan berbagai alasan, misalnya takut dimusuhi. Akibatnya perbuatan dosa menjadi hal yang biasa-biasa saja!

Renungkan: Dosa harus ditelanjangi, pendosa harus digembalakan dan dibimbing untuk bertobat. Warga gereja ikut bertanggung jawab untuk saling menjaga kekudusan jemaat.


Bacaan untuk minggu ke-14 sesudah Pentakosta

Yosua 24:14-18; Efesus 5:21-33; Yohanes 6:60-69; Mazmur 34:15-22

Lagu KJ 157

(0.93) (1Kor 3:1) (sh: Aku tidak seperti diriku (Selasa, 2 September 2003))
Aku tidak seperti diriku

Mungkinkah ini terjadi pada Anda? Bukankah makna diri adalah sebagaimana diri anda kini dan di sini? Paulus menjawab bisa saja. Contohnya, jemaat Korintus. Mereka tidak lagi menjadi diri mereka, tetapi menjadi seperti orang lain.

Dari perpecahan, iri hati, dan perselisihan yang terjadi di antara mereka (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">3), mereka justru tampak "belum dewasa" (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">1; Yun. nepios, juga: "bayi"). Paulus menyebut mereka seperti "manusia duniawi" (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">1; Yun. sarkinos); bahkan mereka adalah "manusia duniawi" (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">3; Yun. sarkikos). Dari perbedaan istilah yang digunakan, jelas bahwa jemaat Korintus tidak masuk kategori "manusia duniawi" di sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">2:14 yang tidak mengenal Allah. Paulus menggunakan kata-kata di atas dalam nada ironi, agar jemaat Korintus sadar akan adanya kerancuan dalam diri mereka: mereka rohani dan "matang" (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">2:6; Yun. teleios, juga: "dewasa") karena telah menerima Roh dan hikmat Allah (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">2:10,12), tetapi seperti bayi dan menjadi manusia duniawi karena hidup seperti manusia biasa yang belum menerima Roh (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">4). Sadar, bertobat, dan setia kepada jati diri, ini sebenarnya yang menjadi maksud Paulus bagi mereka.

Ironi ini makin kentara ketika nyata bahwa bukti keduniawian jemaat Korintus adalah perpecahan karena pro kontra mengenai para hamba Tuhan (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">5-8). Mereka duniawi dalam tindakan mereka untuk urusan hal "rohani": membela hamba Tuhan favorit. Untuk meluruskan ini, Paulus menggunakan metafora pertanian milik seorang tuan tanah. Paulus, Apolos dan rekan-rekannya hanyalah "anak buah" Allah Sang Pemilik (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">5,8,9). Sebagai manusia rohani, jemaat Korintus seharusnya mengerti untuk hanya bermegah di dalam Tuhan (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">1:31), bukan dengan konyol bermegah dalam para hamba. Sebab, yang terpenting dalam pertumbuhan jemaat hanyalah Allah sendiri (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">8).

Renungkan: Jadilah diri Anda yang sebenarnya: yang rendah hati, taat, dan asih; yang dalam Roh-Nya sejati rohani tanpa keangkuhan.

(0.81) (1Kor 7:4) (jerusalem) Penggunaan perkawinan dengan sikap egois blak-blakan ditolak. Perkawinan justru menuntut orang menyerahkan diri kepada teman hidupnya. Dalam Efe 5:25 Kristus yang mengorbankan dirinya menjadi teladan bagi suami-isteri.
(0.76) (1Kor 4:6) (sh: Raja atau hamba? Tuan atau jongos? (Jumat, 5 September 2003))
Raja atau hamba? Tuan atau jongos?

Ini dapat dijawab dengan melihat siapa saja yang ada dalam lingkaran terdekat seseorang. Manusia cenderung untuk berusaha akrab dengan mereka yang secara sosial sejajar, atau kalau mungkin, lebih tinggi. Biasanya, pertemanan akrab dengan mereka yang secara sosial lebih "rendah", apalagi "sampah", dihindari karena berisiko menjatuhkan pamor.

Faktor sosial seperti ini adalah salah satu penyebab konflik yang terjadi antara sebagian jemaat Korintus dengan Paulus. Mereka menganggap Paulus yang kerap menderita (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">11-13), punya kelemahan fisik ("lemah", 10; bdk. 2Kor. 12:7), dan menghidupi diri dari pekerjaan yang relatif kasar (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">12) itu tidak layak untuk tetap dekat dan melayani Korintus, jemaat yang kaya dalam karunia dan berkat. "Tidakkah akan terasa lucu bila Injil berkat melimpah yang jaya itu diberitakan oleh seorang malang, rendah, lemah dan hina (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">9-10)?"

Paulus mengkoreksi pandangan yang salah ini dengan ironi yang menyindir: mereka mulia sementara Paulus dan rekan-rekannya hina, dan seterusnya (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">8-10). Ironi ini bertujuan menyadarkan jemaat Korintus bahwa manusia yang rohani, menerima Roh Allah, memiliki hikmat-Nya, dan bermegah dalam-Nya, justru adalah manusia yang menjadi hamba. Paulus menunjukkan bahwa dalam penderitaan dirinya dan kawan-kawannya justru lebih dekat kepada keadaan Tuhan (bdk. 9-13 dengan Yes. 53:2b-3). Dalam keadaan seperti yang Paulus alami, justru nyata kebenaran bahwa sungguh- sungguh hikmat dan karya Allah adalah kebodohan bagi dunia (bdk. dengan sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">1:26-29). Karena itu, seperti pada Paulus, panggilan agar kita hidup menjadi orang-orang kudus (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">1:2) berarti hidup sedemikian rupa sebagai seorang hamba dengan konsekuensi dianggap bodoh serta hina oleh dunia.

Renungkan: Anda juga tidak dapat melayani dua tuan, Allah dan diri Anda ataupun kepentingan pribadi Anda. Tundukkan diri Anda sebagai hamba, supaya Anda dapat melayani Allah dalam dunia.

(0.76) (1Kor 4:13) (jerusalem: sampah dunia ... kotoran) Kedua kata itu juga dipakai sehubungan dengan orang yang dianggap sampah masyarakat dan yang menjadi korban kemarahan umum, jika ada bencana menimpa negeri. Paulus kerap kali berkata tentang kesusahan dan penganiayaan yang dialaminya dalam karya kerasulannya dan tentang caranya semua dapat diatasi berkat pertolongan Allah; 2Ko 4:7-12; 6:4-10; 11:23-33; 1Te 3:4; 2Ti 3:10-11. Menurut pandangan Paulus justru kelemahan rasul menyatakan kekuatan Dia yang mengutusnya, 2Ko 12:9-10; Fili 4:13. Memanglah kejayaan karya yang telah terlaksana tidak mungkin dihasilkan oleh karya utusan melulu, 2Ko 4:7+.
(0.73) (1Kor 2:6) (sh: Apresiasi diri dan karunia (Senin, 1 September 2003))
Apresiasi diri dan karunia

Yesus pernah berkata, jangan berikan mutiara kepada babi (Mat. 7:6). Babi jantan tidak akan makin tertarik kepada betinanya bila ia berkalungkan mutiara. Si jantan, karena kebabiannya, tidak akan pernah mampu menghargai dan mengapresiasi mutiara sebagaimana kita manusia memaknainya.

Jelas, jemaat Korintus bukan sekumpulan babi. Sejak awal surat, Paulus menyebut mereka sebagai orang yang telah dikuduskan dan dipanggil menjadi orang-orang kudus (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">1:2). Kepada mereka hikmat keselamatan Allah telah dinyatakan (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">10); hikmat tentang karya keselamatan Allah yang tersembunyi bahkan bagi para penguasa, tetapi yang disediakan Allah bagi kemuliaan mereka yang percaya seperti jemaat Korintus (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">7). Mereka pun telah menerima Roh-Nya (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">12), yang dalam analogi kemanusiaan, bahkan tahu hal-hal terdalam dari Allah (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">10-11). Luar biasa. Apa lagi yang kurang?

Atas dasar jati diri ini Paulus hendak menampilkan seperti apa itu manusia rohani: pertama, ia adalah seperti Paulus dan rekan sekerjanya, mengajar dan berkata-kata berdasarkan hikmat dan Roh Allah (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">6,13). Kedua, ia juga memahami hal-hal rohani, dan menilai segala sesuatu berdasarkan hikmat Allah, tanpa dinilai orang lain (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">14-15). Ketiga, ia tidaklah seperti manusia duniawi (Yun. psukhikos) yang tidak menerima hikmat dari Roh Allah, menganggapnya sebagai kebodohan, dan tidak dapat memahaminya (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">14). Singkatnya, manusia rohani dapat mengapresiasi hikmat dan penyertaan Roh Allah melalui hidupnya.

Jemaat Korintus, bersama semua yang berseru kepada nama Yesus Kristus seperti kita kini (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">1:2) punya untaian indah mutiara karunia ilahi. Sekarang, tinggal bagaimana kita mengapresiasinya.

Renungkan: Merasa ada yang kurang dari hidup Anda? Kadang, hal terpenting yang kurang justru adalah apresiasi dan respons yang nyata dalam hidup kita atas karunia-karunia-Nya yang besar itu.

(0.73) (1Kor 3:18) (sh: Jika ini adalah milikku, maka ... ? (Kamis, 4 September 2003))
Jika ini adalah milikku, maka ... ?

Biasanya, kita akan melanjutkannya dengan "... saya bebas melakukan apa saja dengannya dan kepadanya." Benar demikian? Apa yang Paulus katakan dalam bagian ini memberikan kepada kita suatu pengertian yang agak berbeda tentang arti kepemilikian atau memiliki sesuatu.

Dalam bagian ini, Paulus meringkaskan argumen-argumen terdahulunya demikian: mengapa bermegah pada manusia; mengapa memfavoritkan seorang pelayan dan berselisih sehingga ada perpecahan? Semuanya tidak perlu, karena segala sesuatu adalah milik-"mu", milik jemaat Korintus (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">21,22). Argumen seperti ini menarik, karena bagi sebagian orang, masalah hak milik justru menjadi sumber perpecahan dan perselisihan. Lalu apa arti kepemilikan seperti ini? Jemaat Korintus memiliki segala sesuatu, karena mereka adalah milik Kristus, Sang Pemilik segala sesuatu. Mereka memiliki segala sesuatu dalam Kristus, oleh kasih karunia Allah, demi statusnya sebagai bait Allah: sebagai tempat Roh Allah nyata dalam kehidupan jemaat, sehingga menjadi alternatif ilahi yang kontras dengan gaya hidup kota Korintus yang dekaden.

Memiliki segala sesuatu dalam Kristus bagi orang percaya berimplikasi dua hal. Pertama, karena di dalam Kristus kita memiliki segala sesuatu, maka kita hanya dapat bermegah dalam Tuhan dan tidak mengandalkan diri sendiri. Hidup Kristen yang memiliki segala sesuatu adalah hidup yang mencari hikmat Allah dan taat kepada kehendak-Nya dalam segala sesuatu. Kedua, memiliki segala sesuatu di dalam Kristus berarti sadar bahwa kita semua adalah milik Kristus; hamba Kristus. Sesama hamba Kristus kita tidak diperkenankan untuk saling menghakimi, karena hanya Tuhanlah satu-satunya hakim.

Renungkan: Jangan biarkan hidup Anda menjadi hidup yang melulu mengumpulkan barang milik, tetapi hidup kehambaan. Karena hanya dalam Yesus Kristus Anda sejati telah memiliki segala sesuatu.

(0.73) (1Kor 6:9) (sh: Tubuh untuk kemuliaan Tuhan (Selasa, 9 September 2003))
Tubuh untuk kemuliaan Tuhan

Paulus mengingatkan jemaat Korintus, bahwa dahulu mereka memang berdosa, tetapi sekarang mereka telah dikuduskan dan dibenarkan dalam Yesus Kristus melalui baptisan. Konsekuensi dari perubahan status itu adalah: [1] mereka harus meninggalkan dosa-dosanya yang dahulu; [2] mereka tidak lagi bebas melakukan segala hal yang dilakukan oleh komunitas di luar kekristenan. Standar yang baru ini bukan mempermasalahkan halal atau haram, tetapi apakah yang mereka lakukan itu berguna bagi dirinya dan memuliakan Tuhan (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">20)? Peringatan ini diberikan agar kita tidak memberikan diri untuk diperhamba oleh apa pun.

Yesus Kristus telah mati untuk menebus orang-orang yang percaya kepada-Nya secara utuh. Itu sebabnya orang percaya tidak dapat menyerahkan tubuh -- yang sudah menjadi milik Kristus -- kepada percabulan. Ada kecenderungan dalam pemikiran jemaat bahwa dorongan seksual itu dapat disamakan dengan keinginan untuk makan. Jadi jika dorongan untuk makan dituruti, seperti itu pulalah aktivitas seks. Masalahnya, jika dorongan seksual itu dituruti, kemungkinan bisa diikuti oleh percabulan. Percabulan bukanlah semata-mata hubungan fisik, namun juga melibatkan penyerahan diri secara total. Seluruh tubuh dan jiwa yang sudah menjadi milik Kristus menjadi milik dosa karena sudah diikat atau dijadikan satu dengan pelacur.

Ketaatan kepada peraturan seringkali dianggap sebagai "belenggu" yang membatasi dan mengekang gerak langkah kita. Namun sebenarnya dengan mengekang tubuh dari dosa percabulan, kita justru dibebaskan dari perhambaan seks. Hasilnya adalah pembebasan tubuh dari perbudakan dosa. Dengan tubuh yang bebas, kita dapat menggunakannya untuk memuliakan Tuhan.

Renungkan: Tubuh kita ini adalah bait Roh Kudus. Selayaknya kita mengabdikan seluruh tubuh kita untuk memuliakan Tuhan.

(0.73) (1Kor 7:7) (sh: Kudusnya pernikahan (Kamis, 11 September 2003))
Kudusnya pernikahan

Paulus kembali menegaskan kepada jemaat Korintus bahwa pernikahan itu kudus. Karena kekudusan sebuah perkawinan itulah maka perceraian tidak diperbolehkan, dengan alasan apa pun (ayat 10- 11). Atau bila perceraian itu telah terjadi, kepada mereka yang sudah terlanjur bercerai, Paulus minta agar masing-masing pihak tidak menikah lagi bahkan dianjurkan untuk hidup berdamai dengan mantan pasangannya.

Kepada mereka yang memiliki pasangan yang tidak seiman, Paulus mengajukan alasan teologis mengapa pernikahan harus dipertahankan. Harus diingat terlebih dahulu, bahwa ketidakseimanan pasangan yang dimaksudkan oleh Paulus adalah keduanya belum menjadi Kristen ketika menikah, lalu pada suatu waktu, salah seorang di antara mereka menjadi Kristen.

Alasan teologis itu adalah bahwa pihak yang beriman akan menguduskan pasangannya yang tidak seiman (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">14). Oleh karena itu dengan mempertahankan pernikahan itu, siapa tahu pihak yang tidak beriman itu menjadi beriman karena kesetiaan dan kasih dan doa- doa pasangannya (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">16). Tetapi hal-hal ini haruslah terjadi bukan dalam tekanan atau paksaan. Maksudnya, kalau pihak yang tidak seiman menuntut perceraian, maka pasangan yang beriman tidak terikat untuk mempertahankannya (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">15).

Di zaman modern ini, kita diperhadapkan pada dunia yang dengan mudahnya menemukan orang kawin - cerai - kawin lagi, orang-orang Kristen sebagai anak-anak Tuhan dipanggil untuk menjadi model pernikahan kudus. Justru Tuhan bekerja melalui pernikahan anak- anak-Nya untuk menyelamatkan pasangannya yang belum percaya. Tetapi hati-hati! Perikop ini bukan untuk dijadikan dalih untuk menikah dengan orang yang tidak seiman.

Renungkan: Berapa pernikahan bisa diselamatkan dari kehancuran dan perceraian bila anak-anak Tuhan menunjukkan keteladanan pernikahan yang kudus?

(0.73) (1Kor 13:1) (sh: Yang terutama adalah kasih. (Minggu, 7 September 1997))
Yang terutama adalah kasih.

Kasih bukan saja salah satu dari ciri khas orang Kristen, tetapi jiwa dari jatidiri Kristen dan Kekristenan. Kasih mutlak untuk kualitas kehidupan di kalangan Gereja Kristen sendiri. Paulus menegaskan bahwa karunia yang paling utama yang harus dipraktekkan oleh setiap warga gereja untuk membangun tubuh Kristus adalah kasih (">1Kor. 12:31). Semua karunia sehebat apa pun, akan menjadi sia-sia (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">12:1" context="true">1), tidak berguna bagi orang lain (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">2), juga bagi diri sendiri (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">3) bila tidak dilakukan dalam kasih dan karena kasih. Pikirkan betapa ekstrim ajaran Paulus ini. Siapa dari kita yang tidak seperti jemaat Korintus, menganggap penting karunia berkomunikasi (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">1), karunia nubuat, hikmat, iman (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">2), atau karunia berkorban dalam pelayanan (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">3)? Semuanya itu penting bila berguna, dan berguna bila dilakukan dalam kasih dan digerakkan oleh kasih!

Aneka ragam kasih. Kasih akan berkaitan erat dan terwujud dalam beberapa sifat yang mencerminkan sifat Kristus sendiri. Sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri. Orang yang hanya mementingkan diri sendiri, tidak memiliki kasih. Orang yang dihidupkan Kristus dan hidup bagi Kristus, itulah yang akan memiliki kasih. Orang demikian tidak mencemburui kemajuan atau kemampuan orang lain, melainkan sambil memuji Tuhan justru mendorong kemajuan orang lain.

Yang abadi adalah kasih. Seperti orang Kristen di Korintus, kita pun cenderung menganggap penting hanya hal-hal yang berdampak langsung. Yang utama dan karena itu yang terpenting sebenarnya ialah yang dampaknya lama bahkan abadi. Jauh melebihi nubuat, kesembuhan ilahi, hikmat, bahasa roh, adalah dampak kasih. Bahkan bila dibandingkan dengan iman dan pengharapan sekali pun, ternyata kasihlah yang abadi. Itu sebabnya kasih harus kita kejar, agar selalu menjiwai sikap dan tindakan kita dalam hidup dan pelayanan.

Renungkan: Bukan kasih manusiawi yang harus jadi ciri hidup Kristen, tetapi kasih Kristus sendiri.

Doa: Sungguh aku kekurangan kasih. Penuhi aku dengan kasihMu, ya Tuhan Yesus.

(0.73) (1Kor 13:4) (sh: Seperti apakah kasih? (Kamis, 25 September 2003))
Seperti apakah kasih?

Pada bagian sebelumnya Paulus berbicara tentang kesia-siaan segala karunia yang Tuhan berikan kepada manusia jika perwujudannya tidak didasari oleh kasih Kristus. Saat ini Paulus berbicara tentang sifat-sifat moral yang merupakan aplikasi dari kasih, yaitu beberapa sifat yang mencerminkan sifat Kristus sendiri, yang tidak tercermin dalam perilaku jemaat Korintus.

Sifat-sifat seperti apa yang dikategorikan Paulus sebagai cerminan dari sifat Kristus sendiri? Kasih itu sabar dan murah hati. Sifat sabar secara pasif lebih memilih untuk berlapang dada terhadap orang lain, dan murah hati adalah sifat aktif yang memberi dan suka menolong. Kasih itu tidak cemburu. Artinya, kasih tidak membuat seseorang mencemburui kemajuan atau kemampuan orang lain. Justru kasih mendorong kemajuan orang lain. Kasih tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Kasih tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri. Kasih tidak membuat seseorang menjadi pemarah, mudah tersinggung, dan pendendam. Kasih tidak akan membuat seseorang bersukacita karena penderitaan akibat ketidakadilan, termasuk tidak dapat bersukacita atas keberhasilan seseorang yang diperoleh dengan kecurangan atau pelanggaran.

Secara positif kasih mengarahkan kita, orang-orang yang percaya kepada Kristus untuk: pertama, selalu berpikiran positif terhadap orang lain. Kedua, selalu memiliki pengharapan. Ketiga, selalu sabar menanggung segala sesuatu. Hanya orang-orang yang dihidupkan oleh Kristus dan hidup bagi Kristus sajalah yang akan memiliki kasih; dan hanya orang-orang seperti inilah yang diberikan kemampuan dan anugerah dari Allah untuk menjadi cerminan kasih Allah kepada banyak orang, terutama kepada mereka yang belum mengenal dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.

Renungkan: Kita adalah orang-orang yang diperkenan Allah merasakan kasih- Nya. Hendaklah kasih itu menjadi jiwa dan identitas kita.

(0.73) (1Kor 14:1) (sh: Menghibur, membangun, dan menasihati (Sabtu, 27 September 2003))
Menghibur, membangun, dan menasihati

Paulus menasihati anggota-anggota jemaat Korintus yang mendapatkan karunia-karunia istimewa dari Tuhan supaya mereka mengejar kasih. Anjuran ini merupakan antisipasi Paulus agar jemaat tidak jatuh ke dalam kesombongan keakuan karena memiliki karunia-karunia yang istimewa. Rupanya ada di antara jemaat yang merasa sangat bangga karena dikaruniai kemampuan berbahasa roh.

Paulus tidak menepis kenyataan itu karena yang bersangkutan merasa memiliki hubungan yang bersangkutan dengan Allah. Namun, yang dikuatirkan oleh Paulus adalah bila hanya orang tersebut yang merasakan manfaat karunia yang dimilikinya. Padahal ada orang- orang atau jemaat yang harus diberi perhatian yang khusus dan sepantasnya melalui karunia yang dimilikinya (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">2). Paulus justru menganjurkan kepada mereka untuk mempertimbangkan orang lain sehingga karunia yang mereka miliki bermanfaat membangun kehidupan orang lain. Hal ini sesuai dengan arti dari bernubuat yaitu menyampaikan firman Tuhan yang membangun, menghibur dan menasihati sesama anggota jemaat Kristus untuk hidup lebih sesuai lagi dengan kehendak Tuhan (ayat sebab+justru+AND+book%3A46&tab=notes" ver="">3).

Melalui nasihat dan anjuran Paulus kepada jemaat Korintus, kita mendapatkan beberapa pelajaran penting: [1] dengan mempertimbangkan orang lain maka relasi harmonis antara Allah, diri, dan sesama menjadi kenyataan; [2] bahwa karunia itu mengajarkan sesuatu untuk diri kita agar tidak egois dan bangga secara berlebihan. Hal sepantasnya yang kita lakukan adalah menerima segala karunia Allah dengan hati penuh rasa syukur dan terima kasih. Sikap inilah yang membuat karunia itu menjadi berharga dan tidak sia-sia.

Renungkan: Pengalaman rohani yang khas dan istimewa berkenaan dengan hubungan pribadi kita dengan Allah, seharusnya menjadi daya dorong kita untuk memberi tempat bagi orang lain dalam diri dan pelayanan kita.



TIP #06: Pada Tampilan Alkitab, Tampilan Daftar Ayat dan Bacaan Ayat Harian, seret panel kuning untuk menyesuaikan layar Anda. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA